is it too late? 3
Multi Shot CollectionAgustus, 1995
Bocah lelaki berumur 6 tahun berlari dari ujung ke ujung, melewati barisan pakaian yang digantung dengan label harga tertentu di bagian atas rak besi. Taeyeon terus bergerak tanpa henti meskipun rasa lelah menggelitik lutut dan pergelangan kaki. Dia terlalu bersemangat dengan aktivitas di luar rumah seolah bibit kenakalan mulai tumbuh sejak dini. Taeyeon tidak banyak berbicara seperti anak seusianya tetapi dari cara dia meruncingkan tatapan mata yang disertai dengan seringai bodoh, orang awam pun tahu bahwa bocah lelaki itu tidak bisa dikelompokkan sebagai anak pendiam.
“Ouch!” Taeyeon berteriak merasakan sebuah tarikan pada daun telinga, tidak begitu kuat tetapi cukup sebagai tanda peringatan.
“Jangan lari sembarangan dan tetap berada di dekat ibu, mengerti?”
Dia menganggukkan kepala kemudian berjalan mengekor di belakang punggung sang ibu. Jangan tertipu, Taeyeon tetaplah Taeyeon. Dia tidak mudah menyerah apalagi tunduk terhadap larangan. Kepatuhan hanya kiasan belaka, cara untuk bertahan sejenak sebelum melarikan diri di waktu yang tepat.
Di saat Nyonya Kim terlena dengan diskon besar akhir bulan yang ditampilkan pada bagian khusus pakaian wanita, bocah itu tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk kabur mencari kesenangannya sendiri. Jari jemari kecilnya bermain-main, menarik dan mengintip satu per satu pakaian yang membungkus tubuh manekin. Dan ketika tangannya menyingkap rok bermotif bunga-bunga, dia heran melihat kain merah berbentuk segitiga yang ada di sana.
Plak!
“Aduh..” Taeyeon mengerang merasakan sakit yang tiba-tiba mendarat di atas ubun-ubun.
Dia menatap curiga pada patung yang sekilas mirip dengan manusia, kecuali pada bagian wajah yang terlihat seperti boneka barbie. Itu sama sekali tidak bergerak bahkan tidak juga berkedip jadi Taeyeon sangat yakin jika benda tersebut adalah patung manusia yang sempurna. Kali ini Taeyeon merendahkan posisi tubuhnya, berjongkok tepat di hadapan patung yang sama. Tidak bisa menahan rasa penasaran di dalam jiwa. Dengan hati-hati dia menarik ujung kain ke atas.
Bruk!
Tubuh itu jatuh ke belakang dengan bagian kepala membentur lantai yang keras. Taeyeon meringkuk membentuk bola, berguling ke kiri dan ke kanan. Dia ingat petuah ayahnya yang mengatakan bahwa anak lelaki tidak boleh cengeng. Tetapi setelah merasakan sakit yang luar biasa hampir mustahil bagi dirinya untuk tidak menangis. Dengan berlinang air mata dia berlari kembali ke tempat di mana ibunya berdiri.
“Bodoh” patung tersebut–begitulah Taeyeon mengira–tersenyum puas setelah memberi pelajaran pada bocah ingusan.
“Jessica, ayo pulang”
Gadis itu melangkah riang menggandeng tangan wanita yang lebih tua. Untuk terakhir kalinya dia menatap punggung anak lelaki berkaus biru, merasa sedikit kasihan karena telah membuatnya menangis.
.
.
.
Juli, 2006
Semester pertama tahun ajaran baru di sekolah menengah atas telah dimulai. Secara umum mereka yang baru bergabung tampak malu-malu untuk bersosialisasi tetapi tidak berlaku bagi tiga murid idiot yang menebar keributan di setiap penjuru sekolah. Itu adalah minggu kedua sejak hari pertama masa orientasi siswa baru. <
Comments