The gift of 2nd Anniversary

Eternally Yours

Tepat hari ini, 2 tahun yang lalu. Masih tertanam dalam ingatanku. Aku berjalan melewati altar disaksikan puluhan pasang mata, di sampingku ada ayah yang menuntunku. Saat itu, aku tak kuasa menahan air mata. Aku bahagia. Ketika dengan sopannya kamu menundukkan badanmu kepada ayahku, kemudia perlahan kamu mengambil alih tanganku, menuntunku berdiri bersandingan denganmu. Saat itulah, aku merasakan betapa cepatnya jantungku berdegup. Aku gugup.

 

Setelah janji suci itu kita berdua ikrarkan, tanganmu yang gemetar membuka tudung yang sedari tadi menutupi wajahku. Kamu tersenyum ketika kamu melihat wajahku. Sebenarnya, aku sedikit malu. Air mataku tak kunjung berhenti. Kamu pasti tahu alasannya.

"Jangan menangis," ucapmu sembari menyeka air mataku yang turun ke pipi.

"Aku bahagia," jawabku.

"Setelah ini, kamu akan lebih bahagia," katamu, sembari tersenyum menunjukkan lesung di pipimu. Aku tersenyum.

Dengan tatapan yang hangat, kau dekatkan wajahmu kepadaku. Ketika ujung hidung kita saling bersentuhan, tanpa sadar aku menutup kedua mataku. Beberapa saat kemudian, aku merasakan hangat menjalar ke seluruh tubuhku ketika kamu mencium bibirku lembut, singkat.

 

---

"Selamat pagi," ucapmu tepat setelah kau membuka mata kemudian merapatkan tubuhku padamu.

"Selamat pagi, Sayang.." jawabku, sembari merapikan rambut yang jatuh di dahimu.

Selama beberapa saat, hening terperangkap di antara kita. Membiarkan kita menikmati kehadiran masing-masing. Tiba-tiba kamu tersenyum, jari-jarimu menyentuh pipiku, mengusapnya lembut.

"Happy 2nd Anniversary," ujarmu, senyum selalu mengembang di wajahmu

"Happy 2nd Anniversaty, babe," jawabku sembari mengecup singkat bibirmu. Senyummu makin lebar, membuatku ingin mengecup bibirmu berulang-ulang.

"Jangan tersenyum seperti itu," ujarku sambil memukul pelan lengannya.

Kedua alismu bertatutan, "kenapa?" tanyamu.

Aku hanya bisa tersenyum, tidak punya cukup keberanian untuk mengatakan alasan sebenarnya. Kemudian, suatu ide terlintas dalam benakku.

"Karena..." kemudian aku memberanikan diri menyentuh wajahmu dengan kedua tanganku dan mengecup bibirmu berkali-kali.

"Aku..."

"Mencitaimu..."

"Park..."

"Jung.."

"Soo."

Tampak jelas ekspresi terkejut tergambar di wajahmu, sepersekian detik kemudian, kamu tersenyum.

"Jadi kamu menginginkan itu..?" tanyamu, nada jahil terselip disana.

"Aku tidak menginginkan apapun.." jawabku bingung.

Dahimu berkerut, "benarkah? Tapi, kamu jelas-jelas menginginkan itu.." ujarmu keukeh. Kadang-kadang, kamu jadi orang yang menyebalkan. Di wajahmu, senyum nakal terpampang jelas.

"Terserah.." gumamku sembari menyilangkan kedua tangan.

Kamu mendecakkan lidah, lalu mengacak poniku pelan sembari berkata, "kamu cantik."

Jujur, aku sedikit terkejut. Mendengar pujianmu saat pagi hari seperti ini, membuatku berpikir, mungkin hormonmu sedang ada di puncak.

Benar. Tatapan matamu tak pernah lepas dariku ketika kamu perlahan menempelkan dahi kita. Menikmati betapa hangat dan manisnya kamu. Tak perlu banyak kata terucap, cukup dengan kamu berada di sampingku, mutlak membuatku bahagia. Sayang, aku sungguh mencintaimu.

Senyum kembali mengembang di bibirmu sebelum dengan lembutnya kamu mencium bibirku. Tahukan kamu, setiap kali bibir kita saling bertautan,aku selalu merasakan ada sebuah gelombang hangat yang mengalir darimu. Seolah-olah, rasa sayang dan cintamu mengalir padaku.

"Ouch," pekikku, cepat-cepat menjauhkan bibirku darimu.

"Kau, menggigit bibirku! Coba lihat, pasti bengkak," protesku.

"Ouch.. well, kau terlalu manis, bagaimana mungkin aku bisa menahan diri untuk tidak menggigitmu?" sahutmu dengan ekspresi tanpa dosa, tidak merasa bersalah. Kau pasti sengaja!

"Aish.. kau pikir kau vampir, huh?" tanyaku sinis.

"Mungkin aku vampir," jawabmu asal.

"Apa?"

"Aku adalah vampir, yang suka menggigit sekujur tubuhmu, meninggalkan tanda disana sini, menunjukkan ke semua orang, kamu HANYA milikku," ujarmu sembari berpura-pura menunjukkan taringmu dan berpura-pura menyerangku.

"Aish.. hentikan-hentikan," ujarku sambil menutup kedua telingaku, tidak mau lagi mendengar gombalmu.

Kamu sepertinya tidak peduli dengan reaksiku dan tetap melanjutkan acara gombalmu.

"Lalu, aku akan membuatmu meneriakkan namaku sepanjang malam, menjadikanmu lumpuh keesokan harinya, dan.." tiba-tiba kamu menghentikan ucapanmu.

Bagaimanapun juga, aku adalah wanita yang suka mendengar hal-hal gombal dari seseorang yang dicintainya. Aku jadi penasaran. Kemudian, aku memposisikan tubuhku berhadapan denganmu sembari menarik selimut untuk menghangatkan tubuh kita.

"dan..?" tanyaku lirih.

Kamu mendekat ke telingaku, dan berbisik, "dan.. mengutukmu menjadi wanita paling bahagia di seluruh jagat raya." Lalu, kamu mengecup pipiku singkat. Sukses menyebabkan seluruh aliran darah seperti menuju ke wajahku. Aww, ini benar-benar memalukan.

"Ck, dasar tuan vampir," gumamku sambil meninju dadanya pelan.

"Ouch," pekikmu, pura-pura kesakitan.

"Yah.. Nyonya vampir, kau tidak boleh bersikap seperti tadi, atau tuan vampir akan melakukan sesuatu padamu," ancammu, tentu saja hanya bercanda.

"Apa yang akan tuan vampir lakukan?" tanyaku.

"Ummm... biarkan aku berpikir," jawabmu sembari menunjukkan ekspresi serius. Astaga, bahkan ketika kamu serius, kamu tetap terlihat manis. Reflek, aku mencubit kedua pipimu.

"Yah.. Nyonya vampir!" teriakmu kesal sementara aku tertawa puas. Sungguh, ekspresimu benar-benar lucu.

"Huh? Tertawa?" ujarmu sinis.

"Kau.. sungguh manis," jawabku setelah sanggup menghentikan tawa.

"Dasar.." gumammu sembari memelukku lebih erat. Selama beberapa menit, kamu dan aku saling terdiam. Hanya terdengar hembusan nafas dan detak jantung kita masing-masing. Ah, betapa menenangkannya.

Aku bukanlah orang yang melankolis, tapi tiba-tiba aku menitikkan air mata.

"Kau menangis?" tanyamu sembari menyeka air mata yang muncul di pelupuk mata. Aku hanya menggelengkan kepala. Kemudian kamu mengusap-usap pelan punggungku, memberikanku rasa aman. Sementara aku memelukmu lebih erat sehingga aku bisa membenamkan wajahku ke dadamu.

"Jangan bilang kamu terlalu bahagia," ujarmu tiba-tiba, seolah-olah bisa membaca pikiranku. Aku hanya mengangguk.

"Ck, sudah kubilang, kamu akan lebih bahagia dari ini nanti," ucapmu setengah berbisik, aku bisa merasakan ada ketulusan terselip disana. Aku tidak menginginkan bahagia nanti, cukup seperti ini, tidur di atas ranjang berdua sembari saling berpelukan, sudah membatku sangat bahagia.

Air mataku terus menetes, tanpa bisa ku cegah. Aku berusaha menggigit bibirku supaya isakannya tidak terlalu terdengar. Tapi, kamu memang pria terbaik. Kamu memahamiku lebih dari siapapun. Mengetahui tubuhku yang berguncang hebat, kamu meregangkan pelukan kita dan menatap wajahku.

"Hey, jangan menangis..." bujukmu lirih sembari mengusap air mata yang membasahi wajahku. Aku hanya menggelengkan kepala, tidak tahu harus berkata apa.

"Apa ada kata-kataku yang menyakitimu?" tanyamu hati-hati sambil masih sibuk mengusap air mataku. Aku menggeleng.

"Lalu?" tanyamu sembari menatapku lembut. Tatapan itu.

"Aku terlalu bahagia," gumamku lirih. Sebuah senyum mengembang di wajahmu.Tanganmu menyentuh dahiku, mengusapnya pelan. Tatapan matamu tak pernah lepas dariku. Kemudian, tanganmu turun menyentuh pipiku yang lengket bekas air mata. Jari-jari menyetuh hidungku, lalu turun menyentuh bibirku. Aku hanya terpaku oleh aksimu. Seperti ada aliran listrik menjalar seluruh tubuhku.

Kamu berusaha mengangkat tubuhmu dengan kedua tangan sembari terus menatapku. Tidak tahu kenapa, aku jadi gugup. Perlahan, kamu mencium lembut dahiku, turun ke bawah mencium kedua mataku, mengecup pipi kanan-kiriku.

"Jangan menangis lagi, sayang.." bisikmu lirih lalu menempelkan dahimu padaku, sehingga wajah kita menjadi sangat dekat. Hembusan nafasmu yang hangat menyapu bagian bibirku. Kamu tersenyum lagi. Ah, tolong berhenti tersenyum seperti itu. Senyummu selalu membawa efek kupu-kupu di perutku.

Jarak wajah kita semakin dekat ketika hidung kita menempel satu sama lain. Senyummu makin lebar. Tubuhku maki panas. Tanpa sadar, aku juga tersenyum padamu.

"Aku mencintaimu, Kim Taeyeon," ucapmu lembut dan lirih. Sejurus kemudian, bibirmu sudah menempel di bibirku, cepat-cepat aku menutup kedua mataku. Membiarkanku tenggelam dalam hangatnya ciumanmu. Kali ini, ciumanmu benar-benar lembut dan penuh perasaan. Aku memberanikan diri membalas ciumanmu. Walaupun kedua mataku tertutup, aku bisa melihat senyummu makin lebar sembari masih sibuk menciumku.

Aku bersumpah, ini bukan pertama kalinya aku berciuman denganmu, seharusnya aku sudah terbiasa. Tapi, tenggorokanku mulai terasa terbakar, cepat-cepat aku melepaskan ciumanmu. Dadaku naik turun berusaha menghirup oksigen sebanyak mungkin.

"Wow.." gumamku lirih.

Sementara kamu memandangi wajahku. Seketika, kedua pipiku terasa panas. Aku yakin, wajahku pasti memerah. Aku tidak mau kamu melihatnya, aku menutupi wajahku dengan kedua tangan.

"Apa yang kamu lihat?" tanya sembari mengintip lewat sela-sela jariku. Kamu lagi-lagi tersenyum.

"Kamu cantik," jawabmu sambil berusaha menyingkirkan kedua tangan yang menutup wajahku.

Aku memandang wajahmu lekat-lekat dan tersenyum, "kamu manis." Kamu tersenyum seperti orang bodoh.

Memandang wajahmu terus menerus membuat jari-jariku tanpa sadar menyentuh wajahmu. Merapikan ponimu yang acak-acakan, meraba kedua alismu, menyentuh kelopak matamu, membiarkan jari-jariku menelusuri hidung mancungmu, sampai menyentuh lesung di pipimu yang kentara jelas lantara senyummu.

"Semoga dia punya lesung di pipi sepertimu," gumamku sembari mengusap-usap jariku di lesung pipimu.

Kedua alismu saling bertautan, "dia?"

"Um.. bagaimana mengatakannya ya?"

"Jangan-jangan kau...?" ujarmu penuh curiga.

"Yah.. kau pikir aku ini istri macam apa? Apa kau tidak tahu, aku hanya mencintaimu.." bantahku.

"Lalu, siapa itu 'dia'?" tanyamu lagi.

Sejenak aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan. "Begini, sebenarnya, kemarin lusa aku pergi ke dokter.."

Belum sempat aku menyelesaikan penjelasanku, kamu memotongnya terlebih dulu, "ada pa? Apa sesuatu terjadi padamu?"

"Ssssst...dengarkan aku dulu," pintaku sembari menempelkan jari telunjuk di bibirnya, seketika kamu diam.

"Ya, sesauatu terjadi padaku," lanjut penjelasanku. Seketika, ekspresimu berubah jadi cemas.

"Yah.. kena[a baru bilang sekarang..?" ujarmu cemas.

"Maaf.. aku tidak tahu bagaimana mengatakannya, karena ku rasa hari ini adalah hari yang tepat, maka aku akan mengatakannya," ucapku sembari menyentuh pipimu.

Kamu menarik nafas panjang sambil memejamkan mata. "Katakan padaku, aku siap." Astaga, aku ingin tertawa rasanya melihat betapa seriusnya ekspresimu saat ini.

Ku beranikan diri menggenggam tanganmu dan membawanya ke perutku, membiarkanmu menyentuhnya. "Ada janin yang sedang tumbuh di rahimku," ucapku mantap. Ekspresimu seketika berubah menjadi terkejut.

"Kamu akan jadi ayah, jungsoo," jelasku sembari tersenyum, "aku akan jadi ibu."

"Kita akan jadi orang tua," aku meyakinkanmu lagi.

"Ayah.. orang tua? Aku akan jadi, ayah?" tanya tak percaya. Aku mengangguk.

"Ayah.." gumammu lirih. Tanpa kamu duga, air mata jatuh di wajahmu. Aku berusaha mengusapnya.

"Sssh.. apa kau tidak malu pada anak kita? Jangan menangis," bisikku. Sepertinya, orang hamil memang melankolis. Aku juga ikut-ikutan menangis sepertimu.

Kamu langsung melingkarkan tanganmu di tubuhku, menarikku mendekat padamu. Kemudian kamu berbisik, "aku sangat mencintaimu, taeyeon-ah.."

Aku menggeleng. "Tidak, aku lebih mencintaimu, oppa," sahutku.

"Tidak-tidak, aku sangat sangat sangat dan lebih mencintaimu.." ujarmu sembari memberi kecupan singkat di bibirku.

"Jadi, kita akan memberi nama anak kita siapa?"

---

 

Fiuhh~

Akhirnya selesai.

Please, give me some comments.

And.. thank you for reading. :)

*spread love*

 

 

 

 

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
taeyeons_d #1
Chapter 1: sequel pls?
yuumejh #2
Chapter 1: aku kangen TaeTeuk AAAAAAAAAAAAAA
This is so sweet :')
seulgittarius
#3
Chapter 1: Jujur gua baru buka kategori "Taeteuk" dari jaman alip ampe sekaran dan gua nemu ini. Well, honestly I'm not a huge straight couple shipper, or you can say that I'm an ex taeteuk shipper. Tapi pas baca ini kaga tau ngapa gua senyum2 sendiri masa. It means you did a good job hoho. I don't mind if there's a sequel for this fic. Feel free to inform me ;)
shofduck #4
Chapter 1: sumpah lah ceritanya romantis abiss... deg2annya kerasa banget pas bacanya. suka sudut pandangnya thorr...
sequel juseyooo...