Revealed

Marquee Reflection
Please Subscribe to read the full chapter

“Apa.. apa maksudmu?” Kyungsoo bertanya pada Jongin terperangah.

Jongin menyilangkan tangannya dan menjawabnya santai. “Bukan apa-apa. Lupakan saja.”

Aku terdiam menunduk menatap kopiku, bertanya-tanya dalam hati apa sebenarnya maksud Jongin. Apakah dengan perkataan sebelumnya aku bisa menyimpulkan bahwa Jongin telah menyerah untuk mengejarku? Sungguh?

Aku tersenyum dalam hati saat mengetahuinya, rasanya sangat melegakan Jongin tidak mengejarku lagi, mungkin ia telah menemukan wanita lain yang pantas untuk ia cintai.

Aku meyakini dugaanku adalah benar, jadi, tidak ada alasan lagi untukku menghindar darinya, kan? Karena ia telah mendapatkan wanita lain yang ia cintai seperti yang aku inginkan.

Berinteraksi dengan Jongin selama sebulan terakhir, membuatku terbiasa dengan kehadirannya. Banyak sekali pro dan kontra yang terus berseteru di dalam otakku saat aku menerima ia kembali ke dalam hidupku. Bagaimana tidak? Jongin yang membuat hidupku menjadi seperti ‘non-manusia’−begitu menurut Yoomi. Tapi aku dengan mudah memberinya jalan masuk ke lingkup kehidupanku lagi. Seolah kehidupan non-manusiaku tak pernah terjadi. Aku melakukannya tidak semena-mena tanpa alasan, tentu saja aku mempunyai alasan untuk bersikap baik pada Jongin. Terlebih setelah mengetahui ia telah mempunyai wanita baru yang ia cintai.

Luka yang ditorehkan oleh Jongin perlahan-lahan sembuh karena Sehun hadir di kehidupanku dan kekhawatiran tentang Jongin yang terus mencintaiku dan ingin aku kembali padanya telah memudar karena wanita barunya.

Ya Tuhan, betapa melegakan semua ini.

 

Malamnya setelah pulang dari kafe, aku langsung menuju apartemenku sebelum malam semakin larut dan untungnya aku tidak perlu waktu lama untuk menunggu di halte bus karena setibanya aku di sana, bus biru itu langsung mengangkutku pergi.

Aku cukup terkejut saat melihat Sehun berdiri di depan pintu kamarku, menyenderkan punggungnya di tembok menungguku dan aku langsung menghambur ke pelukannya begitu ia merentangkan kedua tangannya.

Aku mencium bau tubuhnya yang sangat khas dan sangat ku rindukan, aku memejamkan mata saat kepalaku bersandar di dadanya. Ia memelukku erat dan melingkarkan kedua tangannya di punggungku. Aku terus memeluknya seolah aku tidak bertemu dengannya selama berabad-abad dan itu membuatnya tergelak saat ia tidak bisa melepaskan pelukanku dari tubuhnya.

“Eunjoo…” ucapnya memohon.  Aku menjauhkan kepalaku dari dadanya dan menatapnya yang tersenyum hangat melihat tingkahku. Lalu terbesit di pikiranku untuk menunjukkan pada Sehun betapa aku sangat merindukannya untuk hadir di sekitarku. Aku membalikkan tubuhnya dan aku merangkak ke punggungnya, lalu Sehun hanya tertawa dan bergumam lirih. “Ya ampun, Eunjoo…”

Aku memberinya kunci kamar dan menekan kode pintu, Sehun masuk ke dalam ruangan dengan menggendongku dan aku melingkarkan tanganku di lehernya. Sehun terseok-seok saat mencoba menyeimbangkan tubuhnya dan menjagaku dengan tangannya.

“Beberapa minggu tidak bertemu sepertinya tubuhmu semakin berat. Apa kau melahap semua makanan selagi merindukanku?” tanyanya seraya menggulingkanku ke atas ranjang.

“Tidak sebanyak itu, Sehun.” Aku mendengus menanggapi.

Aku menarik lengannya dan membuat ia terduduk di tepi ranjang, aku meletakan telapak tanganku di sisi wajahnya dan perlahan mendekatkan wajahku pada wajahnya. Saat bibirnya dengan pelan menyapu bibirku, aku bisa merasakan percikan air menyebar di seluruh permukaan kulit perutku lagi. Aku menarik kemejanya dan ia mencondongkan tubuhnya di atas tubuhku.

Bibirnya sedikit asing karena beberapa minggu kami tidak berciuman, tapi setelah beberapa saat, kami mulai terbiasa lagi dan ciuman kami berlanjut seperti biasa.

Saat Sehun melepas kemejanya, tiba-tiba ponselnya berbunyi dan ia merogoh saku celana.

“Hallo?” sahutnya pada orang di seberang telepon. Sehun melirikku cepat lalu ia berjalan menjauh dari posisiku. Ia mulai menggumamkan kata-kata yang tidak bisa ku dengar dengan baik, kemudian aku sepertinya tahu siapa yang meneleponnya.

Aku mengecek ponselku sendiri dan melihat Jimin mengirimiku pesan, memintaku untuk datang ke toko besok pagi. Setelah beberapa menit Sehun berbicara dengan lawan bicaranya di luar balkon, ia kembali ke dalam ruangan dan meletakan ponselnya di atas meja bersama ponselku.

“Siapa?” tanyaku penasaran.

Sehun mengangkat bahu ringan, “Junhee.” Jawabnya acuh tak acuh. “Ia memintaku menemaninya besok pagi.” Ia kembali ke ranjang dan aku bisa merasakan kecanggungan menyebar di sekitar kami saat aku diam saja tidak menanggapi lagi.

Aku harus bersikap bagaimana? Aku bisa memaklumi apa yang ia lakukan karena si permaisuri adalah prioritas utama, aku sedikit terluka karena baru saja aku bertemu lagi dengannya, tapi ia akan langsung meninggalkanku keesokan harinya.

“Tapi aku akan bersamamu malam ini.” Ujarnya saat mengetahui aku hanya terdiam. Aku tidak marah pada Sehun, aku hanya tidak tahu bagaimana harus menyikapinya. Aku ingin marah, tapi aku takut dampak dari kemarahanku justru membuatnya pergi semakin cepat. Boleh saja aku senang, tapi aku tidak sesenang itu, aku tidak senang ketika Junhee menginterupsi saat-saat berduaan kami. Jadi aku tidak bisa memutuskan aku harus bersikap apa.

Sehun meremas tanganku dan mengintip ke dalam mataku, meneliti apa yang sedang aku pikirkan. Aku tidak ingin terjebak dalam situasi seperti ini semakin lama, jadi aku memaksa tersenyum padanya. Sehun membalas senyumanku lalu ia kembali mendekatkan wajahnya padaku, mendaratkan bibir hangatnya di bibirku yang kaku.

-

Keeseokan paginya, seperti yang telah ku duga, Sehun pergi tanpa berpamitan. Itu bukan hal yang asing lagi karena beberapa minggu terakhir ku habiskan waktuku tanpa Sehun. Rasanya semakin biasa menjalani hari-hariku tanpa Sehun di sisiku dan hanya mengandalkan pesan yang terus kami update satu sama lain. Setelah membersihkan diri aku bersiap-siap pergi ke toko sesuai permintaan Jimin semalam.

Bus cukup sepi karena jam masuk kerja dan masuk sekolah telah lewat, aku mengambil bangku paling belakang dan memandangi bus yang setengah kosong.

Rasanya berbeda. Aku tidak lagi semerana dulu, aku tau sekarang aku pun terluka, tapi lukanya terasa berbeda, tidak separah saat Jongin menyakitiku, Sehun menyakitiku tapi ia membuatku bahagia juga. Karena aku tetap menerima Sehun dan justru mempertahankannya tetap bersamaku. Ketika bersama Jongin, semuanya berbeda.

Aku selalu menyangkal kenyataan bahwa akulah yang meninggalkan Jongin dan satu-satunya yang mengakhiri hubungan kami berdua, tapi toh dia telah meninggalkanku berkali-kali dengan berselingkuh di belakangku bersama banyak wanita. Aku tahu ini tidak adil, bagaimana aku lebih banyak mengingat hal-hal buruk tentang Jongin daripada hal-hal baik yang pernah ia lakukan padaku dulu.

Keegoisanku mengalahkan kebaikan Jongin, bahkan hal-hal yang kami lalui dulu tidak begitu ku ingat. Aku tidak tahu persis seperti apa lagi cerita cintaku dengan Jongin di masa lalu, tapi yang aku yakini adalah aku pernah bahagia bersamanya, aku pernah kesakitan karenanya juga. Terkadang, kecil−sangat kecil−dalam hatiku, aku mengambil sisi positif dari apa yang telah terjadi antara aku dengan Jongin. Misalnya, aku bisa merasakan rasa sakit di dadaku sebegitu sesaknya dan pernah menangis berbulan-bulan merana seperti orang depresi, jika bukan karena Jongin, aku tidak akan pernah merasakannya.

Seseorang pernah berkata padaku, entah itu masalah, musibah, berkah dan apapun yang terjadi dunia ini, menjadi sesuatu yang positif jika kita melihatnya dari sisi yang baik. Positive thinking, begitu orang banyak bilang.

Maka setelah keterpurukan selama setengah tahun yang menyerangku, aku kembali bangkit untuk hidup walaupun hidupku tak sebaik dulu lagi. Aku kehilangan cintaku, aku kehilangan kakakku, aku kehilangan teman-temanku karena kami tidak pernah berhubungan lagi setelah sebagian besar dari kami sibuk dengan pekerjaan barunya, aku hidup jauh dari orang tua, dan di sanalah Yoomi, bertahan dengan segala kasih sayangnya yang terus berlimpah untukku sebagai seorang sahabat. Aku sangat menghargainya, itulah kenapa aku juga sangat menyayangi Yoomi.

Lamunanku memudar saat ponsel berdering dari dalam tas. Aku merogoh ke dalam tasku dan mengambil ponselku, untuk sepersekian detik aku mengerutkan kening karena melihat ponselku yang sedikit berbeda, aku langsung menerima telepon dan meletakannya di telinga, mulutku hampir terbuka saat orang di seberang sana menyerangku dengan kata-katanya terlebih dulu.

“Sehun, kau dimana? Sudah jam berapa sekarang? Kau telat!” suara seorang wanita, aku mengernyit bingung, namun ketika memahami apa yang baru saja ia katakan dan menyadari sesuatu yang membuat otakku berdering keras, aku langsung menjauhkan ponsel dari telingaku dan mematikannya.

Ini ponsel Sehun.

Dan wanita yang baru saja meneleponku−menelepon ponsel Sehun−adalah Junhee. Jantungku berpacu cepat menyadari ponsel Sehun berada di tanganku. Aku teringat ponsel kembar kami dan kami meletakannya bersebelahan semalam di atas meja.

Detik berikutnya aku langsung mencoba menelepon Sehun, dia pasti membawa ponselku.

Saat aku memikirkan bagaimana ia menyimpan nomorku di kontaknya, aku sedikit tertarik dan penasaran. Aku yakin speed dial nomor satu kemungkinan besar adalah nomor Junhee, jadi aku bergeser ke speed dial nomor dua, aku menekannya dan aku tercenung saat nomor dua tidak berisi kontak siapapun. Jariku kembali bergeser ke speed dial nomor tiga, aku menghela napas sebelum menekan nomor itu, lalu keluar namaku di layar ponsel. Aku tersenyum tipis, mengetahui nomorku berada di jajaran speed dial numbernya. Tapi mengapa bukan yang kedua?

Sehun mengangkat teleponku setelah beberapa kali dering.

“Halo?”

“Halo? Sehun, kau dimana?” tanyaku langsung.

“Aku di kantor, ada apa?” Sehun berbisik, aku menduga ia pasti sedang ada rapat pagi ini.

“Ponsel kita tertukar, apa kau tidak menyadarinya?” aku bertanya frustasi, bisa-bisanya ia tidak sadar sama sekali.

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
marumero
My current on going story; Second Third. Luhan and OC in action, pls give me your support guys :)

Comments

You must be logged in to comment
irnacho #1
Chapter 20: yaelaaah si eunjoo knp ga bunuh diri sekali aja ya. harusnya dia sadar, secintanya sehun sama dia, tapi cintanya sehun ke dia ga lebih besar dari rasa cintanya ke junhee. buktinya sehun ga sedikit pun ngehalangin niat eunjoo pas dia mutusin buat mengakhiri hub mereka. sehun langsung bilang iya tanpa mikir lagi. gila, nyesek meeeeen waktu sehun bilang "baiklah, jika itu yg kamu mau." ih aku klo jd eunjoo udah nangis darah. dan udah fix ga mau ngarepin dia lagi. duh eunjoo nyakitin diri sendiri aja sih. dia mah pusing di buat sendiri.
irnacho #2
Chapter 18: dan sekali lagi aku harus bilang, eunjoo bodoh bgt klo dia masih mau pertahanin sehun setelah apa yg dia tahu dari mulutnya junhee. trus sukaaaa banget pas bagian moment eunjoo-jongin. duhduhduhduh pokoknya sukalah
irnacho #3
Chapter 17: yailah jongin, sepele bener ya alesannya wkwk
tapi mungkin itu jadi batas kekecewaannya dia kali ya, udah mah bete sama sikap eunjoo trus di tambah dia ga inget sama ulang tahunnya. iya sih pasti bakal kesel, sedih, marah, kecewa dan sebagainya. kayaknya jongin bener2 udah ke apus ya dari hatinya eunjoo? atau jangan2 selama ini yg eunjoo rasain ke sehun itu cuma sekedar pelarian. karena kan pas sehun dateng eunjoo blm bener2 bisa ngelupain jongin. bisa jadi bisa jadi. aku harap sih gitu ya. makanya eunjoo susah ngelepasin sehun karena ya emang sehun yg bikin dia nyaman setelah dua tahun itu dia berkutat dgn keterpurukannya. tapi ya tetep aja caranya salah.
irnacho #4
Chapter 15: aku mau komen tapi ga tau harus mau komen aku. terlalu gemes sama semua tokohnya aaarrrgh
irnacho #5
Chapter 12: Aaaarrrgh knp eunjoo oon bgt siiiih
Heuuuu gemes bgt deh pengen nyakar dia
irnacho #6
Chapter 11: Aduuuh baru ini aku baca ff dan ga suka sama tokoh utamanya. Eunjoo tuh ya, trlalu bodoh. Sangking bodohnya pengen bgt unyeng2 rambutnya dia heuheu
irnacho #7
Chapter 10: Eunjoo bikin penyakit doang. Nyakitin diri sendiri aja, udah tau salah masih di terusin ckck
irnacho #8
Chapter 9: Trus sehun jawab : "ga bisa, karena aku udah mau nikah sama junhee." Jederrrr
Knp eunjoo ga cb berpikir ke masa lalu ya? Dia kan prnh di selingkuhin, harusnya dia bs lbh bijaksana. Karena dia pasti tahu gmn sakitnya di selingkuhin. Sekarang dia yg jd selingkuhannya dan ibaratnya dia mau ngerebut sehun dari pacarnya yg udh kenal sehun jauh lbh lama dr dia. Jd keliatan egois.
irnacho #9
Chapter 8: Aduuuuh knp eunjoo jd bodoh bgt ya. Dulu dia bs ninggalin jongin yg udh pacaran lama, knp sama sehun yg baru kenal, istilahnya deketlah, beberapa bulan susah bgt buat ngelepasin?
irnacho #10
Chapter 7: Sehun kacaaaauuu
Dan entah knp aku malah pengen eunjoo balik sama jongin. Rada sebel aja gitu pas dia tau klo slama ini dia jd selingkuhan sehun tp si eunjoo bukannya marah malah nyium sehun. Ya Apa pun alasan sehun, apa yg dia lakuin tetep salah. Klo di terusin justru itu semakin bikin eunjoo sakit sendiri. Jd mending udahin aja. Msh ada jongin, ya walau pun dia jg prnh ngelakuin hal yg sama tp senggaknya jongin sekarang nyesel sama perbuatannya dan yg pasti dia cinta sama eunjoo. Di banding sehun yg nganggep eunjoo ga lbh dr cewe yg cuma di datengin klo lg butuh doang. Berasa kayak tempat sampah.