Pray

Pray

Ruangan itu kosong. Tanpa suara, tanpa warna, tanpa kebebasan. Hanya ada suara angin yang bertiup dari satu sisi. Hanya dia yang berada di dalam ruangan itu, menatap kosong ke arah yang tidak menentu sambil bergumam hal-hal yang tidak masuk akal. Hanya dia saja di dalam ruangan setengah gelap itu.

Dia melihat dua orang berbaju serba hitam di sebuah ruangan yang tidak jauh dari ruangannya, sambil berdiskusi sesuatu yang tidak masuk ke dalam pikirannya. Ia tidak tahu apa yang sedang orang-orang itu bicarakan, dengan gesture misterius yang tidak semua orang – bahkan dia pun bisa menginterpretasinya. Lalu dia lihat ke bangunan-bangunan yang berdiri di tanah, yang menunjukkan kekokohannya. Bangunan yang terkesan hitam-putih dan kelabu itu.


I’m praying, and also calling out for someone to take me out of here

(Aku berdoa, dan juga memanggil seseorang untuk mengeluarkanku dari sini)

 

Dia mengharapkan kebebasan. Dia berharap untuk bisa terbebas dari genggaman bangunan berjeruji semasa dulu, di dalam ruang bawah tanah yang kumuh dan tak terpelihara. Ia merasa lebih baik, namun ia berpikir kenapa ia sekarang di tempat yang membuatnya merasa sama saja. Ia merasa terisolasi, tapi mau bagaimana lagi. Ia tak tahu.

Little by little, you’re getting more sick

(Sedikit demi sedikit, kau terlihat semakin sakit)

Tak lama, ia melihat sekujur tubuhnya. Tangannya yang kasar dengan jari-jari yang tidak beraturan letaknya, serta kuku-kuku yang rusak dan kotor. Bajunya yang lusuh seperti pengemis bekas narapidana. Kakinya yang tidak sempurna, namun terlihat seperti manusia lainnya.

Kemudian ia berkaca, mengapa ia terlihat aneh. Kemudian, ia merunduk dan melihat figurnya lagi. Wajahnya yang besar dan kulitnya yang tidak biasa. Ia takut. Ia ingin wajah itu hanyalah sebatas ilusinya. Ditatap kembali dengan lekat-lekat wajah itu, tapi sama saja. Ia hanyalah monster bagi orang lain. Ia hanyalah sumber ketakutan orang lain. Ia hanyalah satu dari serangkaian mahkluk tak biasa.

Little by little the things you lost are starting to cave in

(Sedikit demi sedikit segala milikmu yang hilang mulai muncul kembali)

 

http://24.media.tumblr.com/5d963465cb936d83221a54f1f055d46a/tumblr_mp6icgbVr81rm6jd7o1_500.png

 

 

Ia hanya punya satu benda di tangannya: sebuah gantungan dari tali yang dihiasi oleh gemerincingan, salib kayu, dan sebuah gembok kecil. Barang itu bersimbolkan faith, trust, dan freedom. Itulah yang ia punya. Itulah yang pertamakali dia saksikan dari pergelangan tangan seseorang yang ia anggap sebagai sosok pahlawan baginya. Dia masih – dan sampai sekarang – tetap menjadi mahkluk polos, namun dia bukanlah mahkluk bodoh. Dan barang itulah satu-satunya yang ia senangi. Sembari ia melihat refleksinya menatapnya kembali persis sepertinya, perlahan ia keluarkan barang itu dari kantongnya. ‘Aku tak mau barang ini hilang. Ini milikku,’ pikirnya.

 

http://24.media.tumblr.com/5d963465cb936d83221a54f1f055d46a/tumblr_mp6icgbVr81rm6jd7o1_500.png

 

 

Ia hanya mengurung diri dalam ruangan sempit itu, sesekali ia hanya melihat ke luar melalui sebuah celah kecil dari kayu yang berlubang itu. Ia masih saja mengidamkan kebebasan, sekalipun ia tahu bahwa ia belum tentu bisa bebas. Ia masih memiliki sebutir harapan untuk bisa bebas dari apapun, dari jeratan dalam dirinya. Dari jeratan yang tak kasat mata namun mengikat dirinya pelan-pelan. Ia hanya ingin udara segar, bukan udara hampa yang setiap hari ia hirup. Keinginannya ada di dalam toples hatinya. Doanya berada dalam kotak nuraninya.

Ia merasa lebih baik di satu sisi, namun ia juga merasa sama saja. Rutinitasnya hanya seperti kelinci percobaan, namun baginya rutinitas itu menjadi suatu penghiburan semata, meski hanya sebentar. Ia selalu ingin bersama penolongnya itu. Ia selalu ingin bersama malaikat misterius itu. Ia yakin sekali, meskipun wajahnya dingin, namun hatinya pasti seperti selimut.

Mahkluk itu masih terbaring dengan segelintir pikiran yang memenuhi otaknya yang besar itu. Ia memikirkan masa depannya. Ia memikirkan bagaimana kehidupannya selanjutnya. Ia masih bermimpi. Ya, dia masih sesekali melamun, bermimpi akan hal-hal semu yang tak mungkin diraih. Harapan-harapan semu itulah yang masih membuatnya hidup, serasa ia masih bisa menginjak bumi. Ia masih ingin mengecap masa depan yang tak mungkin ia bisa prediksi. Meski ia tak tahu waktu, ia masih tetap bermimpi.

 

http://24.media.tumblr.com/5d963465cb936d83221a54f1f055d46a/tumblr_mp6icgbVr81rm6jd7o1_500.png

 

 

Ia tak tahu apabila ia punya Tuhan. Ia bingung, dalam kekalutan pikiran yang meresahkan perasaannya. Ia seperti anjing yang tak tahu arah pulang. Ia tak tahu harus berpulang kepada siapa. Keyakinan bukanlah yang utama dalam benaknya sendiri. Tak pernah ia berpikir akan hal yang menyentuh nurani itu. Tak pernah sesekali ia memegang Rosario maupun Alkitab yang dianggap suci itu. Dia tahu bahwa dirinya najis di mata orang - karena semasa hidupnya ia diperlakukan seperti itu – dan ia diasingkan seperti orang yang terganggu jiwanya. Nuraninya tak pernah ia ikuti, karena dia merasa bahwa dia adalah sosok bernaluri.

 

Who else has been praying and dreaming

(Siapa saja yang sudah berdoa dan bermimpi)
About all the things that could have been done

(Tentang segala hal yang harusnya bisa dilakukan)
Tell me everything, look at me and tell me, now please stop

(Ceritakan semuanya padaku, lihat aku dan cerita padaku, sekarang tolong berhenti)

 

Sekian kata-kata banyak terlontar dari mulut-mulut orang. Banyak dari mereka berkata,

“Ketika kamu susah, berdoalah pada-Nya.”

“Pada-Nya saja kita bersujud dan berdoa.”

Serangkai kata-kata yang ia tak menangkap maksud di baliknya, selalu ia dengar. Namun, ia tak ingat seluruhnya.

 

Karena kelelakan berbaring, ia akhirnya berpindah posisi, dengan kaki ditekuk di depan dadanya dan lengannya memeluk erat kaki-kaki yang kedinginan itu. Sembari ia tertidur dengan keadaan seperti itu, ia berusaha berdoa pada Tuhan. Ia berdoa agar mimpi-mimpi semunya bisa diwujudkan. Ia berdoa banyak hal, sesekali ia curhat pada-Nya. Ia hanya merasa bahwa dengan begitu Tuhan akan mendengar dan mengabulkan semuanya. Untuknya.

 

http://24.media.tumblr.com/5d963465cb936d83221a54f1f055d46a/tumblr_mp6icgbVr81rm6jd7o1_500.png

 

 

Beberapa lama kemudian, satu sosok berpakaian hitam datang menghampirinya, berdiri di depan dirinya. Sosok itu terdiam, mengamati figur mahkluk yang rapuh, tidak sempurna, tetapi memiliki sejuta mimpi itu. Mahkluk itu masih tertidur sambil memegang barang kesayangannya itu.

 

Lalu, sosok itu menarik barang itu pelan-pelan. Mahkluk itu langsung membuka matanya dan dengan takut ia mendorong orang itu dengan kencang, membuat si sosok terjatuh. Si mahkluk langsung takut, kemudian berusaha melarikan dirinya ke tempat yang baginya aman. Ia berlari dari satu tangga ke tangga lain, menaiki dan menuruni tangga, melewati jembatan penghubung bangunan. Dan ia sampai di jalan buntu: lantai teratas gedung, dimana ia hanya bisa menatap lesu namun perasaannya lega.

 

Ia, akhirnya bisa bernapas dengan bebas, karena ia merasa ia sudah terlepas dari belenggu tak kasat mata yang selama ini telah mengikat dirinya.

 

Sayangnya, kebebasan itu hanyalah kebebasan sesaat.

 

Langkah diam mulai mengisi lapak terbuka itu. Suara gemerincing kembali terdengar di telinga si makhluk. Ia menengok ke belakang, mendapati matanya menatap dua sosok yang bersamanya dalam satu gedung. Sang penolong dan sang darah dingin, itulah julukannya bagi dua orang itu. Saat melihat sang malaikat misterius itu, semula ia lega karena ia yakin bahwa dia akan menolongnya kembali. Namun, kenyataan justru berbalik dari fiksi pikirannya sendiri. Berbalik dari mimpi. Ya, dia mendapati mimpi semu itu hilang ditelan angin.

 

Trying to live for just one more day, biting my lips

(Mencoba untuk hidup sehari, mengigit bibirku)

 

Sosok malaikat itu mengangkat satu senjata, mengarahkan alat itu padanya. Harapannya pupus ditelan kenyataan pahit. Suara-suara indah yang selalu membayangi dirinya langsung redup. Ia menolak, ia tak mau. Tapi, apadaya; ia ditembak langsung mengenai jantungnya. Awalnya ia tidak merasakan apa-apa, namun secepat apapun ia akan melepas bius itu, tetap saja ia tak sanggup. Ia jatuh tersungkur, sambil menatap sang malaikat yang menembuskan jarum itu padanya.

 

Itu bukan bius, namun racun, pikirnya.

 

Racun itulah yang membuat dirinya meringkuk seperti bayi yang kedinginan, membawanya dalam kegelapan jiwa dan berakhir dengan setetes air mata realita pahit yang keluar. Semua yang dilihatnya, seperti lampu yang akan mati. Perlahan-lahan, ia lemas dan akhirnya, ia tak sadarkan diri.

 

His frozen body is hung on the ground

(Tubuh bekunya tergeletak di tanah)

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
le-vienna
still have thousands to post >.

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet