My Perfect's Yeobo

My Perfect's Yeobo

Bandara Internasional Incheon, pukul 16.20 PM.

     Cuaca mendung menambah hawa dingin kota seoul yang baru saja akan memasuki awal musim dingin. Kaca-kaca besar yang mengelilingi setiap dinding bandara terlihat mulai berembun. Hampir seluruh para calon penumpang maupun pengunjung yang baru memasuki area bandara mengenakan jaket tebal. Tak sedikit pula diantaranya yang masih mampu menahan hawa dingin dengan mengenakan rok pendek berlapis lagging tipis demi kepentingan mode. Beraneka macam model rambut, pakaian, hingga tas-tas lucu membuat mereka merasakan trend baru yang lagi Hits, yaitu Airport Style. Walaupun langit tidak sedang cerah, ada saja yang masih mengenakan kacamata hitamnya saat sedang duduk diruang tunggu. Dan kini, Han Anna, begitulah panggilan gadis manis berambut lurus sebahu dengan setelan celana jeans dan kaos Mickey berwarna hitamnya memperhatikan setiap orang yang baru memasuki gerbang utama Bandara Internasional Incheon.

     Han Anna masih duduk diatas koper sambil memegang susu kotak dan sesekali meminumnya sembari menunggu jemputan. Ini merupakan susu kotak ketiga yang ia habiskan sejak kedatangannya satu jam yang lalu. Beberapa kali ia celingukan memperhatikan beberapa mobil yang berhenti tepat didepannya. Tapi tak seorangpun yang datang menghampiri untuk menjemputnya. Waktu sudah menunjukan pukul setengah enam, dan awan hitam kini mengeluarkan isinya. Hujan deras membuat orang-orang yang baru tiba berlarian masuk kedalam area bandara, tak terkecuali Han Anna. Dengan wajah frustasi Han Anna memakai jaket khaki yang sejak tadi ia kalungkan dilengan kanannya. Dari kantong jaket sebelah kiri, dengan kasar ia merogoh kantong untuk mengambil ponsel dan mendial nomor 1. Panggilan tersambung pada seorang lelaki yang sangat dicintainya.

     “Oppa~ Neo eodiso?.. Eo~..Araseo.. Palliwa”[1]

     Anna kembali meminum susu kotak keempat hingga habis tak tersisa, sudah 15 menit ia menunggu sejak ia menelepon kakak laki-lakinya. Kini Anna sudah tidak sabar lagi, ia berjalan mendekati sebuah taxi sambil mengirim pesan singkat ke nomor yang sama bahwa ia akan pulang sendiri. Tapi saat hendak masuk kedalam taxi, tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya.

     “Yeobo~[2]

 

***

     Park Junjin segera mengemasi barangnya saat mendapat pesan dari Han Tae Hoon kalau Han Anna sudah kembali ke Seoul. Seperti baru mendapat air hujan dimusim kemarau, Junjin meloncat kegirangan. Pakaian beserta keperluan lainnya ia jejal kedalam koper, tak peduli tas itu akan muat atau tidak. Dan kini, setelah bagian pengambilan gambar dirinya selesai, ia langsung melesat ke Bandara Incheon meninggalkan lokasi shooting.

     Dengan senyum merekah, Junjin tak henti-hentinya bersiul kegirangan sembari melihat wajahnya dicermin. Ia membayangkan apa yang akan dikatakan Anna setelah melihat perubahan dirinya. Meskipun baru 6 bulan belakangan ia terjun kedunia hiburan, tapi kini ia adalah seorang selebritis. Ia berhasil membintangi 3 MV (Music Video) dan mendapat peran second man[3] dalam film layar lebar The Hunter yang baru akan dirilis bulan depan. Meskipun pendatang baru, tidak sedikit orang yang memuji bakat aktingnya. Terutama para pemain layar lebar yang kini shooting bersamanya. Mereka hanya mengatakan bahwa Junjin memiliki mata tersenyum saat dirinya tertawa hingga membuat tokoh lucu yang ada didalam cerita terasa hidup. Namun hal itu sudah mampu membuatnya begitu bahagia.

     Junjin meminta managernya, Lee Jiso, untuk menyetir lebih cepat saat jam menunjukan pukul lima. Ia sudah terlambat setengah jam. Lokasi shooting yang memang agak jauh dari Incheon adalah faktor utama yang tak dapat disangkal. Junjin memainkan jarinya dengan gelisah. Beberapa kali ia memperhatikan jalanan sembari menggigit bibir dengan rasa cemas. Takut saat tiba di Incheon ia tidak bisa menemukan sosok Han Anna, gadis yang sangat dicintainya. 

    Ia terlambat satu jam saat hendak menjemput Han Anna dibandara karena tiba-tiba hujan deras dan macet yang mengular sepanjang 2km. Saat tiba dibandara Incheon, ia langsung memasuki area bandara dan mencari Han Anna dideretan kursi tunggu. Namun gadis bertubuh mungil dengan beda 15senti dengannya itu tetap tidak bisa ia temukan. Junjin mondar-mandir dibandara hampir setengahjam lamanya hingga ia memutuskan untuk menelepon Han Tae Hoon untuk menanyakan apakah Han Anna sudah tiba dirumah. Naas, ternyata gadis itu belum tiba dirumah.

     Saat dirinya berada diarea depan bandara, tiba-tiba terdengar suara seorang wanita yang dikenalinya sedang mencegat taxi. Seketika itu Junjin berlari dan menghampiri wanita itu.

     “Yeobo~

     Memang benar, saat wanita itu berbalik ternyata Junjin bisa mengenali Han Anna, gadis cantik yang sudah satu tahun belakangan ia nikahi. Junjin tersenyum gembira karena istrinya masih terlihat sama seperti terakhir mereka bertemu. Rambut yang dulu panjang kini dipotong sebahu. Matanya yang besar dan pipi chubby yang mulus semakin menambah pesonanya. Meskipun Han Anna lebih tua dua tahun dibanding dirinya yang kelahiran tahun 1989, namun wajah Baby Face gadis mungil penyuka MickeyMouse itu membuatnya masih terlihat seperti anak SMA. Wajah putih mulus dengan hidung mancung yang tidak terlalu tinggi, serta lipatan mata yang indah yang jarang dimiliki oleh orang korea pada umumnya membuat Han Anna terlihat berbeda. Bagaimanapun ia hanya lahir dikorea, tidak berarti membuatnya harus menjadi seperti orang korea.

     Wanita yang dikenal Junjin sebagai Han Anna itupun mengerutkan kening saat melihat Junjin ada dibelakangnya.

     “Nuguseyo?” Tanya Han Anna dengan bahasa korea yang sangat fasih.

     Junjin tersenyum. Ternyata istrinya memang tidak mengenalinya setelah enam bulan lamanya tidak bertemu. Banyak perubahan yang telah ia alami selama menjadi seorang Hallyu Star[4]. Baik fisik maupun mental.

     “Yeobo~ Neo weire~.[5] Ujarnya dengan nada bicara khas orang korea pada umumnya saat mendengar gumaman Han Anna. Dengan bahasa tubuh yang mengisyaratkan bahwa ini bukan saatnya bercanda, “Ayo kita pulang” sambung Junjin sambil merangkul pundak Han Anna. Ia masih tak mempedulikan perkataan Han Anna.

     “O? Kau bisa bahasa Indonesia?” Han Anna meyakinkan bahwa ia tak salah mendengar ucapan lelaki yang ada didepannya. Junjin mengangguk sambil tersenyum gembira. Membuatnya begitu terpesona, setidaknya untuk pertamakalinya Anna melihat sosok Junjin dengan cara yang berbeda.

***

JunNa’s Apartment, 9.30PM

     Han Anna menjatuhkan dirinya diatas sofa yang tidak terlalu besar dan hanya cukup untuk dua orang. Sesekali memukul kedua kaki secara bergantian, melepas penat yang sejak tadi menjalari kakinya. Ia melirik Junjin yang baru saja masuk dengan membawa koper dan tas miliknya. Merapikan sandal dan mengangkat koper dengan sedikit tergopoh. Maklum, apartment mereka terletak di lantai tiga yang agak jauh dari lift.

     “Aku hampir saja tidak mengenalimu, Junjin-ah” Anna mencoba membuka pembicaraan ketika Junjin keluar dari kamar. Masih dengan memukul ringan kedua kakinya.

     Lelaki itu tersenyum. Senyum yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Senyum yang terlihat bergairah dan penuh semangat. Berbeda sekali dengan senyum-senyum yang pernah ia lihat sebelumnya. Entah kenapa sekarang terlebih lebih… uhmm…mempesona.

     “Kenapa kau menelpon TaeHoon hyung dan tidak langsung menelponku?”

     Anna mengangkat bahunya, “Entahlah.”

     “Mungkin karena hanya TaeHoon oppa yang terpikirkan olehku setibanya di Seoul.” Tambahnya dengan nada santai. Membiarkan tubuhnya merosot dibadan sofa.

     Junjin berdecak kesal, “Kau ingin bilang kalau kau tidak ingat padaku?”

     Anna tersenyum licik, “Sepertinya kau sangat mengenaliku dengan baik, Junjin-ah.

     Junjin berjalan kedapur, mengambil teko dan menuangkan segelas air kedalam gelas. Mendengar perkataan Anna barusan benar-benar membuat kerongkongannya nyaris kering. Gadis ini, selalu saja berhasil membungkam mulutnya.

     “Junjin-ah, sejak kapan kau membeli lukisan ini?”

     Anna terlihat menghampiri sebuah lukisan kucing dengan gaya tiga dimensi. Lukisan yang benar-benar terlihat hidup itu dibelinya dengan harga $1500. Barang yang di dapatkannya ketika tidak sengaja mengunjungi salah satu toko di Taiwan. Sebelumnya ia sempat berpikir membeli kucing untuk menemani waktu senggang diapartment. Tapi mengingat Anna yang begitu benci dengan kucing maka ia memutuskan untuk membeli lukisannya saja.

     “Minggu lalu.”

     Anna melirik tajam Junjin yang kini menghampirinya, “Kau tahu aku benci kucing. Lalu kenapa kau membelinya?”

    Junjin berdecak tak suka, “Cih, Kau pikir aku suka melihat ruangan ini dipenuhi dengan pernak-pernik MickeyMouse. Lihat pintu kamarmu, disana ada gantungan Anna’s Room bergambar Mickey. Didinding ada jam Mickey, di lemari kaca ada vas Mickey, di kamar ada bantal, guling, selimut, dan sprai Mickey. Belum lagi baju dan kopermu juga Mickey. Lihat bantal yang ada disofa itu, itu juga Mickey. Dimana-mana ada Mickey. Kepalaku pusing setiap hari melihat Mickey. Kau ingin membuatku seolah menikahi anak umur 5tahun,hah?” tuding Junjin dengan menunjuk-nunjuk semua barang yang disebutnya.

    “Cih…”, Anna melipat kedua tangannya didepan dada, memicingkan kedua mata besarnya dan memperhatikan tingkah Junjin dengan seksama. “Kenapa kau lebih terlihat cerewet sekarang?”

     “Aku? Kapan? Aku bahkan memulainya”

     Anna menyeringai, belum memulainya?!

     Selalu, selalu seperti ini. Lelaki bodoh itu selalu ada cara untuk mencari gara-gara dengannya. Sambil memegang tengkuk leher yang mulai nyeri, Anna kembali kesofa, menghempaskan tubuhnya yang tiba-tiba menjadi lebih ringan dari sebelumnya. Masih mencoba menahan emosi yang sedang beranjak naik ke ubun-ubun. Anna menghujam Junjin dengan tatapan tak suka. Bagaimanapun lelaki itu pernah berjanji untuk menahan diri agar tidak memperdebatkan hal-hal yang sepele. Kemungkinan yang akan membuat mereka beradu mulut atau bahkan bertengkar.

     “Kenapa?”

     Anna melempar bantal MickeyMouse nya keatas meja. Kesal.

     “Kenapa kau bilang? Auuuhh… kenapa aku harus mendengar rengekanmu dan berpikir untuk kembali ke Seoul. Kehidupanku di Indonesia bahkan lebih nyaman dari pada di apartment kecil seperti ini!”

     “Kau menyesal menikahiku,hah?”

     Anna mengerjap, memastikan apa yang didengarnya memang benar-benar keluar dari mulut pria bodoh itu. Ini benar-benar bukan Junjin yang dikenalnya. Tingkah lelaki itu kini lebih terlihat sedikit berlebihan dari biasanya. Anna membusung dada, “Benar! Kau begitu keras kepala dan menyebalkan. Kenapa aku mau menikah dengan laki-laki yang bahkan tidak bisa mengerti aku dengan baik. Kau benar-benar membosankan, junjin-ah!”

     Junjin tersenyum menang, “Cih, menyesalpun percuma saja. Kau sudah menjadi istriku.”

     “Tapi aku masih bisa menceraikanmu! Mungkin saja setelah debut aku bisa menikahi choi siwon yang tampan itu.” Sahut Anna dengan nada santai.

     Choi siwon, member Super Junior, lelaki yang selalu disebut-sebut Anna sebagai pria idamannya. Lelaki yang pernah diimpikan gadis mungil itu untuk menjadi suaminya. Siapa yang bisa menolak pesona lelaki setampan dia. Tidak hanya tampan, dia juga tinggi, memiliki lesung pipi yang memikat, berotot, dan begitu bersinar. Kalau bukan karena Choi Siwon, Anna tidak mungkin menjadi stalker Super Junior semasa SMU. Menggiring Junjin kesana kemari dan memaksanya untuk menabung jika kebetulan Super Junior konser diluar kota.

     Junjin melotot. Tak percaya pada apa yang didengarnya.

     “Wah, kau hebat sekali Han Anna. Kau bahkan masih bisa memikirkan bagaimana kehidupanmu setelah menjadi janda Park Junjin” sahut Junjin dengan nada putus asa.

     “Gadis semanis aku sangat sayang jika hanya menghabiskan umur bersama lelaki cerewet sepertimu.”

     Tawa Anna pecah. Melihat ekspresi kesal Junjin adalah kepuasan batin tersendiri untuknya.

***

     Anna duduk diatas kasurnya masih dengan mata terpejam, menggaruk kepala dan sesekali mengerjap ketika pantulan matahari menyentuh wajahnya. Junjin, lelaki yang baru dinikahinya itu sudah menyibak horden dan berdiri didepan jendela dengan berkacak pinggang. Seakan sudah siap untuk mengeluarkan ocehan yang sangat membosankan.

     “Yeobo~ ireona…![6]

     Anna merasakan guncangan hebat di bahunya. Tapi ia tetap tak beraksi, seolah ingin mengembalikan seluruh nyawa yang belum terkumpul semua.

     “Iraedo an-ireona?”[7]

     Junjin kembali mengguncang tubuh Anna dengan kuat. Membangunkan macan betina yang sedang tidur benar-benar bukan ide yang bagus.

     “YAAAA!!” Anna menjerit sejadi-jadinya. Tidak suka ada orang yang mengganggu minggu paginya.

     Junjin tertawa kecil dengan nada keheranan, “Neomu sorijireunda… jinjja…[8]

     Anna hanya berdesis kesal lalu kembali menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur dan menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya. Bagaimanapun ini adalah hari minggu dimusim dingin, tidak ada aktifitas paling menyenangkan selain berhibernasi ditempat tidur yang hangat. Lagipula ia masih lelah karena baru tiba dari perjalanan jauh kemarin.

     “Aaaauhh… ireonajom![9] ujar Junjin tak peduli.

     Hawa sejuk musim dingin seakan siap membekukan sendi-sendinya ketika Junjin menarik selimut dari tubuhnya. Bagaimanapun, ia hanya menggunakan piyama dengan celana pendek. Anna menarik selimutnya lagi dan dengan malas ia bergumam, “Sirheo… oneul naega indonesia katda waseo…[10]

     Rasanya ia baru tidur kurang dari empat jam, tapi lelaki bodoh itu masih saja mengganggu tidurnya seperti orang kesetanan.

     “Baphaejwo!”[11]

     “Mwo bap-iya…”[12] sahut Anna malas masih dengan mata terpejam.

     Junjin menyeringai. Masih berpikir apa yang dilakukan istrinya. Bagaimana mungkin seorang istri masih ditempat tidur ketika suaminya sudah bangun dan meminta sarapan pagi. Perutnya sudah tidak bisa ditoleransi lagi untuk mendengar gumaman gadis malas ini. Ia kelaparan.

     “Ige buin-iya…!”[13] gerutu Junjin tak percaya.

     Anna menyunggingkan senyum mendengarnya. Lalu mendudukan tubuhnya dengan susah payah, bagaimanapun energinya belum sepenuhnya pulih setelah berjam-jam hanya duduk diam di pesawat, membuat tulang-tulangnya kaku. Dan sekarang lelaki bodoh ini dengan kasarnya membangunkan tidur lelapnya dan berteriak minta makan. Lucu sekali!

     Anna mengucek mata dan membuka matanya perlahan, di depannya sudah ada Junjin yang duduk ditepi tempat tidur. “Tadi malam aku membuka kulkas, tapi disana tidak ada apa-apa. Kau pikir aku bisa masak apa? Batu?”

     Junjin mengecutkan bibir, “Karena itu kau harus bangun pagi-pagi dan pergi ke supermarket.”

    “Sirheo!” tukas Anna. Berniat kembali menjatuhkan kembali tubuhnya keatas tempat tidur. Tapi Junjin sudah lebih dulu menahannya, Junjin menahan leher Anna agar tidak menyentuh bantal dan menyembunyikan diri lagi untuk waktu yang lama.

     “Yaaa~”

    Anna memukul tangan Junjin. Lehernya terasa sakit karena kuku Junjin seakan menancap dalam dikulitnya. Ia membuka mata dengan paksa.

    “YAAA!” teriakannya menjadi lebih kencang ketika melihat wajah Junjin hanya berada beberapa senti dari wajahnya. Mata besarnya terbuka lebar seperti hendak melompat keluar.

     Anna mendorong wajah Junjin dengan keras, membuat lelaki itu terjungkal kebelakang dan jatuh dari tepi tempat tidur.

     “YAAAA!! Kau kasar sekali!

***

     Anna baru keluar dari kamarnya setelah selesai mandi dan berganti pakaian. Sedang Junjin masih sibuk mengotak-atik remot tv mencari channel yang bisa menyita perhatiannya. Ia bosan.

     “Syupemateu kallae?[14]

     Junjin melirik Anna sekilas, “Syupemateu?”[15]

     “Eo… Meogeul geotdosago…”[16]

     Junjin nampak berpikir sejenak. Tapi beberapa detik kemudian, “Okay!

 

     Anna mengikuti Junjin memasuki area supermarket yang berada tidak jauh dari Apartmentnya. Junjin nampak celingukan sembari menutup wajahnya dengan telapak tangan. Tapi sungguh, itu benar-benar tidak membantu. Wajahnya terlalu besar untuk disembunyikan di balik tangan dengan jari-jari panjangnya.

     “Kenapa kau terlihat khawatir?”

     “Tidak ada yang akan mengenaliku kan?”

     Anna tersenyum meledek, “Auuuh… Kau berlagak seolah bintang besar saja.”

     “Aku memang bintang besar!”

     Junjin memprotes sekenanya.

     Gadis itu, pasti sedang menganggapnya bercanda. Bagaimanapun ia belum mengatakan pekerjaannya yang sebenarnya. Ia masih ragu, apakah ia harus mengatakannya atau tidak.

      “Lebih besar mana dari Lee Min Ho?”

     Junjin meneguk liur dengan paksa. Benar sekali, berdebat dengan Anna benar-benar ide buruk. Gadis itu selalu saja membuatnya kehilangan kata-kata. Bagaimana mungkin dirinya dibandingkan dengan aktor besar seperti Lee Min Ho. Ia baru debut enam bulan belakangan dan baru berhasil membintangi beberapa iklan, model MV dan satu film layar lebar. Sedangkan Lee Min Ho, dia adalah aktor besar. Memiliki seribu pesona untuk memikat para remaja dan ibu-ibu. Sedangkan dirinya, bisa memikat Anna saja sudah beruntung.

     “Uhmmm… itu…” Junjin tergagap. “Yaa! Bagaimana mungkin kau membandingkanku dengannya.” Bentak Junjin tiba-tiba. Berharap hal semacam ini tidak perlu dilanjutkan. Sungguh, ia tidak bisa memikirkan hal lain selain mengalihkan pembicaraan ke hal apapun.

     Anna memicingkan mata, menatap Junjin dengan tajam, “Kalau begitu lebih baik tutup mulutmu!” tukas Anna sambil menarik tangan Junjin masuk kedalam. Tidak mau mendengar bualan tidak bermutu dari suami bodohnya.

     Anna mengambil troli berukuran sedang. Berjalan menyusuri meja-meja besar yang berisi sayuran segar. Ia mengambil wortel yang terbungkus rapi dan beberapa sayur-sayuran hijau untuk ditumis. Sedangkan Junjin menyibukan diri untuk memilih beberapa buah-buah sebagai pencuci mulut.

    Setelah satu jam lebih berkeliling untuk memenuhi isi kulkas sampai satu minggu kedepan, mereka meluncur kemeja kasir dan beralih ke toko lainnya untuk membeli perabot rumah.

     “Mwohae?”[17]

    Junjin berbalik ketika mendengar seseorang menegurnya. Ditangannya sudah ada sepasang sandal rumah dengan gambar doraemon. “Ouuh… kwiyowo, yeobo…”[18] Junjin memperlihatkan sandal ditangannya.

     Anna mendelik, “Apanya yang lucu?”

    Junjin mengecutkan bibir dan menaruh kembali sandal itu ketempatnya. Sementara Anna masih melihat-lihat sandal apa yang diinginkannya. Assa… ia menemukan sandal couple dengan kepala Mickey dan Minnie. Junjin terlihat tidak gembira. “Kita ambil yang ini saja!” putus Anna sepihak.

    Junjin benar-benar tak habis pikir, kegilaan Anna pada Mickey Mouse sungguh tidak masuk akal. Gadis itu membenci hewan berbulu, bukankah tikus juga berbulu? Tapi hal apapun yang berbau Mickey Mouse pasti tidak akan pernah luput dari perhatiannya. Seperti halnya sekarang. Sandal, keset, gelas, piring, handuk, sampai celemek bergambar Mickey Mouse pun tak lupa dibelinya. Memang apa bagusnya hewan menjijikan itu? Istriku benar-benar gila.

     “Yeobo~ ppalliwabwa khenilnatseo…”[19] teriak Junjin tak sabar ketika Anna tak henti-hentinya berkeliaran. Melihat-lihat barang dengan mata bersinar.

     “Jamkkanman”[20]

    Junjin menarik nafas berat. Kegiatan ini lebih melelahkan dari pada melakukan sesi tanda tangan untuk 300 fans. Junjin menghempaskan tubuhnya ke kursi yang berada disamping kasir. Memperhatikan Anna berpindah dari satu rak ke rak lainnya. Mencari barang-barang yang entah diperlukannya atau tidak. Gadis itu, entah mendapat energi dari mana hingga sanggup mengitari toko berjam-jam.

     Junjin mulai putus asa. Ia memutuskan untuk menghampiri Anna melihat-lihat perabot meskipun kakinya benar-benar hampir copot. Beginikah rasanya menemani seorang wanita berbelanja? Rasanya benar-benar seperti ingin mengamputasi kaki sendiri.

     Anna mengambil lampu hias sembari tersenyum memperlihatkannya pada Junjin, “Noheuseyo~”[21] ujar Junjin sambil menarik pundak Anna agar segera menyingkir dari situ. Anna hanya mendelik sekilas lalu kembali berlalu ketempat lain. Benar-benar membuat Junjin frustasi.

     “Aaaauuuh… yeobo! Himdeureo jugoate![22]

     Anna nampak tak peduli mendengar jeritan pilu Junjin. Ia masih asik melihat-lihat perabot yang dirasa unik, “Junjin-ah, igeobwa-yo~”[23]

     Dengan suara sedikit menekan dan memaksa, “Na himdeuro! Ppalliwa!”[24]

***

     Junjin meloncat kesofa bibir favoritnya setelah membantu Anna merapikan barang belanjaan. Lelah sekali. Berkeliaran disekitar Apgeujong untuk membeli semua kebutuhan bulanan. Berjalan dari satu toko ke toko lainnya dengan kantung plastik yang terisi penuh. Untunglah mobil CRV yang baru bulan lalu dibelinya cukup besar untuk menampung semua ‘harta karun’ yang ditemukan Anna.

     Ada satu hal yang membuatnya terheran-heran. Gadis itu, sungguh berbeda. Anna begitu gembira ketika diajak berbelanja ke swalayan atau toko perabotan rumah, tapi sangat anti untuk masuk ke toko baju atau toko kosmetik. Toko yang seharusnya menjadi surga dunia bagi para wanita seumurannya.

     Sekali, hanya sekali ia pernah melihat Anna memakai riasan. Itupun hanya pada saat hari pernikahan Han Tae Hoon. Gadis itu berias dengan make-up tipis. Hanya memakai bedak, eyeliner, lipstick berwarna pink pudar dan pemerah pipi yang sangat tipis. Make-up standar yang biasa digunakan para remaja disekitar Hondae[25]. Tapi saat Anna memakainya, entah kenapa dimatanya Anna begitu mempesona.

     Anna bukan lagi gadis biasa dimatanya ketika ia duduk dibangku kelas 1SMA. Masa dimana ia bisa mulai memikirkan hal-hal terumit sepanjang hidupnya. Berpikir untuk melakukan pekerjaan paruh waktu untuk sekedar membeli seikat bunga disaat Anna resmi melepas status sebagai pelajar di Jeonju Arts High School.[26] Mengucapkan selamat karena Anna sudah lulus dengan predikat ‘Achievement Award’  ditangannya dan berhasil masuk ke universitas Deongguk jurusan Seni.

     Sejak hari itu ia baru menyadari kalau Anna bukan lagi gadis biasa yang harus selalu ia ganggu, bukan lagi gadis biasa yang harus selalu ia ajak bedebat —hal-hal kecil yang sering ia lakukan hanya untuk melihat ekspresi kesal Anna. Tetapi gadis istimewa yang harus dilihatnya setiap hari, gadis istimewa yang harus menghabiskan hidup bersamanya, gadis istimewa yang harus menjadi belahan jiwanya. Gadis yang selalu memaksanya membukakan bungkus permen lollipop atau membuka tutup air mineral. Hal yang akan ia lakukan dengan senang hati  bahkan disaat tangannya mulai menua.

     Anna melirik Junjin yang asik mengobrol dengan seseorang. Tidak jarang lelaki itu tersenyum lalu terkekeh. Seperti sedang mengobrol dengan seorang wanita.

     “Junjin-ah, kau sedang apa?”

     Junjin melirik Anna, “Tidak sedang apa-apa.”

    “Nanti ku telpon lagi” junjin mengakhiri percakapan telpon. Menatap layar ponsel dengan senyum merekah. Sikapnya mencurigakan sekali.

     “Kau bicara dengan siapa?”

     “Huh? Bukan siapa-siapa. Hanya seorang kenalan.”

     “Apa aku mengenalnya?”

     Junjin tidak menjawab. Lalu kembali melirik layar ponsel ketika terdengar bunyi seperti pesan singkat. Bunyi yang sama seperti yang digunakan Anna. Lagi, lelaki bodoh itu tersenyum ketika menatap layar ponsel. Seperti ada sesuatu yang disembunyikannya.

     Berusaha mencari perhatian, “Oooouuh… himdeuro~”[27]

     “Wae? Wae himdeuro?”[28]

     Junjin berjalan kearah dapur. Melihat hal apa yang menyulitkan gadis itu. Mengupas apel?

     “Apanya yang sulit?” Junjin mengambil apel dari tangan Anna yang sudah terkupas saparuh. “Yaa~ ige mwoya?[29] Junjin terkekeh melihat daging buah yang ikut terbuang dikulit apel. Anna mengupasnya terlalu tebal.

     “Pekerjaan rumahmu benar-benar mengagumkan, yeobo~

     “Kau mengejekku?!”

     “Apakah tanganmu hanya terlatih untuk memukul dan menindasku?”

     Anna memicingkan matanya tajam, “Aiiiish… Jaga mulutmu! Aku sudah mengupasnya dengan baik”

     “Lihat ini…” Junjin tertawa kecil sambil mengangkat kulit apel yang terpotong kecil-kecil dan daging buah yang ikut terbuang bersama kulit. “Kenapa kulitnya sangat tebal? Kau ingin memberiku tulang buahnya saja?”

     Anna mendelik, membela diri, “Akhir-akhir ini banyak buah yang memakai pestisida. Akan lebih baik mengupasnya setebal ini”

     Anna menggaruk kepala bingung. Ia sudah merasa melakukan yang terbaik, tapi kenapa hasilnya bisa seburuk itu. Malu sekali rasanya.

     “Lihat, tadi apelnya masih besar, tapi setelah kau kupas kenapa jadi sekecil ini?”

     Anna mengecutkan bibir, ia merasa tersudut. Kenapa masalah sepele seperti itu pun harus diperdebatkan? “Geunyang meogo, huh?”[30] Bola mata Anna membesar diiringin dengan tekanan suara yang memaksa.

     Junjin meringset. Gadis itu, sungguh menakutkan. Reaksinya benar-benar sulit ditebak.

     “Sini, biar aku saja yang mengupasnya.”

     “Tidak perlu. Aku akan melakukannya sendiri!” Anna merebut pisau buah dari tangan Junjin.

     “Yaaa~ Hati-hati dengan tanganmu. Kau mengupasnya dengan cara yang salah. Kau bisa mengiris tanganmu sendiri!”

     Baru saja diingatkan, ternyata hal yang ditakutkan terjadi, “YAA!!”

     Anna meringis ketika darah segar mengucur dari telunjuk kanannya.

     “SUDAH KUBILANG BIAR AKU SAJA YANG MELAKUKANNYA. LIHAT, KAU MENGIRIS TANGANMU SENDIRI!” bentak Junjin.

     Junjin berlari masuk kedalam kamar, mengambil kotak P3K yang tersimpan dalam laci. Kemudian membawanya kehadapan Anna.

     Junjin menarik paksa tangan Anna yang terluka, “Ulurkan tanganmu!”

     Tapi gadis itu malah menepisnya. Makian Junjin tadi sudah cukup menyakiti hatinya. Ia tidak merasa baik sekarang.

     “Yaa! Ada apa denganmu? Lihat, darahmu terus mengucur keluar. Kau sedang memancing emosiku,hah?”

     “Aku bisa melakukannya sendiri! Berikan obat itu padaku!”

     “Lebih baik kau turuti apa kataku sebelum aku menghisap darahmu sampai habis, ho?”

     “Yaa!! Kau pikir setelah memperlakukanku seperti ini aku akan simpati padamu?  Kau salah, Junjin-ssi. Tingkahmu ini justru membuatku merasa jijik, kau tahu?”

     Junjin menatap Anna sesaat, berharap gadis itu menjadi anak baik dan membiarkannya melakukan apa yang seharusnya dilakukan. “Tidak bisakah kau mengikuti apa mauku tanpa harus memprotes dan memaki suamimu,hah?!”

     Anna memicingkan matanya, menatap Junjin dengan penuh rasa kesal kemudian melap lukanya kepermukaan meja dengan emosi. Mengambil langkah besar masuk ke dalam kamar.

     Gadis itu, selalu saja mengartikan setiap perhatiannya dengan cara yang salah.

 

Note:


[1] Kakak, kau dimana?.. ya.. baiklah.. cepatlah.

[2] Panggilan sayang untuk suami/istri

[3] Pria kedua dalam film (setelah tokoh utama pria)

[4] Bintang korea

[5] Yeobo~ kau kenapa~

[6] Yeobo, bangun!

[7] Kau masih belum mau bangun?

[8] Kau teriak keras sekali.. ya ampun..

[9] Cepat bangun kataku.

[10] Tidak mau… ingat, aku baru saja pulang dari Indonesia malam tadi…

[11] Buatkan aku makanan!

[12] Makanan apa maksudmu…

[13] Apakah ini tingkah seorang istri…

[14] Mau pergi ke supermarket?

[15] Supermarket?

[16] Ya.. kita bisa beli makanan…

[17] Sedang apa?

[18] Ooouhh.. yeobo, manis sekali…

[19] Yeobo, cepat kesini

[20] Sebentar

[21] Tolong di taruh lagi ya~

[22] Yeobo, aku sudah hampir mati kelelahan!

[23] Junjin, coba lihat ini~

[24] Aku lelah sekali! Cepatlah!

[25] Nama daerah yang biasa dijadikan tempat anak muda mangkal

[26] Sekolah menengah kejuruan Seni Jeonju

[27] Oooh… ini sulit sekali

[28] Kenapa? Apa yang sulit?

[29] Hei, ini apaan?

[30] Makan saja, huh?

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
layleb #1
Chapter 2: Lanjut thor, keren ceritanya