Our Dreams

Freeze the Moment

Flashback 22 Tahun yang  lalu
 

Choi Jisung dan Choi Kang Hee bisa dibilang merupakan pasangan paling berbahagia di muka bumi ini, selain diberkati oleh kekayaan yang melimpah, mereka juga dikarunia sepasang anak laki-laki dan perempuan yang memiliki paras rupawan seperti orang tuanya.

Choi Jisung dengan kepandaiannya dapat memajukan perusahaan yang diwariskan oleh orang tuanya, perusahaan entertainment-nya kini menjadi salah satu perusahaan yang berkembang pesat yang mampu menciptakan acara-acara hiburan yang digemari oleh masyarakat.

Dengan segala kesuksesan yang ia raih dari usia muda tidak membuat ia melupakan keluarganya, buatnya keluarganya adalah prioritas nomor satunya. Kerja keras yang ia lakukan semata-mata ia lakukan untuk kebahagiaan istri dan anak-anaknya, Choi Seungcheol dan Choi Yujin.  

Choi Jisung sangat dekat dekat anak-anaknya, terutama dengan si bungsu, Yujin. Yujin yang baru menginjak umur 1 tahun itu sangat menempel padanya. Setiap malam Jisung akan memainkan piano untuk putri kecilnya, Alegro Sonata,  Yujin kecil akan langsung tertidur lelap mendengar lantunan piano yang dimainkan ayahnya itu.

Namun karena kesibukannya dan sang istri yang juga membantunya di perusahaan, mereka tidak bisa mengurus anaknya seorang diri. Maka datanglah Hana, seorang wanita berusia 30 tahun yang datang dari Jeonju, ia dan suaminya Shen Yichen yang berasal dari Chengdu China melamar untuk bekerja di rumah kediaman Choi Jisung.

Keluarga Choi yang saat itu membutuhkan pengasuh anak dan supir pun akhirnya menerima mereka dengan tangan terbuka.

Selama 3 bulan bekerja, Hana dan Yichen bisa langsung membaur dengan keluarga mereka, kerja mereka baik dan Jisung sudah menganggap mereka seperti keluarganya sendiri, terlebih lagi Seungcheol dan Yujin juga bisa cepat dekat dengan Hana dan Yichen.

Hingga suatu hari, tepatnya pada hari jumat sore hari saat Jisung dan Kang Hee pulang dari kantor, mereka mendapati Seungcheol sendirian sedang tertidur di sofa ruang keluarga.

“Cheol-ah, bangun nak..” ucap Choi Kang Hee mencoba membangunkan putra sulungnya. Setelah beberapa lama Seungcheol pun terbangun, ia kemudian mengusap-usap matanya.

“Cheol-ah dimana adikmu?” Tanya Choi Kang Hee.

“Paman dan bibi mengajaknya pergi, aku tidak diajak, mereka malah menyuruhku tidur karena kalau tidak katanya Eomma dan Appa akan memarahiku..” Jawab bocah 3 tahun tersebut. Mendengar jawaban Seungcheol tersebut  tentu membuat Jisung dan Kang Hee panik. Jisung lalu mencoba melakukan panggilan ke nomor Yichen dan Hana secara bergantian namun ponsel keduanya dimatikan.

“Yeobo, apakah ada jawaban?” Tanya Kang Hee dengan nada panik. Jisung menggelengkan kepalanya, suara tangis Kang Hee pun kemudian pecah. “Yeobo, apakah mereka menculik Yujin? Apakah mereka menculik putri kita?” mendengar pertanyaan Kang Hee tersebut membuat badan Jisung tiba-tiba lemah, ia harus menahan badannya di kursi agar tidak terjatuh. ‘Apakah mungkin mereka tega menculik Yujin?Putriku? Putri kesayanganku..’ pikirannya tak karuan.

“Yeobo apa yang harus kita lakukan?”

“Polisi, kita harus lapor polisi…” ucapnya. Ia kemudian mengambil ponselnya lagi. Ia belum sempat melakukan panggilan ketika ada pesan yang masuk ke ponselnya.

Pantai Eurwangni. Pergi sekarang sebelum terlambat..”

Jisung tidak mengenal nomor yang baru saja mengiriminya pesan. Namun ia tak pikir panjang, ia kemudian bersiap pergi mengikuti arahan orang yang baru saja memberinya pesan.

“Yeobo, mau ke mana?” Jisung kemudian menunjukan pesan tersebut kepada istrinya.

“Aku ikut..” ucap Kanghee..

“Bagaimana dengan Seungcheol?”

“Kita ajak dia, aku tidak mau terjadi apa-apa dengannya..”

Jisung pun mengangguk, dia merasa lebih aman jika istri dan anaknya ada di dekatnya.

“Ayo kita cepat pergi.” Ucapnya.

 

***

Langit sudah gelap saat mereka sampai ke pantai Eurwangni. Jisung tidak membuang waktunya, ia langsung mencari keberadaan putrinya. Betapa kagetnya ia ketika melihat Hana yang sedang menggendong putrinya sudah berada di jauh dari bibir pantai menuju ke tengah pantai.

‘HANAAAA!!!!” teriaknya dengan sekuat tenaga. Namun panggilannya tidak dihiraukan, Hana terus berjalan ke tengah. Ia bisa mendengar tangisan Yujin dari kejauhan. Tanpa pikir panjang ia pun berlari, berharap untuk dapat menyusul Hana dan mengambil kembali putrinya.  Namun tiba-tiba ombak besar datang menuju bibir pantai, ombak tersebut membuat ia terjatuh mengaburkan pandangannya. Ia kemudian berusaha berdiri mencari keberadaan Hana dan Yujin, namun ia tak menemukan mereka. Jisung kemudian mencoba berenang sampai ke tengah, namun nihil ia tak menemukan mereka. Jisung terus berenang dan berenang, lagi-lagi tak membuahkan hasil. Hana dan Yujin sudah terlanjur hilang ditelan ombak.

Tangisnya tak terbendung saat itu, teriakan kerasnya bisa terdengar sampai bibir pantai. Dia merasa gagal karena tak bisa menyelamatkan putrinya. Saat ia kembali ke bibir pantai ia bisa melihat istrinya sedang terduduk lemas dan Seungcheol yang masih sangat kecil tampak bingung dengan kondisi ayah dan ibunya.

“Kang Hee mana ponselmu?” ucap Jisung lemas, Kang Hee kemudian memberikan ponselnya, Jisung kemudian menelepon pihak berwajib, berharap mereka bisa membantu mencarikan putri mereka. Berharap bahwa masih ada harapan untuk mereka melihat putri kecil mereka lagi.

Tak lama tim penyelamat pun datang, pencarian segera dilakukan, namun karena badai besar, pencarian harus dihentikan sementara. Esok paginya tim penyelamat meneruskan pencarian mereka, pencarian terus dilakukan berhari-hari hingga suatu hari mayat Hana ditemukan dalam kondisi sudah membusuk oleh seorang nelayan. Sedangkan tubuh Yujin tidak pernah ditemukan, karena dianggap sudah terlalu lama menghilang di lautan, akhirnya Yujin kecil dinyatakan meninggal.

Pasangan yang sebelumnya dianggap paling berbahagia di muka bumi ini seketika kehilangan senyum mereka. Sejak kejadian itu mereka tak pernah sama lagi.

Shen Yichen yang dianggap otak dari peristiwa ini pun menghilang.

 

***

 

2 Tahun kemudian

Tangisan bayi memenuhi seluruh ruangan di rumah mungil di salah satu kota kecil di pinggiran Seoul. Untuk pertama kalinya senyum merekah di wajah laki-laki itu.

“Sayang, terima kasih..” ucapnya kepada istri yang baru dinikahinya setahun lalu.

“Akan kamu beri nama apa putri kita ini?” Tanya istrinya yang masih terbaring lemah.

“Shen Xiaoting..” Jawabnya.

“Nama yang cantik..”

“Seperti dirimu..” wanita yang baru melahirkan itu pun tersenyum.

Terdengar bunyi ponsel berdering.

“Yichen, sebaiknya kamu angkat dulu teleponnya..”

Yichen pun mengangguk.

“Halo..” Yichen langsung mengangkat teleponnya tanpa melihat nomor yang tertera di ponselnya.

Yichen.. sudah lama sekali aku tidak mendengar suaramu…” mendengar suara itu mata Yichen langsung terbuka lebar.

Kamu pasti terkejut mendengar suaraku.. oh Yah selamat aku dengar anakmu sudah lahir.. Hmm akan seru jika dia bisa menemani Yujin kecil bermain di lautan sana… “

Mendengar itu semua membuat jantungnya berdetak begitu cepat. Yichen buru-buru menutup teleponnya.

“Tidak, aku tidak bisa kehilangan Xiaoting..” ucapnya berkali-kali, ia kemudian berjalan mondar-mandir di ruang tengah rumahnya memikirkan cara untuk menjauhkan Xiaoting dari bahaya.

 

Ia kemudian menghela napasnya panjang. “Ini adalah satu-satunya cara…”

 

 

Ketika malam datang, Yichen menjalankan rencananya, perlahan-lahan ia membawa bayi mungilnya dari tempat tidur yang telah ia dan istrinya siapkan untuk anak mereka. Ia kemudian menidurkan Xiaoting di keranjang yang telah ia siapkan. Yichen pun perlahan-lahan meninggalkan rumahnya.

 

Kini ia sudah berada di tempat yang sudah ia sumpahi tak akan pernah ia datangi lagi. Ia meletakan keranjang bayi di depan sebuah panti asuhan, ia sudah menuliskan pesan yang ia simpan di keranjang, tak lupa ia menuliskan nama bayinya, walaupun mereka tak bisa bersama tapi yang terpenting putrinya memakai nama pemberiannya.

 

“Xiaoting-ku, Papa harap kamu bisa tumbuh menjadi gadis yang baik, tidak sepertiku.  Dan semoga di dalam sana kamu dapat bertemu dan berteman dengannya dan aku harap kalian bisa saling menjaga sampai kalian besar. Aku menyayangimu…” ucapnya kepada putrinya untuk terakhir kalinya. Ia kemudian memencet Bel yang disediakan oleh panti asuhan tersebut. Setelah itu ia langsung berlari meninggalkan tempat itu.

 

***

 

Back to Present

 

Sepanjang hidupnya mungkin ini pertama kalinya Yujin berlari sekencang ini, ia tidak peduli dengan pandangan orang-orang yang melihatnya dengan aneh karena fokusnya adalah segera sampai ke tempat Xiaoting dioperasi.

“Jinnie sepertinya kamu harus memperlambat larimu, kita sudah memasuki area perawatan.  Tidak enak dengan yang lain…” Yujin mendengarkan Seungyeon, ia memperlambat langkahnya.

Jantungnya berdebar semakin kencang ketika ia sudah mulai dekat dengan ruangan operasi, Ia bisa melihat Mashiro, Dayeon, Chaehyun, dan Seungcheol sedang menunggu dengan cemas.

“Eonnie… “ Mashiro kemudian berlari kecil ke arahnya, Mashiro lalu memeluknya.

“Sudah 5 jam Eonnie, tapi operasinya belum juga selesai..” ucapnya. Yujin hanya menganggukan kepalanya.

Mashiro kemudian mengajaknya untuk duduk.

Suasana kembali hening, tidak ada yang mengeluarkan suaranya. Mereka semua fokus dengan doanya masing-masing.

Setelah kurang lebih satu jam berlalu, akhirnya dokter ke luar ruang operasi. Mereka semua kemudian menghampiri dokter yang tampak kelelahan itu.

“Dimana keluarganya?” Tanya dokter yang tampak sudah cukup berumur itu.

“Dia adalah kakaknya, Choi Yujin..” Jawab Mashiro mewakili Yujin yang masih belum bisa mengeluarkan suaranya.

Dokter pun kemudian memusatkan pandangannya kepada Yujin.

“Nona Choi, peluru masuk ke dalam tubuh adikmu terlalu dalam tapi sudah berhasil kami keluarkan, peluru mengenai bagian bawah dada Nona Shen, tepatnya mengenai bagian abdomennya, kami belum bisa malakukan explorasi lebih lanjut karena kondisi Nona Shen yang belum stabil. Jadi untuk sementara Nona Shen membutuhkan alat untuk mensupportnya sampai kami bisa melakukan tindakan lanjutan..”

“Apa maksudnya, Dok? Aku tidak mengerti?” Tanya Seungcheol yang berdiri di samping Yujin.

Dokter kemudian menghela napasnya.

“Nona Shen membutuhkan Support System untuk bertahan hidup..”

“maksud dokter? Jika mesin-mesin itu dimatikan…” Seungcheol tidak bisa meneruskan kata-katanya.

Dokter mengangguk. “Saat ini Nona Shen tidak bisa bernapas sendiri, ia perlu dibantu dengan mesin-mesin itu, maafkan aku, kami akan berusaha yang terbaik, jika kondisinya sudah stabil kami akan melanjutkan tindakan..” Sang dokter pun sedikit membungkuk kepada mereka sebelum pergi meninggalkan mereka.

Yujin yang selama ini masih kuat berdiri kini tak kuasa menahan beban tubuhnya, ia akan terjatuh jika bukan karena Seungyeon dan Seungcheol yang menahannya. “Jinnie.. kamu tidak apa-apa?” Yujin masih belum bisa mengeluarkan suaranya, ia hanya bisa mengeluarkan air mata untuk mengekspresikan rasa sedihnya.

Seungyeon kemudian menuntunnya untuk kembali duduk.

‘Apa maksud dokter berkata bahwa Xiaoting-nya tidak bisa bernapas sendiri? Xiaoting-nya itu adalah gadis yang paling kuat, jika ada disini Xiaoting pasti akan menertawakan perkataan dokter tadi. Ini hanya mimpi, aku hanya perlu bangun. Yujin kamu harus bangun! Xiaoting sudah menunggumu untuk berangkat ke studio Seungcheol bersama-sama…’

“Jinnie.. Jinnie.. YUJIN!” suara Seungyeon membangunkannya dari lamunannya. Seungyeon kini mendekap wajahnya dengan kedua tangannya mencoba menghapus air matanya, hal yang sia-sia karena air matanya tak mau berhenti bercucuran, terus-menerus membasahi pipinya.

“Yujin, tadi perawat menawarkan kita untuk melihat kondisi Xiaoting di ruang ICU, apakah kamu siap melihatnya?”

Yujin pun mengangguk.

Karena hanya 2 orang saja yang boleh masuk, akhirnya Yujin ditemani Mashiro untuk melihat kondisi Xiaoting.

Yujin berpikit bahwa air matanya sudah habis ia keluarkan, namun ia salah ketika ia melihat kondisi Xiaoting dengan mata kepalanya sendiri, air mata kembali membasahi pipinya, ia berusaha menahan suara isak tangisnya tak ingin menganggu Xiaoting yang sedang tertidur pulas.

“Xiaoting, Hei… “ ucapnya berusaha menghentikan tangisnya.

“Kamu harus bercermin Ting, kamu tampak konyol sekali sekarang, mereka bahkan menutup matamu dengan plester, kamu harus bangun,Ting.. kamu harus memarahi mereka..”

“Eonnie…”

“Xiaoting, Mashiro ada di sini, ia sudah siap memukuli kepalamu jika kamu tak juga bangun…”

Mashiro kini membiarkan Eonnie-nya , mungkin saja dengan itu sahabatnya akan bangun.

“Xiaoting, bernapaslah.. yang perlu kamu lakukan adalah bernapas. Jangan berhenti berusaha, jangan egois, jangan menyerah duluan, jangan pernah berani berpikir untuk meninggalkanku.. kamu hanya perlu bernapas… Xiaoting.. Please,,, bernapaslah…”

Lagi air mata jatuh di pipinya.

“Xiaoting I love you, I Love You baby.. aku janji setelah kamu bangun hanya kata-kata itu yang akan kamu dengar..”

Yujin lalu mengusap-usap tangan gadis yang sangat ia cintai itu, berharap Xiaoting tahu bahwa ia akan selalu ada di sisinya,berharap Xiaoting tahu kemana jalan kembali.

***

 

“Brengsek!!!”

“Ada apa Oppa?” Tanya Chaehyun pada Seungcheol yang baru selesai menelepon seseorang.

“Mereka masih belum menemukan pelaku penembakan.. ada apa dengan polisi Negara ini?”

Mendengar itu Yujin semakin keras mengepalkan tangannya. Siapa orang yang tega melakukan hal itu kepada Xiaoting. Apa salahnya? Gadisnya itu tidak pernah berbuat jahat kepada orang lain.

“Aku sudah memberikan semua informasi yang aku tahu, bahkan aku sudah memberikan plat nomornya, walaupun aku hanya ingat huruf belakangnya, namun mengapa mereka masih belum menemukan petunjuk apa-apa?” ucap Chaehyun yang kini berlinang air mata mengingat tragedi hari itu, bagaimanapun juga ia adalah saksi bagaimana sahabatnya itu berlumuran darah. Chaehyun kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha menghapus memori mengerikan itu dari kepalanya.

“Aku akan meminta bantuan teman-teman ayahku. Jika  polisi masih belum bisa menemukan pelakunya, aku akan mencari tahu dengan caraku..” Seungcheol kemudian beranjak dari kursinya.

Tidak ada yang melarang Seungcheol untuk pergi, mereka semua sudah kehabisan energi untuk itu. Sudah 5 hari Xiaoting berada di rumah sakit, keadaannya cukup stabil untuk dilakukan tindakan lebih lanjut oleh dokter, namun sampai sekarang Xiaoting belum juga bangun dari tidur panjangnya. Xiaoting dinyatakan koma oleh dokter, dan sekarang tergantung kepada takdir dan seberapa besar keinginannya untuk kembali kepada orang-orang yang ia cintai.

Yujin kemudian ikut beranjak dari tempat duduknya.

“Eonnie, mau ke mana?” Tanya Mashiro.

“Aku mau mencari udara segar di luar..” Jawabnya.

“Hati-hati Eonnie..” Yujin pun mengangguk.

***

Kini ia berada di taman yang ada di Rooftop rumah sakit.

Di sana ia bisa melihat Kota Seoul dari ketinggian, mengingatkannya pada tempat tinggal pertamanya waktu ia pertama kali pindah ke Seoul bersama Xiaoting.

“Xiaoting, pemandangan di sini tidak jauh beda dengan pemandangan di depan rumah kita dulu…” bisiknya.

 

Flashback

“Xiaoting, sudah malam mengapa kamu masih di luar?”

“Coba kamu lihat Eonnie, pemandangan dari sini bagus sekali..”

Yujin kemudian melihat ke kejauhan.

“hanya lampu-lampu, apanya yang bagus?”

“Sini, duduk di sebelahku..”

Yujin pun menuruti permintaan Xiaoting.

“Sekarang pejamkan matamu dan hirup udara sebanyak-banyaknya lalu lepaskan…” Yujin masih menuruti Xiaoting. “Sekarang kamu buka matamu, Eonnie…” Yujin lalu melihat pemandangan di depannya. Xiaoting benar ketika perasaan kita lebih tenang pemandangan yang ia lihat jauh terlihat lebih indah.

“Sekarang apa yang kamu lihat..” Tanya Xiaoting lagi.

“Masih lampu-lampu, namun kini aku melihat lampu-lampu yang berbeda-beda warna itu menyatu menjadi warna baru yang membuat pemandangan Seoul tampak indah jika dilihat dari sini.”

Xiaoting tersenyum mendengar jawaban Yujin.

“Sepertinya kita memiliki rumah dengan posisi terbaik di kota ini..” ucap Xiaoting sambil masih melihat pemandangan di depannya.

"Jika maksudmu definisi rumah terbaik adalah rumah yang terletak di lantai 3 rooftop milik orang lain, dengan hanya memiliki satu ruangan dengan kamar mandi terpisah, then yess.. rumah kita adalah rumah terbaik yang ada di Seoul..”

“hahaha...  tapi aku bahagia..” ucap Xiaoting.

“Kamu bahagia?” Tanya Yujin lagi

“Ya, aku bahagia, bisa melihat pemandangan ini setiap hari dan bisa duduk bersamamu seperti ini, tidak ada perasaan lain yang aku rasakan selain perasaan bahagia…”

“Aku juga..”

“Kamu Juga Eonnie?”

“Hmm.. sayang karena terlalu banyak cahaya dari lampu-lampu itu kita tidak bisa jelas melihat bintang dari sini..”

“Kalau begitu aku akan membuatkanmu rumah yang terletak dekat gunung, supaya kamu bisa melihat bintang dengan jelas..”

“Tapi aku tidak akan bisa lagi melihat pemandangan kota..”

“Aku akan mencarikan lokasi dimana kamu bisa melihat keduanya…”

Yujin kembali tersenyum mendengar jawaban Xiaoting.

“Untuk bisa membuatkanku rumah seperti itu, kamu harus rajin belajar..”

“kamu tidak melihat nilai-nilaiku Eonnie? Dengan nilai-nilaiku itu, besok jika aku langsung mendaftar ke universitas pun aku pasti akan langsung diterima..”

“Ckckck.. kamu harus mengurangi sikap sombongmu itu jika ingin menjadi orang sukses..”

“Aku lihat banyak orang sukses yang sombong.. aku mau seperti mereka saja..”

Yujin hanya menggelengkan kepalanya mendengar komentar sahabatnya itu.

“Tidak jadi deh, jika aku sombong nanti Eonnie tidak mau dekat-dekat denganku lagi..”

“kata siapa? Aku hanya perlu memukul kepalamu untuk mengingatkanmu.. aku tak mungkin jauh-jauh darimu.”

Kini giliran Xiaoting yang tersenyum mendengar perkataan Yujin.

“Oh yah Eonnie..” Xiaoting kemudian mengambil sesuatu di saku celananya. “Ini untukmu..”

“Cokelat?”

“Yap, aku mendapatkannya dari Dayeon, orang tuanya baru pulang dari Paris. Coba makan Eonnie, kamu pasti belum pernah mencoba cokelat dari luar negeri..”

“Sombong sekali..” ucap Yujin sambil menekuk wajahnya. Ia kemudian memakan cokelat pemberian Xiaoting.

“Bagaimana rasanya?” Tanya Xiaoting.

“Umm rasanya seperti… cokelat. Alias tak ada bedanya..”

“Yaaah.. kamu saja yang tidak bisa membedakan. Rasanya beda Eonnie, rasa manisnya berbeda dengan cokelat buatan Korea.”

“Oke.. Oke.. terserah kamu saja..”

Xiaoting kemudian menghela napasnya.

“Eonnie… aku ingin ke Paris..”

“Jika kamu berhasil menjadi arsitek, akan mudah untuk kamu ke sana..”

“Apakah kamu akan ikut denganku?”

“Jika kamu ajak, aku pasti akan ikut. Aku akan membawa kameraku, pasti banyak objek menarik di sana..”

“Aku akan membelikanmu kamera baru agar fotomu jauh lebih bagus..”

“Hmm.. aku tidak akan menolak..”

“Dan aku bisa menjadi foto modelmu, tenang kamu tidak perlu membayarku..”

“Boleh juga..”

“Bagaimana kalau kita menetap saja di sana? Bagaimana kalau aku membangun rumah untukmu di sana?”

“Apakah di sana aku bisa melihat pemandangan bintang dan pemandangan kota sekaligus?”

“Berarti kita harus tinggal di dekat gunung?”

“Bagaimana kalau jangan Paris? Kita pindah saja ke Swiss..”

“Idemu bagus juga, Eonnie…”

“Hahaha.. Xiaoting, kamu benar-benar harus giat belajar..”

“Tenang saja Eonnie, aku akan mewujudkan mimpi-mimpi kita..”

Yujin kemudian menyandarkan kepalanya ke bahu Xiaoting.

“Kamu tidak sendiri, aku juga akan bekerja keras untuk mewujudkan mimpi-mimpi kita..”

“Kalau begitu kita berjuang bersama Eonnie..”

“Hmm.. tapi kamu harus janji..”

“Janji apa?”

“Kamu harus selalu ada di sisiku..”

“Aku tidak berencana kemana-mana Eonnie.. kamu harus siap selalu aku buntuti.. Ha Ha..”

“Ckckck… Hmm Xiaoting… sepertinya aku melihat bintang…”

“Di mana Eonnie?”

Yujin kemudian menunjuk titik terang yang berdiri sendiri di hamparan langit yang luas.

“Dari semua bintang yang ada, hanya ia yang dapat terlihat..” Komentar Xiaoting.

“Such a fighter..” Jawab Yujin.

Xiaoting kemudian tersenyum mendengar komentar Yujin.

 

End of Flashback

 

“Xiaoting, apakah kamu ingat mimpi kita? Kamu tetap harus hidup untuk mewujudkannya.. kamu sudah janji padaku..”

 

Yujin kemudian memejamkan matanya, ia kemudian menarik napasnya dalam-dalam dan perlahan ia hembuskan kembali, setelah itu ia kembali membuka matanya. Ia kemudian mencoba melihat pemandangan di depannya.

 

“Tidak berubah, Ting. Pemandangannya tidak berubah menjadi indah karena tidak ada kamu disisiku..”

 

Lagi, Yujin menitikan air matanya.

 

***

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
sclocksmith #1
Chapter 18: Udah lama nggak komen di sini. A great, beautiful story! Berasa naik turun pas baca tiap chapternya. Perjalanan dan perjuangan yang nggak mudah buat mereka. Epilognya merupakan penutup yang sempurna. Semoga setelah ini masih ada lagi cerita xiaojin yang lain. Terima kasih banyak buat ceritanya. I love you!
Dashi456 #2
Chapter 18: Epilogue-nya 🤧🤧🤧 makasih author 😊
Mollu_Yanz #3
Chapter 1: Can someone please translate it in English ಥ_ಥ
Antoowizone #4
Chapter 18: Benar2 luar biasa, aku ingin menangis membacanya, pesan yabg bisa aku ambil dari fiksi ini adalah hal baik akan selalu berputar di sekitar orang-orang baik. Yujin yg sejak kecil dengan tulus menjaga dan menyayangi Xiaoting menciptakan seorang Shen Xiaoting yang luar biasa, Xiaoting yang akhirnya membalas semua kebaikan dan cinta Yujin berkali-kali lipat. They really deserve each other. Aku tahu ini sudah di akhir cerita, namun aku masih merasa ingin terus menerus menyaksikan kisah Xiaojin versi Freeze The Moment mu ini,hehe. Terima kasih author, aku akan menunggu ceritamu selanjutnya.
Iamreader #5
Chapter 18: My heart is full.. Thank You Author-nim.. 💗
PLAPLE #6
Chapter 18: OMG!!!!
THIS WAS PURE PRRFECTION!!!!
This epilogue showed so much of their complicity and romance but also their relationship with family and the overcome of crisis and fears!
I loved it and I feel so attached to this story!!!
Your story made my days happier and I saw myself waiting for an update every week!!!
I am a huge fan 😂😂
Thank you so much for this and I hope you keep writing amazing xiaojin stories as you always do!!
Freeze the moment was an amazing journey and it's my favorite au of all times!
Thanks again
Dashi456 #7
Terima kasih authornim.. ending yg membahagiakan 🤧 aku akan sabar menunggu epilogue nya. Terimakasih
PLAPLE #8
Chapter 17: I am so emotional right now!
I've accompanied this story since the first chapter and come to the last one is so amazing for me. The development of the characters was so well done and I could really see the growth in them but still see their aura being preserved!
so happy xiaojin could end up together and that yujin is taking care of her mental health! I loved the ending!
Thank you so much for always being a diligent writer that writes with so much passion and care!!! I saw myself waiting EVERY WEEK for an update of your AU and I can proudly say I'm a huge fan of your work!
You write too well!
I'll be waiting for a new XiaoJin AU from you :))
thanks for this amazing story and I'll look forward to the Epilogue ♥️
Antoowizone #9
Chapter 17: Hii, aku selama ini adalh silent reader, ingin mengucapkan terima kasih atas karyanya.. aku sangat suka Xiaojin dan cerita author membuat kerinduanku pada mereka cukup terobati.. aku sangat suka alur ceritanya, aku iri dengan hubungan yang dimiliki oleh Xiaoting dan Yujin, hubungan mereka menurutku sangat pure, dari kecil tumbuh bersama dan kemudian menjadi dewasa bersama. Di awal cerita aku merasa kasihan karena Yujin dan Xiaoting dipaksa menjadi dewasa sebelum waktunya karena keadaan yang memaksa, tapi aku bangga pada mereka yang bisa jadi tumbuh menjadi manusia yang luar biasa. jadi akan sangat mengecewakan jika di akhir cerita mereka tidak bisa bersama, maka dari itu terima kasih author, telah menyatukan mereka di akhir cerita, karena memang sudah seharusnya mereka bersatu.. maaf komentarku kepanjangan karena aku sangat menikmati ceritamu. Aku akan terus menunggu karyamu selanjutnya. Dan ditunggu epilogue nya. Sekali lagi terima kasih Author 😊
Yme265 #10
Chapter 17: Nice ending! You the great writer, keep the good work. I will keep support your next story if you still writing. Hope your life be happy too. Thank you