Last Chance

Marquee Reflection
Please Subscribe to read the full chapter

Rasanya berbeda dengan kesakitan yang akhir-akhir ini kurasakan. Yang ini jauh lebih membuat sesak karena aku seperti digantung. Jauh berbeda dengan perasaan yang timbul saat bersama Sehun. Saat bersamanya, aku tahu kemungkinannya memang sangat kecil untuk membuat Sehun tetap bertahan, sedikit banyak aku sudah mempersiapkan diri dengan kepergian Sehun, atau setidaknya ada Jongin yang menemaniku dalam kesakitan itu. Tapi saat ini, ketika orang yang bertahan untukku ketika aku sedang kesakitan adalah satu-satunya orang yang membuatku merasakan perih itu lagi.

Ketika perasaan itu mulai datang padaku, Jongin justru bersiap pergi. Seolah berdiri di ujung tebing dan siap terjun. Jatuh sekalian atau tidak sama sekali. Aku tidak habis pikir kenapa Jongin memilih untuk bersiap berhenti mencintaiku. Mungkinkah dia lelah?

Bukankah itu yang kuinginkan? Selama ini aku ingin dia lelah mencintaiku, berhenti mencintaiku, tepat seperti yang kukatakan pada diriku sendiri. Tapi apakah Jongin harus benar-benar berhenti mencintaiku? Tak bisa kupungkiri aku bahagia lagi dengannya, lalu kenapa ia harus bersiap pergi saat diriku hampir berbalik padanya? Kenapa, Jongin? Kenapa?!

Jawabannya hanya satu. Karena aku terlalu pengecut untuk mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya pada Jongin.

“Kau benar-benar tidak berniat untuk menghirup udara di luar? Pergi bekerja? Atau semacamnya?” Yoomi bertanya padaku, menyingkirkan selimut yang masih menggulung di tubuhku. Aku menggeleng memberinya jawaban. “Oh ayolah Eunjoo, jangan lakukan ini lagi. Aku benci melihatmu sok merana begini.” Suaranya yang enggan membuatku menautkan alis sebal.

“Aku tidak sok merana, Yoomi. Aku sungguhan.” Kataku, menyadari apa yang baru saja kukatakan terdengar tidak benar. “Maksudku... siapa yang merana. Aku tidak merana.”

Yoomi menyilangkan tangannya di dada, memandangiku dengan muak, aku menghindari tatapannya yang sangat mengintimidasi. “Turun dari ranjangku sekarang juga! Mandi, makan, menonton TV, masak atau apalah. Lakukan sesuatu! Jangan hanya meringkuk seperti bayi! Kau sudah besar Eunjoo!” Yoomi berteriak, menyeretku turun dari ranjang.

Ia membuang selimut dan bantalnya ke lantai, menggulingkan buku-bukunya dari rak buku, menumpahkan majalah yang ada di atas meja. Aku memandanginya kebingungan.

Yoomi beranjak ke dapur dan menumpahkan jus di atas lantai. “Aku mengizinkanmu tinggal di tempatku, Eunjoo. Tapi bersihkan ruangan ini sekarang juga! Lakukan sesuatu!” Ancamnya dari ambang pintu lalu menghilang.

Kuhela napas panjang, merangkak dari lantai dan berjalan sempoyongan ke sekeliling ruangan. Yoomi dengan sengaja mengotori ruangannya sendiri, demi membuatku melakukan sesuatu. Oh yang benar saja, ruangan yang tadinya sudah bersih sekarang jadi sangat kotor, hanya membuang-buang waktu saja.

Atau mungkin Yoomi benar. Lebih baik aku membuang waktuku untuk hal yang berguna, seperti membersihkan rumah Yoomi contohnya. Daripada tidur sepanjang hari.

Aku memang sudah tidak berniat lagi tinggal di apartemenku sendiri. Mungkin aku harus pindah dari sana dan mencari yang baru, atau mungkin pulang ke rumah. Tapi itu tidak mungkin karena aku harus bekerja dan yah, jarak dari rumah ke toko kan lumayan jauh. Lagipula, dengan ayah dan ibu yang sering pergi ke luar negeri, aku tidak yakin aku bisa tahan hidup di sana seorang diri, walaupun aku sudah sering hidup sendiri. Mungkin aku memang harus mencari apartemen yang baru. Dan menghilang dari kenangan yang ada di dalam sana. Aku tidak ingin terus terhantui oleh keberadaan Sehun yang tidak nyata di tempat itu.

Kubersihkan seluruh penjuru rumah setelahnya, memasak untuk sarapan, mandi dan menonton televisi beberapa saat sampai kelelahan karena telah bekerja seperti pembantu membuat tenagaku terkuras. Kurasa Yoomi tidak akan keberatan kalau aku tidur lagi, dia seharusnya tau membersihkan rumah adalah hal yang melelahkan. Dia harus memaklumi kalau pada akhirnya aku tertidur.

Yoomi semakin menyeramkan beberapa saat terakhir, sepertinya aku tahu penyebabnya dan mungkin memang itu sangat berpengaruh. Ia sedang hamil muda dan tensi kemarahannya meningkat lebih dari biasanya. Aku pernah baca tentang itu, walau aku tidak tahu seperti apa persisnya, tapi dengan melihat sikap Yoomi, aku tahu buku yang kubaca adalah benar.

Senyum tersemat di bibirku, membayangkan Yoomi yang sedang hamil dan beberapa saat lagi perutnya pasti akan menyembul, ia tentu sangat bahagia. Seperti aku yang bahagia karena melihat orang-orang di sekitarku memiliki kebahagiaannya masing-masing.

Bagaimana denganmu sendiri, Eunjoo? Batinku bersuara.

Aku juga bahagia, kok. Melihat kebahagiaan orang lain membuatku merasakan bahagia juga. Termasuk kebahagiaan yang terkadang Jongin tunjukkan padaku. Aku tahu dia bahagia, walau dalam keadaan seperti ini, entah kenapa aku bisa mengatakan kalau Jongin tetap bahagia.

Jantungku mengerut, seperti sedang dikeringkan. Menghadirkan rasa sakit tiba-tiba melintas yang secara otomatis membuatku meringkuk di atas ranjang, mejaga diriku tetap utuh.

Bohong. Kau tidak sebahagia itu.

Sebenarnya, aku tidak tahu kenapa Jongin masih bisa bahagia dengan keadaannya saat ini. Dan kenapa aku merasa tidak bahagia sepenuhnya. Aku kecewa dengan diriku sendiri dan juga kecewa pada Jongin karena ia memutuskan untuk bersiap-siap untuk pergi dariku.

Bukankah ketika ia bilang padaku untuk memberitahunya kalau dia harus berhenti mencintaiku, artinya dia sudah siap untuk pergi kapanpun aku memintanya untuk berhenti? Keterlaluan, Jongin.

Ketika rasa itu datang. Tapi kau berkata kau bersiap pergi.

Kau membuatku ragu saat keyakinan seharusnya mendorong perasaan ini lebih jauh, Jongin.

Mimpi hampir saja memelukku saat kudengar pintu terbuka, aku ingin bangun, menyapa Yoomi yang baru pulang dan menunjukkan apa saja yang telah kulakukan, tapi aku terlalu enggan karena terlalu lelah.

“Sudah kubilang Sehun yang melakukannya. Aku sudah memberitahumu sebelumnya, Yoomi.” Kudengar Kyungsoo bicara. Aku langsung menajamkan telinga saat ia menyebutkan nama Sehun.

“Ssstt.” Yoomi mendesis. “Pelankan suaramu.”

Kyungsoo mengecilkan suaranya, “Awalnya Sehun tidak ingin Jongin kembali pada Eunjoo, tapi Jongin sampai bersujud di depan Sehun, dan Jongin meyakinkan Sehun kalau dia bisa membuat Eunjoo bahagia lagi. Tapi alasannya yang tak bisa diterima membuatku ragu, Yoomi.”

“Aku juga ragu. Tapi mau bagaimana lagi? Eunjoo telah membuka perasaannya lagi untuk Jongin, dan Jongin justru bersikap begitu sekarang. Bodoh sekali mengatakan itu pada Eunjoo. Kalau dia tidak lagi mencintai Jongin, aku yakin ia akan langsung memintanya saat itu juga. Tapi ia tidak melakukannya, itu karena perasaannya pada Jongin telah kembali.”

Kubuka mataku, tercekat mendengar apa yang mereka bicarakan. Aku masih meringkuk di atas ranjang, berniat untuk mencuri dengar apa yang mereka bicarakan.

“Tapi sepertinya rencana kita tidak sia-sia.”

Yoomi tergelak lirih, “Kau benar. Kita tahu bagaimana Jongin membuatnya tergoda. Sudah kubilang dia menemukan cintanya kembali pada Jongin.”

Kutekan kedua bibirku, merasa ragu dan kesal di saat yang bersamaan. Aku tak tahu kenapa aku sedikit kesal mendengarkan pembicaraan mereka. Kenapa terdengar aneh? Dengan jelas mereka tahu kenapa aku memilih untuk tinggal di tempat Yoomi, tapi mereka tidak menanyaiku sedikitpun dan selalu membicarakanku di belakang punggungku. Mereka menghindariku hampir setiap saat, tidak ingin berbicara denganku dalam waktu yang lama−yang sama-sama kulakukan terhadap mereka.

Aku tidak ingin membahas Jongin, begitu juga mereka. Mereka tahu apa yang terjadi di antara aku dan Jongin terakhir kali, tapi mereka seolah tidak mengetahuinya dan menganggapku tidak ada di sekitar mereka membuatku kesal.

Kasur Yoomi berderit saat kugerakkan tubuhku dan berdiri di atas lantai, berjalan melalui mereka ke konter dapur untuk mengambil minum, bersikap seolah mereka tidak ada. Yoomi dan Kyungsoo menoleh ke arahku yang tidak menyapa mereka sama sekali. Saat aku berjalan kembali ke arah ranjang, Yoomi menghentikanku.

“Eunjoo, tolong duduk sebentar.” Bujuknya. Dengan lesu aku menuruti apa yang ia perintahkan. Menatap ke meja dan menghindari mata mereka yang mengintimidasi.

Lama terdiam, aku tidak berusaha untuk berbicara, karena tak ada yang ingin kubicarakan.

Yoomi berdeham, akhirnya memecah kesunyian. “Tolong, katakan sesuatu.” Kunaikan pandanganku dan menatapnya sekilas, lalu menunduk lagi. “Apa yang terjadi?”

Aku mengangkat bahu dan mencibir, “Tak ada yang terjadi.”

Kyungsoo mengerang di atas sofa, menatapku dengan gemas. “Tak ada yang terjadi? Yang benar saja, Eunjoo. Kau tak tahu berapa lama kami merencanakan semua ini dan betapa sulitnya−” K

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
marumero
My current on going story; Second Third. Luhan and OC in action, pls give me your support guys :)

Comments

You must be logged in to comment
irnacho #1
Chapter 20: yaelaaah si eunjoo knp ga bunuh diri sekali aja ya. harusnya dia sadar, secintanya sehun sama dia, tapi cintanya sehun ke dia ga lebih besar dari rasa cintanya ke junhee. buktinya sehun ga sedikit pun ngehalangin niat eunjoo pas dia mutusin buat mengakhiri hub mereka. sehun langsung bilang iya tanpa mikir lagi. gila, nyesek meeeeen waktu sehun bilang "baiklah, jika itu yg kamu mau." ih aku klo jd eunjoo udah nangis darah. dan udah fix ga mau ngarepin dia lagi. duh eunjoo nyakitin diri sendiri aja sih. dia mah pusing di buat sendiri.
irnacho #2
Chapter 18: dan sekali lagi aku harus bilang, eunjoo bodoh bgt klo dia masih mau pertahanin sehun setelah apa yg dia tahu dari mulutnya junhee. trus sukaaaa banget pas bagian moment eunjoo-jongin. duhduhduhduh pokoknya sukalah
irnacho #3
Chapter 17: yailah jongin, sepele bener ya alesannya wkwk
tapi mungkin itu jadi batas kekecewaannya dia kali ya, udah mah bete sama sikap eunjoo trus di tambah dia ga inget sama ulang tahunnya. iya sih pasti bakal kesel, sedih, marah, kecewa dan sebagainya. kayaknya jongin bener2 udah ke apus ya dari hatinya eunjoo? atau jangan2 selama ini yg eunjoo rasain ke sehun itu cuma sekedar pelarian. karena kan pas sehun dateng eunjoo blm bener2 bisa ngelupain jongin. bisa jadi bisa jadi. aku harap sih gitu ya. makanya eunjoo susah ngelepasin sehun karena ya emang sehun yg bikin dia nyaman setelah dua tahun itu dia berkutat dgn keterpurukannya. tapi ya tetep aja caranya salah.
irnacho #4
Chapter 15: aku mau komen tapi ga tau harus mau komen aku. terlalu gemes sama semua tokohnya aaarrrgh
irnacho #5
Chapter 12: Aaaarrrgh knp eunjoo oon bgt siiiih
Heuuuu gemes bgt deh pengen nyakar dia
irnacho #6
Chapter 11: Aduuuh baru ini aku baca ff dan ga suka sama tokoh utamanya. Eunjoo tuh ya, trlalu bodoh. Sangking bodohnya pengen bgt unyeng2 rambutnya dia heuheu
irnacho #7
Chapter 10: Eunjoo bikin penyakit doang. Nyakitin diri sendiri aja, udah tau salah masih di terusin ckck
irnacho #8
Chapter 9: Trus sehun jawab : "ga bisa, karena aku udah mau nikah sama junhee." Jederrrr
Knp eunjoo ga cb berpikir ke masa lalu ya? Dia kan prnh di selingkuhin, harusnya dia bs lbh bijaksana. Karena dia pasti tahu gmn sakitnya di selingkuhin. Sekarang dia yg jd selingkuhannya dan ibaratnya dia mau ngerebut sehun dari pacarnya yg udh kenal sehun jauh lbh lama dr dia. Jd keliatan egois.
irnacho #9
Chapter 8: Aduuuuh knp eunjoo jd bodoh bgt ya. Dulu dia bs ninggalin jongin yg udh pacaran lama, knp sama sehun yg baru kenal, istilahnya deketlah, beberapa bulan susah bgt buat ngelepasin?
irnacho #10
Chapter 7: Sehun kacaaaauuu
Dan entah knp aku malah pengen eunjoo balik sama jongin. Rada sebel aja gitu pas dia tau klo slama ini dia jd selingkuhan sehun tp si eunjoo bukannya marah malah nyium sehun. Ya Apa pun alasan sehun, apa yg dia lakuin tetep salah. Klo di terusin justru itu semakin bikin eunjoo sakit sendiri. Jd mending udahin aja. Msh ada jongin, ya walau pun dia jg prnh ngelakuin hal yg sama tp senggaknya jongin sekarang nyesel sama perbuatannya dan yg pasti dia cinta sama eunjoo. Di banding sehun yg nganggep eunjoo ga lbh dr cewe yg cuma di datengin klo lg butuh doang. Berasa kayak tempat sampah.