LOVE THAT I NEED

 

LOVE THAT I NEED

 

Cast : Lee Donghae, Park Tak Yeom, Zhoumi

Genre : Romance, AU

Type : Oneshoot

 

~~~~~~~~~~~~~

 

 

 

14.08.17

 

Sweater coklat yang dibelikan kakaknya setahun lalu, pelan-pelan tidak membantu dirinya berlindung dari dinginnya angin. Namun ia tidak memperdulikannya. Ia sudah lelah dengan hidupnya. Yang seperti putaran waktu tanpa perubahan. Mungkin lebih baik ia lompat saja ke sungai di depannya itu. Biar saja dirinya membeku oleh air dingin sungai. Sehingga ia mati rasa. Dan di sungai ini. Ia sering menghabiskan waktu di tepi sungai sana untuk bermain game -kakaknya selalu memarahinya jika ia bermain game di rumah- atau sekedar mendengarkan music. Hingga ia bertemu dengan seseorang itu. Menemaninya, menghabiskan waktu bersama, dan menjadi pendengar yang sangat baik saat ia bercerita tentang hari-hari pertamanya masuk universitas.

 

Lelaki itu akan mengatakan "itu karena kau banyak bertanya" ketika ia bercerita dihukum oleh seniornya menghitung daun yang jatuh berguguran di sekitar tiang bendera karena tidak tahu cara merangkai karet. Atau "Mungkin karena dia menyukai mu" sambil menyingkirkan daun yang menguning, yang tersangkut di rambutnya saat ia bercerita beberapa senior laki-laki menolongnya.

 

Jika ia mendapat tugas kuliah sangat banyak atau sangat sulit, ia tinggal duduk di tepi sungai sana di sore hari dan tak lama lelaki itu akan datang, membantunya. Bodoh memang. Selama mereka saling mengenal, ia tak pernah tahu dimana lelaki itu tinggal atau sekedar tahu nomor telefonnya saja. Ia hanya tahu namanya. Yang akan selalu diingatnya. Karena seberapa keras ia berusaha, ia tak pernah dan tak akan pernah bisa melupakannya. Karena terlalu jauh masuk ke dalam hatinya. Lelaki dengan senyum lembut yang selalu bisa menenangkannya, sorot matanya yang hangat membuatnya nyaman untuk selalu berada di dekatnya. Lee Donghae.

 

FLASHBACK

 

11.02.13

 

Hampir di seluruh toko di kota Seoul penuh dengan pernak-pernik warna merah muda. Dengan segala rupa dan bentuk. Serta tiba-tiba jumlah penjual bertambah saat sore hingga malam. Mereka bersemangat menjual segala barang yang manis. Seperti boneka, bunga mawar, chocolat dan yang lainnya yang berbau valentine.

 

"Kau tak membeli juga?" Seorang gadis dengan keranjang belanja yang disediakan toko tempatnya berdiri saat ini, menoleh ke samping kirinya.

"Heungg?" Lelaki dengan rambut coklatnya yang akan terlihat keemasan jika terkena sinar matahari, sambil membetulkan lengan kemejanya yang ia lipat hingga ke siku, memberikan tatapan datar. "Aku sedang tidak ingin makan chocolat hari ini."

"Maksud ku untuk hadiah." Jelas gadis itu lagi. "Besok hari kasih sayang. Kau tidak ada seseorang yang kau sayangi?"

"Orang tua ku.."

"Maaf, aku tidak bermaksud mengingatkan mu pada mereka."

"Gwaenchana Yeom-ah.. karena hanya mereka orang-orang yang kusayangi."

Tak Yeom mengangguk mengerti kemudian mencari chocolat lagi lalu memeriksa belanjaannya.

"Sudah?" Tanya Donghae yang diangguki Tak Yeom. Mereka berjalan ke kasir beriringan. "Aku tunggu di luar ya?" Tak Yeom kembali mengangguk.

~~~

 

"Kakak, apa kau mau membeli bunga ku ini? Aku ingin membelikan adik ku chocolat di dalam sana untuk adik ku." Tawar anak kecil dengan jaket tebal membalut dirinya dan tangannya yang ditutupi sarung tangan, menunjukkan beberapa tangkai mawar yang diikat menjadi satu.

 

Donghae yang sedang berdiri di depan toko menunggu Tak Yeom -dan juga memakai jaket- tanpa berpikir segera mengeluarkan beberapa lembar uang. "Ini." Ia membelinya.

"Tapi kak, ini terlalu banyak." Kata anak kecil itu yang terlihat terkejut.

Donghae tersenyum mengambil bunga dari anak kecil itu. "Tidak apa-apa. Kau bisa membali banyak chocolat untuk adik mu. Dia pasti akan sangat senang."

"Terima kasih kak. Terima kasih banyak." Anak kecil itu membungkuk. Wajahnya sangat senang kemudian berlari masuk ke dalam toko. Bersamaan dengan itu, Tak Yeom keluar. Terlihat heran dengan anak kecil barusan yang terlihat sangat bersemangat dan hampir menabraknya.

 

"Sudah?" Tanya Donghae.

"Eheum."

"Ini untuk mu." Donghae memberikan bunga mawar yang dibelinya dari anak kecil tadi pada Tak Yeom.

 

"Un-untuk ku?" Kaget Tak Yeom menunjuk dirinya. Apa sekarang ia bisa menganggap jika dirinya sudah menjadi salah satu orang yang disayangi Donghae? Karena Donghae bilang hanya orang tuanya saja yang disayanginya dan Donghae juga pernah bilang jika lelaki itu lebih suka memberikan bunga pada seseorang yang disayanginya.

"Hei!" Donghae menggoyang-goyangkan bunga mawar itu.

"Ah, iya. Terima kasih." Tak Yeom meraihnya.

 

"Menurut mu, apa salju akan turun?"

Donghae dan Tak Yeom berjalan pelan menuju halte.

 

"Hmm?" Gumam Tak Yeom sambil menoleh. Ia sibuk mencium aroma mawar dari Donghae tadi. "Entah." Jawabnya melihat langit Seoul yang hanya dihiasi sedikit bintang malam ini. "Memangnya kenapa jika turun?"

"Tidak apa-apa." Donghae berhenti berjalan -begitupun Tak Yeom- karena mereka sudah sampai di halte.

 

Saat Tak Yeom sudah berada di bus, Donghae tetap tinggal. "Kau tidak ikut naik?"

Donghae menggeleng. "Ada hal lain yang harus ku kerjakan."

"Oh.." Tak Yeom mengangguk. "Hati-hati."

"Kau juga." Balas Donghae sambil melambai.

"Jangan lupa ke cafe baru Zhoumi besok!" Teriak Tak Yeom karena bus sudah mau jalan. Donghae memberikan ibu jarinya sebagai jawaban ia pasti datang. "Jam delapan!" Teriak Tak Yeom lagi karena bus sudah mulai melaju. Ia melambaikan tangannya.

***

 

 

Zhoumi memberi arahan pada pekerjanya. Bagaimana peletakkan bangku-bangku dan meja untuk para pelanggan. Serta beberapa benda untuk mempercantik cafenya. Tak Yeom juga sudah berada disana. Mengecek menu dan bahan-bahan.

 

"Ada yang kurang?" Zhoumi berjalan mendekati Tak Yeom yang berada dibalik meja bar.

"Semuanya lengkap." Lapor Tak Yeom tersenyum puas. Lalu menggeser kepalanya melihat keluar cafe.

"Ada siapa?" Zhoumi ikut menoleh.

"Kenapa Donghae belum datang?"

 

Zhoumi melirik kearah Tak Yeom, merasa sedikit tak suka dengan pertanyaan gadis itu. "Mungkin dia tidak jadi datang karena ada acara tiba-tiba." Sahut Zhoumi asal. Dan setiba-tiba itu pula, Donghae sudah berada di depan pintu kafe dengan banyak peluh. Dengan masih mengatur nafasnya sedikit menunduk dan menahan kedua tangannya diatas lutut, ia tersenyum.

 

"Apa aku terlambat?"

Tak Yeom buru-buru mengambil gelas dan diisi air. "Ini." Ia membantu Donghae meminumnya.

"Ada yang bisa aku bantu?" Tanya Donghae sambil mengelap air di bibirnya.

"Sudah sel--"

"Kaca dan mejanya belum dibersihkan. Ah, lantai depan juga belum." Potong Zhoumi. Tak Yeom menatapanya -apa kau tak lihat dia kelelahan?!- Zhoumi hanya mengangkat bahunya -memangnya aku peduli? Dia sendiri yang menawarkan-

Tak Yeom menghentakkan kakinya kesal. "Lebih baik kau istirahat sebentar." Ucapnya pada Donghae.

"Tidak perlu." Balas Donghae lalu berjalan ke belakang cafe mencari peralatan untuk bersih-bersih.

 

Zhoumi memberikan smirk puasnya. "Kau tidak punya rasa kasihan ya?!" Marah Tak Yeom yang sudah berada dibelakangnya, memukul lengannya.

Zhoumi sedikit meringis. "Dia baik-baik saja, kenapa kau yang protes?"

 

"Zhoumi!" Seseorang memanggilnya dari lantai atas.

"Apa?" Sahut Zhoumi mendongak.

"Cepat kemari, banyak yang harus kau urus!"

"Ya!" Zhoumi berjalan kearah orang yang memanggilnya tadi.

 

"Dasar China tinggi jelek!!" Umpat Tak Yeom.

"Kau bilang apa?" Zhoumi yang sedang menaiki tangga berhenti.

Tak Yeom memberikan wajah kesalnya lalu membalikkan badannya dengan kibasan rambut.

***

 

 

Donghae mulai membersihkan meja-meja, lalu Tak Yeom menghampirinya.

"Kenapa kau lari-lari tadi?"

 

Donghae melirik Tak Yeom yang juga mengelap meja lain, membantunya. Ia tersenyum. "Ban sepeda ku bocor. Kalau menunggu sampai selesai akan sangat lama, makanya aku lari."

 

"Kenapa tidak naik bus atau kereta?" Tak Yeom berpindah ke meja lainnya. Menyemprotkan pembersih sebelum mengelapnya.

"Dompet ku ketinggalan."

 

Tak Yeom menghentakkan botol pembersih diatas meja membuat Donghae terkejut. "Kenapa otak mu tidak ketinggalan juga?!"

Donghae menatap gadis itu tak mengerti. "Suasana hati mu sedang tidak baik ya? Atau kau marah padaku karena tidak datang tepat waktu?"

"Aniya, mianhae." Tak Yeom menunduk lalu berjalan pergi. Membilas lapnya yang sudah kotor.

 

Sebenarnya ia masih kesal dengan Zhoumi, dan sedikit tidak mengerti dengan jalan pikiran Donghae. Untuk apa susah-susah naik sepeda kalau pemerintah sudah menyediakan transportasi umum. "Ah, sudahlah. Dia kan memang suka bersepeda." Tak Yeom menutup kran dan kembali ke dalam cafe. Donghae terlihat sedang membersihkan kaca luar cafe. Ia langsung mengambil posisi di depan Donghae.

Membuat lelaki itu terkejut saat menurunkan lapnya. "Kau bekerja cepat sekali. Apa tidak lelah?"

"Sedikit."

"Kalau begitu berhenti saja. Biar aku yang lanjutkan."

"Tidak perlu, sebentar lagi juga selesai." Donghae akan mengambil alat pel, tapi Tak Yeom mencegahnya.

 

"Tidak perlu dibersihkan." Tak Yeom keluar mengambil alat-alat kebersihan di dekat Donghae. "Sudah ada orang lain yang bertugas membersihkan ini. Hanya saja saat ini mereka sedang mengambil bahan-bahan makanan di gudang." Donghae mengangguk mengerti. "Kau tunggu disini saja, biar aku yang mengembalikan ke belakang." Tak Yeom sudah hampir masuk ke dalam kafe lagi, ia berhenti menoleh kearah Donghae.

 

"Oh, ya. Kau ingin minum apa?"

"Apa saja yang bisa menghilangkan haus." Balas Donghae sekenanya. Tak Yeom hanya mengangguk-angguk. Ia lalu duduk di lantai. Menselonjorkan kakinya ke tanah. Tak lama Tak Yeom kembali dengan segelas air dingin.

"Maaf ya.. aku hanya menemukan ini." Tak Yeom mengambil duduk di sebelah kiri Donghae.

Donghae tersenyum meraihnya. "Tidak apa-apa. Gomawo." Lalu meminumnya hingga habis.

 

"Apa mau aku ambilkan lagi?" Tawar Tak Yeom namun Donghae menggeleng. Lalu Tak Yeom merogoh saku bajunya. "Ini untuk mu." Ia memberikan chocolat kepada Donghae.

"Aku?" Donghae meyakinkan. Tak Yeom mengangguk. "Apa kau memberikan banyak chocolat hari ini?" Ia mengambil chocolat dari Tak Yeom.

"Aniya. Hanya oppa ku dan kau saja."

 

"Zhoumi?"

Tak Yeom menggeleng. "Sebenarnya aku sudah ingin mrmberinya. Tapi karena dia membuat mood ku buruk, jadi tidak jadi."

"Lalu, berapa banyak chocolat yang kau terima?" Donghae membuka chocolatnya.

Tak Yeom menggeleng. "Belum sama sekali."

"Benarkah? Ah, miris sekali." Ejek Donghae tertawa. Tak Yeom memukul lengannya.

"Kau sendiri?"

"Aku? Tentu saja banyak. Karena banyak orang yang menyayangi ku." Sombong Donghae.

"Oh ya?" Balas Tak Yeom dengan nada tak percaya.

"Ini buktinya." Donghae memperlihatkan chocolat yang diberikan Tak Yeom tadi, yang sudah dipotongnya menjadi delapan bagian.

"Pembual! Itu yang baru saja aku berikan." Lalu mereka tertawa bersama. Dan tanpa sadar Tak Yeom menjatuhkan kepalanya di bahu Donghae. Tiba-tiba suasana menjadi sedikit canggung.

 

"Kau mau?" Donghae memberikan sepotong chocolatnya pada Tak Yeom. Tak Yeom mengambilnya lalu berniat bangun. Namun tangan kiri Donghae malah merangkulnya. Tak Yeom sedikit terkejut. Ia mendongak dan mendapati wajah Donghae -yang sangat dekat- tersenyum. Ia mengalihkan pandangannya dan malah membenamkan kepalanya di dada Donghae sambil mulai menggigit chocolatnya. Ah, jangan lupakan pipinya yang merona.

 

Di dalam cafe, Zhoumi buru-buru turun dengan ponsel di tangan. Ia tampak mencari seseorang. "Yeom-ah!" Teriaknya sambil berjalan keluar. "Oppa mu men--" Ia berhenti di depan pintu. Tidak jadi meneruskan karena terlalu terkejut melihat seseorang yang disayanginya berada dalam pelukan lelaki lain. Ya, ia memang sudah lama menyukai mantan juniornya itu -Zhoumi baru lulus tiga bulan lalu-. Ia berbalik, bersandar pada dinding lalu menyalakan ponselnya. "Sungmin hyung... ya, dia akan ku antar pulang segera." Memutus sambungan, lalu keluar dengan tangan mengepal. "Park Tak Yeom!" Panggilnya membuat dua orang itu -reflek- buru-buru berdiri.

 

"Ada apa?"

"Ikut aku!" Tanpa basa basi, Zhoumi menarik tangan Tak Yeom.

"Ya! Ya! Kau ini apa-apaan!!" Tak Yeom berusaha melepaskan. Tapi tenaganya tidak cukup kuat. Sampai akhirnya ia hanya duduk pasrah di dalam mobil Zhoumi.

Sementara Donghae masih berdiri di tempatnya dengan tenang. Zhoumi berjalan kearahnya.

 

"Sebaiknya kau jangan mendekatinya lagi." Ucap Zhoumi tegas lalu berbalik menuju mobilnya. Namun balasan Donghae menghentikannya.

"Kau tidak perlu khawatir, aku tidak akan mendekatinya, tapi mengambilnya dari mu. Dan kau berutung karena aku tidak melakukannya sekarang." Donghae lalu berjalan pergi.

***

 

 

11.06.17

 

Tak Yeom sedang duduk sendirian diatas rumput di tepi sungai. Ia terus-terus memutar kepalanya mencari seseorang. Ya, sudah dua bulan ini ia tak bertemu Donghae. Sejak kejadian Zhoumi menculiknya paksa di cafe. Lalu lelaki itu bicara dengan Donghae yang tidak bisa ia dengar. Saat ia tanya apa, Zhoumi hanya bilang bukan hal penting.

 

Beberapa pikiran buruk sudah memasuki kepalanya. Seperti, mungkin Donghae sudah bosan dengannya, atau lelaki itu sedang sakit keras tapi tidak mau mengatakan padanya karena tidak mau menyusahkan orang yang disayanginya, seperti di film-film. Tapi sepertinya tidak mungkin karena Donghae tidak pernah bilang jika lelaki itu menyayanginya. Ah, kalau saja ia punya jin seperti aladdin, ia hanya minta Donghae saja.

 

"Donghae-ya... kau dimana? Aku tidak tahu harus mencari mu kemana..." Ia menyembunyikan wajahya diantara lututnya.

 

"Ekhm! Boleh saya duduk disini nona?"

"Duduk, duduk saja! Ini tempat umum!" Balas Tak Yeom. Ia hanya ingin bertemu Donghae, ia tak peduli jika orang itu tersinggung dengan nada bicaranya yang tidak ramah. Namun beberapa detik kemudian, ia mengangkat kepalanya sedikit. Dan betapa terkejutnya ia saat tahu siapa orang yang dibentaknya barusan. "Donghae?"

 

Donghae hanya tersenyum. Seperti biasa, seperti tidak terjadi apa-apa. Padahal ia hampir membuat gadis disebelahnya itu menangis. "Kau sedang apa sendirian disini?"

"Menurut mu?" Tak Yeom ingin marah dan memukul kepala Donghae. Wajahnya sudah mengeram marah. Namun pada akhirnya, ia melampiaskannya dengan menarik rumput-rumput disekitarnya.

 

"Emm.. kabur dari oppa-oppa mu? Karena mereka lelah dengan tingkah laku mu?" Tebak Donghae.

Dengan wajah malas, Tak Yeom melempar cabutan rumput tadi. "Jungsoo oppa sedang keluar kota."

"Oppa mu yang satunya?"

"Sungmin oppa sedang sibuk dengan proyek barunya." Jawabnya ketus.

"Oh.. jadi kau sedang apa?"

 

Tak Yeom menoleh kearah Donghae dengan wajah datarnya. Di dalam hati, ia terus mengerang -sambil mencabuti rumput lagi- kenapa kau tidak bisa menerka dengan tepat? Apa kau tak merindukan ku seperti aku? Ah, iya. Aku kan hanya orang asing yang tiba-tiba menjadi teman mu. Tak Yeom lalu berdiri. Berjalan meninggalkan Donghae yang masih duduk tanpa berkata yang lain.

 

"Kau sudah mau pulang ya? Hati-hati di jalan!" Donghae melambai di belakang.

Tak Yeom menghentakkan kakinya kesal. Ia sudah berharap lelaki itu mengikutinya. Lalu mereka jalan dan mengobrol menghabiskan sore ini.

 

"Ya, Lee Donghae!" Teriak Tak Yeom setelah berbalik. Donghae yang semula menikmati pemandangan sungai di depannya jadi tersentak. Tak Yeom menarik nafasnya dalam-dalam. Ia tak bisa membuang waktu lebih banyak lagi. Berpura-pura senang hanya sebagai temannya saja. "Kemana saja kau selama ini?! Aku merindukan mu! Apa kau tidak mengerti juga?" Ia tak peduli dengan pandangan beberapa orang karena suaranya yang keras. Donghae memandanginya dengan wajah bingung. "Aku merindukan mu Lee Donghae, kenapa kau diam saja?!"

 

Pelan-pelan Donghae beranjak berdiri. "Tak Yeom-ah..."

 

"Tidak bisakah kau berlari kearah ku dan memeluk ku? Atau sekedar mengatakan kalau kau juga merindukan ku?" Air mata Tak Yeom menetes. Lalu ia mengusapnya dengan cepat. "Arraseo. Mana mungkin kau memeluk teman wanita mu. Kekasih mu pasti akan salah paham." Ucap Tak Yeom sebelum ia berbalik dan berjalan menjauh.

 

"Tidak. Bukan begitu." Gumam Donghae lalu berlari mengejar Tak Yeom. "Tak Yeom-ah!! Tak Yeom-ah!!" Teriaknya, tapi gadis itu malah berlari. "Tak Yeom-ah!!" Gadis itu tampak menaiki bus. "Park Tak Yeom!!!" Teriak Donghae lebih keras. Ia menghentikan larinya dengan nafas tersengal. Tenaganya tidak cukup kuat untuk mengejar Tak Yeom yang sudah duduk di dalam bus.

***

 

 

11.08.15

 

Sejak kejadian beberapa bulan yang lalu, Tak Yeom tak pernah lagi pergi ke tepi sungai, tempat favoritnya menghabiskan waktu jika bosan. Atau jika ia ingin bertemu Donghae. Ia tetap menjalani hidupnya seperti biasa. Hanya wajahnya saja lebih sering murung. Ia juga mengurangi intensitasnya bertemu Zhoumi. Jika ia ingin makan diluar saja, ia pergi ke cafe milik Zhoumi. Bertemu sebentar dan sedikit mengobrol. Atau jika Zhoumi datang pagi-pagi ke rumahnya ingin mengantarnya ke kampus. Lalu berlanjut dengan alibi menjemput yang akan mampir-mampir dahulu sebelum sampai ke rumah.

 

"Tak Yeom-ah.. waktunya makan malam." Sungmin mengetuk pintu kamar dongsaeng satu-satunya itu.

"Tugas ku masih belum selesai." Sahut Tak Yeom dari dalam.

"Aku pulang." Terdengar suara dari depan.

"Kau bisa lanjutkan lagi nanti setelah makan." Sungmin berusaha membujuk Tak Yeom.

 

"Kenapa lagi dia?" Tanya kakak tertua Tak Yeom yang berjalan menghampiri Sungmin.

Sungmin mengangakat bahunya lalu melenggang pergi. "Kau yang selesaikan sajalah hyung."

"Tak Yeom-ah.. oppa belikan makanan kesukaan mu, keluarlah." Bujuk Jungsoo kali ini.

"Letakkan saja, nanti juga aku makan."

"Kalau begitu jangan terlalu lama. Makanannya tidak akan enak jika sudah dingin." Jungsoo mengalah lalu bergabung dengan Sungmin di meja makan.

 

"Bagaimana?"

"Nanti saja katanya." Jungsoo mengambil makan malamnya. "Surat siapa itu?" Tanyanya melihat amplop merah di meja makan Tak Yeom.

"Ah, aku lupa." Sungmin menepuk jidatnya. "Tak Yeom-ah! Ada surat dari Donghae!" Tapi tak ada sahutan atau reaksi dari Tak Yeom.

"Tumben sekali." Heran Jungsoo sambil melahap nasinya. "Biasanya dia akan semangat kalau sudah berhubungan dengan Donghae."

"Entah." Acuh Sungmin.

***

 

 

11.08.17

 

Siang ini Tak Yeom sedang berada di cafe Zhoumi dengan segelas jeruk segar dihadapannya. Hanya ada lima pengunjung siang ini. Mungkin karena jam makan siang baru saja berakhir. Tiga anak perempuan masih dengan seragam sekolah menengah atas duduk di dekat jendela. Seorang pria tua duduk di sudut cafe sedang membaca surat kabar. Satu lagi seorang wanita yang duduk berjarak dua meja di depannya, sibuk dengan gadget. Ia sendiri memilih mengeluarkan buku agendanya. Saat ia mengambilnya dari dalam tas, sebuah benda ikut keluar dan jatuh. Ia mengambilnya. Ternyata surat dari Donghae yang belum sempat dibacanya. Dengan perasaan tak menentu, ia membuka amplop merah tersebut. Saat ia mengambil surat di dalamnya, sebuah kunci kecil ikut keluar.

 

"Apa ini?" Tanyanya tak mengerti lalu buru-buru membaca suratnya.

"Mwoya?!" Matanya membulat setelah selesai. "Aniya, aniya.." Ia menggeleng-geleng. Dengan cepat ia menyambar tas dan buku agendanya.

***

 

 

"Donghae! Lee Donghae!!" Teriak Tak Yeom di tepi sungai biasanya. Tapi tak ada satupun orang-orang yang sedang duduk-duduk disana berwajah seperti Donghae. Ia membuka lagi surat dari Donghae.

 

"Apa kau melihat benda kotak berwarna biru kecil?" Tanyanya pada seorang pria yang sedang bermain dengan seekor anjing kecil. Pria itu menggeleng. Ia berkeliling lagi, bertanya lagi. Tapi tak juga ditemukan benda yang dicarinya. Ia putus asa, dan memilih pulang saja. Beruntung, sampai di halte sudah ada bus yang berhenti. Ia duduk di dekat jendela dengan lunglai. Baru beberapa meter, bus berhenti. Ia melongok ke depan, ternyata lampu merah. Ia duduk lagi dan melihat keluar jendela.

 

"D-Donghae?" Gumamnya melihat seorang lelaki yang sedang duduk di dalam taksi. Bus kembali berjalan, tapi jalurnya tidak sama dengan taksi yang ditumpangi Donghae. Taksi Donghae membelok, sementara bus yang ditumpanginya tetap lurus. Ia melihat rambu-rambu di depan. "In-Incheon?" Ia membuka lagi surat dari Donghae. Sampai di halte berikutnya ia turun dan memberhentikan taksi.

***

 

 

Sampai di bandara, Tak Yeom berlari-lari membelah banyaknya orang. Sesekali ia bertanya dan meneriakkan nama Donghae. Saat sampai di jalur keberangkatan juga tidak ada. Ia melihat papan keberangkatan. Tapi ia jadi bingung sendiri karena begitu banyak jadwal keberangkatan yang akan dilaksanakan. Ia ingin menangis rasanya, ah tidak. Ia sudah menangis sekarang. Ia sampai berjalan membelakangi karena begitu bingung hingga menabrak seseorang. Ia menunduk minta maaf. "Mianhae, aku tidak sengaja."

 

"Tak Yeom?"

Tak Yeom mengangkat kepalanya. "Zhoumi? Sedang apa kau disini?"

"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu. Apa yang kau lakukan disini dengan penampilan yang berantakan?"

 

Tak Yeom melihat dirinya sendiri. Bajunya terlihat lepek karena ia terlalu banyak berlari. Rambutnya juga, sedikit basah. "Zhoumi.. kau mau membantu ku tidak?"

 

Zhoumi melepaskan jaketnya lalu memakaikannya ke Tak Yeom. "Kau harus pulang. Oppa-oppa mu mengkhawatirkan mu. Mereka sudah menyiapkan banyak makanan untuk ulang tahun mu."

 

"Tap--pi-"

"Sudahlah." Zhoumi merangkul Tak Yeom, menuntun gadis itu meninggalkan bandara. Tak Yeom yang masih berat hati ingin mencari Donghae lagi, hanya memutar kepalanya ke belakang. Dan tetap saja ia tak melihat Donghae. Ia menunduk sedih dengan menggenggam kuat surat dan kunci kecil dari Donghae.

 

FLASHBACK END

 

Gadis itu -Park Tak Yeom- masih berdiri disisi jembatan menghadap sungai. Air matanya sudah menumpuk di pelupuk mata. Lalu jatuh bebas membasahi pipinya saat ia menutup matanya. Ia menunduk melihat surat yang kertasnya mulai menguning di sudut-sudutnya dan kunci kecil yang masih disimpannya selama tiga tahun ini. Selama itu pula ia menunggu seseorang yang memberikannya. Hampir setiap tahun di tanggal ini, ia berada disini. Berharap tiba-tiba lelaki itu berjalan dengan senyum hangat yang dirindukannya dari ujung jembatan sana. Lalu mengucapkan selamat ulang tahun padanya sambil memeluknya.

 

Tak Yeom menaikkan kunci kecil yang digenggamnya ke hadapannya. "Donghae.. ini sudah tiga tahun. Aku juga sudah menyelesaikan kuliah ku. Tapi aku belum bisa menemukan benda yang kau maksud." Jeda sejenak. Tak Yeom menutup matanya. "Muncul lah Lee Donghae. Ku mohon..."

 

"Park Tak Yeom! Bisakah kau menghentikan ritual konyol mu itu?!" Teriak seseorang yang membuat Tak Yeom menoleh. "Kau sudah melakukan itu disetiap ulang tahun mu, tapi dia tetap tak pernah muncul. Jadi berhentilah!"

 

Tak Yeom mengalihkan pandangannya lagi. Tidak memperdulikan yang orang itu katakan.

 

"Percuma kau selalu menangisinya, mengharapkan dia kembali. Dia sudah melupakan mu. Kau saja yang bodoh!"

 

"Diam kau Zhoumi!" Bentak Tak Yeom.

 

"Cobalah memulai kehidupan mu yang baru. Berhenti mengharapkan Donghae. Lihat sekitar mu, masih banyak yang menyayangi mu."

 

"Aku menyayangi Donghae, aku merindukannya dan akan selalu membutuhkannya karena aku mencintainya." Ucap Tak Yeom dengan air matanya yang jatuh lebih deras. "Jika memang kau termasuk yang peduli padaku, seharusnya kau membantu ku menemukan Donghae!"

 

"Ya, kau benar. Aku memang peduli padamu. Tapi aku tidak pernah ingin kau bertemu lagi dengannya."

 

"Kau..."

 

"Karena aku mencintai mu Park Tak Yeom. Aku mencintai mu seperti kau mencintai Donghae."

 

Tak Yeom menggelengkan kepalanya. "Tidak mungkin.."

 

"Seharusnya kau menyadarinya. Kenapa selama ini aku selalu ingin menghabiskan waktu dengan mu saja, mengapa selama ini aku selalu membantu mu, dan mengapa selama ini aku selalu protes jika kau membicarakan Donghae."

 

"Tapi kenapa kau tak pernah memberitahu ku? Seharusnya kau memberitahu ku sejak awal. Sebelum aku bertemu dengan Donghae dan jatuh cinta padanya."

 

Zhoumi diam tak membalas. Hanya menatap Tak Yeom dari tempatnya berdiri yang berjarak sekitar dua puluh langkah. Gadis itu benar-benar kacau. Wajahnya basah penuh air mata. Kemudian ia mulai melangkahkan kakinya. Saat akan melangkah lagi, ia berhenti -tidak jadi-.

 

Tak Yeom juga masih berdiri di tempatnya. Juga menatap Zhoumi dengan sorot mata putus asa. Tiba-tiba saja sepasang tangan melingkari tubuhnya. Ia terkejut hampir terlonjak ke belakang. Matanya melirik ke samping melihat siapa pemilik sepasang tangan yang memeluknya dari belakang.

 

"Mianhae.. jeongmal mianhae.."

 

Tak Yeom mengenali pemilik suara itu. Aroma parfumnya, dan kenapa jantungnya berdetak lebih cepat. Ia menangis -lagi-lagi-, tidak percaya jika ritualnya -kata Zhoumi- berhasil kali ini.

 

"Apa kau Donghae? Lee Donghae?" Tanya Tak Yeom lalu ia merasakan gerakan kepala mengangguk di bahunya. Ia semakin terisak saja.

 

"Maafkan aku, seharusnya aku berusaha menemui secara langsung sebelum pergi. Seharusnya kita bicara dulu, seha-"

 

Tak Yeom memutar tubuhnya -tanpa sengaja menjatuhkan kertas dan kunci kecil dari genggamannya- memeluk Donghae. "Jangan bicara lagi. Aku mencintai mu." Donghae tersenyum kecil dibaliknya.

"Aku juga mencintai mu Park Tak Yeom. Sangat."

 

Zhoumi yang masih disana, hanya melihat dua orang didepannya itu dengan perasaan yang tak dapat dijelaskan. Ia berbalik berjalan meninggalkan mereka. Ia bahagia melihat orang yang disayanginya bahagia. Hanya butuh waktu saja untuk merelakannya.

 

Tak Yeom masih terlalu senang bisa bertemu Donghae lagi. Mereka tidak melepaskan pelukan mereka sambil mengobrol.

 

"Rambut mu kau potong ya?"

"Tentu saja. Jika tidak ku potong kau tak mengenali ku."

"Kenapa begitu?"

"Karena akan terlihat seperti Tarzan." Tak Yeom terkikik di bahu Donghae. "Aku masih tidak mengerti kenapa kau memberi ku kunci." Tak Yeom memainkan jarinya di bahu Donghae.

"Kau masih tidak menemukan kotaknya?" Tak Yeom menggeleng. "Ah, paboya!" Dan Donghae pun mendapat pukulan di punggungnya. "Kau masih menyimpan kuncinya?"

"Astaga! Aku menjatuhkannya. Aku tidak sengaja, sungguh." Suara Tak Yeom terdengar panik.

"Tidak apa-apa."

"Memang apa isinya?" Donghae menggeleng. "Ya.. Donghae..." Rengek Tak Yeom.

"Sudahlah. Lebih baik kita cari makan. Aku lapar. Hanya makan roti coklat saja di pesawat tadi."

"Tidak mau!" Tak Yeom menggelitiki perpotongan leher Donghae.

Donghae melepaskan pelukan mereka. Menggenggam tangan Tak Yeom mengajaknya pergi. "Ya.. Donghae.. beritahu.."

 

Sementara di bawah, di air sungainya, kunci kecil yang tak sengaja Tak Yeom jatuhkan, tenggelang hingga ke dasar. Tak jauh, di tepi sungai terdapat kotak biru kecil, ikut terjatuh karena tersenggol orang-orang yang berjalan. Sementara suratnya sendiri, berjalan mengikuti arus air sungai.

***

 

END~

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet