Secret Part. 1

Secret

***

“Kau tampak sangat bahagia”. Luhan yang baru memasuki apartment Lyan segera mendekatinya, duduk disamping adiknya itu yang masih setia dengan senyum lebarnya.

“Oppa”. Panggil Lyan menoleh pada Luhan, di tangannya sudah ada sebuket bunga indah yang baru saja orang toko antarkan padanya.

“Apakah bunga itu untuk Sehun?”

“Ya.” Segera Lyan mengangguk cepat, dilihatnya lagi bunga ditangannya dan Lyan cium untuk merasakan harumnya bunga yang nanti akan dia berikan pada kekasihnya.

 

 

***

Tubuh tegap dan wajah dingin namun mampu membuat semua orang langsung jatuh cinta padanya seperti gambaran pria-pria sempurna lainnya Sehun miliki. Baru saja pria itu muncul dari pintu keluar bandara, setelan hitam yang dikenakannya hingga mampu memunculkan rasa misterius, juga kaca hitam yang dipakainya menambah kemisteriusan sekaligus pesonanya di saat yang bersamaan.

Sehun menoleh ke kanan dan kiri, melihat apakah seseorang yang menjemputnya pagi itu sudah muncul atau belum. Sebelah tangannya memegang koper berukuran lumayan besar dan sebelahnya lagi menggenggam tangan seorang wanita cantik yang tampak begitu serasi dengannya.

Mantel bulu tebal berwarna peach yang dikenakan wanita itu mempertegas pesona fisiknya, terlihat sangat serasi dan cocok dipakainya pagi itu untuk berdiri di samping Sehun.

“ Aku ke kamar mandi sebentar ”. Ucapnya saat Sehun menghentikan langkah kakinya, pegangan tangan mereka terlepas pelan bersama Sehun yang menoleh padanya. Dilihatnya wanita itu yang kini tengah membenarkan letak gelang di tangannya.

“ Jika sudah selesai tunggu aku disini, aku akan mencari mereka ”. Wanita itu segera mengangguk dan berbalik, berjalan menuju kamar mandi tanpa membawa koper yang juga dibawanya hingga Sehun memegang dua koper berukuran lumayan besar sekaligus.

 

Sehun tersenyum, dipandangnya wanita yang mulai berjalan menjauh itu tanpa berkedip. Saat penglihatannya sudah tidak bisa menangkapnya lagi, barulah Sehun memalingkan wajahnya dan kembali berjalan, mencari seseorang yang menjemputnya hari ini.

“ Sehun oppa.................... ”. Teriakan nyaring yang memanggil namanya membuat Sehun langsung menoleh, terlihat seorang gadis yang memang di tunggunya berjalan cepat di antara keramaian bandara menuju tempatnya berdiri.

Belum juga Sehun membalas panggilannya, gadis itu sudah berlari dan langsung memeluknya erat, melepaskan segala kerinduannya dengan pelukan erat pada Sehun tanpa cela.

Sehun tersenyum, dibelainya pelan rambut panjang Lyan dengan bibir tersenyum dan pria yang sejak tadi selalu bersama Lyan, yaitu Luhan muncul.

 

Hyung

 

Karena Lyan belum melepaskan pelukan eratnya, Luhan dan Sehun hanya bisa saling menyapa lewat senyuman singkat namun penuh arti tersembunyi.

 

“ Aku membawa seseorang bersamaku ”. Sehun berucap dan melepas perlahan pelukan Lyan, membuat gadis yang menjadi kekasihnya selama bertahun-tahun itu menurut sekaligus penasaran, siapa yang kekasihnya ini bawa?

“ Siapa? ”. Tanya Lyan, Sehun menoleh dan kebetulan sekali wanita yang dimaksudnya telah keluar dari kamar mandi hingga tidak membutuhkan waktu lebih lama baginya untuk mengenalkan wanita itu.

“Dia”. Tunjuk Sehun hingga dua pasang mata di depannya mengikuti arah tunjuk tangannya.

 

Hana?

 

“Dia Hana, adikku”.

 

1.

Ada yang mengatakan bahwa kenangan indah lebih sulit di ingat daripada kenangan buruk, karena itulah Sehun tidak pernah melupakan setiap detik waktunya berada di neraka bersama seseorang yang harusnya membawa dirinya ke surga.

 

Langkah anggun dan berkelas Hana begitu tampak ketika berjalan mendekati Sehun beserta 2 orang lainnya yang tidaklah asing baginya. Mini dress berwarna hitam yang Hana kenakan begitu pas ditubuhnya meskipun sebagian besar lebih banyak di tutupi oleh mantel bulunya. Sekali lihat, sudah tentu Hana tahu wanita dengan sikap kekanakan dan manja itu adalah Lyan, sementara pria dengan wajah yang hampir serupa dengan Sehun adalah Luhan, pria yang bertahun-tahun lalu sering Hana lihat berada disekitar tempatnya entah untuk apa.

Selesai memperhatikan Luhan dan Lyan, Hana melirik Sehun yang sudah tersenyum penuh arti padanya. Balasan senyum Hana tunjukkan pada Sehun, senyum yang hanya mereka berdua ketahui apa maksud dan artinya.

 

Luhan yang berdiri tepat di sisi Sehun masih belum bisa menormalkan dirinya setelah melihat Hana, wanita yang Sehun akui sebagai adiknya. Kenangan beberapa tahun lalu saat hatinya bergetar dan teralihkan pada seorang wanita yang bahkan belum sempat di ajaknya berbicara sekalipun muncul, wanita yang kemudian hilang bagai di telan bumi itu pada akhirnya muncul lagi dengan membawa getaran yang sama pada diri Luhan sekaligus kebingungan tiba-tiba.

“Hana-ya.” Panggil Sehun akrab, menyentak Luhan akan lamunannya sendiri dengan pertanyaan sejak kapan Hana menjadi adik Sehun?

Bertahun-tahun lalu ketika mereka semua masih mengenakan seragam sekolah, Luhan ingat betul bagaimana teman Hana berkata bahwa Hana merupakan anak tunggal di keluarganya. Lalu bagaimana bisa saat ini Hana muncul di depannya sebagai adik Sehun?

Belum juga pertanyaan Luhan terjawab, perkataan Sehun kembali membawanya tersadar dari lamunan. “Ini Luhan hyung, dan ini Lyan, dia adalah kekasihku.” Kata Sehun memperkenalkan mereka berdua pada Hana yang langsung tersenyum manis, dia bungkukkan tubuhnya pada mereka berdua bergantian dan matanya menatap Luhan dalam seperti yang pria itu lakukan sejak tadi.

Luhan merasakan panas di seluruh tubuhnya terutama wajah ketika tersadar bahwa Hana membalas tatapannya, jarak mereka adalah yang terdekat saat ini dan ini juga pertama kalinya mereka bertatapan. Senyum cantik masih membingkai wajah putih Hana, membuat Luhan makin gugup dan lebih sibuk menormalkan degup jantungnya dibanding membalas senyum itu yang sebenarnya ingin dia balas.

Kembali Hana menoleh pada Sehun, mereka saling mengangguk seolah mengatakan sesuatu yang hanya diri mereka sendiri yang tahu.

Di samping Sehun, berdiri Lyan yang sejak tadi tersenyum dengan kedatangan Hana. Dalam hati Lyan berkata bahwa dirinya sangat senang berkenalan dengan salah satu keluar Sehun, kekasihnya.

“Oppa.” Lyan memanggil Sehun ketika tidak ada yang bersuara di antara mereka bertiga, Sehun menoleh pada Lyan yang sepertinya memang tidak akan pernah berhenti tersenyum. Gadis yang telah menjadi kekasihnya selama bertahun-tahun itu memang selalu menampakkan senyum pada siapapun hingga membuat orang di sekitarnya menjadi nyaman.

“Ya?”

“Bunga ini untukmu.” Tunjuk Lyan dengan menyodorkan sebuket bunga yang sejak tadi di pegangnya pada Sehun, bunga yang sejak tadi pagi memang Lyan siapkan untuk menyambut kedatangan kekasihnya setelah bertahun-tahun mereka terpisahkan jarak antar negara.

“Gomawo.” Ucap Sehun yang malah langsung menoleh pada Hana, bukannya menerima bunga dari tangan Lyan.

Apa yang Sehun dapatkan dari wajah Hana? Bukan lagi senyuman tapi wajah kesal, tampak wanita itu sudah membuang muka ke samping dan senyum sinis tampak padanya.

“Aku sangat merindukanmu oppa.” Lyan kembali bersuara di antara kebisuan di sana. Kini, bukan hanya berkata rindu, namun dia juga langsung memeluk Sehun tiba-tiba dengan erat, membuatnya mundur beberapa langkah saking tidak siapnya dengan pelukan mendadak Lyan. Kedua tangan Sehun membentang, tidak membalas pelukan Lyan dan masih tetap memandang Hana yang sudah mengerutkan keningnya dengan wajah tidak suka.

 

Rasa sayang Luhan pada Lyan begitu besar, mungkin karena Lyan adalah adik satu-satunya yang Luhan miliki, apalagi Lyan merupakan seorang gadis. Sangat wajar rasanya ketika Luhan begitu menjaga sekaligus memanjakannya.

Hubungan yang terjalin antara Sehun dan adiknya bahkan tidak lepas dari penglihatan Luhan. Sehun dan Lyan bertemu ketika mereka memasuki tempat les yang sama, seringnya pertemuan yang terjadi antara mereka membuat Sehun dan Lyan pada akhirnya bersama.

Luhan tahu tiap detil kisah antara adiknya dan Sehun karena adiknya itu selalu bercerita padanya, tidak ada yang tidak adiknya itu ceritakan saking dekatnya hubungan antara mereka.

Setelah itu, seperti yang kebanyakan seorang kakak lakukan saat mengetahui adiknya memiliki kekasih adalah, melihat apakah kekasih adiknya merupakan pria baik atau tidak, apakah pria itu layak untuk adiknya atau tidak, itulah yang Luhan lakukan. Seiring makin dekatnya hubungan antara Sehun dan Lyan, perkenalan antara Luhan dan Sehun membuat mereka layaknya kakak adik sesungguhnya.

5 tahun lalu Sehun pergi dengan tanpa kepastian kapan dirinya akan kembali, setelah penantian panjang itu akhirnya Sehun kembali, bertemu dan bersama Lyan.

Harusnya Sehun bahagia, namun bukannya bahagia, Sehun justru tampak sangat risih dan tidak suka dengan apa yang Lyan lakukan saat ini padanya, memeluknya erat.

 

Andai saja Luhan tidak terlalu fokus pada Hana yang sudah tidak memperhatikannya lagi, tentu Luhan akan melihat dengan jelas bagaimana risihnya Sehun pada adiknya dan saat itu Luhan akan sadar sekaligus tahu bahwa ada yang tidak beres.

“Bunga yang cantik.” Suara itu tiba-tiba keluar bersama Hana yang sudah berada di belakang tubuh Sehun untuk mengambil buket bunga di tangan Lyan yang melingkar pada tubuh Sehun tadi.

Sadar bunga untuk Sehun telah lepas dari genggamannya dan malah berada di tangan Hana, Lyan tersentak sekaligus kaget. Dia lepaskan pelukan eratnya dari tubuh Sehun dan memandang Hana tidak suka dengan sikapnya barusan.

“Apa kau tahu betapa tidak sopannya dirimu?! Kau tidak boleh mengambil bunga dari tangan seseorang seperti itu.” Bukannya menyesal, Hana bahkan tidak memperdulikan perkataan yang memang ditujukan untuknya itu. Apa yang Hana lakukan? Dia malah menciumi bunga di tangannya tanpa rasa bersalah sama sekali.

Lyan mengernyitkan keningnya tidak suka, kemarahannya pada Hana kian besar ketika wanita itu tidak menunjukkan satupun rasa penyesalannya dan malah menarik koper berwarna pinknya di samping Sehun untuk berjalan melewati mereka begitu saja. “Ayo Sehun-ah, kita pergi dari sini.”

“KAU MENGAMBIL BUNGAKU DAN BAHKAN MEMANGGIL OPPA DENGAN TIDAK SOPAN!” Lyan berteriak, mengalihkan setiap pasang mata untuk memandangnya. Setelah ini, mungkin Lyan akan merutuki dirinya sendiri, untuk apa dirinya berbicara begitu keras? Apakah karena dirinya sudah terlalu dibawa emosi?

 

Sehun dan Luhan yang sejak tadi terfokus pada Hana langsung menoleh pada Lyan terkejut, begitupun Hana yang langsung menghentikan langkahnya dan berbalik. Dilihatnya orang di sekitar tempat mereka berdiri sudah menjadikan mereka tontonan, belum lagi bisikan-bisikan nyinyir orang-orang yang bahkan tidak tahu apapun dan hanya asal menebak.

Hana menaikkan sebelah alisnya dengan bibir tersenyum tipis ketika dilihatnya dengan jelas kepalan tangan Lyan, gadis itu menatapnya tajam dan penuh kemarahan, benar-benar kekanakan.

 

Hana menarik nafas dalam dan kembali berjalan mendekati mereka hingga bertatapan langsung dengan Lyan. “Aku tidak tahu apa yang benar-benar membuatmu marah, tapi kau lebih tidak sopan dariku kini.” Ucapnya kemudian memakai kaca mata hitamnya, entah maksudnya untuk menyombongkan diri atau apa Lyan tidak mengerti. Toh meskipun alasannya bukan itu, Lyan sudah memandang Hana sebagai gadis tidak sopan dan sombong.

Terlepas dari siapa Hana, entah dia benar-benar adik kekasihnya atau bukan, Lyan benar-benar tidak menyukainya.

“Bunga ini yang kau permasalahkan?.” Tanya Hana yang tentu saja benar, sebelah tangan Hana terangkat menunjukkan bunga Lyan dalam genggamannya. “Ambil saja, aku tidak suka bunga.” Ucapan tanpa pikir Hana membelalakkan mata Lyan, untuk apa Hana mengambil dan bahkan menciumi bunganya jika tidak suka?

Baru saja Lyan akan protes, kembali Hana melakukan sesuatu yang membuatnya marah bukan kepalang. “Kau?!” Gemeretak gigi Lyan terdengar saat melihat dengan jelas Hana melempar bunga itu ke lantai layaknya sampah.

“Ambil saja jika kau mau. Aku tidak menginginkannya sama sekali.” Hana tersenyum, entah apa yang wanita itu pikirkan dan lakukan, yang jelas, hal seperti itu tidak akan dilakukan oleh wanita waras.

 

“Hentikan.” Sehun bersuara ketika tangan Lyan hampir menampar pipi mulus Hana, diliriknya Lyan tajam dan segera Sehun berjalan mengambil bunga yang tergeletak di lantai dengan beberapa kelopaknya yang telah lepas.

Tatapan tajam Sehun pada Lyan berubah, kembali ditunjukkanya pandangan teduh dan hangat seperti tadi. “Sudah, jangan menangis. Bunga ini sudah ada padaku.” Hibur Sehun, di usapnya kepala Lyan lembut dan berpindah pada pipinya untuk menghapus air mata yang terlanjur mengalir disana.  “Sudah jangan menangis.” Lanjut Sehun seraya tersenyum pada Lyan.

Hana mendengus kesal, apa yang dilihatnya benar-benar memuakkan dan karena itu dirinya berbalik untuk segera pergi dari tempat itu.

 

“Dia memang seperti itu, sudahlah.” Sehun masih melanjutkan hiburannya ketika Lyan tidak juga mengalihkan pandangannya barang sebentar dari Hana meskipun wanita itu sudah berjalan menjauh.

“Apa kabar hyung, aku merindukanmu.” Pandangan Sehun beralih pada Luhan, pria yang sejak tadi belum sempat di sapanya dan hanya diam karena tidak tahu harus apa itu akhirnya Sehun sadarkan dari kebisuannya. Segera Sehun peluk Luhan. Sama seperti yang Lyan lakukan dan maksudkan tadi, Sehunpun melakukannya untuk melepas kerinduan yang bercampur dengan banyak perasaan sedih, bersalah, dan juga marah.

 

“ Ayo ”. Sehun menyudahi pelukannya dan mengajak mereka untuk pergi dari sana.

Jauh dari tempat mereka bertiga, Hana yang sudah sampai pada pintu keluar bandara memandang mereka lekat. Berawal dari Lyan, Sehun, kemudian Luhan. Hana pandangi mereka semua dengan intens dan Luhan adalah yang menarik perhatiannya.

Sejak tadi pria itu terus menerus memandangnya seakan terkejut, membuat senyumnya langsung muncul ketika mengingat sesuatu yang menjadi satu-satunya alasan Luhan bersikap begitu.

 

 

-oo—ooooooo-

 

 

Sebuah cafe yang letaknya tidak terlalu jauh dari bandara menjadi tempat persinggahan mereka sekedar untuk minum dan berbincang-bincang sedikit meskipun nyatanya niat dari Sehun dan Hana bukanlah itu.

Lyan duduk berdampingan dengan Luhan, tepat di depannya Sehun duduk bersama Hana.

Dilihat lebih dekat, sama sekali tidak ada kemiripan antara Sehun dan Hana seperti yang tampak pada saudara sedarah lainnya. Luhan yang sebelumnya bahkan tahu Hana, dengan yakin berkata bahwa Hana tidaklah memiliki saudara.

Ekspresi wajah cemberut dari Lyan masih bertahan, dirinya benar-benar kesal pada Hana dengan sikap dan sifat menjengkelkannya. Sekali saja permintaan maaf tidak Hana ucapkan untuk Lyan, kejadian di bandara tadi masih begitu membekas dalam benak Lyan dan tidak akan pernah dia lupakan.

 

“Begitu? Hahahaha.”

 

Ingin Lyan memotong-motong Hana menjadi beberapa bagian seperti saat dirinya memotong kue ulang tahunnya beberapa bulan lalu. Setelah hal menyebalkan di bandara, kini yang paling menyebalkan adalah Hana mencuri semua perhatian Sehun darinya.

Bukannya bersama dirinya yang adalah kekasihnya, Sehun malah lebih memilih untuk duduk bersama Hana dan bercanda seperti saat ini. Mereka berdua berbicara dengan topik yang yang hanya mereka tahu dan pahami, sering mereka tertawa sementara dirinya serasa di abaikan dan tidak di anggap.

 

Seorang pelayan datang, memberikan mereka buku menu dan Sehun bersikap seolah ia adalah kekasih Hana. Sehun pilihkan dengan hati-hati dan cermat makanan yang akan Hana makan. “Jangan berminyak, jangan yang pedas, jangan yang terlalu berlemak, jangan—.”

“Oppa.” Lyan benar-benar kesal saat ini, suaranya bahkan sudah tidak seriang tadi. Ditatapnya bergantian Sehun dan Hana, mereka berdua memandangnya polos seolah tidak ada kesalahan apapun yang telah dilakukan.

“Ada apa? Kau pesan apa?” Lyan mendengus kesal, Sehun benar-benar berubah dan tidak seperti dulu kini baginya.

Dulu, Sehun akan selalu memprhatikan dan menjadikannya nomor satu. Tapi kini, coba lihat apa yang terjadi. Jangankan memberi perhatian, memahami dirinyapun tidak. Semua terjadi karena Hana, begitu pikir Lyan. Wanita yang Sehun akui sebagai adik itu tidak lebih dari seorang pengganggu bagi Lyan.

Lama Lyan tidak menjawab hingga Sehun mengabaikannya lagi, dia panggil pelayan tadi untuk mencatat pesanannya bersama Hana.

“Kami pesan Nicoise Salad, Foie Gras, Coq au Vin, dan Creme Brulee hyun. Kalian pesan apa?.” Kembali Sehun bertanya, berharap bahwa kali ini Lyan akan menjawab dan mengatakan pesanannya selagi ada pelayan di antara mereka.

 

Luhan diam saja, dia tutup buku menu di tangannya perlahan dan menghadap pelayan itu. “Kami pesan seperti yang di pesannya.” Ucap Luhan dan pelayan itu segera mencatatnya kemudian pergi dari hadapan mereka dengan sopan.

“Oppa tidak menyayangiku lagi?” Jika bisa, Sehun akan langsung mengangguk. Sayangnya dia tidak bisa melakukan itu dan harus bersikap manis pada Lyan. “Sejak tadi oppa hanya bersama dan memikirkan Hana-ssi, oppa bahkan tidak mengajakku bicara, atau menanyakan kabarku, atau—.”

“5 tahun tidak bertemu membuatmu secemburu ini?.” Sehun memotong kalimat Lyan dan mengulurkan tangannya, menggenggam tangan putih Lyan yang seja tadi berada di atas meja putih tempat mereka berada.

“Kau mengabaikanku oppa”. Lyan memberikan penjelasan, diliriknya lagi Hana tajam dan wanita itu sedang tersenyum mengejek padanya. “Lagipula sejak kapan oppa memiliki adik?.” Akhirnya pertanyaan itu muncul juga, pertanyaan yang juga sejak tadi bersarang dalam kepala Luhan namun menghilang karena terlalu fokus pada hatinya untuk Hana.

 

“Kami pindah saja, kau bicaralah dengan kekasihmu yang kekanakan itu.” Siapa yang tidak tersinggung jika dipanggil kekanakan? Begitupun Lyan yang sudah siap berdiri dan menyelesaikan masalahnya dengan Hana.

Sehun menoleh pada Hana, alih-alih marah atau menegurnya, Sehun malah menggenggam tangan Hana yang berada di atas pahanya sambil menggeleng pelan, seolah tidak mengijinkannya untuk pergi dari sisinya untuk bersama Luhan.

“Aku rasa itu ide bagus.” Luhan sudah terlanjur berdiri ketika Sehun akan berkata tidak perlu pergi. Bukan hanya menghentikan ucapan Sehun, Luhan juga menghentikan adiknya sendiri saat akan balas memaki Hana.

Sehun menghela nafas panjang tidak bisa menolak perkataan Luhan jika tidak ingin di curigai. Kembali Sehun melirik Hana, wanita yang kini tengah menyumpal bibirnya sendiri untuk menahan tawa meledaknya.

“Kalian bicaralah berdua ya.” Ucap Hana di sela tawa yang hanya Sehun seorang ketahui alasannya.

Tangan Hana merangkul lengan Luhan tanpa permisi, membuat Sehun membulatkan matanya dan ingin segera melepaskan pegangan itu jika mampu, sayangnya Sehun tidak bodoh dan harus membiarkan dirinya duduk berhadapan dengan Lyan.

“Oppa.” Sehun mengalah, dia harus benar-benar membatalkan keinginannya memisahkan Hana dan Luhan. Untuk saat ini, meladeni dan bersikap baik pada Lyan adalah penting. “Sebelumnya oppa tidak pernah mengatakan padaku bahwa oppa memiliki adik.” Ulang Lyan pada pertanyaannya yang tadi.

“Benarkah?.” Tanya Sehun asal, mata pria itu masih mengikuti apa yang Luhan dan Hana lakukan tanpa peduli pada Lyan di depannya.

 

Sialan

 

Maki Sehun melihat Luhan yang duduk di samping Hana. Sehun tidak suka, bahkan benci dengan pria selain dirinya berada di samping Hana.

Pegangan tangan hangat Lyan menyadarkan Sehun, kembali ditatapnya Lyan yang selalu tersenyum padanya seolah tidak pernah lelah. Pertanyaan Lyan tadi masih Sehun ingat, dirinya tahu bahwa untuk saat ini Lyan pasti ingin jawaban. Jika tidak bisa memberikan jawabannya saat ini, bisa dipastikan Lyan akan bertanya terus menerus dibarengi rengekan dan Sehun benci semua itu. “Sejak kecil Hana tinggal di Amerika, sementara kau tahu sendiri aku disini bersama harabeoji. Kami jarang bertemu, barulah 5 tahun lalu saat harabeoji berkata bahwa kami harus pindah agar Hana tidak kesepian, kami baru bisa dekat dan akrab.”

“Aku sangat merindukanmu oppa.”

Sehun memutar matanya sempurna menyadari Lyan yang mengabaikan jawaban dari pertanyaannya sendiri. Baiklah, gadis ini memang begini dan adalah aneh jika dia berubah secara tiba-tiba.

“Aku pikir kau akan berubah setelah 5 tahun kita tidak bertemu.”

“Maksud oppa?” Lyan memandang Sehun yang sedang menggaruk ujung hidungnya tidak mengerti, sungguh dirinya tidak mengerti maksud Sehun yang kini malah tersenyum padanya.

“Aku pikir kau akan berubah makin jelek, tapi nyatanya kau berubah makin cantik.”

Lyan menyunggingnya senyum tersipu miliknya, rona merah bahkan sudah tampak pada kedua pipinya dan itu membuat Sehun bersyukur akan kebodohan Lyan hingga saat ini. Kau tetap bodoh, itu maksudku.

 

“Lyan-ah.” Panggil Sehun, menyadarkan gadis di depannya dari kebodohan yang sejak tadi Sehun syukuri.

Lyan kembali fokus pada Sehun, menatap pria itu sungguh-sungguh seperti biasa seolah semua perkataan Sehun akan diturutinya tanpa terkecuali.

 “Kita sudah bersama cukup lama, selama ini aku tahu bagaimana kau sangat mencintaiku dan memahamiku. Dan sekarang.” Sehun mengambil kotak kecil berwarna pink dari sakunya, dibukanya kotak kecil itu tepat di hadapan Lyan di iringi senyum menawannya.

Ekspresi terkejut adalah yang pertama kali terjadi pada Lyan. Tatapan mata tidak percayanya ketika sebuah cincin ada di dalam kotak itu membuat Lyan berpikir apakah saat ini Sehun tengah melamarnya? Tidak bermimpikah dirinya?

Jawabannya adalah tidak, karena setelah itu Sehun menjawab semua pertanyaan dalam hati Lyan.

 

“Maukah kau menikah denganku?.”

 

 

-oo—ooooooo-

 

 

Masih pada cafe yang sama namun kursi berbeda, duduklah Luhan bersama Hana. Mereka saling berhadapan seperti yang Sehun dan Lyan lakukan di salah sudut cafe sana. Beberapa kali Luhan berdehem, entah apa maksudnya seperti itu karena satu-satunya respon yang Hana berikan adalah kerutan di dahinya pertanda bingung. “Kau sakit tenggorokan?.”

“Ti—tidak.”

“Ini, minumlah.” Hana menyodorkan segelas air untuk Luhan. Berharap pria itu meminumnya dan entah apa yang menganggu di tenggorokannya segera hilang.

“Terimakasih.” Ucap Luhan meletakkan gelas yang tinggal setengah isinya.

Hana tersenyum memandang Luhan, apa yang sebelumnya Sehun katakan padanya, juga beberapa hal yang diketahuinya akan sikap Luhan saat ini padanya membuat wanita berhidung mancung itu menggoda Luhan sedikit. “Sejak tadi kau memperhatikanku, apa kau mengenalku?.”

Luhan mendongakkan kepalanya dan wajah cantik Hana yang hanya bisa dia bayangkan sebelumnya sudah tercetak jelas dalam pandangannya. Pertanyaan Hana itu tentu saja tidak bisa langsung di jawabnya. Tidak mungkin Luhan mengatakan bahwa dulu, bahkan hingga saat ini ternyata dirinya masih begitu menggilai Hana. Tidak mungkin Luhan mengatakan bahwa sejak Hana memakai seragam sekolah, dirinya sudah begitu inginnya memiliki kesempatan seperti hari ini?

Seperti hari ini?

Tentu saja seperti hari ini.

Apa yang Luhan lihat pada Hana dulu hanya mampu dilihatnya, tidak bisa dirinya mengajaknya bicara atau berusaha mendekati Hana lebih jauh sesuai keinginannya. Alasannya?

Hanya Luhan sendiri yang mengetahui semua itu.

Kini, setelah dirinya memiliki kesempatan untuk berhadapan dengan Hana, setelah dirinya cukup dewasa, memiliki pekerjaan lumayan, pikiran Luhan untuk mendekati Hana dengan serius seperti keinginannya dulu muncul. Tidak ingin lagi dirinya kehilangan Hana seperti bertahun-tahun lalu yang bahkan belum sempat di ajaknya berbicara sekalipun.

“Aku lama di Amerika, tapi 5 tahun lalu aku pernah ada di Korea selama 1 tahunan. Apa kita pernah saling mengenal?.” Hana masih melanjutkan bicaranya, menatap Luhan yang lama terdiam dengan pikirannya sendiri.

Sekali lagi mereka bertatapan. Bahkan mata indah Hana tampak sedang tersenyum pada Luhan, hal yang belum siap Luhan balas. “Tidak.” Luhan menggeleng dengan tarikan nafas panjang, berusaha menormalkan dirinya agar tidak tampak memalukan dalam penglihatan Hana.

Kata tidak yang Luhan ucapkan nyatanya cukup di sesalinya, harusnya kata tidak digantikan oleh ya tentu saja, kita beberapa kali berada pada cafe yang sama, atau ya, aku pernah melihatmu beberapa kali mengunjungi perpustakaan, atau ya, aku pernah melihatmu disekitar sekolah. Apapun. Kata dan kalimat apapun yang nantinya akan membuat pembicaraan mereka makin mengalir dan mengeratkan kedekatan.

“Benarkah? Aku merasa tidak asing denganmu.”

 

Apakah dia juga memperhatikanku?

 

Andai saja Luhan memiliki keberanian untuk sedikit saja mengucapkan pemikirannya, maka dirinya akan tersenyum dan senang setelah itu karena berhasil naik satu tingkat untuk makin dekat dengan Hana. Sayangnya Luhan tidak melakukan itu. Lagi. Sekali lagi dirinya menggeleng.

“Apa pekerjaanmu?” Tanya Hana lagi.

“Aku memiliki sebuah restoran.”

“Kau koki?”

“Begitulah.” Luhan tersenyum dengan pikiran yang berkata bahwa kali ini dirinya harus melakukan sesuatu. Apa yang pikirannya katakan? “Lain kali berkunjunglah dan aku akan membuatkanmu masakan lezat.”

“Maka harusnya kita tidak datang kemari dan akan lebih baik datang ke restoranmu kan?”

Suasana mencair dan keakraban muncul, Luhan mengangguk beberapa kali sambil tersenyum dan Hana tertawa melihatnya. Pria yang kemudian dalam hati Hana ucapkan kata kasihan padanya.

 

“Hei.” Panggil Sehun pada mereka berdua dan mendekat. Tatapan mata Sehun dan Hana mulai menampakkan sesuatu yang berbeda, susuatu yang tidak mungkin dimiliki oleh kakak beradik. “Makanannya sudah tiba, ayo kembali. Aku juga sudah selesai berbicara dengan Lyan.” Singkatnya, Sehun ingin segera Hana pergi dari sana. Pergi dari tempatnya yang hanya berdua dengan Luhan. Tidak menunggu apapun, atau peduli pada apapun seperti Luhan, Sehun dengan cepat menarik tangan Hana dan membawanya dari sana menuju meja mereka sebelumnya.

“Hei oppa.” Panggil Hana setengah berlari mengimbangi langkah lebar Sehun yang membawanya.

“Diamlah.” Gumam Sehun dengan nada kesal dan Hana kembali tertawa lebar.

 

“Oh.” Hana menutup bibirnya sendiri dengan pandangan terkejut. “Kau menerima lamarannya?.” Tanya Hana kemudian menarik tangan kiri Lyan, dimana sudah terpasang cincin dari Sehun di jemari manisnya.

“Lamaran? Melamar? Siapa?.” Luhan bersuara, kebingungan memenuhi dirinya. Tentu saja dirinya bersikap seperti itu, Luhan yang tidak tahu apapun dan mendengar apapun patut bingung dengan keadaan yang terjadi.

Saat dirinya pergi tadi jemari adiknya masih polos, tidak satupun cincin melingkar di jarinya. Namun kini, bukan hanya cincin tapi juga lamaran. Apakah maksudnya Sehun baru baru saja melamar adiknya?

 

“Aku sangat mencintai adikmu hyung, aku baru saja melamarnya dan menginginkannya untuk selalu berada di sampingku. Aku tidak mau berpisah lagi dengannya.”

Terjawab sudah seluruh pertanyaan Luhan, dia yang tadinya masih bingung dan hanya asal menebak kini sudah mendapatkan jawabannya. Sehun melamar Lyan.

Lyan tersenyum bahagia, berbeda dengan Luhan yang masih diam mengerutkan keningnya. Bukan dirinya tidak menyukai Sehun atau menyetujui ini. Tapi Luhan hanya merasa bahwa, apakah ini tidak terlalu cepat? Sehun bahkan baru saja tiba dan langsung melamar adiknya tanpa persiapan sama sekali?

 

Persiapan?

 

Mungkin dirinya saja yang tidak tahu bagaimana persiapan Sehun. Salah satu persiapan itu contohnya seperti cincin di jemari Lyan. Baiklah dirinya harus mengakui persiapan itu dan membicarakan hal lainnya hanya berdua bersama Sehun.

“Tapi apa kau sudah mengatakan yang sebenarnya pada Lyan-ssi kenapa kau berada di sini saat ini?.” Hana bersuara. Entah kenapa tiap Hana melakukan sesuatu Lyan sangat tidak suka dan itu tampak dengan hilangnya senyum di wajah cantiknya kini.

 

Apa lagi yang akan dia lakukan? Lyan membatin dan menatap Hana waspada, seolah segala hal dalam diri wanita itu adalah bom perang.

“Kenapa? Ada apa memangnya?” Tanya Lyan. Dilihatnya Sehun, tidak ada yang aneh dengan pria itu saat ini. Memangnya ada apa?

“Sehun di usir oleh orang tua kami dan kini dia adalah seorang gelandangan. Apa kau bisa menerima Sehun sementara dia pengangguran?.” Keterkejutan tentu langsung tampak pada wajah Lyan. Bukan kata gelandangan dan pengangguran yang menjadi point utama Lyan, namun kalimat Sehun di usir oleh orang tua kami.

Kenapa dan bagaimana bisa adalah hal pertama yang Lyan pikirkan. Tentu saja gadis itu berpikir demikian, memangnya apa yang terjadi hingga Sehun harus terusir dari keluarganya sendiri? Apa yang telah dilakukan oleh pria yang dicintainya ini hingga di usir oleh orang tuanya? Kesalahan macam apa yang sudah Sehun lakukan?

“Apa kau bisa menerimanya dan tetap memakai cincin itu?.” Pertanyaan Hana terasa begitu menyindir diri Lyan, seolah dirinya hanyalah gadis yang tergila-gila pada harta dan akan meninggalkan seseorang ketika tidak memiliki apapun. Seolah mengatakan bahwa cintanya pada Sehun tidak tulus dan hanya fokus pada kekayaan keluarga Sehun.

“Apa kau bermaksud mengatakan bahwa aku tidak tulus mencintai oppa dan bersamanya hanya karena harta yang dimilikinya?”

“Siapa yang tahu? Kau bertahan selama ini bersama Sehun dan bahkan kalian tidak saling bertemu satu sama lain selama 5 tahun. Setia? Kau benar-benar melakukannya? Tidak melihat pria lain?”

“Hana-ssi.” Luhan mengambil perannya sebagai seorang oppa bagi Lyan, panggilannya pada Hana terasa seperti teguran agar Hana lebih menjaga sikap pada adiknya.

Hana mengerutkan alisnya hingga menyatu, senyum kecil tampak padanya dan tatapan lurus langsung tertuju pada Luhan. sekali ini, kembali pria bermarga Xi itu kehilangan kata-katanya untuk membela Lyan.

“Ya?” Tanya Hana pada Luhan.

Sehun duduk tepat di samping Hana, melirik mereka tidak suka melalui sudut matanya dan deheman keras langsung terdengar. Membuyarkan kegiatan Hana menggoda Luhan yang belum usai dan menarik perhatian mereka semua padanya.

“Oppa, katakan padaku apa yang terjadi.” Lyan kembali bertanya, pada Sehun kali ini di imbangi tangannya menggenggam tangan Sehun.”Kenapa oppa tidak menceritakan apapun padaku?.”

“Itu tidak penting, yang penting apakah kau masih mau menerima Sehun sebagai suamimu?.”

“Tentu saja.”

“Tunggu dulu.”

Runtutan kalimat cepat yang terjadi antara Hana, Lyan, dan Luhan terjadi. Menjadikan ketiganya tokoh yang saling berhadapan dengan isi kepala berbeda-beda.

Pusatnya pada Luhan kini, pria itu menjadi pusat dari tiga orang lainnya yang sudah memandangnya menunggu kalimat yang ingin dia ucapkan. “Kau tidak bekerja? Kau di usir oleh orang tuamu? Bagaimana bisa?.”

Persis seperti pertanyaan yang Lyan ajukan dan belum satupun dari pertanyaan itu yang menemukan jawabannya. 2 orang pemegang kunci jawaban saling berpandangan. Sehun dan Hana menarik nafas panjang bersamaan dan kembali mereka melihat dua kakak adik di depannya. “Tampaknya satu keluargamu ada yang tidak setuju.”

“Bu—bukan begitu maksudku.” Elak Luhan secepatnya dengan pernyataan Hana.

Dirinya menyukai Sehun dan sudah menganggapnya seperti adik sendiri meskipun bukan. Antara Sehun dan Lyan, Luhan bahkan tidak bisa mengatakan lebih menyukai siapa di antara mereka. Sehun sudah layaknya adik laki-laki bagi Luhan. Dirinya berkata seperti itu hanya karena penasaran dengan apa yang terjadi. Tidak mungkin orang tua mengusir anaknya jika anak tersebut tidak melakukan kesalan besar. Begitu yang Luhan pikirkan.

“Aku berjanji akan membuat Lyan bahagia dan tidak menderita hyung, kau tahu bagaimana aku mencintainya selama ini kan?.”

Luhan mengangguk, dirinya memang percaya dan tidak meragukan cinta Sehun untuk adiknya. “Secepatnya, aku akan mencari pekerjaan.”

“Lalu lamaran itu, bagaimana bisa kau mengadakan pernikahan tanpa orang tuamu?.”

“Karena itu aku disini untuk membantunya.” Hana kembali bersuara dan Luhan bungkam, tidak membantah ataupun mengatakan hal lain lagi.

“Aku akan membicarakannya dengan appa, aku akan meminta appa untuk menempatkanmu di perusahaannya. Tenang saja oppa, aku tidak akan meninggalkanmu.” Sehun tahu hal ini akan terjadi, Lyan tidak akan melepaskannya dan akan melakukan apapun untuknya, persis seperti yang Sehun pikirkan dan inginkan.

“Lalu selama disini kalian akan tinggal dimana?.”

“Mungkin kami akan mencari—.”

“ Aku memiliki apartment”. Lyan memotong ucapan Sehun. “Kau dan Hana-ssi bisa tinggal disana.” Lanjutnya tanpa peduli bagaimana terkejutnya Luhan akan hal itu.

“Lyan-ah ”. Benar saja, Luhan sudah memanggil namanya dan bersiap melayangkan protes tidak setuju.

“ Gweanchana oppa. Lagipula apartment itu memang aku beli agar bisa tinggal bersama dengan Sehun oppa.”

Hanya hembusan nafas panjang yang menjadi jawaban Luhan, tidak ada lagi yang di ucapkannya saat itu selain memandang Sehun dan Hana di depannya.

“Kau tenang saja Luhan-ssi. Hanya Sehun yang di usir, sementara aku tidak. Jadi kami akan segera menemukan tempat tinggal dan hanya sementara saja tinggal di apartment adikmu.”

Luhan mengangguk kemudian menoleh pada Sehun. “Apakah aku boleh bertanya sesuatu?.”

“Tanyakan saja hyung?.”

“Kenapa kau di usir oleh orang tuamu?.” Sehun menarik nafas dalam dan berpandangan dengan Hana yang kemudian mengangguk.

Pertanyaan ini tentunya akan selalu di ulang-ulang jika tidak di jawab segera. “Karena aku ingin menikah dengan Lyan.”

“Apa? Maksudmu?”

Ganti Sehun yang menarik nafas panjang. Wajah tegang Lyan sudah tampak di matanya, begitupun raut wajah penasaran Luhan. “Keluargaku tidak ingin aku bersama Lyan.”

“Oppa.” Panggil Lyan tidak percaya, bagaimana bisa? Jadi semua ini terjadi karena dirinya?

Lyan mengangguk bersama helaan nafas beratnya. Dirinya tahu bahwa sejak dulu keluarga Sehun tidak menyukainya entah karena apa. Terlebih lagi kakek Sehun yang secara terang-terangan mengatakan ketidak sukaannya. Entah apa kesalah Lyan dan keluarganya, namun karena hal itulah, mereka terpisah selama 5 tahun.

“Sudahlah.” Sehun membalas genggaman tangan Lyan dan menepuknya pelan sesekali. “Sudah aku katakan untuk melakukan semua hal untukmu kan?.”

Luhan menyandarkan dirinya sendiri, jika sudah begini tidak mungkin dirinya menolak Sehun. Apa yang dilakukan Sehun untuk adiknya sudah terlalu besar dan banyak.

Di antara keharuan yang memeluk di meja itu, Hana tersenyum sendiri dan memandang Lyan sambil menggelengkan kepalanya. Begitupun saat di lihatnya Sehun yang sudah membuatnya tertawa terpingkal-pingkal jika saja tidak ada Luhan ataupun Lyan.

 

 

-oo—ooooooo-

 

 

“Ini apartmentnya oppa.” Ucap Lyan setelah membukakan pintu apartmentnya untuk Sehun, menunjukkan tempat yang akan di tinggali oleh kekasihnya itu sampai mendapatkan tempat tinggal seperti yang Hana katakan tadi.

Suasana yang di dominasi warna putih langsung tampak. Beberapa perabot rumah seperti sofa, meja, lampu pijar, bahkan meja makan, semuanya di dominasi oleh warna putih. Jangan lupakan cat di apartment itu yang juga putih. Lantainya saja yang berbahan kayu, selain itu semua adalah warna putih.

Lyan tampaknya memang sudah menyiapkan semua ini sesuai dengan apa yang di inginkan dan dikehendakinya. Pemandangan gedung-gedung tinggi lainnya menjadi penarik yang tidak bisa dihindari untuk tidak melihat keindahannya.

“Kamarku dimana?.” Tidak peduli bagaimana keindahan apartment yang sedang disuguhkan, Hana merasa tubuhnya sangat lelah dan akan lebih baik mengistirahatkannya lebih dulu dibanding harus menikmati keindahan apartment ini. Dibanding melihat bagaimana indahnya apartment Lyan, Hana akan lebih suka dutunjukkan kasur empuk tempatnya tidur.

“Kau baik-baik saja?.” Sehun mendekati Hana, wajah lelah adalah hal yang tidak dapat di tutupi oleh apapun saat ini.

“Aku hanya ingin tidur.” Ucap Hana yang langsung bisa di dengar oleh Sehun dan Lyan.

“Kau menempati kamar yang biasanya Luhan oppa tempati saja. Ayo, aku tunjukkan”. Lyan mendahului mereka dan Sehun membawakan koper milik Hana dengan sebelah tangan lagi merangkul Hana.

Tampaknya kekesalan dan sumpah serapah yang tadi ada dalam dirinya untuk Hana telah menghilang. Terlihat kini bagaimana Lyan memperlakukan Hana layaknya ratu. Tapi bukankah memang harus begitu? Tamu adalah ratu.

 

“Maaf karena kecil.” Ucap Lyan setelah mereka sampai di kamar yang akan Hana tempati.

Ranjang untuk satu orang, dua laci di sampingnya, satu meja, dan satu lemari. Ini bahkan sudah lebih dari cukup untuknya yang sudah terbiasa dengan kamar penuh hal-hal tidak penting. “Tidak apa, aku bisa tidur dimanapun.” Hana mengambil kopernya dari tangan Lyan, meletakkannya pada salah satu sudut di kamar itu dan langsung merebahkan dirinya tanpa peduli akan Sehun dan Lyan yang masih berada disana.

Saat ini, menidurkan dirinya sekaligus beristirahat adalah yang terpenting. Begitu pikir Hana.

 

“Oppa menempati kamarku, kajja oppa.” Lyan mengalihkan perhatiannya dari Hana pada Sehun. Kembali dia rangkul lengan Sehun di sampingnya yang juga langsung menyadarkan Sehun agar tidak terlalu memperhatikan Hana untuk saat ini. Ditolehnya Lyan dan senyuman pria itu tampak untuk membalas senyuman Lyan yang lebih dulu ditunjukkan untuknya.

Hal selanjutnya adalah Lyan yang langsung menarik Sehun keluar dari kamar yang kini Hana tempati untuk menuju kamarnya.

 

Aku kasihan padamu Lyan-ssi. Kau menanggung hukuman dari dosa yang tidak kau lakukan, tapi aku juga tidak bisa membantumu karena kesalahan itu adalah kau penyebabnya. Lirikan tajam Hana tampak ketika sengaja duduk untuk melihat Lyan yang sudah berbalik badan meninggalkannya bersama Sehun di sampingnya.

Helaan nafas Hana terdengar. Pintu kamar di depannya yang terbuka dan menampakkan Sehun beserta Lyan masuk kedalam sana menjadi akhir penglihatan Hana terhadap keduanya.

Kembali Hana rebahkan dirinya perlahan dan langit-langit kamar berwarna pastel yang mulai saat ini akan selalu di pandanganya menjadi pemandangan satu-satunya.

Kedua tangan Hana bergerak perlahan menyentuh perutnya bersama belaian lembut yang langsung terlihat saat ini juga. “Tumbuhlah dengan baik di dalam sana nak.”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet