Final

Gone

warn:

typo everywhere, format penulisan gak jelas, alur cerita yg juga gak jelas, dan lain sebagainya

 

_______________

Bibir manis itu tak henti-hentinya bersenandung. Ia menggenggam erat tangan besar itu sambil mengayun-ayunkannya riang.

Pandangan matanya yang bersinar tak henti-hentinya mengobservasi lingkungan disekitar mereka. Menikmati pemandangan disepanjang jalan yang mereka lewati.

Sementara si pemilik tangan besar hanya tersenyum menanggapi tingkah polah sahabatnya. Ya.. sahabatnya... Sahabat paling berharganya.

Sahabat yang baginya lebih berharga dari apapun yang ditawarkan oleh dunia ini, bahkan nyawanya sendiri sekalipun.

“Jonginnie~, sebenarnya kita mau kemana?” tanya si pemilik bibir manis –sahabatnya–  itu polos.

Si pemilik tangan besar –Jongin– menoleh dengan senyum yang masih betah bertengger diwajah tampannya.

“sebentar lagi kita akan sampai, kau juga akan tahu nanti” jawabnya kembali berpaling menatap lurus kedepan.

Tak puas dengan jawaban yang didapatinya, si pemilik bibir manis hanya bisa merengut seraya bergumam “pelit”.

Tanpa si pemilik bibir manis itu sadari ternyata Jongin menangkap suaranya, dan hanya terkekeh menanggapi tingkah kekanak-kanakkan sahabatnya.

Kedua sahabat itu terus berjalan bergandengan tangan menelusuri hutan lebih dalam. Sementara si pemilik bibir manis sibuk dengan pemandangan indah disekitar mereka, Jongin memilih sibuk dengan pikirannya sendiri yang tengah berkecamuk didalam kepalanya.

Angin sepoi datang berhembus menerpa mereka. Hembusan itu membelai wajahnya lembut, menerbangkan beberapa helai surai bak langit malamnya, menguatkan tekatnya untuk tetap terus melangkah dan mengabaikan egonya.

Hatinya sudah  mantap.

Walau bagaimanapun juga, ia harus tetap melakukannya.

Lagipula ia pun sudah terlanjur berjanji pada-Nya akan melakukannya sendiri.

~~~

 

Tak lama mereka akhirnya sampai disebuah sumur ditengah hutan. Sumur itu terlihat tua dan tak terawat, terlihat dari banyaknya tanaman merambat yang mengelilinginya, namun entah mengapa tetap terlihat indah, mungkin karena bunga-bunga liar yang tumbuh menghias disekelilingya.

Ia meremas tangan mungil digenggamannya, membuat si empunya sedikit tersentak. Ia hendak bertanya namun Jongin tak memberinya kesempatan. Tanpa banyak bicara Jongin menariknya lebih dekat dengan sumur dihadapan mereka.

“...Jo-Jongin? Ada apa? Kenapa kita kesini?” terselip rasa khawatir dari nada suara sahabatnya.

“Taemin-ah... kau harus pulang...” lirih Jongin.

“A-apa maksudmu..?” Ia masih tak mengerti.

“Kau harus pulang Taemin-ah” Jongin kembali menegaskan kata-katanya.

“Kau ini bicara apa? Aku tak mengerti! Pulang kemana??” Taemin benar-benar bingung dengan tingkah aneh tiba-tiba sahabatnya.

Jongin menghembuskan nafas kasar sebelum Ia gapai kedua bahu sahabat yang lebih pendek darinya itu untuk berhadapan dengannya. Seketika pandangannya melembut saat beradu dengan manik coklat madu milik Taemin.

Selanjutnya ia menghembuskan nafas dalam sebelum akhirnya berkata dengan suara selembut mungkin “Taeminnie..., kita tidak bisa bersama-sama lagi sekarang. Kau harus pulang karena tempatmu bukanlah disini, setidaknya belum...” Jongin menyibak poni yang menutupi dahi Taemin dengan sayang.

“Tapi aku ingin kau percaya bahwa aku Kim Jongin, sahabatmu yang paling tampan ini akan selalu menunggumu, disini... mengerti?” dan tak lupa ia menyelipkan senyum yang sedikit ia paksakan diakhir kata-katanya.

Sebenarnya ia tak rela, sangat tak rela. Jika boleh meminta ia ingin Taemin untuk terus berasa disisinya, bersamanya selamanya. Tapi kuasa Tuhan lebih besar dari keegoisannya. Dan diapun memutuskan untuk mengalah... demi Taemin. Sahabat berharganya. Orang terfavoritnya. Taeminnya...

Taemin semakin tak mengerti. Ia bingung. Apa yang sebenarnya sahabatnya ini bicarakan?. Namun sebelum ia hendak melayangkan protes kembali, tanpa aba-aba tiba-tiba Jongin menangkup wajahnya dengan kedua tangannya, sebelum akhirnya mulai mendekatkan wajahnya dan mencium keningnya dalam.

Taemin hanya bisa tertegun terhadap perlakuan tiba-tiba Jongin, namun meski sekilas ia dapat merasakan dahinya sedikit basah. Jongin menangis? Hingga tak lama kemudian Jongin kembali menatapnya lembut seraya berkata.

 “I’m sorry... I love you...”

Dan itulah kata-kata terakhir yang bisa ia dengar dari mulut Kim Jongin.

Tidak!

Ia berusaha meraih Jongin yang terlihat semakin jauh namun sia-sia.

“Jongin!!”

Tubuhnya terhempas kebelakang, mengapa Jongin melakukannya? Ia masih tak mengerti semuanya. Segalanya tampak membingungkan baginya. Namun yang ia tahu pasti bahwa kini segala yang ada disekelilingnya seketika berubah menjadi putih, dan tak lama setelahnya ia dapat merasakan tubuhnya seolah jatuh terombang-ambing dalam lubang tak berdasar.

Hingga akhirnya tiba-tiba semuanya menjadi.... gelap?.

~~~

 

“Taemin...”

“........”

“Taemin ah...” siapa?

“Taemin ah.. bisa ...ngar Hyung?” ada suara. Ia yakin ia mendengar sayup-sayup suara. Tapi siapa? Perlahan ia mengikuti asal suara itu.

“Lee Taemin! Bangunlah! Ini hyung sayang!” dan semakin jelas.

Kini ia dapat merasakan kepalanya mulai berdenyut dan tubuhnya mulai terasa sakit. Perlahan menjalar dari ujung kaki ke ujung kepala. Seluruh badannya terasa remuk, hingga memaksanya untuk membuka matanya.

Silau. Itulah yang ditangkap penglihatannya untuk pertama kali. Semuanya tampak blur dan serba putih, dimana dia?.

Samar-samar ia dapat merasakan sosok bayangan tepat berada didepan wajahnya.

“Syukurlah kau sudah sadar Taeminnie~! Bagaiman keadaanmu hmm? Ada yang sakit? Dimana yang sakit?” sambil sesekali terisak sosok itu tampak terus menyentuh wajah dan tubuhnya sambil memberondonginya dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak jelas.

Namun ada sesuatu yang aneh dari sosok dihadapannya ini, dari nada suaranya ia bisa menangkap adanya rasa bahagia tetapii juga kesedihan disaat bersamaan. Entah apa maksudnya.

“Oh Tuhan! Terima kasih karena Kau sudah mengembalikannya lagi pada kami” sosok itu lalu mencium keningnya.

“tunggulah disini sayang, hyung akan segera panggilkan dokter” dan sosok itupun menghilang.

~~~

 

Taemin berbaring diranjang pesakitannya.

Pandangannya jauh menerawang pada langit diluar jendela kamar rawatnya.

Cuaca hari ini sungguh cerah.

“Taemin ah... Aaa... buka mulutmu” titah sosok itu sambil menyodorkan potongan buah apel kedekat mulutnya.

Ia menggigit sedikit ujung potongan buah itu lalu mengunyahnya perlahan.

“Kibum hyung..” sosok itu menoleh.

“apa yang terjadi?” tanya Taemin lemah.

Mendengar pertanyaan Taemin tampak ada perubahan jelas pada raut wajah sosok bernama lengkap Lee Kibum itu.

Kibum mengambil nafas dalam sebelum membuka kembali mulutnya dengan ragu.

“kemarin lusa, kau dan.. Jongin..., kalian berdua mengalami kecelakaan. Mobil yang kalian kendarai tertabrak kendaraan lain yang menerobos rambu merah dari samping dengan kecepatan tinggi. Mobil kalian berdua terguling, kalian berdua terluka parah dan tak sadarkan diri...” jelas Kibum sebelum kembali menunduk, yang entah mengapa kini seolah bermain dengan apel dan pisau buah ditangannya terlihat lebih menyenangkan dari pada menatap Taemin sekarang.

“lalu hyung..., Jongin? Dimana Jonginnie?”

Kibum meremas apel digenggamannya erat. Pertanyaan inilah yang paling ia takutkan untuk dia dengar dari mulut Taemin; Tentang Jongin.

Apa yang harus dia lakukan? Apa yang harus ia katakan?

Ia memalingkan wajahnya dari Taemin, menggigit bibir bawahnya keras.

“Hyung....”

“Kibum Hyung~...”

Melihat hyungnya yang tak juga segera merespon pertanyaannya, jantung Taemin berdetak semakin kencang.

“Jongin.... dia..., dia sudah pergi Taemin ah...”

Taemin terdiam, jantungnya juga seolah ikut terdiam.

Dia tahu jelas apa maksud perkataan Kibum.

“Dia... meninggal tepat lima belas menit sebelum kau siuman” tambahnya seraya membelai sayang surai blonde lembut adik kecilnya .

Tidak

“maafkan hyung..” mata Kibum kini kembali tergenang, mengingat kembali memori beberapa waktu lalu, kehilangan sahabat adik tersayangnya yang juga sangat ia sayangi.

Taemin hanya terdiam, tak membalas apapun yang dilontarkan hyungnya barusan.

Bibirnya terkatup rapat namun cairan bening tak terbendung mengalir begitu saja dari kedua buah kelopak matanya.

Tak lama jantungnya mulai terasa sakit, tenggorokkannya pun juga ikut terasa sakit, menyisakan rasa sesak yang begitu menyiksa.

Air matanya mengalir deras bagai mata air, dan ia pun mulai kesulitan bernafas.

Dari bibir yang mulanya terkatup rapat itu kini mulai bergetar, meloloskan isakan-isakan kecil yang dengan cepat berubah menjadi rengekan putus asa.

Ia coba meredam suaranya sendiri dengan mengandalkan punggung tanganya meski berakhir sia-sia.

Perlahan, Orang yang paling difavoritkan oleh Tamin selain Jongin itu mulai beranjak dari posisi duduknya, meraih tubuh mungil yang kini terlihat begitu rapuh itu kedalam dekapannya, menenangkannya, dan menangis bersamanya.

 

Jonginnie...

 

 

 

Taeminnie.....

 

 

 

 

 

______________________________

bagaimana? jelekkah? tolong jangan bunuh saya haha ><)V

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
woosansweetkins #1
Chapter 1: :( kenapa Jonginnya mati *cry* ah senengnya ada author indo lain disini.. salam kenal.. keep writing taekai.. apa kau punya ff taekai di bhsa indo yang lain? Aku ingin membacanya.
kairamint
#2
Chapter 1: it's sad. but you write it well :)