I Admit
Marquee ReflectionRasanya mataku membulat dengan sempurna saat merasakan bibir hangat Sehun menyentuh bibirku. Aku masih bingung dengan apa yang sedang terjadi. Tanganku bergetar pelan saat Sehun memiringkan wajahnya dan melumat bibirku lembut. Kepalaku pening dan terkejut saat lidah Sehun membuka bibirku yang terkatup dan menghembuskan nafasnya ke dalam mulutku. Seketika aku tersadar dan mendorong dada Sehun menjauh dari tubuhku. Aku mendelik padanya tak percaya.
“Sehun!” seruku setelah mendorongnya menjauh, bibirku basah dan menyekanya dengan punggung tanganku. “Apa-apaan kau ini?!” aku berteriak padanya.
Sehun menatapku lembut, mengabaikan kemarahan dan teriakanku. Bukan itu yang ingin aku lihat dalam wajah Sehun. Aku ingin ia minta maaf padaku karena telah menciumku dan menyesal telah melakukannya. Mataku masih membelalak lebar saat tak ada tanda-tanda penyesalan dalam wajahnya seperti yang aku harapkan.
Melenceng jauh dengan apa yang kubayangkan, Sehun justru kembali mendekat ke arahku dengan cepat. Aku berbalik dan hampir berlari saat tangan Sehun menangkap lenganku dan mencengkeramnya. Aku meronta-ronta, tapi Sehun dengan sigap merengkuh wajahku dengan kedua tangannya. Tanganku mengepal dan mendorongnya kuat-kuat di dada. Bibirnya kembali melumatku, kini lebih kasar dan sangat memaksa.
Sehun mendorong tubuhku ke mobil paling dekat di mana kami berdiri dan menahanku di sana. Punggungku menyentuh kaca jendela mobil, bagian depan tubuhnya menahan tubuhku dan tanganku tak bisa mendorongnya lebih jauh. Aku bisa merasakan nafasnya yang berbau alkohol dan itu membuatku tahu ia sedang mabuk. Kesadaran itu membuatku mengerti orang yang sedang menciumku saat ini bukan benar-benar Sehun, ia sedang mabuk. Sehun tak akan melakukannya padaku jika ia sedang sadar.
Aku terdiam. Tidak memberinya perlawanan lebih, menunggunya berhenti dengan sendirinya. Tanganku terkulai ke sisi badanku, aku bisa merasakan kedua tangan Sehun sedikit mengendur di kedua sisi wajahku. Kedua tangannya turun ke pinggangku dan ia semakin memendekan jarak di antara kami berdua. Bibirnya berubah lebih halus dan lembut, matanya tertutup sejak awal sementara aku terus membuka mataku, pandanganku buram karena terlalu lama memandang wajahnya dalam jarak sedekat ini.
Bibirnya berhenti bergerak dan wajah Sehun mulai terlihat jelas di mataku saat ia menjauhkan diri. Aku menangkapnya sedang menatapku dan mata kami bertemu, aku mengepalkan tangan penuh kemarahan, detik berikutnya aku hampir menampar wajahnya saat ia mengejutkanku dengan ucapannya.
“Maafkan aku.” Ucapnya dengan sungguh-sungguh. Aku sedikit ragu dengan ucapannya, tanganku tertahan, matanya menatapku dengan hangat dan itu menyentakku dengan keras.
Sehun meraih kedua tanganku dan menggenggamnya lembut. Mataku masih menatap matanya. Tangannya begitu hangat dan terasa menyenangkan. Aku tidak tahu kenapa semua terasa begini dan bertolak belakang dengan apa yang aku pikirkan.
Aku tahu ini semua tidak benar, aku tahu semua ini akan menyesatkan. Apa yang aku rasakan dan apa yang aku pikirkan mulai tidak sejalan. Aku mengetahuinya saat tanganku membalas genggaman Sehun dan itu memberinya jawaban bahwa aku tidak membenci apa yang baru saja ia lakukan padaku. Sementara aku terus berpikir untuk menjauh darinya walau sedikit dalam benakku, aku ingin Sehun menemaniku dan bertahan untuk malam ini, setidaknya untuk mendengarkan cerita sedihku atau memberiku bahu untuk menangis dengan matanya yang menghangatkanku.
Pikiranku tidak bisa berjalan dengan jernih. Tubuhku semakin tak bisa ku kontrol dengan pikiranku, seolah aku sedang kehausan dan tak peduli dengan air apapun yang disandingkan di hadapanku, aku hanya perlu meminumnya untuk meredakan kehausanku. Tidak peduli apa yang akan terjadi setelahnya, entah keracunan atau menyehatkan. Dan begitulah Sehun. Aku tidak tahu kenapa aku tiba-tiba memikirkan hal ini. Yang jelas pikiranku mulai kacau sekarang.
Kekacauan ini semakin berlanjut saat aku memandangnya dengan lembut dan mulai berjinjit, melingkarkan kedua tanganku dilehernya dan memeluknya erat. Tubuh Sehun menegang untuk sesaat dan kembali rileks saat ia membalas pelukanku dan melingkarkan tangannya di pinggangku. Aku menyandarkan kepalaku di bahunya, kehangatan tubuhnya mengalir ke seluruh tubuhku dan aku tak bisa menolak apa yang ia miliki tepat di depan mataku.
“Yoon Eunjoo … ” bisiknya di telingaku. Bulu kudukku meremang, air mataku tertahan di sudut mata dan aku tidak tahu kenapa aku menjadi begini. Aku begitu terbuai oleh sikapnya yang menyenangkanku. “Kau terlalu banyak berpikir.” Katanya kemudian mencium telingaku.
Aku melepas pelukanku sementara ia masih memeluk pinggangku, aku menatap matanya dan tatapannya membuatku meleleh di tempat. Sehun benar, aku terlalu banyak berpikir, sementara pikiran dan tubuhku kini tidak berhubungan dengan baik. Aku memejamkan mata. Ada yang berbeda dengan Sehun. Sesuatu yang tak pernah ku lihat selama ini dan itu membuatku tertarik.
Kami masih terus saling pandang saat terbersit keinginan untuk mencium bibirnya yang hangat. Aku menggelengkan kepala tak percaya dan mencoba menepis bayangan aku sedang menciumnya. Tapi aku sangat tertarik dengan Sehun dan itu membuatku pusing. Bayangan aku sedang mencium Sehun beralih pergi saat Sehun dengan lembut sekali lagi mendaratkan bibirnya ke bibirku. Tangannya mengalungkan kedua lenganku di lehernya, aku tidak memberikan perlawanan lagi. Saat Sehun menurunkan tangannya ke pinggangku dan kembali menekan tubuhku pada kaca jendela mobil, aku tahu aku menginginkan Sehun.
Sudah dua tahun sejak terakhir kalinya bibirku tersentuh oleh bibir lelaki lain. Ada rasa rindu yang tak bisa terungkapkan ketika beberapa waktu lalu Sehun memutuskan untuk menciumku dan itu yang membuatku semakin bimbang. Aku gila karena aku ingin merasakan ketenangan yang timbul saat berciuman. Seolah-olah rasa itu telah lama menghilang meninggalkanku dan kini aku kehausan karenanya.
Aku berjinjit untuk lebih mudah menggapai bibirnya. Aku menutup mataku, bibirnya dan bibirku bergerak seirama. Kuremas rambut pendeknya yang lembut, tangan sehun bergerak naik turun di punggungku memainkan kain kemeja yang menempel di kulitku.
Sehun menyapu bibirku dengan hembusan nafasnya yang memabukkan, lidahnya bergerak ke dalam mulutku mengabsen gigi depanku. Aku iseng menggigit lidahnya dan ia mengerang kesakitan. Dan yang membuatku semakin terkejut adalah gelak tawa yang keluar dari mulutku bersama erangan Sehun. Ia tidak melepas bibirnya dari bibirku dan terus melumatnya lembut.
Kami terus berciuman saat Sehun mulai menuntunku masuk ke dalam gedung dan membiarkanku mengantarnya di depan pintu kamarku. Aku tahu akan kemana hal ini berlanjut.
Kumasukkan kunci dan kode pintu kamarku, Sehun memeluk tubuhku dengan sangat hati-hati. Sehun tidak berhenti hanya di sana, saat kami masuk ke dalam kamar, ia langsung mengangkat tubuhku dan membawaku ke ranjang di sudut ruangan. Aku mengalungkan tanganku di lehernya dan tergelak lirih saat ia dengan mudah memboyong bobot tubuhku melintasi ruangan.
Ada sesuatu yang memenuhi hatiku saat ini. Sesuatu yang sudah sangat lama pernah ada didalam dadaku dan itu membuat jantungku terus berpacu sementara sentuhan Sehun di tubuhku hampir membuatku gila. Lampu ruangan tidak dinyalakan oleh Sehun saat ia melewati saklarnya di sisi tembok dan aku menggapai lampu tidur di meja di sisi ranjang setelah Sehun membaringkanku di atas kasur. Wajah Sehun tersorot lampu malam dan senyum menghias di sana. Aku ikut tersenyum dan ia mendekatkan wajahnya padaku lagi. Kami berciuman dan ia terus membisikan namaku di sela-sela ciuman kami.
Kebenaran bahwa aku menikmati sentuhan Sehun dan apa yang ia berikan saat ini membuatku lupa dengan perasaanku selama ini. Kesakitan yang pernah kurasa, keterpurukan yang menimpaku, kesendirian yang terus kupertahankan dan kehidupan yang tak pernah ku urus lagi kini runtuh. Sehun meruntuhkannya dan itu membuatku lega.
Ada kehidupan lain yang bisa kujalani.
Bersama Sehun. Seseorang yang datang saat hatiku terus berdarah-darah dan memberikan kehidupan lain. Dan aku dengan gampangnya membiarkan semua ini terjadi, membiarkan malam ini hanya milikku, milik kami berdua.
Tanganku bergerak pelan saat mengangkat baju Sehun melewati kepalanya dan Sehun dengan hati-hati melepas kancing kemejaku tanpa melepas bibirnya di bibirku. Aku tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, aku hanya terus memejamkan mata dan menikmati sentuhan Sehun di seluruh tubuhku.
-
Seandainya aku tega pada diriku sendiri, seandainya aku sanggup membiarkan diriku sendiri merasakan apa yang bisa dilakukan Sehun dengan lebih, aku pasti akan sangat pening. Paginya saat aku terbangun dan melihat Sehun memeluk tubuhku di ranjang, aku tahu aku sudah gila. Aku tak percaya aku bisa melakukannya dengan Sehun. Seandainya seluruh keterpurukan itu tidak muncul, mungkin semalam aku tak bisa mengendalikan diriku dengan kemabukan yang Sehun berikan. Aku punya batasan. Dan itu membuatku lega karena aku tidak harus menjadi wanita yang begitu murahan karena tidur dengan orang yang−tidak benar-benar ku kenal dan berhubungan seks dengan orang itu.
Aku tidak benar-benar gila untuk membiarkan Sehun melakukannya.
Sedikit banyak aku khawatir dengan apa yang akan Sehun tanggapi setelah membuka mata pagi ini. Aku takut ia tidak menyadari apa yang telah ia lakukan padaku semalam karena ia sedang mabuk. Kupandangi wajah Sehun yang begitu halus dan tidur seperti anak kecil. Aku mengawasinya saat ma
Comments