Run Devil Run - The Runaway

Description

Hi guys! This is my very first fanfic writing. Tidak tahu kenapa, tapi gadis-gadis cantik seperti dewi bernama SNSD ini begitu menginspirasi saya untuk menulis tentang mereka. Tentu saja, mereka tidak terkait apapun pada saya. Saya cuma menuliskan cerita yang muncul saat saya mendengarkan lagu mereka: Run Devil Run.

Whatever! I am never good with introduction! :D Just enjoy the reading, silahkan komen kalau mau.

Foreword

Ia harus pergi secepatnya. Ia harus menghilang tanpa ketahuan jejaknya. ia harus keluar dari sana, tempatnya terpenjara.

“Kak Hyo, Kakak sedang apa?”  

Hyo Yeon menoleh. Seo Hyun telah berdiri di belakangnya. Gadis itu mengucek mata sambil memeluk boneka Keroro yang Hyo Yeon berikan di hari ulang tahunnya dua setengah bulan lalu. Hyo Yeon tersenyum.       

“Sudah malam, Seo, kenapa kamu tidak tidur?”

“Aku haus, Kak. Aku mau pergi ke dapur, tapi aku melihat Kakak mengendap-endap. Tunggu ….”

Mata Seo Hyun membulat melihat tas yang dibawa Hyo Yeon. Ia tidak lagi mengantuk.

“Kakak, untuk apa membawa tas keluar? Kenapa Kakak tidak memakai piyama, tapi memakai pakaian lengkap dan jaket tebal begitu? Kakak mau ke mana malam-malam begini?”

Hyo Yeon tersenyum sedih. Seo Hyun yang lugu. Dia mengingatkan Hyo Yeon pada adiknya di rumah. Matanya tiba-tiba penuh dengan airmata. Ia mengusapnya dengan cepat.

“Kakak, kenapa menangis? Apa, apa aku salah bicara? Kakak kenapa?” Seo Hyun mulai menangis. Airmatanya menetes memandangi Hyo Yeon. Di antara seluruh anggota SNSD, selain Yoona, Hyo Yeon-lah kakaknya di sini, tempatnya bercerita banyak. Di tengah malam seperti ini, kakak kesayangannya mengendap-endap keluar dan membawa tas. Ada pikiran aneh yang melintas di benaknya dan pikiran itu membuatnya begitu sedih.

“Aku tidak apa-apa, Seo. Aku cuma harus pergi.” Hyo Yeon mengusap air matanya.

“Kakak mau pergi ke mana?”

“Aku tidak tahu, Dik. Aku belum tahu mau ke mana, tapi yang jelas, aku harus pergi.”

Seo Hyun mencengkram lengan Hyo Yeon.

“Jangan pergi, Kak. Nanti siapa yang merawatku kalau Kakak pergi? Aku mau cerita sama siapa?”

Seo Hyun mulai tersedu. Tangannya semakin erat mencengkram lengan Hyo Yeon sampai boneka Keroronya terjatuh.

“Ssssttttt!” Air mata Hyo Yeon kembali menetes. Ia merengkuh kedua tangan Seo Hyun dan menciumnya. Ia juga mengusap air mata di pipi Seo Hyun.

“Aku harus pergi, Seo. Aku harus pergi. Aku sudah tidak bisa berada di sini lagi. Aku tidak mampu tinggal lebih lama lagi di sini. Aku akan pergi jauh, mungkin tidak akan kembali lagi. Kau akan tahu kenapa aku pergi nanti dan kuharap kau mau memaafkan aku karena aku tidak tinggal dan berjuang di sini. Namun aku sudah tidak kuat lagi untuk terus hidup di tempat ini.

“Seo, kau harus kuat. Kau tidak boleh cengeng lagi, ya. Kau tidak usah takut, banyak orang yang menyayangimu di sini. Kau harus bisa lebih dewasa dan tidak terlalu pendiam lagi. Jangan malas berlatih dan teruslah belajar. Jangan menangis kalau tidak perlu.”

Hyo Yeon melepas gelang yang ia pakai. Gelang itu hadiah ulang tahun dari Seo Hyun tahun lalu. Gelang berwarna merah hati dengan bandul bunga lili itu langsung menjadi kesukaan Hyo Yeon. Dibukanya tangan Seo Hyun dan diletakkannya gelang itu di tangan Seo Hyun.

“Ini untukmu, yah, memang darimu juga, sih, tapi aku bahagia bisa memakainya. Aku sayang padamu, sayang sekali. Aku memang mungkin akan pergi jauh sekali dan seperti yang kukatakan tadi, mungkin tidak akan pernah kembali, tapi aku akan selalu berdoa pada Tuhan agar bisa mempertemukan kita kelak.”

Hyo Yeon memeluk Seo Hyun yang tersedu. Ia memeluknya dengan erat sekali, airmatanya menetes ke piyama Keroro yang dipakai Seo Hyun.Dari balik bahu Seo Hyun,  Hyo Yeon terpana memandang potret raksasa dirinya bersama anggota SNSD lainnya yang terlihat di ruang tamu. Itu  potret mereka yang diambil pada saat mereka akan melakukan debut pertama kali, untuk lagu Into The New World. Ia tersenyum lebar bersama dengan kawan-kawannya, penuh dengan kegembiraan setelah tahu bahwa mereka akan tampil setelah melalui masa training yang panjang dan amat berat. Hatinya bergetar, gambar bisu itu merekam pecahan kenangan yang ia tahu tidak akan pernah kembali lagi. Ia memejamkan mata dengan kuat, ia tidak sanggup menahan perasaannya lagi. Ia harus pergi. Dilepaskannya Seo Hyun yang terus tersedu dalam diam.

“Jaga dirimu, adikku. Selamat tinggal.”

 

***

 

TOK, TOK, TOK, TOK!!!!

“Halo! Halo! Halo! Ada orang di dalam?

“HALLOOOO!!!!”

Hyo Yeon tergeragap. Ia berada di sebuah tempat yang aneh. Di depannya terdapat sebuah toilet.

“Aaaaaaaaahhhhh!!!!!!!”

Hyo Yeon terlonjak.

TOK, TOK, TOK!!!

“Hei, ada apa? Ada seseorang di dalam? Hei, cepat keluar!”

Hyo Yeon tersadar. Ia sedang berada di toilet di stasiun. Tadi malam ia segera bergegas ke sini setelah berjalan sepanjang malam.

“Ada apa ini? Kenapa semua orang berkumpul begini? Minggir, minggir!”

“Ini, Bu. Ada seseorang yang sudah lama sekali berada di dalam sini! Aku sudah tidak tahan lagi. Dan tiba-tiba aku mendengar jeritan.”

“Benarkah? Hei yang di dalam! Ini polisi! Apabila kau tidak keluar dalam hitungan ketiga, akan kudobrak pintunya!”

Hyo Yeon tergeragap. “Iya, sebentar!”

Cepat-cepat ia mengambil tasnya dan menekan tombol air untuk membilas toilet. Dipakainya kacamata kuda yang ia bawa. Saat meraba sakunya, sebentuk benda aneh teraba oleh tangannya. Ia mengeluarkannya dan melihat sebuah gigi palsu berantakan. Tanpa banyak berpikir lagi dipakainya benda itu.

“Hei, cepat keluar!”

“I, iya!”

Hyo Yeon membuka pintu dan melihat wajah seorang ibu yang marah dan seorang polisi wanita berseragam yang menatapnya curiga.

“Sedang apa sih kau? Lama sekali! Minggir!”

Ibu itu mendorong Hyo Yeon dan langsung memasuki kamar mandi. Bunyi sesuatu yang tercemplung ke air langsung terdengar dan bau busuk mulai tercium. Polisi itu menarik Hyo Yeon dan mulai menanyainya.

“Siapa kau? Mengapa kau berada di dalam kamar mandi itu begitu lama?”

“Aku …, namaku …, Choi Ta Ra, Bu. Aku …, tadi aku, aku buang air besar. Aku sembelit. Sudah empat hari aku tidak buang air. Tadi, kotoranku menyangkut. Aku berteriak namun akhirnya semua selesai. Aku sudah lega sekarang.”

Polisi itu masih terlihat curiga. Hyo Yeon mulai merasa ketakutan.

“Berikan tanda pengenalmu!”

Hyo Yeon langsung berkeringat dingin. Ia membuka tasnya dengan gemetar. Saat hendak memberikan kartu penduduknya, mendadak handy talkie di pinggang polisi wanita itu berbunyi. Perhatian polisi itu teralih.

“Petugas Jeong di sini.”

“Petugas Jeong, ini Petugas Kim! Segera meluncur ke perempatan di sisi barat stasiun sekarang! Ada sebuah kasus penusukan di sini! Cepat kemari!”

Polisi itu mematikan handy talkie-nya dan kembali menatap Hyo Yeon lagi.

“Berikan tanda pengenalmu dan ikut aku! Kau tunggu dulu di kantor jagaku sampai aku selesai dengan kasusku!”

Kengerian memuncak. Kalau sampai polisi itu tahu siapa dia, dia bisa diseret kembali ke asrama. Dan ide gila pun meledak di benak Hyo Yeon.

Hyo Yeon mendorong polisi itu sampai terjatuh dan segera berlari sekencang yang ia bisa. Ia bisa mendengar teriakan marah polisi itu di belakangnya. Hyo Yeon menyelinap di antara kerumunan orang-orang dan meliuk-liuk dalam himpitan tubuh orang-orang menuju ke salah satu jalan keluar darurat yang ada di stasiun itu. Ia terus berlari dan ia menatap sekelilingnya dengan panik. Polisi itu masih jauh, namun orang-orang langsung memberikan jalan melihatnya. Kalau begini terus ia bisa terkejar dalam waktu singkat.

Dilihatnya sebuah restoran dan tanpa berpikir panjang lagi segera ia menerobos ke dalamnya. Dengan panik ia segera mengambil tempat duduk lalu mengambil jaket dari tasnya. Dilepasnya gigi palsunya dan dilepasnya kacamatanya serta menggantinya dengan kacamata biru dari tasnya. Ia hanya punya waktu beberapa saat sebelum polisi itu menemukannya. Dan firasatnya tepat. Polisi itu lewat persis di depannya. Hyo Yeon langsung berlagak sibuk. Ia mengambil lip gloss dan cermin dari tasnya, mematu-matut diri. Polisi itu masih mengawasi sekeliling, namun tampaknya tidak memperhatikannya. Betapa leganya Hyo Yeon saat polisi itu mendapatkan panggilan dari handy talkie-nya dan berbalik pergi. Hyo Yeon lemas.

“Apa Nona ingin memesan sesuatu?”

Hyo Yeon melonjak. Seorang pelayan yang amat tampan berdiri di depannya. Ia merasa lega dan menyurukkan badannya ke punggung kursi. Ada sesuatu dalam wajah pelayan itu yang menenangkannya. Ia menghembuskan nafas dan tersenyum capek.

“Berikan aku segelas jus melon. Aku haus sekali.”

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet