ONE

ABOUT MIRACLE

Suara sirine ambulance riuh terdengar, bukan hanya satu melainkan puluhan mobil ambulance berbondong bondong datang. Suara teriakan orang-orang yang panik terdengar di sana sini. Puing-puing pesawat berserakan, menjadi kepingan-kepingan kecil yang tak terhitung banyaknya mengotori hampir seperempat area lintasan penerbangan. Puluhan lebih penyelamat berlarian ditengah lintasan terbang, mereka berusaha keras menyelamatkan korban walaupun kecil harapan, ribuan orang yang lain menatap tak berdaya dari dalam airport. Mereka semua menatap khawatir sekaligus takut, beberapa yang lain menangis karena tak kuasa membayangkan berapa banyak korban yang ada disana. Dentuman hebat dari kedua pesawat yang saling bertabrakan tersebut menggemparkan orang-orang yang ada di sana, bahkan menggemparkan seluruh warga korea selatan. Kejadian ini merupakan bencana besar yang terjadi dalam dunia penerbangan di korea selatan.

 

5 desember 2012

 

SEOUL HEADLINES NEWS

"incheon tower mengalami kerusakan sinyal yang mengakibatkan kecelakaan fatal. Japan airlines yang bersiap landing di lintasan menabrak korean airlines yang sudah siap take off di jalur lintasan yang sama. hal ini disebut-sebut terjadi karena kesalahan komunikasi antara pilot dari kedua maskapai tersebut dengan petugas tower yang kehilangan sinyal yang membuat komunikasi menjadi berantakan"

 

"belum dipastikan berapa korban yang selamat sampai saat ini, namun evakuasi terus dilakukan sampai seluruh penumpang dari kedua pesawat ditemukan. Siang ini presiden korea selatan akan mengadakan konferensi pers mewakili seluruh masyarakat korea selatan untuk mengucapkan bela sungkawa atas kejadian ini"

 


<<

 

Aku berjalan melewati jajaran jajaran kursi di samping kanan dan kiriku.  tak mudah melewati beberapa orang dI lorong kabin yang tak cukup lebar ini, membuatku tak leluasa untuk bergerak. Aku terus berjalan mencari-cari, mengurutkan dari satu nomor kursi ke nomor yang lain, mencari nomor yang sesuai dengan yang tertera didalam tiketku.

 

Langkahku berhenti tepat di ujung lorong kabin ekonomi ini. kursi paling belakang tepat disebelah jendela. "Huuh!" sontak aku mendengus pasrah. Sejujurnya aku terlalu takut untuk naik pesawat, dan kini setelah 17 tahun aku mendapat kursi paling belakang dan dekat jendela yang notabene disaat keadaan darurat akulah yang paling terakhir keluar.

 

Kugelengkan kepalaku cepat cepat, mencoba menghapus semua paranoid yang bersarang di kepalakku. tidak! Aku akan baik-baik saja dan aku harus! aku berjalan miring memasuki kursiku kuhempaskan tubuhku diatas kursi milikku setidaknya untuk 2 jam kedepan.

 

Kucoba untuk rileks, sedikit-sedikit kuberanikan menatap kearah luar jendela yang ada disampingku. Pemandangan jalanan aspal yang merupakan jalur untuk penerbangan dengan sayap boeing 777 yang kunaikki saat ini terlihat. Sejujurnya aku agak sedikit mual, perutku mulai bergejolak namun dadaku bergejolak lebih hebat.

 

Lihatlah aku berada sekarang, kurang lebih 2 jam lagi pemandangannya akan berbeda. Aku akan menghirup udara yang berbeda, matahari yang menghangatkanku pun akan berbeda rasanya. Sekitar 2 jam lagi aku dapat bertemu dengan kakakku, kakak yang 17 tahun lalu pergi bersama ibukku, kakak yang memiliki tatapan hangat dan gemar memeluk boneka kelinci kesayangannya begitulah terakhir kali ingatanku tentang dia dan entah bagaimana ia tumbuh saat ini.

 

Aku ingat sesuatu, dengan cepat ku buka tas ransel yang ku bawa merogoh sesuatu yang ada didalamnya. Kukeluarkan kamera D-slr milikku yang tak pernah absen menemaniku kemana mana. Tanpa pikir panjang aku memotrot pemandangan di sekitarku. Keadaan didalam kabin pesawat, serta pemandangan diluar jendela yang dapat terlihat dari kursiku.

 

Senyumku mengembang saat menatap hasil yang kufoto.

 

Aku menekan salah satu tombol yang ada di kameraku, sebuah titik berwarna merah menyala seketika. Ku hadapkan kamera tersebut dengan lensannya menghadap kearahku.

 

"Annyeong.. Hari ini tanggal 5 desember 2012 tepat di hari ulang tahun kakakku Im yuri aku akan berangkat menemuinya di seoul" Ujarku didepan lensa sembari tersenyum sumeringah.

 

"...... Eonnie sengil chukkae.. Tunggu aku di seoul.."

 

***


 

1 years later

 

'tak..tik..tak..tik...'

 

Seorang wanita tengah serius menatap layar lcd di hadapannya, wanita berseragam pink dengan rambutnya yang diikat rapi tersebut terlihat tengah mengetik sebuah document yang berisi catatan seorang pasien rumah sakit.

 

"Sulli shi.." Ujar seseorang menghentikan kegiatan perawat tersebut.

 

"Ah ne.." Wanita tersebut mengalihkan pandangannya dari layar lcd kepada seseorang di hadapannya.

 

"Apa kau sedang sibuk?" tanya wanita lain berseragam sama dengan perawat sebelumnya.

 

"anniya, aku hanya sedang memasukan catatan pasien baru.. Waeyo?"

 

"Bisakah kau menggantikan aku memberikan terapi pada pasien ICU dokter lee hari ini?" . "Aku harus mempersiapkan ruang operasi..."

 

"Maksudmu si nona snow white?" Tanya perawat sulli

 

"Ne.." Angguk perawat yang lain.

 

"Kaerom.. aku akan melakukannya menggantikanmu" ujar perawat sulli dengan tersenyum manis membuat kedua matanya seakan ikut tersenyum.

 

"Aah... dahaeng-ida, terima kasih banyak sulli shi"

 

"aish kwaencana, cepatlah kau harus bergegas mempersiapkan ruang operasinya.."

 

"ah ne.. Joengmal kamsahamnida sulli shi" katanya sembari berlalu pergi

 

"Neee..." Balas perawat sullil tersenyum geli melihat teman perawatnya yang terbirit pergi.

 

Tanpa pikir panjang ia bangkit dari kursinya setelah menyimpan lebih dahulu document yang ia buat sebelumnya. Dengan segera perawat bertubuh tinggi semampai itu melakukan tugas yang diminta oleh rekannya.

 

 

'CLIK..' Suara pintu terbuka,

 

Perawat sulli masuk kedalam ruang ICU, udara dingin dan lembab didalam ruang ICU seketika menyambar seluruh tubuhnya. Suara alat pendeteksi jantung menyambutnya, pemandangan sekumpulan alat kesehatan menjadi pemandangannya didalam ruang ICU ini.

 

"Annyeong aggashi.." Ujarnya menyapa seseorang yang tengah terbujur kaku diatas tempat tidur, wajah cantiknya tersamarkan oleh alat pembantu pernafasan yang dipasang dari mulut masuk kedalam tubuhnya. Kedua matanya terpejam tenang seolah tengah berada ditengah mimpi indahnya di malam hari.

 

"neomu yeppoda.." sahut perawat sulli yang sedari tadi memandang pasien dihadapannya.

 

"aggashi, aku sulli.. choi sulli imnida" ujarnya sembari membungkukan kepalanya sopan, "hari ini aku yang akan melakukan terapi untukkmu" terusnya sembari tersenyum riang.

 

"kajja.. kita mulai dengan tanganmu ya?"

 

perlahan perawat sulli meraih tangan lembut gadis tersebut. Lemah dan dingin terasa saat perawat sulli pertama menyentuh tangannya. Secara perlahan sulli menggerakan lengan tersebut keatas dan kebawah secara intens, ia juga melakukan pijatan pijatan lain yang bertujuan agar tubuh gadis tersebut tak kaku saat ia terbangun nanti. Terapi ini juga menghindari adanya lecet dan keram pada tulang akibat tidur yang terlalu lama.

 

"Tidur selama setahun, bagaimana rasanya..." Gumam sulli pada dirinya sendiri sembari terus melakukan terapi kepada gadis tersebut.

 

"Kau harus segera sadar aggashi, banyak hal indah yang perlu kau lihat... Sayang sekali untuk dilewatkan" sullil menatap gadis dihadapannya, tak ada respon kedua matanya masih terpejam begitu tenang hanya suara alat pendeteksi jantung dan pembantu pernafasan yang terdengar.

 

"Arraseo-yo?" Sulli menghentikan terapinya, ia menatap gadis yang tak sadarkan diri dihadapannya dengan tatapan optimis. Ia tersenyum sumeringah dan kembali melakukan terapinya.

 

 

'Tut tut tut tut tut tut..'

 

Tiba-tiba saja terdengar suara dari alat pendeteksi jantung yang semakin cepat, tak lagi berirama seperti sebelumnya. Tanda peringatan berwarna merah berkelap-kelip di layar alat deteksi tersebut.

 

"W..wae?! Waeyo.." Sulli terkejut menatap alat pendeteksi jantung di hadapannya, layarnya menunjukan suatu detak jantung yang tak normal. sebagai seorang perawat sulli tahu betul bahwa keadaan ini termasuk keadaan yang bahaya. Ia tahu ada yang tak beres dengan gadis yang tertidur di ruang ICU ini, gadis yang terhubung langsung dengan alat deteksi jantung tersebut.

 

"Aggashi..aggashi..kwaencanayo?!" Ujarnya sembari melihat tanda tanda vital yang terlihat dari gadis yang disebutnya sebagai nona 'snow white' tersebut. dengan sigap sulli menekan tombol emergency yang terletak tak jauh dari tempat tidur pasien.

 

"Aish jinjja!! Kenapa orang orang ini lama sekali!" Ujar sulli sedikit kesal karena tak melihat ada satu orangpun yang merespon tombol emergencynya.

 

"Agasshi, tetaplah bersamaku! Dengarkan suaraku.." Sulli terus berbisik kepada gadis tersebut, kini sulli dapat melihat seluruh tubuh pasien dihadapannya menegang. Kedua tangannya mengepal kuat, kakinya pun menegang namun tak ada tanda-tanda gerakan dari kedua matanya. Kedua matanya masih terpejam tenang, namun sulli dapat mendengarkan walau samar pernafasan yang tersenggal dari alat bantu pernafasan.

 

"sulli shi, apa yang terjadi?!" Seorang lelaki dengan jas putih dan stetoskop di lehernya masuk kedalam ruang ICU bersama dengan dua asisten dan seorang perawat yang tergopoh-gopoh dibelakangnya.

 

"Dokter lee.." Sulli menatap lelaki di hadapannya frustasi dan penuh harap. "tekanan darahnya tiba tiba menurun, namun detak jantungnya 2 kali lebih cepat dok, dan tubuhnya mulai mengejang beberapa detik sebelum anda datang" jelas sulli.

 

"Arraseo.. Biarkan aku memeriksa keadaannya" ujar dokter tersebut, dengan segera lelaki berparas korea-amerika tersebut memeriksa keadaan sang pasien.

 

***


 

"Eonnie..lebih cepat eonnie palliwaaa palliii..." Teriak seorang gadis cilik diatas ayunan yang mengayun kencang, ia tertawa bahagia menikmati setiap angin yang berhembus diwajah mungilnya. Matahari bersinar begitu terang, tak ada satupun benda yang tak luput dari penyinarannya. Suasana taman begitu terang benderang dan terlalu putih akibat cahayanya.

 

"Waktunya bermain sudah cukup.." ujar seorang berjalan mendekati gadis mungil di ayunannya, dengan lembut perlahan demi perlahan ia membuat ayunan gadis tersebut semakin melambat dan akhirnya berhenti.

 

"Kajja.. Waktunya kembali sudah tiba" wanita tersebut duduk jongkok di hadapan gadis mungil yang masih duduk di ayunannya. Ia tersenyum lembut sembari menatap dengan kedua matanya yang coklat dan hangat.

 

"Waeyo eonnie?" gadis mungil tersebut tertunduk sedih dan kecewa.

 

"Kita tidak bisa terus menerus bermain, kau harus kembali" sahut wanita bergaun putih tersebut sembari mengelus lembut gadis mungil dihadapannya.

 

"Bagaimana denganmu? Kau akan pergi bersamaku kan?"

 

Wanita tersebut lantas menggeleng lembut, ia membenarkan letak topi rotan berpita merah muda yang dipakai gadis mungil tersebut.

 

"aku tidak bisa ikut bersamamu gadis cantik" katanya.

 

"sirreo! aku tidak mau kembali!! Aku ingin bersama denganmu.. Selamanya!" Rengek gadis mungil tersebut.

 

Wanita di hadapannya kembali tersenyum hangat, "waeyo?" Katanya lembut, "aku tak pernah kemana-kemana, aku selalu disini" wanita tersebut meletakan telapak tangannya tepat di dada gadis mungil itu. "Aku selalu ada bersamamu, didalam hatimu.." Serunya dengan kembali tersenyum lembut.

 

"jinjja?! Kau berjanji?" Kedua bola mata gadis mungil tersebut menatap penuh harap.

 

Wanita tersebut mengangguk pasti, "tentu saja.." Jawabnya kembali tersenyum, ia bangkit dari duduknya. Sebelah tangannya terulur kearah gadis mungil yang masih berada di atas ayunannya.

 

"Kajja.. Aku akan mengantarkanmu.." ujarnya.

 

Gadis mungil tersebut turun dari ayunannya, sejenak ia menatap wanita cantik yang ada di hadapannya. Kedua mata mereka terlihat serupa, mata yang bulat dengan bola matanya berwarna coklat.

 

Perlahan tetapi pasti, gadis mungil tersebut menyambut uluran tangan wanita di hadapannya. Tangan mungilnya menggenggam penuh keyakinan pada wanita beramput pirang panjang tersebut.

 

"Kau siap nona manis?" Tanya wanita tersebut.

 

Gadis mungil di sampingnya mengangguk lucu dengan kedua matanya yang penuh keberanian. mereka berdua melangkah maju kearah cahayan terang benderang di hadapan mereka. melangkah berani hingga akhirnya mereka tenggelam dibalik kilauan cahaya yang begitu bersinar tersebut dan akhirnya menghilang.

 

***

 

"Doktor lee jantungnya semakin melemah! Tekanan darahnya pun tidak menunjukan peningkatan, kadar oksigennya semakin menurun" teriak perawat sulli membacakan keterangan yang tertera di layar alat pendeteksi jantung.

 

"Jebbal! Jebbal! Tetaplah bersamaku.." Dokter lee terus berusaha memompa jantungnya dengan menekan nekan dada gadis dihadapannya menggunakan kedua tangannya. Ia berusaha keras menyelamatkan pasien yang ia rawat dari satu tahun yang lalu.

 

"Dokter jantungnya tak terdeteksi, terlalu lemah.." Seru sulli dengan nadanya yang bergetar.

 

"Siapkan defibrilator!" Ujar dokter lee sembari berhenti dengan kegiatannya memompa jantung dengan usahanya sendiri, ia memutuskan untuk menyerahkan usahanya pada alat bantu.

 

Dengan sigap perawat sulli dan teman perawatnya yang lain menggeserkan alat pacu jantung yang telah tersedia di ruangan ICU, mereka bergegas mempersiapkan alat tersebut.

 

"Siap di 100!" teriak dr lee, "ne" sahut sulli dan mulai menyalakan alat kejut jantung tersebut sementara perawat yang lain mengoleskan sebuah jel di bawah permukaan alat tersebut.

 

"Hana.. Dul.. Set.." Dr lee meletakan alat kejut jantung tersebut tepat di atas dada gadis dihadapannya seketika tubuhnya melonjak di atas tempat tidur dengan kedua matanya yang masih tertutup rapat.

 

"Jantungnya masih tidak terdeteksi dok.." Teriak sulli setelah melihat alat pendeteksi jantung didekatnya.

 

"Naikkan menjadi 200!" Sahut dokter lee. "Ne!" Sulli mengangguk sigap.

 

"Hana.. Dul.. Set" tubuh gadis cantik tersebut kembali melonjak, namun tak ada tanda tanda pergerakan dari dirinya alat pendeteksi jantungpun tidak menunjukan perubahan.

 

"Naikkan menjadi 300!" Dokter lee tidak menyerah, ia masih mengikuti insting dokternya untuk menyelamatkan pasien yang menjadi tanggung jawabnya tersebut.

 

"Hana.. Dul.. Set.."

 

'Tuuuuuuuuuuuut...' Secara bersamaan terdengar bunyi panjang tak berirama yang dikeluarkan alat pendeteksi jantung diruangan ICU saat ini. Nadanya lurus tak terdapat bunyi yang berulang cepat ataupun lambat, hanya nada datar dan panjang yang terdengar. Suara tersebut sontak membuat lemas seisi ruangan ICU saat ini.

 

dokter lee tak dapat mengatakan apa apa, ia terlalu terpukul menerima kenyataan saat ini. Begitu pula dengan yang lain, sulli yang baru mengenal si nona 'snow white'nya tersebut menatap sedih dan tak berdaya.

 

"Tut..tut..tut..." Tanpa disangka suara tersebut kembali terdengar, alat pendeteksi jantung kembali menunjukan sebuah kehidupan. Seluruh isi ruangan di buat terkejut dengan nada yang dikeluarkan alat tersebut. Kembali terlihat garis garis bergelombang didalam layarnya.

 

"Detak jantung normal, tekanan darah 90/100, kadar oksigen 90%. Normal, semuanya normal dok.." sulli berseru gembira, suaranya terdengar bergetar

 

Dokter lee menatap alat tersebut tak percaya, nafasnya tersenggal begitu bahagia. sekali lagi ia memeriksa keadaan gadis dihadapannya dengan stetoskop dan mengecek kedua matanya yang masih tertutup tenang.

 

"Kontak matanya bagus.. Responnya baik" Gumamnya setelah memeriksa.

 

"Sulli shi, siapkan kamar kita akan memindahkannya dan mulai mencabut semua alat-alat ini dari tubuhnya" perintah dokte lee..

 

"Ne!" Angguk sulli sigap sembari tersenyum bahagia.

 

"Kamsahamnida.." Bisik dokter lee lemah sembari menatap pasiennya lega.

 

***


Aku berlari dan terus berlari melewati lorong hitam yang tak berujung. Aku terjebak di tengah tengah labirin yang tak memiliki ujung. Aku lelah namun kakiku seolah enggan berhenti mencari setitik cahaya yang membawaku keluar dari ruang yang sesak ini. Tiba tiba saja tubuhku lemas, aku terjatuh diatas ubin yang berwarna sama dengan dinding dan atapnya. Aku tergeletak tak bertenaga, tiba tiba saja kepalaku berputar semua semua disekitarku ikut berputar. Atap dan dinding berputar seakan ingin menerkamku, menghilangkanku dari tempat ini.

 

"Eonnieeeee......"

 

Perlahan kubuka mataku, rasanya berat! sangat berat. Putaran di dalam kepalaku semakin lama semakin berkurang dan menghilang.

 

"Dimana aku sekarang" Pertanyaan tersebut berputar di dalam otakku. mataku berkeliling, kutatap setiap sudut yang ada di sekitarku. Aku terbangun diatas sebuah ranjang besi, dengan tangan kiriku yang terpasang infus.

 

Ku angkat tubuhku sedikit demi sedikit, menjadi posisi duduk diatas ranjang. Kepalaku kembali terasa berputar, pusing yang kurasakan kembali datang menyerang kepalaku.

 

Sebelah tanganku menekan sumber sakit yang bersarang dikepala ini, mata gelap penglihatanku kabur akibat rasa pusing tersebut. Otakku tengah berputar hebat, seperti notebook yang tengah merestart softwarenya isi kepalaku tengah berusaha untuk merestart sebelum kembali bekerja setelah sekian lama dingin.

 

"Kau sudah sadar aggashi?" Sebuah suara menyadarkanku dan membuatku sedikit terkejut. sontak aku langsung menoleh ke sumber suara. Seorang perawat berparas cantik, dengan rambut gelombang sebahu datang menghampiriku. Ia tersenyum dengan kedua matanya yang seakan ikut tersenyum kepadaku.

 

"Pusingnya tak akan bertahan lama, akan hilang dengan segera" sahutnya seolah mengerti apa yang kurasakan. Ia kembali tersenyum lalu menggapai lenganku yang terpasang infus.

 

Tanganku terkejut, responku kaget dan sedikit kebingungan saat wanita berpakaian perawat tersebut menyentuh tanganku.

 

"Tak apa apa, aku hanya akan melepaskan infusmu.." Ujarnya ramah, aku menatapnya masih tak mengerti. Banyak pertanyaan yang ada di dalam kepalaku yang membuatku bingung. Dengan pasrah kubiarkan perawat tersebut melepaskan infusku.

 

 

 

Sebenarnya ada apa denganku?

 

Apa yang membuatku berada di rumah sakit ini?

 

Apakah aku sakit?

 

lalu mengapa aku tak dapat mengingat apa apa?

 

Siapa sebenarnya aku?

 

Pertanyaan tersebut terus berkutat dikepalaku, tak ada satupun jawabannya. Aku merasa kosong, aku merasa tak ada yang tersisa di dalam diriku. Entah dari mana perasaan itu muncul aku benar-benar tak tahu apa apa. Semakin aku berusaha mengingat sesuatu, kepalaku seakan menolak dan memberikan respon rasa sakit yang amat kuat didalam kepalaku.

 

Kuputuskan untuk duduk di salah satu bangku kosong yang ada di rooftop rumah sakit ini. Udara terasa sangat dingin dengan hanya berpakaian dress biru langit dengan potongan kaku yang kusebut ini adalah baju rumah sakit. Kainnya yang tipis tak cukup menghangatkanku dari udara malam dibulan desember ini. Namun hal tersebut tak terlalu penting dibandingkan pertanyaan pertanyaan yang membuat diriku penasaran saat ini.

 

'Ngiiiik...'

 

'Ngiiiik...'

 

'Ngiiiik...'

 

Suara gesekan besi berkarat terdengar ditengah tengah deruan angin malam ini. Suaranya sayup sayup ditelingaku namun suaranya terdengar konstan hingga akhirnya menyita perhatianku. Aku tersadar dari lamunanku, tersadar kembali ke duniaku ku lirik arah sumber suara yang menggangguku. Kepalaku menoleh ke arena bermain anak anak yang tak jauh dari tempatku duduk saat ini. sebuah taman bermain kecil yang sengaja dibuat untuk anak-anak kecil yang tidak diperbolehkan masuk kedalam ruang perawatan karena ketentuan rumah sakit.

 

Mataku terus mencari sumber suara yang mengganggu lamunanku itu. Kedua mataku berhenti disepasang ayunan besi yang berada tepat didepanku kini. salah satu ayunan tersebut bergerak maju dan mundur dengan kecepatan yang konstan. Kulihat seorang gadis cilik berambut pirang bergelombang duduk diatasnya, rambut panjangnya berterbangan begitu angin menerpa gadis tersebut.

 

Entah mengapa aku merasa familiar saat melihat ayunan tersebut bergerak keatas dan kebawah di udara, aku merasa seperti ayunan tersebut adalah hal yang paling kusuka seketika aku bangkit dari tempatku dan berjalan mendekati ayunan dengan gadis cilik tersebut.

 

Tanpa kusadari kedua ujung bibirku melengkung kecil. Ayunan tersebut seperti mengingatkanku akan sesuatu, tapi aku sendiri tak tahu apa sebenarnya sesuatu itu.

 

Langkahku terhenti, tepat saat gadis cilik berambut pirang tersebut menoleh kearahku. Semakin lama ayunan yang ia naikki semakin lambat dan berhenti, Ia menyadari keberadaanku. Matanya coklatnya menatap kosong kepadaku, wajahnya putih pucat tak berona. Ku tatap keseluruhan dirinya, tubuhnya putih dibalik pakaian rumah sakit yang sama percis seperti yang kupakai saat ini dalam ukuran yang lebih kecil.

 

"Annyeong.." Sapaku pada gadis tersebut. Aku duduk jongkok tepat di sampingnya. Gadis tersebut tak menjawab, ia hanya menatapku dengan wajahnya yang tak berubah tetap datar.

 

"Kenapa kau masih diluar selarut ini?" ia masih tak memberikan jawaban.

 

"Jika ada suster yang melihat kau bisa dimarahi.."

 

Tiba tiba saja ia meloncat turun dari ayunannya dan berlalu pergi meninggalkanku. Aku menatapnya bingung, kedua mataku mengikuti gadis tersebut pergi. Tak beberapa jauh dari tempatku, gadis cilik tersebut membalikan tubuhnya dan kembali menatapku.

 

Tangan kecilnya terangkat, melambai kearahku. Seperti tengah memintaku atau mengajaku pergi mengikutinya. Dahiku berkerut tak mengerti namun kuikuti permintaannya. Aku bangkit dari tempatku dan berjalan mengikuti gadis cilik tersebut pergi.

 

"hey kau mau kemana?" Tanyaku, gadis cilik tersebut berjalan tepat 3 langkah didepanku. Lagi lagi aku tak mendengar jawaban darinya, sempat terlintas di benakku bahwa ia memiliki gangguan untuk berbicara.

 

Gadis berambut pirang tersebut berbelok, memasuki koridor yang lebih terang dari koridor sebelumnya. Aku tertinggal beberapa langkah dan setelah aku berbelok kearah yang sama gadis cilik yang kuikuti tersebut menghilang. Aku tak menemukannya lagi, ia menghilang di ujung jalan tanpa meninggalkan jejak. Aku sedikit terkejut dan tak percaya, gadis cilik tersebut menghilang cukup cepat. Apa ia mengerjaiku? Apa ia berlari meninggalkanku? Tapi secepat apapun ia berlari tak mungkin menghilang dalam hitungan detik untuk melewati koridor yang sangat panjang ini.

 

Tiba tiba saja seorang wanita keluar dari dalam ruangan, ia menangis histeris bersama seorang lelaki paruh baya yang mendekapnya.

 

"Anakku seul gi... Seul giiii..." Teriaknya histeris.

 

Tak lama sebuah tempat tidur besi yang menjadi ranjang pasien didorong keluar ruangan yang sama dengan wanita yang menangis histeris sebelumnya. Ranjang tersebut didorong oleh 2 orang perawat lelaki diikuti dengan seorang dokter dan 1 orang perawat perempuan di belakangnya. diatas ranjang tersebut terbaring seseorang. Aku tak dapat melihatnya karena kain putih sudah rapi menutup seluruh tubuhnya. tubuhku terpaku, suasana dingin dan kesedihan menyerangku saat ranjang tersebut melewatiku dan tiba tiba saja kain putih yang menutupi seseorang di atas ranjang tersebut tak sengaja tertarik di ujung sisinya membuatnya tak lagi menutupi seluruh tubuh seseorang didalamnya.

 

Betapa terkejutnya aku saat menatap wajah dibalik kain putih tersebut, sebelah tanganku terangkat menutupi mulut yang terkejut. Tubuhku merinding seketika. Dibalik kain putih tersebut terbujur kaku seorang gadis cilik yang kulihat beberapa menit yang lalu. Kedua matanya terpejam damai tak bernafas lagi. Wajahnya putih pucat percis seperti yang kulihat sebelumnya.

 

Aku bingung, aku tak mengerti. Aku baru saja bertemu dengannya tak lebih dari 2 menit yang lalu dan kini aku melihatnya terbujur kaku dibalik kain putih yang menutupi hampir seluruh tubuhnya. Ada apa ini?!

 

"Aggashi, apa yang sedang kau lakukan disini?" Tanya seorang suster menyadarkanku.

 

"Eoh..."

 

"Sebaiknya kau segera kembali ke kamarmu, kau harus istirahat ini sudah larut" suster tersebut dapat menebak bahwa aku pasien dirumah sakit ini karena pakaian yang kupakai.

 

Aku tak menjawab, aku masih menatap kearah ranjang dengan wanita yang menangis histeris disebelahnya pergi.

 

"Aku akan mengantarkanmu ke kamar.. Mari aggashi" ajaknya sembari tersenyum ramah.

 

"...ne.." jawabku dan memutuskan untuk kembali seperti yang dipinta suster yang keluar dari ruangan yang sama dengan wanita yang menangis histeris sebelumnya.

 

"Apakah aku boleh bertanya sesuatu suster?" Aku mengeluarkan suara ditengah-tengah perjalanan kembali.

 

"Ne.. Apa itu aggashi?"

 

"Sebenarnya apa yang diderita gadis cilik tersebut?"

 

"Ah.. Maksudmu gadis di ruangan ICU tadi?" tanyanya.

 

Aku mengangguk penasaran.

 

"Dia mengidap leukimia sejak 1 tahun yang lalu, sering sekali ia bulak balik rumah sakit karena penyakitnya. Sampai akhirnya keadaannya semakin kritis sejak tadi pagi.." Jelas suster tersebut.

 

"Ia gadis yang kuat, walaupun umurnya baru 7 tahun tapi ia tak pernah menangis saat di suntik atau di kemoterapi... Ia tak pernah mengeluh" suster tersebut tersenyum menatapku.

 

"Tapi mungkin ini jalan yang terbaik untuknya, dengan begitu ia tak perlu susah payah menahan penyakitnya..." Suster tersebut tertunduk sedih.

 

Aku masih memikirkan pertemuanku dengan gadis cilik tersebut di rooftop, aku tenggelam dalam pemikiranku sendiri tanpa memperhatikan yang dibicarakan suster disampingku.

 

Kenapa begini? Lalu siapa yang kulihat di atap tadi?

 

***

 

Aku berjalan jalan menghirup udara segar di pagi ini, suster sulli yang merawatku menyarankan untuk banyak berjalan jalan dan menghirup udara segar. Ia mengatakan bahwa otot-ototku banyak yang kaku akibat koma yang kualami hampir 1 tahun lamanya. Aku bingung dan tak percaya, apakah aku tertidur benar-benar selama itu? Lalu mengapa aku terbangun dengan keadaan yang lelah dan nafas yang tersenggal senggal? bukankah seharusnya aku lebih fit karena tidurku panjang?

 

Aku berjalan masih mengenakan baju yang sama, pakaian rumah sakit berwarna biru muda yang baru ku ganti sehabis bangun tidur tadi. Aku berjalan mengitari rumah sakit yang begitu ramai walaupun di pagi hari seperti ini, aku berfikir apa yang salah dengan orang-orang saat ini? Kurasa jumlah yang datang ke rumah sakit bertambah setiap harinya.

 

Angin pagi menyerang seluruh tubuhku begitu aku sampai di halaman rooftop rumah sakit. Rasanya sangat dingin, namun tak begitu dingin karna jaket rajut yang dipinjamkan suster sulli sedikit melindungiku dari udara di musim dingin ini. Aku berjalan sembari menatap sekelilingku, rooftop pagi ini sudah dipenuhi orang orang yang sibuk dengan aktivitasnya. anak kecil yang sudah bermain di taman bermain ditemani orang tua mereka, beberapa orang ada yang tengah berolahraga kecil sembari menghirup udara yang dapat mambuat hidungmu beku, beberapa orang yang lain hanya duduk sembari menatap pemandangan di sekitar rooftop atau bahkan hanya larut dalam pikiran mereka masing masing.

 

Aku duduk ditempat yang sama seperti semalam, duduk menghadap ayunan yang membuatku bertemu dengan gadis cilik misterius pengidap leukimia yang kutahu ia sudah ditempat yang damai saat ini. Kejadian semalam masih terpikirkan olehku, benar benar membuatku tak mengerti. aku menatap ayunan yang berada jauh dihadapanku sembari larut dalam pikiranku sendiri. sampai akhirnya seseorang menyita perhatianku.

 

aku melamun sembari menatap seseorang yang berada jauh didepanku, berdiri di pinggiran gedung menatap kearang gedung-gedung tinggi yang berada tak jauh dari rumah sakit. Aku tak dapat melihat wajahnya, yang pasti dia adalah seorang lelaki dapat kulihat dari postur tubuh serta potongan rambutnya. Ia berdiri memunggungiku, entah apa yang lelaki tersebut pikirkan tapi ia seperti terlaru larut dalam pikirannya.

 

Lambat laun ia semakin mendekat kearah tembok rooftop, hingga kedua tangannya berpegangan pada tembok setinggi dada orang dewasa tersebut. Terdapat rongga rongga kecil yang ada di tembok tersebut sehingga terlihat seperti jejeran pagar beton yang mengelilingi rooftop ini.

 

Aku terkejut saat melihat satu kaki lelaki tersebut naik ke salah satu rongga yang ada di dekatnya. Kedua mataku terbuka lebar, dahiku berkerut, kelapaku berpikir keras menebak nebak apa yang ingin ia lakukan. Tiba tiba saja sebelah kakinya yang lain naik ke tempat yang sama, membuat lelaki tersebut tak lagi berdiri diatas tanah yang ada di rooftop ini secara langsung. Tanpa kusadari aku bangkit dari tempatku dan menatap waspada kepada lelaki tersebut.

 

Lambat laun, lelaki yang berada jauh dihadapanku tersebut membalikan tubuhnya sedikit namun aku dapat melihat wajahnya dari posisiku. betapa kagetnya aku saat menyadari bahwa ia tengah menatap kearahku, lelaki tersebut mengulum senyum kepadaku lalu kembali menatap gedung gedung dihadapannya.

 

"ya.. Apa yang sedang kau lakukan?" Aku berjalan cepat menghampiri lelaki tersebut, namun tiba tiba saja kedua tangannya ia rentangkan di udara membuatku terkejut sekaligus ketakutan. dapat kutebak bahwa lelaki tersebut berniat terjun dari atap rooftop rumah sakit ini dan benar saja ia kembali memanjat pagar beton tersebut dan kini berdiri dengan kedua kakinya tepat diatas pagar rooftop rumah sakit ini. Secepat mungkin aku berlari menghampirinya, berniat untuk menghentikan niat gilanya.

 

"Yaaaa!!! Jangan bergerak tetaplah disiti!" Teriakku menggila, ku percepat lariku dan aku terlambat...

 

Lelaki tersebut menghilang, ia jatuh! Ia terjun dari atap rooftop tersebut tepat di hadapanku. Aku tak menghentikan langkahku, aku tetap berlari dan tak lantas mengurungkan niatku untuk menyelamatkan lelaki tersebut. Tanpa kusadari aku menaikan kedua kakiku diantara rongga yang ada di pagar rooftop tersebut sembari menatap kebawah apakah aku masih ada kesempatan untuk menolong lelaki tersebut. setengah badanku bergantung diudara, kepalaku melihat kearah kanan dan kiriku. Apa aku terlambat? Apa lelaki tersebut sidah jatuh? Dan pada saat itu juga kurasakan seseorang meraih tubuhku, aku terangkat seperti seorang gadis kecil di gendong melayang keudara. Aku menjauh dari ujung gedung dan kakiku kembali berdiri di atas tanah.

 

"Waeyo?!!" Teriak lelaki di hadapanku cemas, "apa yang sedang kau lakukan? Apa kau kehilangan akalmu?!" Teriaknya. Dapat kulihat dahinya berkerut khawatir menatapku.

 

"Songsaengnim.." Aku terkejut mendapati lelaki didepanku saat ini. Lelaki matang memakai jas putih dengan potongan yang pas di tubuhnya dan  membuatnya terlihat gagah. Pertama melihatnya sudah dapat kutebak bahwa ia seorang dokter di rumah sakit ini.

 

"Seseorang...seseorang terjun dari atap ini.." Aku kembali pada lelaki yang kulihat sebelumnya, lelaki yang kulihat terjun beberapa detik yang lalu. "Aku melihat seseorang loncat dari sini" aku kembali melihat kesekitar tempat terjunnya lelaki yang kulihat tadi.

 

"Ya! Menjauhlah dari situ!" Dokter tersebut kembali menarik tubuhku dari pinggir gedung, dan ia menggantikan diriku memandang kebawah gedung rumah sakit.

 

"Siapa?! Siapa yang terjun dari sini?" Tanyanya penasaran, "tak ada siapa siapa, tidak ada tanda tanda korban terjun dibawah sana" ujarnya.

 

"Mwo?!" Perlahan aku kembali mendekat ke pinggiran pagar rooftop, dengan hati hati aku menatap kearah bawah gedung. Tak ada kumpulan orang berkumpul, dan benar yang dikatakan dokter tersebut tak ada tanda tanda lelaki tersebut terkapar setelah terjun dari lantai 7 rooftop rumah sakit ini di lantai dasar semua terlihat normal.

 

Apakah ada orang yang dapat selamat dengan terjun dari lantai 7 tanpa mengalami cedera sedikitpun? Apakah itu mungkin? Kepalaku kembali berputar, kedua mataku jelas jelas melihat lelaki tersebut terjun dari atas atap ini tapi kemana dia sekarang?

 

"Kwaencanayo?" Tanya dokter tersebut memecahkan lamunanku.

 

"Eoh.." Aku masih tak dapat mengembalikan diriku dari kejadian yang terjadi padaku akhir akhir ini. Terlalu rumit untuk menjelaskannya.

 

"Kajja, aku akan memeriksa keadaanmu" ujarnya sembari menepuk bahuku pelan. Aku menatapnya namun isi kepalaku masih hanyut dalam pikiran pikiranku sendiri, dokter tersebut membalas tatapanku sembari mengangguk yakin. Sampai akhirnya aku menyerah dengan isi kepalaku dan berjalan seperti yang diminta dokter tersebut kepadaku. Aku berjalan dalam diam, melewati orang-orang di sekitar rooftop yang tanpa kusadari menjadikanku sebagai tontonan mereka. Aku berjalan diikuti dokter tersebut dibelakangku.

 

***

 

Aku masuk kedalam sebuah ruangan. Dapat kusebut ruangan ini ruangan pemeriksaan dari ranjang besi yang terdapat di ujung ruangan ini beserta alat-alat kesehatan lain yang berada didekat ranjang tersebut. Kedua mataku berkeliling, mengamati setiap benda yang ada di ruangan ini, kulihat sebuah meja kerja dengan papan nama yang berdiri di sana bertuliskan 'dr. Andy lee'.

 

"jadi kau dokter lee yang di ceritakan suster sulli itu..." aku mengeluarkan suaraku.

 

"kau sudah mendengar tentang aku" tanyanya, ia berjalan kebelakang meja kerjanya dan duduk diatas kursi yang ada disana.

 

"Duduklah.." Sahutnya sembari menatap kursi yang ada didekatku. Aku mengikuti perintahnya dan duduk di kursi yang ada di hapadapannya.

 

"Jadi bagaimana kabarmu? Apa yang kau rasakan sejauh ini?" Tanyanya, ia menatapku hangat dengan kedua bola mata hitamnya. Saat ini aku tak dapat memalingkan tatapanku dari wajah tampannya.

 

"Aku merasakan sakit dikepalaku saat pertama kali aku bangun kemarin, rasa sakitnya begitu kuat namun tak berlangsung lama" jelasku.

 

ia mengangguk mengerti, "kurasa itu reaksi yang normal..." jawabnya, "lalu apa lagi yang kau rasakan?" tanyanya.

 

Aku mengangkat kedua bahuku cepat, "selebihnya aku merasa baik baik saja" jawabku. "Tapi entahlah banyak sekali pertanyaan yang tak bisa kujawab berkutat dikepalaku"

 

"Ya aku mengerti..." Jawabnya seakan dapat menebak perkataanku barusan, "semua pertanyaan yang bersarang dikepalamu akan terjawab dengan sendirinya seiring berjalannya waktu.." Katanya mulai menjelaskan, "untuk saat ini kupinta kau tidak berusaha keras untuk memikirkan hal hal tersebut, karena itu akan membahayakan dirimu sendiri..."

 

Aku mendengarkan penjelasannya baik baik, tanpa menuntutnya untuk menjelaskan lebih.

 

"Tapi... Songsaengnim.."

 

"Ne.." Jawabnya

 

"Apakah koma panjang yang ku alami selama 1 tahun kemarin memberikan sebuah efek samping untukku?" Tanyaku penasaran.

 

"Efek samping?" Dahinya berkerut tak mengerti,

 

Aku mengangguk cepat. "Hmm.. Maksudku efek samping seperti kepekaan salah satu anggota tubuhku yang bertambah... Atau... ya seperti itulaah" ia menatapku semakin penasaran, wajahnya masih terlihat kebingungan

 

"Apa tubuhmu ada terasa aneh?" Tanyanya

 

"Aniya..." Jawabku ragu ragu, "tapi songsaengnim.. Kurasa.. Akuuu..." Ia memperhatikanku serius, wajahnya terlihat tak sabar mendengar kelanjutan dari kalimat yang akan kukatakan.

 

"kurasa aku dapat melihat arwah..." jelasku, sekejap terjadi keheningan. dokter dihadapanku jelas terkejut, rahangnya terjatuh namun tak mengurangi ketampanan di wajahnya. alisnya sebelah terangkat tak percaya.

 

"mwo?!!!"

 

to be continued...



wihiiiiiii... seneng deh punya banyak waktu dan bisa nulis ff lagiiiii. Gimana gimana gimana chingudeul? Gimana ff kyuna baru ini menurut kalian? Belum ada moment 'kyuna di chapter ini tapi akan ada moment seru, lucu, dan romantis di chapter selanjutnya. Tungguin terus kelanjutannya yaaaa hihihi ^^ jangan lupa di comment chingudeul aku tunggu sekali comment dari chingu chingu dimana pun berada ;)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Fvnkenstein #1
Chapter 7: Wahhh daebak ceritanya..bikin perasaan terombang ambing.

Pdhal rada berharap Yuri pada akhirnya bisa hidup lagi dan bisa kumpul bareng Yoona dan Kyuhyun. Tapi gapapa.

Semoga kedepan nya bisa terus nulis ff KyuNa ya thor.

Terima kasih atas karya nya.
onlysjk #2
Chapter 7: Aigoooo.. sedih banget pas pertemuan yoona sama yuri.. gak nyangka yg dimaksud yuri di mimpinya kyuhyun adalah memberikan jantungnya untuk yoona.. demiii apa thor, part ini bikin mewek hiksss tp aku senang kyuhyun nikah sama yoona seenggaknya yoona punya seseorang yg menjaganya. Fiuuh, gomawoyoooo authornim~ gak nyesel aku mampir baca ff ini. Ditunggu ff kyuna yg lain thor
onlysjk #3
Chapter 6: Thooorr aku bisa kena diabetes ini habis baca ffmu. Soalnya sweet bangeeeeet awwww. Kyuhyun juga suka kan sama yoona? Sampe nyosor gtu soalnya hehehe
onlysjk #4
Chapter 5: Menurut aku kyuhyun salah ngomong tuh, yoona jadi berfikiran yg nggak2 sama dia. Btw, kyu sama yuri cuma temanan aja kan thor? Awas aja si kyuhyun punya perasaan, gue tabok tuh perutnya hahahaha XD
onlysjk #5
Chapter 4: Jadi yurinya koma gtu thor? Terus arwahnya gentayangan dirumahnya sendiri? Heol, gak nyangka yoona bisa tinggal ditempat yg sama seperti kakaknya. Makin pernasaraan niiih..
onlysjk #6
Chapter 3: Waaaah apakah sebelumnya kyuna udah saling kenal thor? Sayang banget yoonanya lupa ingatan..
onlysjk #7
Chapter 2: Kok feeling aku itu kakaknya yoona yaa yg jadi hantunya..
onlysjk #8
Chapter 1: Wah yoonanya lupa ingatan yaa thor? Btw itu dokter sapa namanya? Andy lee emang kah namanya? Hehehe
onlysjk #9
Wah kayaknya rame nih. Ijin baca chap selanjutnya yaa thor hihiiii
yoongyuyoong #10
Chapter 7: Udah lama ga buka pas buka udah complete ceritanya kyaaaaa happy ending akhirnyaaaaaaaa ditungu ff ygblain lain semoga etep semangat dan dipenuhi ide cerita yg ga kalah seru yaaaaa!!! HWAIIITIII