Chapter 1

Love of My life

 

Yang menulis chapter 1 ini adalah kutunakal-unnie, aku cuma bantu ngedit typo aja. Chap selanjutnya baru giliranku :D

Happy reading, guys~

 

 

Love of My Life

By

kutunakal and Li Chylee

 

 

Sebuah malam yang sangat dingin di penginapan Coronet Peak Resort yang terletak di daerah Queenstown, New Zealand. Seorang lelaki bertubuh feminin sedang duduk di sofa di depan perapian yang mulai mengecil apinya, sembari menggosokkan kedua telapak tangan ke pipinya secara terus menerus untuk menghangatkan pipi. Dia adalah G-Dragon atau Kwon Jiyong, si leader Big Bang. Ini adalah hari ketiganya berlibur di penginapan mahal di New Zealand ini bersama dengan para anggotanya, melepaskan penat setelah world tour mereka berakhir. Tempat indah ini pernah mereka singgahi dulu ketika Big Bang harus shooting iklan sebuah label pakaian, dan memang mereka langsung jatuh cinta pada tempat ini dan merencanakan untuk kembali ke sana secepatnya.

“Jiiiiii~!!!”

Pemuda berambut pink ini tersenyum mengetahui siapa yang memanggilnya. Dia menoleh ke pintu yang membatasi ruang tengah ini dengan lorong-lorong yang menuju ke kamar, mendapati kekasihnya berjalan mendekatinya.

“Astaga malam ini dingin sekali~,” ucap Choi Seunghyun, rapper Big Bang yang lebih dikenal dengan nama panggung T.O.P. Namun saat ini ia hanyalah seorang Choi Seunghyun di hadapan Jiyong. Pemuda ini mengambil tempatnya di sebelah Jiyong, duduk sedekat mungkin dengan kekasihnya dan berusaha mencuri kehangatan darinya.

“Hyung, seharusnya kau yang menghangatkan aku, bukan sebaliknya,” Jiyong tertawa renyah melihat tingkah konyol Hyungnya. Seunghyun tersenyum menanggapi rajukan kekasihnya, meskipun dia tahu itu hanya bercanda. Rapper bersuara berat ini mundur sedikit, kemudian merentangkan tangannya.

“Kemari Ji, biar kita sama-sama hangat,” katanya. Tanpa ragu Jiyong masuk ke dalam pelukan Hyunnie-nya, pria yang sudah menjadi kekasihnya selama hampir 10 tahun.

“Hyunnie aku mau pinjam sweatermu, boleh?” tanya Ji dengan manja, tahu kalau jawaban Seunghyun tidak mungkin mengecewakan dirinya. Malam itu Jiyong memang hanya mengenakan sebuah sweater tipis milik Seunghyun, dia malas membuka koper miliknya.

“Tanpa izinku pun kau pasti mengambilnya,” canda Seunghyun. Pemuda ini lalu menggedikkan kepalanya ke arah pintu kamar yang ditempatinya besama kekasihnya yang lebih muda ini. “Ambil saja sana,” dan mengerucutkan mulutnya ketika kehilangan kehangatan yang baru saja dia dapat dari proksimitinya dengan Jiyong. “Cepat kembali, Ji~...”

Jiyong nyengir dari dalam kamar ketika mendengar rengekan kekasihnya. Dengan sengaja leader Big Bang ini melambatkan gerakannya, memancing lebih banyak rengekan manja dari si member tertua. “Ji Ji Ji Ji~ cepat kemari...!”

Jiyong perlahan berjalan keluar kamar ketika menemukan sweater wol merah milik Seunghyun. Jiyong tahu sejarah sweater itu, ibu Jiyong menjahitnya dan memberikannya pada Seunghyun sebagai hadiah Natal tahun lalu. Jiyong sendiri hanya mendapatkan sepasang kaus kaki yang Jiyong tahu dibeli oleh ibunya di toko swalayan dekat rumahnya. Mengetahui kekasihnya mendapatkan hadiah yang lebih mahal, dan lebih membutuhkan usaha untuk membuatnya,Jiyong sempat merajuk, sehingga Seunghyun akhirnya mengizinkan Jiyong memakai sweater itu. Dia selalu membawa sweater merah itu kemanapun mereka pergi karena tahu Jiyong pasti akan meminjamnya.

“Ahhh, kemana sih Seungri? Kenapa dia tidak kembali juga?”

“Untuk apa kau menanyakan maknae?” Seunghyun bertanya, Jiyong menangkap sedikit kekesalan di nada bicara kekasihnya.

“Dia kan sedang mengambil kayu bakar, aku takut dia tersesat dan tidak menemukan jalan kembali. Kau tahu jalan setapak menuju cottage kita ini tertutup habis oleh salju,” Jiyong tidak memperhatikan Seunghyun yang sibuk melambaikan tangannya menyuruh Jiyong cepat kembali ke sisinya. Jiyong malah pergi mendekati jendela, mengintip pemandangan di luar. “Saljunya masih turun, apa Seunghyun kecil baik-baik saja?”

“Yah!” seruan Seunghyun sedikit mengejutkan Jiyong, si rambut pink menoleh pada kekasihnya yang sekarang tampak merajuk. “Yang keluar untuk mengambil kayu itu Daesung dan Youngbae. Seunghyun kecil keluar untuk mencari bir, hanya Tuhan yang tahu dia nyangkut di mana dan aku yakin dia pasti akan menemukan jalan pulang. Sekarang cepat kemari dan hangatkan aku~”

Jiyong hanya tersenyum. Akhirnya dia berjalan menjauhi jendela. Tapi alih-alih mendekati Seunghyun, dia malah berjalan menuju dapur. “Aku bosan duduk terus. Aku mau buat cokelat panas, kau mau Hyung?”

Seunghyun menghela nafas kesal, dia memutar tubuhnya yang tadinya menghadap Jiyong menjadi lurus ke depan, kembali menghadap perapian. Seraya melingkarkan kedua lengannya untuk memeluk dirinya sendiri, Seunghyun menggeleng, “Tidak. Aku kenyang. Sana buat kalau kau memang mau.”

Menyadari Hyungnya ini sedikit kesal, Jiyong terkekeh. “Hyunnie Hyuuuung~.”

Hanya menjawab dengan sebuah ‘ung’ pendek, Seunghyun samasekali tidak menoleh pada Jiyong.

“Hyung, jangan merajuk dong...”

“Siapa yang merajuk?” Seunghyun memutuskan untuk pindah duduk di lantai yang beralas karpet lembut di depan perapian agar kehangatan apinya lebih terasa. “Kenapa harus merajuk?”

Jiyong nyengir senang melihat kelakuan Seunghyun. Sudah sangat lama sejak terakhir dia melihat Seunghyun cemburu seperti ini. Beberapa bulan belakangan, selalu saja Jiyong yang cemburu melihat kedekatan Seunghyun dengan lawan mainnya di film barunya, atau kedekatannya dengan sutradara yang menangani film baru Seunghyun tersebut. Oh ya tentu saja, balas dendam selalu terasa manis.

“Aku ke dapur ya.”

“Ung,” Seunghyun kembali menjawab tanpa menoleh ke arah Jiyong. Hilang sudah rengekan-rengekan manja dari mulutnya. Jiyong dapat melihat Seunghyun kembali memasang sikap dinginnya untuk menunjukkan pada Jiyong bahwa dia marah.

Sambil menahan tawa, Jiyong maju perlahan, lalu meloncat ke arah Seunghyun. “HYUNG!!!!” serunya sambil memeluk Seunghyun dari belakang. Gerakannya yang tiba-tiba membuat Seunghyun tidak siap dan nyaris membuat Jiyong terjungkal ke dalam perapian kalau saja reaksi Seunghyun tidak cepat dan lengannya langsung meraih pinggang ramping Jiyong. Jiyong tersenyum lebar menyadari dirinya sudah berada di pangkuan Seunghyun. Sesaat dia pikir dia akan membuat pinggang Seunghyun patah dan membakar dirinya sendiri.

“Aish Ji! Kau ini berat, tau??”

“Hyuuuung kau sangat sangat imut!” Jiyong mengabaikan omelan Seunghyun, dia malah mencubit pipi kekasihnya itu dan melingkarkan lengannya di dada Seunghyun. “Kau sangat kekanakan tapi aku suka itu. Kau sangat sangat lucu.”

“Aku tidak kekanakan,” Seunghyun menjawabnya singkat, tetapi Jiyong dapat melihat rona-rona merah mulai terbentuk di pangkal leher Seunghyun.

“Awwwww, siapa tadi yang ingin manja-manja denganku~? Siapa yang ingin duduk dekat-dekat dengan Jiyongnya supaya hangat?”

Seunghyun memejamkan matanya, berusaha menahan dirinya agar tidak mengigit hidung Jiyong yang berada tepat di depan mulutnya. Berani-beraninya Jiyong mempermainkannya seperti itu. “Well, yeah aku ingin bermanja-manja denganmu. Tapi tentu saja, kau harus membuat cokelat panas untuk menghangatkan dirimu,” kata Seunghyun setelah dia menguasai dirinya sendiri, sambil mengelus-elus lengan Jiyong. “Sana. Aku tidak mau kau kedinginan.”

“Tapi aku ingin Hyung yang menghangatkanku,” Jiyong sedikit memanyunkan bibirnya. Dengan cepat keadaan berbalik, jiwa manja Seunghyun rupanya pindah pada pemuda manis itu, dan Seunghyun tersenyum mendapati situasi ini. “Seunghyunnie Hyung lebih enak dari cokelat panas manapun.”

Seunghyun mengecup pucuk kepala Jiyong mendengar ini. “Dan Kwon Jiyong lebih enak dari almond manapun.”

“TOP dan GD seperti almond dan cokelat. The best almond and chocolate,” Jiyong mengangkat wajahnya sedikit untuk mengecup ujung bibir Seunghyun. “Mmmm~ Hyung aku suka aroma mulutmu. Kenapa kau tidak pernah bau mulut, huh?”

“Yah, aku memang terlahir sesempurna itu, Ji,” Seunghyun menjawab dengan tingkat kepercayaan diri tingkat dewa.

“Yah!” Jiyong tertawa mendengar kenarsisan Seunghyun, yang langsung membela dirinya, mengatakan kalau Jiyong sendiri yang mengatakan itu, bukan dirinya. “Kau dan rasa percaya dirimu. Ayo ayo cium aku~”

Seunghyun mengangguk, maju untuk mencium Jiyong. Tetapi bukan di bibirnya, Seunghyun mengecup pipi sebelah kanan Jiyong. Tepat di bawah tahi lalat kecil yang menjadi trademark leader-nya ini.

“Aigoo, Hyung.. Tidak, bukan di situ~.. Aku mau ciuman di—yah!!!” Jiyong menjerit ketika Seunghyun tiba-tiba berdiri, membuat Jiyong terjatuh dari tempatnya di pangkuan Seunghyun. “Choi Seunghyun! Beraninya kau pada leader-mu!”

                Seunghyun yang sudah berpindah, sekarang dia duduk dengan manis di atas sofa, meringis melihat Jiyong yang beranjak berdiri mengusap-usap bokongnya yang terbentur lantai. “Ahhhh, aku ingin segelas cokelat panas... Pasti enak. Kau mau tidak?” ucapnya seraya merentangkan kedua tangannya ke atas, meregangkan otot-ototnya yang mengkerut akibat udara dingin. Dia bisa melihat bagaimana Jiyong mengerling daerah perutnya yang terekspos ketika bajunya terangkat sedikit.

                “Kau bikin saja sendiri. Enak saja sudah membuat pantatku sakit sekarang kau menyuruhku membuatkanmu cokelat panas,” Jiyong memasang wajah ngambek yang di mata Seunghyun terlihat sangat imut dan lucu. “Dasar beruang tidak tahu diri.”

                “Yah, aku tidak memintamu membuatkanku. Aku yang mau bikin, kau mau tidak?” tanya Seunghyun lagi. Pemuda tinggi ini berdiri, berjalan menuju dapur yang berbatasan langsung dengan ruang tengah itu.

                “Bagus,” Jiyong melipat kedua tangannya di depan dadanya. “Cepat buatkan aku juga.”

5 menit kemudian~

                “Hyung, cepatlaaah!” suara rengekan Jiyong terdengar di seantero villa itu.

                “Jiyong, get your here dan bantu aku membuat cokelat panas ini!” jawab Seunghyun lantang dari dapur. Jiyong berdiri perlahan, bokongnya masih sakit akibat mencium lantai tadi, dan dia menghampiri Seunghyun yang tampak sedang menuang bubuk cokelat ke dua mug di hadapannya. Mereka masih harus menunggu air yang mereka masak sampai mendidih.

                “Apa~? You want my ?” Jiyong menggoda kekasihnya. Godaannya itu dijawab dengan jemari Seunghyun yang mendorong pelan dahinya.

                “Yah, buang pikiran kotormu itu. Kau tahu kita tidak sendirian di sini.”

                Mulut Jiyong membusur ke bawah mendengar respon Seunghyun. “Memangnya kau tidak punya pikiran kotor sama sekali? Kita kan tidur sekamar Hyung, masa kau samasekali tidak berpikiran kotor?”

                “Aku berusaha untuk membuangnya jauh-jauh. Paling tidak selama kita di sini,” Seunghyun berkata sambil mematikan kompor ketika melihat airnya sudah mendidih. “Ini adalah pertama kalinya kita berlibur berlima setelah sekian lama.  Let’s make the best of it.”

                “...”

                “Hey~,” Seunghyun menaruh panci berisi air panas setelah menuang setengahnya ke kedua mug. “Kenapa Ji? Kenapa tiba-tiba diam?” tanyanya sambil menyadarkan pinggulnya di meja pantry itu.

                Jiyong tidak menjawab Seunghyun, dia hanya menggelengkan kepalanya ketika Seunghyun meraih pipinya dan mengelusnya lembut. “Apa sudah selesai?”

                “Sudah,” Seunghyun menoleh sekilas ke kedua mug mengebul. “Kau mengantuk, hm? Ingin aku gendong?”

                Jiyong mengangguk manja. “Tapi aku tidak mau naik di punggungmu.”

                “Hmm, tapi kau harus membawa kedua gelas ini.”

                “Ya ya ya, baiklah,” Jiyong berdecak. “Cepat gendong aku!” serunya setelah memeluk kedua gelas berisi minuman panas itu, beruntung dia memakai sweater tebal yang menutupi telapak tangannya jadi panasnya minuman itu tidak membakar dada dan tangannya.

                “Okay, okay, tenanglah, Princess,” Seunghyun tertawa kecil. Perlahan dia mengangkat Jiyong, bridal style, berhati-hati agar minuman yang Jiyong pegang tidak tumpah, lalu berjalan ke ruang tengah. “Kau tambah berat, Ji. Apa kau hamil?” Seunghyun mencium pipi Jiyong yang memerah karena kedinginan.

                “Mungkin saja. Aku hamil anakmu. Aku pasti hamil anakmu, aku tidak pernah mengizinkan orang lain menyentuhku.”

                “O? Benarkah? My baby Ji tidak membiarkan orang lain menyentuhnya?” Dengan hati-hati Seunghyun menurunkan Jiyong ke sofa tempat mereka tadi duduk. “Lalu... katakan padaku Jiyong-ah, kenapa seseorang bisa memberikanku sebuah foto di mana kau sedang ada di sebuah club dengan seorang wanita super y duduk di pangkuanmu?”

                Wajah Jiyong memerah mendengar perkataan Seunghyun. “Ka-kau melihatnya? M-Maksudku.. bagaimana mungkin.. aku tidak.. itu..”

                “Jiyong, katakan yang sejujurnya padaku,” Seunghyun berkata dengan suara beratnya. Dia berdiri di hadapan Jiyong, dan Jiyong merasa tubuhnya menciut melihat betapa menjulangnya kekasihnya ini. “Aku janji aku tidak akan marah padamu kalau kau jujur.”

                Setelah terdiam beberapa lama, Jiyong menghela nafasnya. “Seseorang memasukkan obat perangsang ke minumanku. Aku tidak ingin kau mencari orang itu dan menghabisinya, itu akan mencemarkan nama baikmu. Karena itu aku tidak memberitahumu soal ini, Hyunnie. Aku benar-benar tidak bermaksud...” Jiyong tidak melanjutkan kata-katanya.

                “Kau bilang kau ada di studio, Ji. Aku tahu kau sedang tidak di studio dan aku bertanya kau ada di mana tetapi kau berbohong padaku. Kenapa kau bohong padaku soal keberadaanmu?”

                “Aku sudah bilang Hyung, aku tidak ingin kau terkena masalah,” Jiyong menunduk, dia tidak berani menatap Seunghyun ketika kekasihnya itu sedang menatapnya dengan tajam, seperti sedang menelanjanginya. “Aku tahu kau sedang sangat lelah setelah syuting, aku tahu emosimu akan tersulut dengan cepat. Aku tidak ingin kau kenapa-kenapa. Aku tidak ingin kau marah padaku. Aku mohon maafkan aku.”

                Ya, inilah seorang Kwon Jiyong di hadapan Choi Seunghyun. Bukan seperti alter-egonya—G-Dragon—yang selalu tampak kuat dan keren, Kwon Jiyong di hadapan Choi Seunghyun sangatlah lemah dan takut sekali Seunghyun akan marah padanya atau meninggalkannya karena suatu kesalahan yang dia buat. Bahasa kerennya; insecure. Seunghyun adalah batu sandarannya, satu-satunya pahlawan di dunia nyata yang selalu melindunginya. Jiyong tidak tahu apa yang akan dia lakukan dalam hidupnya kalau Seunghyun sampai meninggalkannya.

                “Hey, hey, Jiyongie..” Seunghyun membungkukkan badannya agar wajahnya berada tepat di hadapan wajah Jiyong, lalu mengelus pipi Jiyong dengan ibu jarinya. “Aku tidak marah padamu, okay? Paling tidak bukan karena apa yang kau dan pelacur itu lakukan. Aku hanya tidak suka kau berbohong padaku.”

                “Aku tidak akan mengulanginya, Hyung.”

                “Aku percaya padamu, Ji. Aku selalu mempercayaimu,” Seunghyun berlutut di hadapan Jiyong. “Bahkan ketika semua orang yang kukenal memintaku untuk membuka mataku dan berhenti percaya pada kesetiaanmu, aku tetap melakukanya. Jadi—“ dengan lembut Seunghyun melingkarkan telunjuknya di bawah dagu Ji dan memaksa pemuda itu menatapnya. “—jangan berikan aku alasan untuk berhenti mempercayaimu.”

                Ketika bibir Seunghyun menyentuh bibirnya, Jiyong merasa matanya panas. Airmata memaksa keluar meskipun Jiyong berusaha menahannya. Kebaikan apa yang pernah dia lakukan sehingga Tuhan memberinya manusia sempurna di hadapannya ini sebagai seorang kekasih—bukan, Seunghyun bukan sekedar kekasihnya. Seunghyun adalah pasangan hidupnya.  Mengapa pemuda luar biasa ini begitu sabar menghadapi perilaku Jiyong yang seenaknya dan sering kali menyakiti hati pemuda yang lebih tua itu?

                “Maafkan aku, Hyung. Kau boleh marah padaku sesukamu, tetapi maafkan aku,” Jiyong berkata pelan ketika mereka melepaskan tautan bibir mereka.

                “Untuk apa?” Seunghyun bertanya, menyandarkan dahinya di dahi Jiyong. Jiyong sudah tidak berusaha mengindari tatapannya, itu pertanda bagus. “Kau sendiri yang bilang, seseorang memasukkan obat perangsang ke minumanmu. Ini bukan salahmu, Jiyongah, aku tidak perlu marah padamu.”

                Lengan Jiyong melingkar di leher Seunghyun dengan erat. “Oh, Seunghyunnie kenapa kau begitu baik padaku? Kau manusia yang sangat bodoh, kau tahu? Aku mencintaimu lebih daripada kau mencintaiku, Hyung.”

                “Hm?” Seunghyun melonggarkan pelukan Jiyong di lehernya dan mundur sedikit. “Kau mencintaiku lebih daripada aku mencintaimu?” Dengan polos Jiyong mengangguk menjawab kekasihnya. Seunghyun maju dan mengecup bibir Jiyong. “Memangnya aku bilang kalau aku mencintaimu?”

                Mata Jiyong membesar, dengan refleks tangannya memukul dada bidang Seunghyun. “Yaaah!  Kau mau mati Hyung??”

                “Loh, benar kan? Aku tidak mengatakan aku mencintaimu, Jiyongah.”

                “Hyung!!!!” Seunghyun tertawa melihat reaksi Jiyong. Pemuda nyentrik itu memukul-mukul dada bidang Seunghyun berkali-kali. “Jahat, jahat, jahat. Memangnya kau tidak mencintaiku?? Hah??”

                Ketika Seunghyun menahan tangan mungil Jiyong dan mendekatkan wajahnya ke wajah Jiyong, lidah Jiyong langsung kelu. Jantungnya berdegup kencang mendapati sepasang bola mata hitam kelam yang dapat membuat siapapun meleleh di hadapannya—termasuk dirinya, seorang Kwon Jiyong—menatapnya dalam-dalam. Jiyong tidak meragukan cinta dan rasa percaya yang tersirat dari mata itu, dan dia berjanji pada dirinya sendiri tidak akan pernah melakukan kebodohan lain yang akan membawa luka pada pemilik mata indah itu.

                “Kau dengarkan aku baik-baik, Kwon Jiyong, aku akan membuatmu mengerti ini,” Seunghyun berkata dengan suara seksinya. Ucapannya hanya terdengar seperti desahan, tetapi Jiyong dapat mendengarnya dengan jelas. ”I ing love you so ing much, Kwon Jiyong. So don't go other people and lie to me about it because it hurts the hell outta my heart. Jangan pernah kau lakukan itu lagi.”

                Dan bibir Jiyong menemukan bibir Seunghyun. Lidah Jiyong bertemu lidah Seunghyun. jiyong tidak akan pernah melepaskan ini. Tidak sekarang, tidak besok, tidak selamanya. Seunghyun adalah miliknya, miliknya, miliknya. Tidak akan pernah Jiyong merasa lengkap kalau Seunghyun tidak ada bersamanya. “Aku..” Kiss “Tidak..” Kiss “Akan..” Kiss “Mengulanginya,” Terengah Jiyong meremas baju Seunghyun yang dia genggam erat entah sejak kapan. Ciuman Seunghyun selalu memabukkannya. “Aku tidak akan pernah menyakitimu lagi. Maafkan aku karena sudah menyakitimu.”

                Seunghyun tersenyum, dia mengelus bibir Jiyong yang berlumur saliva mereka berdua. “Aku memaafkanmu. Jangan lakukan itu lagi ya?”

                Mood Jiyong mulai membaik, dia nyengir menjawab Seunghyun. “Kalau begitu mulai sekarang kau harus menjamin kepuasanku terpenuhi agar aku tidak melakukannya lagi.”

                Ketika Seunghyun mundur dan melepaskan menepis tangan Jiyong yang tengah menggenggam bagian depan sweater hijau Seunghyun, leader Big Bang ini tahu dia salah bicara. “Hyun?”

                Seunghyun dengan cepat berdiri menjauhi Jiyong, dengan punggungnya menghadap kekasihnya yang kembali memasang wajah bingung di sofa ruangan itu. “Apa.. apa karena itu?”

                “Apa? Tidak, Hyunnie—“

                “Apa kau pergi ke klub dan melakukannya dengan orang lain... karena aku tidak cukup memuaskanmu?”

                Dalam hati Jiyong menembak dirinya sendiri. Seharusnya dia ingat. Seharusnya dia tidak bermain-main di saat seperti ini. Jiyong tahu isu tentang keadaan fisik sangatlah sensitif untuk Seunghyun. Bukan karena dia tidak bisa memuaskan Jiyong, bukan. Jiyong tahu pasti Seunghyun bisa memuaskn dirinya bahkan tanpa menyentuhnya. Tetapi semua orang tahu sejarah Seunghyun. ketika masih kecil sampai remaja, Seunghyun mengalami obesitas. Berat badannya tidak terkontrol dan membutuhkan usaha yang sangat berat bagi Seunghyun untuk menghilangkannya. Keadaannya itu tidak pernah membuatnya diledek atau dikerjai teman-temannya, tetapi tidak ada kawan seusianya yang mau berteman dengannya. Tidak ada perempuan, ataupun laki-laki yang mau berkencan dengannya, pada masa itu, hanya para rapper underground yang menghargainya, karena mereka tahu di balik ketidak sempurnaan Seunghyun, dia memiliki bakat yang luar biasa. Dan pada masa itu, hanya Jiyong yang mau berteman dengannya di luar komunitas underground-nya. Hanya Jiyong yang percaya bahwa mereka bisa meraih impian mereka sebagai orang terkenal, hanya Jiyong yang tetap ada di sampingnya untuk menyemangatinya. Youngbae kemudian datang, dan dengan pengertian dari Jiyong, dan setelah usahanya mengenal Seunghyun lebih dalam, Youngbae juga menjadi salah satu sahabat terbaik Seunghyun. Jiyong membuka jalannya menuju ke tempat ia berada sekarang. Jiyong mengenalkannya pada orang-orang, membuatnya ingin berubah agar Jiyong tidak malu berjalan dengan orang sebesar dirinya (meskipun tidak pernah sekalipun Jiyong merasa malu, dia malah merasa bangga jika teman-temannya melihatnya berjalan dengan Tempo, si rapper underground). Sekarang Seunghyun sudah menjadi manusia sempurna yang tidak bercacat, tetapi masa lalu yang dianggapnya kelam itu masih menghantui dirinya. Ketakutan kalau orang lain akan meninggalkannya karena keadaan fisiknya masih belum bisa hilang sampai detik ini. dan Jiyong baru saja menyulut rasa takut itu ke level yang lebih tinggi.

                “Tidak tidak tidak tidak, Hyung. Aku tidak bermaksud.. aku hanya bercanda,” Jiyong berusaha menjelaskan. “Sungguh, aku hanya ke klab itu karena diajak oleh beberapa orang teman—Yanggaeng, dan Hyoonjung, dan Chaerin—kau juga kenal mereka, aku.. Hyung.. aku hanya bercanda.”

                “Ini bukan sesuatu yang pantas kau jadikan bahan bercanda, Jiyongah.”

                “Hyung, sungguh, aku minta maaf,” Jiyong bangkit dan memeluk Seunghyun dari belakang. “Aku menyakitimu tepat setelah aku berjanji kalau aku tidak akan pernah menyakitimu lagi, aku benar-benar minta maaf, Hyung.”

                Seunghyun menunduk, melihat tangan Jiyong yang bertaut tepat di perutnya. Tangan yang selalu menggenggam tangannya saat dia membutuhkan pemiliknya, dan tangan yang selalu dia genggam saat pemiliknya membutuhkan dirinya. Seunghyun menaruh tangannya sendiri, yang lebih besar, di atas tangan yang mungil namun maskulin itu. “Aku.. butuh waktu sendiri, Jiyong.”

                Bukannya melepaskan kedua tangannya dari Seunghyun, Jiyong malah mengeratkan pelukannya. “Tidak. Jika membiarkanmu sendiri berarti meninggalkanmu bersama pikiran-pikiran negatifmu yang akan menggerogotimu dan membuatmu semakin—“

                “Tidak akan ada bedanya, Ji. Aku sudah.. semua pikiranku sudah negatif seb—“

                “Hyung ayolah!!” Jiyong mengerang kesal. “Apa aku harus mengatakan hal-hal memalukan untuk membuktikan kau cukup memuau? Apa aku harus mengatakan padamu kalau aku sangat senang bagaimana juniormu sangat pas di dalamku? Apa aku perlu mengatakan padamu kalau kau sudah mengenal titik kenikmatanku dengan sangat baik sehingga kau tidak perlu lama-lama menemukannya? Apa aku  perlu meng—“

                “Ji, please, jangan. Aku.. aku sangat serius,” Seunghyun mengangkat tangannya untuk memijat pelipisnya. “Coba kau bayangkan, Ji. Apa yang akan kau rasakan kalau aku mengatakan hal yang sama padamu? Kalau aku mengatakan kau harus lebih memuau?”

                “Hyung, aku tidak akan.. Itu tak menjadi masalah. Kalau kau mengatakan itu, aku akan langsung memaafkanmu. No big deal,” Jiyong menjawab sambil berusaha tersenyum pada Seunghyun.

                “Memangnya kau tidak mau aku memuaskanmu?”

                “Tentu saja aku mau!!” Jiyong berusaha menahan tangisnya ketika Seunghyun melepaskan tangan Jiyong dari pinggangnya. “Hyung, kau adalah pacarku! Tentu aku mau kau—Hyungie, apa ini karena film? Kau masih tertekan karena syuting?”

                Seunghyun menggeleng. “Tidak. Aku tidak apa-apa. Bukan karena itu.”

                “Hyung...” Ji merengek lagi. Dia mengulurkan tangannya untuk menyentuh lengan Seunghyun. Seunghyun tidak berjengit, namun tidak juga memberikan reaksi pada sentuhan itu. “Kenapa kau sangat sensitif, hm? Apa yang mengganggumu?”

                Kekasih Jiyong itu menyisir rambut hitam pendeknya dengan jarinya seraya menghela nafas panjang. “Aku tak tahu, Ji. Terlalu.. aku terlalu lama berpisah denganmu. Mendengar apa yang teman-teman kita katakan padaku.. mereka memberiku foto-fotomu di klab-klab striptis, fotomu menari dengan sangat intim dengan beberapa orang, fotomu duduk di pangkuan pria lain. Aku sedang berusaha keras, Jiyong. Aku berusaha sangat keras untuk menjaga keyakinanku padamu.”

                Entah kenapa, pengakuan Seunghyun barusan menyulut kemarahan Jiyong. Jiyong menggelengkan kepalanya. “Jadi, kau lebih percaya teman-teman kita dibandingkan aku??”

                “Aku bilang aku percaya padamu, Jiyong!!! Apa kau tahu rasanya, Ji?? Apa kau tahu rasanya melihat foto-foto itu dan berusaha membayangkan itu bukan kau?? Bahwa itu bukan kau yang ada di klab striptis, bahwa itu bukan kau yang ada di pangkuan pria lain, bahwa itu bukan kau yang ada di foto itu, bukan kau yang mereka bicarakan!!!!”

                Seunghyun berbalik untuk melihat Jiyong dan melanjutkan ucapannya. “Aku melakukannya dengan baik, sampai kau bilang mulai sekarang aku harus menjamin kepuasanmu terpenuhi, yang berarti aku tidak melakukan tugasku memuaskanmu dengan baik sebelumnya!!! Pikirmu bagaimana aku akan bereaksi?? Langsung memaafkanmu? Tertawa dan menganggapnya sebagai no big deal seperti yang kau lakukan???”

                Tidak Seunghyun duga, reaksi Jiyong jauh di luar perkiraannya. Dengan suara melengking kekasihnya ini berseru sekuat tenaga,

                “APA KAU TAHU RASANYA ITU UNTUKKU HYUNG?????”

                Seunghyun terdiam mendengar teriakan Jiyong. Wajah pemuda yang lebih muda dari Seunghyun itu tampak merah padam. Entah karena marah, entah karena sedih, entah karena apa.

“Ji—“

                “Apa kau tahu rasanya, Hyung? Apa kau tahu rasanya berbaring di tempat tidurku, sendirian, memikirkanmu?? Memikirkan cidera apalagi yang akan kau alami karena syuting ini?? Memikirkan apa kau sudah makan atau belum! Memikirkanmu dan hanya dirimu?? Apa kau tahu rasanya menghabiskan malam-malamku sendirian tanpamu??? Tanpa kau membalas pesan-pesanku dan tidak mengangat teleponku??”

                Seunghyun tidak menjawab Jiyong. Dia tampak sangat terpukul. Jiyong tahu, pasti tidak pernah terpikir oleh Seunghyun sebelumnya, bagaimana perasaan Jiyong. Seunghyun terlalu sibuk untuk memikirkan hal lain, ataupun orang lain. Jiyong tidak ada masalah dengan itu, sungguh. Seunghyun selalu kembali normal setelah ritme hidupnya kembali normal.

                “Aku tidak akan mengatakan apa-apa lagi, Hyung,” Jiyong akhirnya berkata, menghempaskan dirinya di sofa besar yang terlupakan. Api di perapian sudah habis, hanya menyisakan bara yang juga sudah mulai padam, membuat aura di ruangan seakan mengikuti suasana hati Jiyong yang gloomy. “Sepertinya semua yang keluar dari mulutku hanya akan menyakitimu. Aku akan diam sekarang. Keluarkan semua kemarahanmu padaku.”

                Kesunyian menyelimuti mereka selama beberapa menit, namun terasa bertahun-tahun bagi Jiyong. Airmatanya sudah mengalir deras tanpa sepengetahuannya, Jiyong tidak memperhatikan apapun selain Seunghyun yang masih mematung di hadapannya. Ketika akhirnya Seunghyn bergerak, Jiyong langsung mengangkat kepalanya, mengerang pelan karena dia pikir Seunghyun akan pergi keluar dan meninggalkannya. Yang dia tidak sangka adalah Seunghyun yang duduk di sebelahnya, kedua tangannya ditaruh di pangkuannya, namun matanya tidak berani menatap Jiyong.

                “Aku.. tidak ingin marah padamu, Ji,” ketika Seunghyun memecah keheningan, suaranya serak. Jiyong tahu Seunghyun menahan tangisnya, Seunghyun tidak pernah menangis di hadapan Jiyong. Tidak ketika Jiyong selalu lari kepadanya untuk menangis. Seunghyun pernah berkata pada Jiyong, ‘kalau aku menangis di hadapanmu, lantas siapa yang akan menjadi kuat untukmu, Ji?’, dan Jiyong tidak bisa lebih berterimakasih lagi. “Aku tidak ingin kau diam. Aku ingin kau katakan sesuatu. Aku ingin merasa yakin bahwa kau.. tidak bosan dengan hubungan kita.”

                “...”

                “Ji..” Seunghyun meraih tangan Jiyong dan menggenggamnya. Jiyong ingin Seunghyun melihatnya, menatap matanya. “Aku ingin merasa yakin kalau aku bukan beban untukmu. Kau tahu akau menginginkan suatu hubungan yang pasti, yang mapan. Aku ingin hubungan yang permanen, sementara aku tahu kau menginginkan kebebasan. Aku tahu kau tidak ingin terikat padaku. Aku..” Seunghyun akhirnya mengangkat kepalanya dan menatap mata Jiyong. Airmatanya menggenang. “Aku perlu tahu dan yakin, kalau kau menginginkan ini, bersamaku. Kalau kau tidak akan meninggalkanku karena aku membosankan.. atau tidak memuaskan—“

                “Oh Hyung,” tanpa berpikir Jiyong menarik Seunghyun ke pelukannya.

                “Aku harus yakin kalau kau tidak akan meninggalkanku karena alasan apapun. Apa kau menginginkan ini, Ji? Apa kau yakin kau tidak bosan dengan hubungan kita yang sudah 10 tahun ini? Apa kau tidak bosan denganku?”

                Jiyong menarikan jarinya di antara rambut Seunghyun yang bersandar ke dadanya. dia tahu Seunghyun dapat mendengar degup jantungnya yang berdetak cepat. Dia memastikan Seunghyun mendengar itu. “Aku janji, aku tidak pernah.. tidak akan pernah.. merasa bosan. Aku mencintaimu, cintaku bertambah kuat setiap hari, Hyung. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu, bahkan lebih daripada 10 tahun yang lalu. Kita sudah melalui banyak cobaan, dan tidak berpengaruh apapun padaku selain memupuk cintaku padamu,” Jiyong merasa airmata Seunghyun menetes ke tangannya yang sedang tidak mengelus rambut Seunghyun, ke tangannya yang sedang digenggam Seunghyun. “Kau memenuhi kebutuhanku, Hyunnie. Lahir dan batin. Aku bisa yakinkan kau itu.”

                Seunghyun melepaskan diri dari pelukan Jiyong, membuat Jiyong sedikit kecewa. Tetapi pria itu tidak melepaskan tangan Jiyong yang dia genggam. “Kalau begitu, apakah kau bersedia memegang janji itu selamanya, Jiyongie?”

                Jiyong tidak mengerti Seunghyun yang turun dari sofa untuk berlutut di lantai berkarpet di hadapannya, mengeluarkan sebuah kotak berbalut beludru hitam, dan membukanya.

                “Bila kita tidak diperbolehkan di Korea, maka di Amerika Serikat, atau di Belanda.. tetapi.. apakah kau bersedia.. menikah denganku, Kwon Jiyong?”

                Jiyong hanya bisa terbelalak melihat cincin yang Jiyong tahu terbuat dari platina, lambang keabadian, bertahtakan berlian dan batu safir—batu favorit Jiyong—yang bertengger dengan manis di dalam kotak beludru yang dipegang Seunghyun.

“Ji?”

                Jiyong yang akhirnya tersadar dari shocknya mengeluarkan sebuah jeritan tertahan. “Hyung.. apakah aku bermimpi? Apakah—oh my gosh! Seharusnya aku memakai sesuatu yang lebih layak!!”

                “Kau memakai sweater calon suamimu,” Seunghyun tersenyum menyaksikan reaksi Jiyong. “Tidak ada yang lebih layak dari itu, sayang.”

                Air mata Jiyong mengalir lebih deras dari yang sebelumnya. Apakah dia bermimpi?

                “Jadi.. apa jawabanmu, Ji? Apa kau siap terikat denganku dan hanya aku? Tidak ada lagi klab striptis atau klab-klab lain?”

                Jiyong mengangguk dengan keras sampai Seunghyun yakin kepalanya bisa lepas kalau dia terus melakukannya. Rapper itu menahan kepala berambut pink itu dengan lembut, menariknya ke dalam sebuah ciuman yang panjang. Ketika keduanya kehabisan nafas, mereka melepaskan ciuman mereka, dengan dahi dan hidung bersentuhan, dan kedua mata saling menatap, Jiyong menjawab, “Aku bersedia. Aku bersedia mejadi milikmu seutuhnya, Hyung.”

                Seunghyun menyelipkan cincin yang sudah dia siapkan ke jari Jiyong. A perfect fit. They both are.

*Chapter 1 Part 1: Fin*

Well, give us your comments, please *wink*

kutunakal-unnie juga nitip salam dan makasih untuk para reader dan reviewer :)

See you in the next chap with Li as the writer! ^^)/

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Jihyun1804 #1
Chapter 1: Im crying...this is so awesome..trima kasih untuk membuat dan membagi crita ini..I miss them both so much...???
Chikamo_jihyun #2
Chapter 1: Yang kedua belum dipost ya eon??
Cepat post n buat yg ketiga yaa~ *plak! *seenaknya
Hwaitiing eonni~!! *hug n kiss

Happy ending.a jgn lupaa.. Hehehe
xiaochuan
#3
Haah, here you are, aku panik banget (lebay tapi serius nih gak bohong) pas liat d alert stories d FFN aku kok story nya banyak yg hilang /sigh/Im close to crying ;;~;;
Pls update soonnnn !!
rujakcingur #4
Chapter 1: Wediannn kalian berdua ini temenan tho ternyata??? Kkk,lucu juga nih..ngakak abis...cuma kalo pas dialog mengarah rated agak aneh,krn kebiasaan baca rated story in english. penasaran dgn apa yg akan trjdi selanjutnya,eng ing eng...
CKRRVIP
#5
Chapter 1: Aawwww jiyong dilamar,,,, asfghjkl <3 untunglah,, seunghyun sabar dan tidak tersulut emosi waktu bertengkar.. Jiyong Jiyong bercanda disaat tidak tepat (˘_˘)ck! (˘_˘)ck! (˘_˘)ck!.. But I'm glad they solved their problem and,,, engageddddddd <3