Other Side
Marquee ReflectionSepanjang akhir pekan ini aku tidak berencana pergi ke manapun, kecuali bekerja di toko bersama Jimin. Ketika tanggal pengembalian CD film yang dipinjam oleh Jongdae tiba, aku memberitahu Jimin untuk tidak mengatakan pada Jongdae aku sedang di sini. Aku menghindari hampir semua teman-temanku setelah kejadian di tempat perayaan Luhan dan Haeun, terutama Jongdae, Yixing dan Tao.
Beberapa hari setelahnya, Yoomi datang ke toko sengaja menemuiku. Aku terkejut saat melihat Yoomi menyembulkan kepalanya di balik pintu ruang kerjaku, aku menyuruhnya masuk dan duduk di kursi yang tersedia.
Yoomi memulai pembicaraan saat aku tidak menunjukan tanda-tanda ingin memulainya terlebih dulu.
“Aku tahu kau marah padaku, tapi aku juga marah padamu, Eunjoo.” Suaranya datar, matanya menatapku intens dan aku menunduk, menghindari tatapannya yang sangat mengintimidasi. “Aku menunggumu untuk datang selama ini, tapi kau tak kunjung datang dan aku tahu aku yang harus pertama menemuimu.”
Aku mengangguk-angguk mengerti, aku merasa bersalah bagaimana aku hanya memikirkan diriku sendiri tanpa memikirkan perasaan Yoomi. Ia pasti merasa sangat dihianati. Padahal aku tidak bermaksud begitu padanya, tapi perlakuanku keterlaluan dengan membiarkannya begitu saja.
Aku mendongak untuk memandang wajahnya dan membalas tatapannya. Ada banyak sekali emosi yang ia tunjukan padaku melalui matanya, aku bisa membacanya dan aku bertanya-tanya apakah ia juga melihat hal yang sama melalui mataku.
Kecewa. Sebagian besar, itu yang ku lihat di dalam matanya. Aku menghela napas berat, mengetahui aku telah melukai orang terbaikku.
“Maafkan aku, Yoomi. Aku tidak bermaksud melakukan semua yang telah terjadi.” Kataku tulus, aku merasakan hatiku seperti dipukul dengan benda tumpul dan membuat dadaku sesak. Aku membuka mulutku lagi untuk melanjutkan, tapi tak ada kata-kata yang keluar dari sana.
“Kau tak perlu minta maaf, lagipula aku juga melukaimu, Eunjoo. Maafkan aku, aku yang salah, aku yang tidak bisa mengerti posisimu dan menyalahkanmu secara sepihak.” Yoomi meluruskan kakinya dan aku merasakan udara dingin dari luar jendela masuk melewati punggungku, membuatku lemah karena kehilangan kegigihanku untuk tetap marah pada Yoomi sementara akulah satu-satunya yang membuat kesalahan.
Suasana berubah menjadi hening, aku terdiam, Yoomi juga terdiam, seolah menikmati pembicaraan yang tak bisa terucapkan dalam keheningan, seperti yang biasa kami lakukan ketika sedang dilanda masalah dan musibah. Aku dan Yoomi tidak harus selalu mengatakan apa yang ingin kami katakan, aku bisa mengerti apa yang ia pikirkan dan ia mengerti apa yang aku pikirkan. Kebersamaan kami yang begitu lama membuat kami sedikit banyak bisa mengerti pribadi kami masing-masing dan itu yang membuat kami kuat.
Kemarahan di antara kami memudar setelah kami saling diam dan aku menahan tangisku sekuat tenaga karena aku begitu egois. Yang terdengar di dalam ruangan hanya suara napas kami yang keluar dan masuk secara tidak teratur.
Aku menatapnya dan dia menatapku, masih dalam diam. Lalu ia menyunggingkan senyum dan aku ikut tersenyum dengannya, menertawakan sifat kami yang kekanak-kanakan.
“Kau sudah makan siang? Ingin ikut bersamaku?” kata Yoomi setelah beberapa saat kami tertawa bersama.
“Belum. Ide bagus.” Ujarku menyambar tasku dan mengikutinya ke luar ruangan. Aku masuk ke dalam mobilnya dan Yoomi melaju ke jalanan yang ramai karena waktu makan siang telah tiba.
“Jadi, kapan akhirnya kau berpacaran dengan Sehun?” tanya Yoomi saat kami berhenti di lampu merah. Aku meringis saat ia mengatakan itu, aku tidak berpacaran dengan Sehun, kan? Karena aku bukan pacarnya, aku adalah selingkuhannya. Lalu bagaimana aku harus menyebut hubunganku dengan Sehun?
“Tepat setelah reuni.” Ujarku datar, terserah dengan bagaiman mereka menyebut hubunganku bersama Sehun. Aku terima.
“Woa… sungguh, kau sangat keterlaluan menyembunyikannya dariku.” Yoomi tertawa disela-sela kekesalannya, tapi yang aku herankan adalah ia tidak tampak semarah sebelumnya dan sekarang ia jauh terlihat berbeda karena bisa dibilang… ia senang dengan hubunganku bersama Sehun.
Aku menatapnya ragu dan bingung kenapa Yoomi memutuskan untuk merubah persepsinya terhadapku. “Kau tidak apa-apa dengan hubunganku bersama Sehun?” tanyaku penasaran.
Ia menatapku bingung. “Tentu saja tidak apa-apa, kenapa? Toh itu urusanmu, Eunjoo. Kau sudah besar, kau tau apa yang terbaik untukmu. Walau sebelumnya aku menganggap yang kau lakukan adalah salah, aku tak bisa menyimpulkannya secara sepihak sementara Sehun telah merubahmu dan membuatmu bahagia. Lihat! Sehun membuatmu kembali menjadi manusia! Aku tak percaya!” ejeknya, lalu aku meninju lengannya dan Yoomi merintih kesakitan sambil masih terus menyetir mobilnya. “Aku tau apa yang kau lakukan adalah salah, tapi sebagai sahabat yang baik aku telah memperingatimu apa yang seharusnya kau lakukan. Sekarang, terserah padamu ingin bertindak apa. Aku kembalikan lagi padamu.” Katanya mantap dan itu memukulku keras di kepala.
Ia selalu bijaksana seperti biasa. Dan apa yang dikatakan Yoomi adalah benar. Sekarang hanya tergantung denganku, hanya aku yang bisa memutuskan aku harus melakukan apa, aku harus bertindak bagaimana mengenai hubunganku dengan Sehun. Yang jadi masalah adalah, aku tidak tahu harus bagaimana dan melakukan apa.
Aku ingin semua ini mengalir saja seperti ini, seperti yang dikatakan oleh Sehun beberapa waktu lalu. Aku menikmatinya sedemikian rupa dan sepertinya memang harus berjalan seperti ini, untuk sementara waktu.
Tempat tujuan kami masih seperti biasa, datang ke kafe Minseok dan memesan makanan yang sama. Sesampainya di dalam ruangan aku melihat Kyungsoo sedang duduk berdua bersama Jongin. Yoomi terkejut saat mendapati Kyungsoo di sana juga, ternyata mereka tidak merencakan pertemuan yang kebetulan ini. Dan aku memanyunkan bibir, kenapa harus Jongin lagi?
Aku teringat dengan pertemuan terakhirku bersama Jongin, saat ia melesat pergi melewatiku dan Sehun di jalan. Wajah Jongin terlihat seperti biasa, ia tersenyum menyambutku datang dan aku membalas senyumnnya singkat. Apakah ia telah melupakan kejadian terakhir di antara kami? Aku bertanya-tanya dalam hati.
Kami memutuskan untuk makan bersama dalam satu meja dan aku agak risih saat aku beberapa kali menangkap Kyungsoo sedang menatapku dengan matanya yang bulat dan mencolok itu, tapi aku memasang tampang biasa saja walau sebenarnya aku tahu apa yang membuatnya begitu. Pasti Yoomi telah menceritakan apa yang terjadi antara aku dan Sehun pada Kyungsoo. Kurasa dia pasti terkejut karena tidak pernah menyangkanya sama sekali, terlebih saat Sehun tinggal satu atap bersamanya.
Aku tidak banyak bicara saat mereka sedang mengobrol, setelah selsai makan, aku beranjak saat Yoomi bersiap-siap.
“Biar aku yang mengantar Eunjoo.” Ucap Jongin mengejutkanku, membuatku dan Yoomi saling pandang.
“Baiklah.” Ujar Yoomi sambil lalu, ia menggandeng tangan Kyungsoo. “Sampai nanti, Eunjoo.” Lalu mereka berdua menghilang di balik pintu kaca depan.
Aku menatap Jongin canggung, aku masih berdiri saat Jongin akhirnya membimbingku untuk mengikutinya ke halaman parkir. Aku ragu-ragu untuk tetap mengikutinya dan melakukan apa yang ia inginkan.
“Eh… Jongin, mungkin aku akan naik bus saja.” Kataku saat berhenti di depan mobilnya dan menunjuk ke halte bus yang terlihat dari halaman parkir.
Jongin menoleh padaku, tangannya membuka pintu mobil kursi penumpang, “Tidak perlu, ada sesuatu yang ingin ku bicarakan denganmu.” Dengan begitu ia menyita perhatianku dan membuatku masuk ke dalam mobilnya. Aku menghela napas panjang, pasrah dengan apa yang terjadi.
Aku memasang sabuk pengaman dan Jongin telah bersiap di balik kemudi, aku mencium bau apel segar dari pengharum mobilnya. Masih sama seperti dulu, dia sangat suka apel dan bau ini
Comments