Chapter 46

Never Let Me Go [Indonesian]
Please Subscribe to read the full chapter

Aku merasa seperti sedang melayang-layang. Aku telah menghabiskan waktu untuk naik bus dengan menatap kosong ke luar jendela—menghirup, menghela napas. Degup jantungku berhasil melambat mengikuti ritme normal tapi aku merasa seperti bagian dari otakku masih tertinggal dalam kejadian hampir satu jam yang lalu. Aku berhenti di Spines untuk menjemput Young Soo yang meluncurkan cerita tentang teman sekelasnya yang sengaja menelan lem. Aku mendengarkannya dengan senyuman dan anggukan beberapa kali ketika kami dalam perjalanan pulang.

Ketika kami tiba, aku tersadar dari pikiranku ketika kami menemukan ibu berbaring di lantai dapur. Ia bilang ia punggungnya sakit parah dan kram sepanjang hari. Young Soo tampak cemas ketika ibu mulai meraung kesakitan, memegangi punggungnya. Aku berusaha untuk tetap tenang karena aku tahu panik tidak akan membantu situasi ini tapi aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Dari cara ibu berteriak, aku tidak berpikir obat di lemari obat kami bisa membantunya sehingga dengan mengandalkan naluri, aku membantunya berdiri. Aku membantu ibu saat kami berjalan keluar rumah. Sementara itu, Young Soo sudah berada di luar, ia membuka pintu mobil kursi penumpang.

Apa ia berharap aku yang mengemudi? Pikirku selagi melangkah, bersama dengan ibu, menuju mobil dengan hati-hati.

Aku melirik ibu, ia masih merintih dan wajahnya merana karena rasa sakit. Setelah memikirkannya, aku meyakinkan diri bahwa mungkin mengemudi benar-benar diperlukan malam ini. Aku mendudukkan ibu di kursi belakang dengan Young Soo. Kemudian, aku naik ke kursi kemudi, telapak tanganku sudah mulai berkeringat saat aku mencengkeram setir.

"Kau tahu cara mengemudi, kan?" Tanya Young Soo, dari kursi belakang.

Aku menatap kaca spion dan menangkap tatapannya. "Ya." Aku menjawabnya, dengan gelisah. Aku tahu cara mengemudi, berkat kakak Daehyun. Ketika kami masih pacaran, ia mengajariku dasar-dasar mengemudi dan benar-benar membiarkanku mengendarai mobilnya. Aku mempelajarinya cukup cepat dan merasa sangat senang sampai Daehyun mengatakan padaku untuk tidak mengambil alih di belakang kemudi lagi.

Aku kembali menatap Young Soo. "Tapi aku tidak memiliki SIM." Kataku. Young Soo mengangkat bahu kecilnya seolah-olah mengatakan, "Jadi apa?". "Jangan katakan apapun." Tambahku padanya tegas.

Young Soo mengangguk dengan sungguh-sungguh dan aku menancap gas, entah bagaimana kesakitan ibu tampaknya seperti ratapan tiada akhir.

----------

Ruang gawat darurat cukup sibuk ketika kami tiba, namun, ada perawat yang menghampiri ibuku. Ibu agak memalukan. Ia merengek terus seolah-olah dia melahirkan atau semacamnya. Young Soo dan aku menunggu di area tempat duduk sementara perawat melakukan beberapa pemeriksaan fisik pada ibu. Setelah beberapa menit, salah seorang perawat memanggilku, jadi aku pergi ke belakang salah satu meja yang berada di antara tirai.

Ibu berbaring di tempat tidur dengan seorang dokter yang menanyakan beberapa pertanyaan. Ketika dokter melihatku, ia mengarahkan pertanyaan-pertanyaannya padaku karena ibu tidak sepenuhnya bisa membantu. Aku mengatakan padanya apa yang terjadi dan kadang-kadang, ibu mabuk. Katanya ia baru-baru ini merasa sakit punggung dan kram parah. Dokter memeriksa punggungnya, mengambil catatan dari clipboardnya dan kemudian ia menggumamkan sesuatu kepada perawat yang berdiri di sampingnya. Perawat itu mengangguk dan meninggalkan ruangan. Kemudian, dokter menoleh padaku dan mengatakan padaku  bahwa mereka akan menjalankan tes lebih lanjut pada ibu untuk mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan ibu setelah itu dokter pergi, meninggalkan aku dan ibu, yang masih meringis kesakitan.

"Kenapa ibu tidak meneleponku?" Aku bertanya padanya. Ibu tidak menanggapi dan menangis diam-diam. Aku menghela napas dalam-dalam dan duduk di tepi tempat tidur. "Ibu, tolong bicara padaku." Aku memohon.

Untuk sesaat, kupikir ibu akan mengusirku lagi tapi ia memegang tanganku. "Maafkan aku, Hana." Gumamnya di sela isak tangisnya. "Aku hanya ... Aku hanya merasa begitu tidak berguna ..."

"Tidak, Bu." Aku terdiam sambil meremas tangannya meyakinkan. "Kau hanya harus meyakinkan diri. Young Soo dan aku akan membantmu. Apa punggung ibu masih sakit? "

Ibu mengangguk diam-diam saat ia menyeka air matanya.

"Apa yang terjadi?" Tanyaku, cemas. "Apa ibu jatuh atau apa?"

"Aku ... tidak yakin ..." kata ibu agak lirih, seolah ia mencoba mengingat-ingat.

"Apa ibu ingin bicara denganku... tentang sesuatu?" Aku berharap ia akan membuka sesuatu tentang apa yang ia lakukan atau apa yang terjadi dalam pikirannya akhir-akhir ini. Kami belum memiliki percakapan yang layak atau bertukar kata karena kami sedang bertengkar. Aku merasa bersalah karena aku tidak mendorong diriku untuk berbaikan dengannya.

Ibu menggeleng sambil mendengus. "Pergilah dan istirahat saja." Dia cegukan, menepuk tanganku lembut. "Kau dan Young Soo. Aku ingin tinggal di sini malam ini. Tidak apa-apa, kan?" Ia bertanya padaku, mata merahnya menatapku.

"Tentu saja." Kataku lembut. "Aku akan kembali besok. Setelah sekolah. Ibu istirahat, oke? "

Ibu mengangguk lagi dan aku mencium bagian atas kepalanya tepat saat perawat tiba. Aku mengatakan padanya bahwa ibuku ingin rawat inap dan kemudian setelah mengecek bagian vital ibuku untuk kedua kalinya, ia membawaku keluar untuk memproses masuk ibuku ke rumah sakit.

Aku menjelaskan pada Young Soo bahwa ibu akan menghabiskan malam di rumah sakit sehingga dokter bisa merawatnya. Kami makan makan malam, ia membantuku membersihkan piring dan aku mengantarnya ke tempat tidur. Begitu aku menutup pintu di belakangku, aku merasa seperti kepalaku berputar-putar dan berdetak di dalam tengkorak. Aku memejamkan mata dan mengambil beberapa napas dalam-dalam. Kemudian, aku pergi ke kamar dan mencuci muka di wastafel kamar mandi. Suara Jongin berdering di telinga dan ekspresinya membakar lubang di dalam pikiranku.

"Dia hanya ..." Aku memulai, menatap bayanganku di dalam cermin. "Jongin terbawa suasana. Ya. Itu saja. Dia terbawa suasana, itulah sebabnya dia mengatakan tiga kata itu." Aku meyakinkan diri sendiri hampir terlalu percaya. Kemudian, mataku jatuh pada kerah kemejaku, pada kalung yang ia berikan padaku. Aku menggigit bibir bawah dengan tegang dan memercikkan air di wajahk

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
suthchie #1
Chapter 55: Akhirnya selesai juga...

Wahhh ngak nyangka lho kalo ceritanya bakal publish selama itu...
Bersyukur aku dapat rekomendasi ff ini udah selesai... Bahakan aku cuma butuh waktu beberapa hari buat bacanya...
Soalnya aku tuh tipe orang yang ngak berhenti untuk penasaran sama cerita kalo belum selesai...
Pokoknya terima kasih banyak buat temenku yang udah merekomendasikan ff ini...

Secara keseluruhan aku suka cara menyampaikan ceritanya, ngak terburu buru tapi juga ngak ngebosenin...
Apalagi cast nya si jongin...

Pokoknya terimakasih buat authornya
yang udah bikin cerita yang hebat
suthchie #2
Chapter 54: Akhirnya balikan juga...
Jongin orang baik. Hana sangat beruntung memilikinya
suthchie #3
Chapter 53: Kuanggap itu sebagai tanda balikan...
Semoga
suthchie #4
Chapter 52: Cobaan hana terlalu berat...
suthchie #5
Chapter 51: Semoga ibu hana benar2 menjadi baik
suthchie #6
Chapter 49: Minjee trtaplah berada di sisi hana...
suthchie #7
Chapter 50: Untunglah hana punya sahabat baik seperti minjee...
suthchie #8
Chapter 48: Kenapa kau mengambil keputusan iyu hana...
Aku yakin, jongin sangat hancur...
suthchie #9
Chapter 47: Yang aku kawatirkan akhirnya trrjadi...
Pasti daehyun memberi tau hal buruk pada jongin
suthchie #10
Chapter 46: Itu hal baik hana... Semoga