Fragile
Marquee ReflectionKuhabiskan sepanjang siang untuk berdiam diri di apartemen. Aku tidak berniat untuk bermuram durja setelah kebenaran tentang Sehun terungkap dan membuat hatiku terasa sangat sakit, tapi ternyata aku tak sekuat yang aku inginkan. Keyakinan bahwa aku akan baik-baik saja selalu bergumam setiap saat, tapi semakin lama dan semakin banyak aku mengucapkannya, itu justru membuatku semakin tidak keruan.
Terlebih lagi dengan berpuluh-puluh panggilan dari Jongin yang tidak ku angkat, membuatku menatap ponselku gelisah. Setelah aku meneleponnya pagi tadi memberitahu tentang kebenaran Sehun sesingkat mungkin, aku tidak melanjutkan pembicaraan dengannya. Karena aku tidak ingin berbicara dengannya dan mengakui bahwa apa yang dikatakan oleh Jongin beberapa waktu lalu adalah benar. Aku tidak ingin membenarkannya. Sehun orang yang baik, pasti ada alasan kenapa ia melakukan ini padaku.
Aku harus menahan hasrat antara ingin menghubungi Sehun seperti biasa atau aku harus merubah sikapku setelah apa yang terjadi. Jadi ku lempar saja ponselku menjauh dariku. Lalu aku tau aku harus menahannya.
Aku membutuhkan beberapa waktu untuk setidaknya memikirkan apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Ini rumit dan aku tidak bisa memutuskannya dengan terburu-buru.
Tapi yang ada dalam otakku hanyalah Sehun, cinta yang kusematkan padanya justru semakin menyebar saat aku memikirkan Sehun akan meninggalkanku karena ia memiliki orang yang lebih penting dariku. Lalu aku bagaimana?
Sehun telah meletakkan hatinya padaku secara tidak langsung dan−oh bukan! Kurasa akulah satu-satunya yang mengambil hati Sehun, ia tidak pernah secara resmi memberikan hatinya padaku dan menilik apa yang berlangsung antara aku dengan Sehun yang jarang membicarakan tentang perasaan kami, kurasa ia tak pernah ada rasa sedikitpun padaku.
Aku merosot lemas, bahuku lunglai dan rasanya aku tak punya tenaga lagi untuk melewati hari ini. Semua ini terlalu mengagetkan dan sangat mendesak, aku tak pernah membayangkan semua ini terjadi hingga saat aku mengalaminya sekarang aku seperti sedang déjà vu, hatiku kembali nyeri karena cinta setelah dua tahun aku hanya terkatung-katung merasakan sakit yang ditimbulkannya.
Aku merasa tertekan.
Seperti sedang dipojokkan dengan sesuatu yang akan meledak, seperti bom yang aku tidak tau kapan itu akan menghancurkan tubuhku. Aku pusing memikirkan Sehun. Merasakan frustasi yang dulu sering aku alami saat berpacaran dengan Jongin kembali muncul. Kenapa semua perasaan yang dulu ku rasakan saat bersama Jongin kembali terkuak akhir-akhir ini? Ugh!
Ada satu tempat yang ku pikir bisa aku kunjungi saat ini, nyeri hatiku mungkin saja bisa sembuh di sana, setidaknya walau hanya sesaat, aku membutuhkan itu sekarang. Aku tau Sehun malam ini tidak akan menginap di tempatku, jadi ku putuskan saja untuk pergi.
“Yoon Eunjoo??!” teriak seseorang setelah beberapa menit aku sampai di Cherry. Aku menoleh mencari sumber suara di tengah hiruk pikuk musik disco yang sedang di putar keras-keras. Lalu seseorang menarik lenganku dan mendudukanku di tempat duduk di dekat konter bar.
“Sungjin??” tanyaku terkejut sambil menyipitkan mata saat wajahnya tidak begitu jelas karena terpantul lampu warna-warni. Dan ternyata orang itu memang Sungjin. Ia sama sekali tidak banyak berubah, kecuali kedua lengannya yang kini semakin berotot.
“Ya ampun, Eunjoo, kemana saja kau selama ini? Menghilang ditelah bumi, huh?” ucapnya seraya menjabat tanganku hangat seperti yang dulu biasa kami lakukan. Aku tersenyum karena senang bisa bertemu dengannya lagi, Sungjin orang yang baik, sejak dulu ia selalu baik padaku dan bertemu lagi dengannya setelah sekian lama ternyata sangat menyenangkan.
Pertama kalinya aku mengenal Sungjin−dan pertama kalinya aku datang ke sini adalah beberapa waktu lalu saat Jongin mengajakku ke sini, ke Cherry. Saat kami masih berpacaran dan kami berada di tahun pertama saat kuliah. Di sinilah tempat aku menghancurkan masa remajaku bersama Jongin. Aku meringis pahit saat beberapa gambaran aku dan Jongin duduk di sini beberapa tahun lalu terlintas di pikiranku.
Sungjin melongok ke sekitar tempat dudukku, mengecek orang-orang yang ada di sana. “Kau datang sendirian?” tanyanya penasaran.
“Iya.” Aku mengangguk singkat.
Wajah Sungjin penuh dengan pertanyaan yang tidak ia ungkapkan, aku tahu itu. Setidaknya berkali-kali datang ke sini di waktu lalu membuatku mengerti seperti apa Sungjin. Ia menyembunyikannya walau ingin tau kenapa tiba-tiba aku datang ke sini setelah selama dua tahun ini aku menghilang seperti orang mati dan sekarang aku kembali muncul bagaikan mayat yang bangkit dari kubur.
“Aku datang sendiri.” Tambahku memperjelas. Sungjin kemudian berjalan kembali ke balik konter bar dan aku melihat jajaran botol berisi cairan berwarna bening dan coklat muda. “Sungjin, beri aku yang seperti biasa.” ucapku pada Sungjin.
Awalnya ia sempat ragu saat aku mengucapkan perkataanku sebelumnya, tapi kemudian ia mengangguk dan mulai meracik minuman yang ku inginkan.
Aku melihat ke sekeliling sambil menunggu minumanku datang. Bangku di konter di sebelah kananku kosong, di sebelah kiriku ada seorang wanita dan seorang lelaki sedang mengobrol. Di pojok meja aku melihat pasangan yang sedang berciuman dan di lantai dansa beberapa orang mulai meloncat-loncat menari saat DJ me-remix lagu yang sedang di putar.
Aku mengambil ponselku yang masih terus berkelap-kelip dan terus bergetar setelah aku mengubahnya menjadi mode silent. Jongin masih meneleponku. Tidakkah ia lelah?
Menonton para pengunjung menari di tengah-tengah ruangan di atas lantai dansa membuatku gerah dan aku melepas coatku, aku tidak merasakan dingin sama sekali padahal di luar ruangan salju sedang turun cukup lebat.
Aku kembali menatap tempat Sungjin membuat minumanku dan mengamatinya. Suara denting es batu membentur gelas terdengar di telingaku sekalipun musik yang sedang diputar begitu memekakan telinga. Ia menyerahkan segelas minuman yang telah ku pesan dan aku berhenti sejenak.
Aku yakin aku akan meminumnya, Sehun tidak akan keberatan jika aku mabuk, toh aku tidak akan menghabiskan waktuku bersamanya malam ini. Lagi pula, tidak ada yang benar-benar mencegahku untuk melakukan ini.
Ku basahi kerongkongaku dengan minuman masa lalu, minuman yang lebih sering ku minum di masa lalu. Rasa dan sensasinya membawaku kembali pada masa-masaku bersama Jongin. Ternyata aku juga merindukan minuman ini.
Ku sodorkan gelasku yang kini kosong pada Sungjin, memintanya untuk mengisi gelasku lagi. Pikiranku terasa lebih ringan sekarang, Sehun tidak akan menjadi masalah lagi. Aku bisa melupakannya, walau harus seperti ini. Toh aku sudah hancur. Aku sudah hancur berkeping-keping. Tida
Comments