Epilogue: Isolation

Pray

Sampai sesosok penolong ada untuknya.

 

(Sebuah Prolog Untuk “Pray”)


Sosok terkucilkan itu hanya bisa menyendiri. Sehari-hari ia hanya bisa menatap cahaya dan bulan dari lubang besi 8x10 cm yang sempit itu. Ruangan batu berjeruji itu berada di bawah tanah, sejajar dengan jalanan kota yang selalu sepi.

 

Ia terus bertanya-tanya dalam hatinya. Seumur hidupnya, ia tak tahu apapun tentang dirinya – siapa dirinya, siapa orang tuanya, bagaimana parasnya – ia hanya penasaran. Sangat penasaran. Satu-satunya hal yang ia hanya tahu adalah suaranya. Hanya suaranya saja yang ia tahu.

 

Ia memang sangat polos dan bodoh. Sejak ia kecil, ia tak ingat apa-apa. Ia tidak pernah mendapatkan pendidikan. Setiap orang berkata atau meminta, ia pasti menjawab iya. Setiap diejek, ia hanya murung kemudian menangis. Setiap orang lain pergi, ia takut. Tolong garis bawahi kata ini dan coret yang di atas, ia pada dasarnya memang idiot.

 

Sosoknya dianggap bermacam-macam oleh orang lain:

Ada si bodoh, kita buang saja dia!”

Dia itu monster, nak. Jangan dekati dia, nanti kamu ketularan dia!

Jijik! Dia bau, najis!

 

Itulah yang selalu ia dengar. Karena itulah, dia tinggal di tempat itu. Meski sempit, namun sekiranya – baginya – tempat itulah yang memberikannya ketenangan. Sebuah ketenangan yang belum tentu orang lain rasakan. Sebuah ketenangan di mana ia bisa berteman dengan imajinasinya, dengan mimpi-mimpi indahnya, dengan lullaby semu yang sebenarnya tidak ada. Ya, temannya hanyalah fantasi karena di dunia ini baginya sudah tidak ada yang berhati selembut kapas. Tak ada satupun.

 

Hidupnya hanyalah sebuah sampah yang membusuk. Orang lain berkata bahwa hidupnya hanya sebatas sebagai seorang wangta yang buruk rupa. Tak ada hal yang ia miliki, yang bisa dibanggakan oleh orang lain. Tak ada emas di dalam batuan lapuk.

 

Bisa  dibilang, hidupnya sangat menyayat siapa saja yang tahu. Selain idiot, dia juga memiliki keterbatasan khusus. Seingatnya, ada seorang dokter yang bilang kepadanya bahwa ia memiliki rupa yang aneh dan tidak enak dipandang. Ia tak menangkap apa yang dikatakan dokter itu, namun ia mendengar kata “melepuh”, “disiram”, dan “disuntik”. Dokter itu juga berkata bahwa karena itulah, ia lumpuh di kaki kirinya secara permanen dan wajahnya terlanjur tak bisa dioperasi lagi.

 

Wangta: seseorang yang dijauhkan dari pergaulan.

 

tumblr_mp6icgbVr81rm6jd7o1_500.png

 

 

Ia tak tahu tanggal berapa itu, apalagi hari. Namun, saat itu ia hanya merasa biasa-biasa saja. Karena hidupnya sangat datar tapi terlihat curam di mata orang lain.

 

Satu hal yang ia lihat menarik namun sangat mengejutkannya. Dari arah sebelah kiri, ada sosok bersepatu merah melangkah pelan dengan anggunnya. Dia hanya mengenakan baju hitam yang sangat polos. Lalu, dilihatnya sosok itu oleh si terkucil itu. Parasnya yang elok membuatnya terkagum heran. Apakah dia ini malaikat? Apakah dia yang akan menolongku?, tanyanya dalam hati.

 

Lalu, orang itu meletakkan tangan kirinya di salah satu jeruji di lubang itu. Diamatinya gelang di pergelangan tangan kirinya itu olehnya, dan didorong pelan salah satu bandulnya. Ternyata berbunyi.

 

Dalam sekejap, ia terhinoptis oleh barang kecil itu. Sosok penolong – julukannya – lalu mengajaknya keluar dari ruang bawah tanah itu. Dan akhirnya, sosok elok itu memegang pergelangan tangannya, menariknya dari ruang bawah tanah itu ke suatu tempat yang entah dimana letaknya.

 

Manusia elok itu membawanya ke suatu rumah dan menggiring si mahkluk itu ke kursi. Ada sosok berbaju hitam dengan tatapan yang bisa membunuh siapapun yang berkontak  mata dengannya. Mahkluk itu menyebut sosok di dekat kursi itu sebagai “sosok darah dingin”.

 

Langsung saja sosok penolongnya menyuruhnya untuk duduk di kursi di dekat sosok darah dingin itu. Ia hanya bisa patuh padanya karena ia menolongnya tadi. Tak lama, sosok darah dingin itu melakukan sesuatu dengan kamera di depan figure dirinya yang duduk manis, lalu menjepret dirinya berkali-kali. Setelah selesai, ia hanya tersenyum menyeringai – tandanya ia senang.

 

Setelah itu, sosok tadi mengambil satu alat tajam transparan dan menusukkan jarum itu di kepalanya, sambil mengemas darah di tabung alat itu. Entah buat apa darah itu nanti, mahkluk itu merasakan kepalanya yang lebih ringan, seperti memakan sesuatu yang membuatnya lemas.

tumblr_mp6icgbVr81rm6jd7o1_500.png

 

 

Mahkluk itu tak tahu apalagi yang dilakukan oleh dua sosok yang membawanya kemari. Ia tak tahu pikiran mereka, maksud mereka membebaskan mereka. Tak pernah ia dengan mereka bercakap-cakap dengannya. Tak pernah ia lihat mereka tersenyum sepertinya.

 

Setelah di sana, ia hanya dibawa ke ruangan putih dengan figura lukisan yang terlihat sakral di matanya dan didorong pelan untuk duduk di tempat tidur di dekatnya. Dalam ruangan itu, ia juga melihat mainan kayu yang berwarna-warni.

 

Dan selanjutnya, ia tak tahu kelanjutan dari perbuatan mereka yang terkesan misterius itu, sekalipun ia sudah bertemu dan bertatap wajah dengan sosok penolongnya itu. Ia sudah berhasil bertemu dengan orang itu, dan orang itu ada di dalam sosok malaikat itu.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
le-vienna
still have thousands to post >.

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet