07: Tanda Zitao yang Hilang

Disney Nightmare [Indonesian]

 

Disclaimer: Disney Nightmare by Rendeboo.


07: Tanda Zitao yang Hilang

Aku terbangun dengan hati berat. Beban yang rasanya seperti akan menghancurkanku. Beban yang akan membunuhku tapi enggan untuk lenyap. Aku terengah lemas mengambil napas untuk mendapatkan kekuatan tapi tidak bisa.

“Jongin-ah,” panggilku.

“Aku di sini.” Suaranya terdengar tepat dari samping telingaku, jadi aku mencengkram kemejanya untuk menarik perhatiannya karena aku tidak yakin kalau dia melihat atau kalau dia hanya dekat.

“Aku tidak bisa bernapas.”

Aku merasakannya mendekat sejenak. Dia meraih wajahku, memaksaku melihatnya tepat ke arah matanya yang gelap dan penuh misteri.

“Apa yang terjadi?”

“YIXING!” Jongin berteriak dan itu adalah pertama kalinya aku melihat kepannikan di wajahnya.

Aku berusaha mencari cara untuk menenangkannya tapi ketakutannya menakuti juga, membuatku lebih sulit untuk tetap tenang. YIxing berlari masuk dalam beberapa detik dan memisahkan kami, jarinya masuk ke kerongkonganku untuk mencari-cari sesuatu yang ganjil.

“Dada,” kataku.

Dia menekanku dan membuka kemejaku, memperlihatkan dadaku. Ekspresinya berubah sedih dengan apa yang ia lihat. Helaan napas keluar dari bibirnya saat ia memanggil Jongin.

“Apa? Apa yang terjadi?” Dia muncul dari belakang YIxing dan memfokuskan mata ke dadaku juga. “Orang itu.” Dia menggeram dan bangkit untuk memukulkan tinjunya ke apa pun yang ada sembari mengumpat keras.

“Apa yang sedang terjadi?” Aku berusaha berteriak tapi tidak ada yang keluar, jadi aku mengulangi kalimat itu di kepalaku karena kutahu mereka akan mendengar.

Yixing menyuruh Jongin untuk tenang karena itu tidak membantuku ataupun kami sama sekali.

“Luhan, rasa ini akan menghilang. Kau harus tenang.” Dia berkata dengan nada serius, dan jika bukan karena Jongin yang diam-diam muncul di sampingku lagi, mungkin aku tidak akan tenang.

Aku meraih tangannya dan menggenggamnya erat. Mataku tertutup dengan sendirinya dan pikiranku pun tenang dengan sendirinya. Butuh sepuluh menit tapi pada akhirnya beban itu terangkat dan aku bisa bernapas normal lagi. Setelah aku mampu bergerak, aku melihata ke bawah dan mendapati sebuah symbol tertato di kiri, tepat di mana jantungku berada. Bentuk itu mengingatkanku dengan simbol wifi, tapi dengan dua tanda busur yang mengarah bak ke atas dan ke bawah dari lingkaran di tengahnya.

“Kau mendapatkan simbol itu jika kau tinggal.” Aku berkata setelah memahami.

“Zitao menandai boneka-bonekanya seperti ini,” sentak Jongin.

“Tapi aku menang. Kenapa aku mendapatkannya?”

“Dia yakin kau akan kalah dalam permainan terakhir, itulah sebabnya dia sudah menandaimu.” YIxing menjelaskan dengan suara pelan.

Apakah kesempatanku untuk menang benar-benar kecil? Apa aku ditandai karena sia-sia saja melawan? Aku tidak tahu seperti apa permainan terakhir, tapi aku takut dengan kemungkinan terburuk. Mungkin Zitao hanya akan duduk di hadapanku dan menatapku sampai aku meleleh karena tajamnya pandangan matanya. Mungkin dia akan benar-benar melawanku. Dia tampak cukup kuat untuk membunuhku dengan mudah dan kekuatannya menghentikan waktu adalah keuntungannya.

“Apa kau tahu seperti apa akhir permainan?” Aku bertanya.

“Zitao sangat tidak terprediksi. Tidak ada yang tahu pasti.” YIxing menghela napas.

“Apa aku akan mati?” bisikku.

“Tidak.” Jongin berkata terlalu cepat.

Aku berusaha keras untuk tersenyum penuh terima kasih meski air mata lebih banyak daripada senyumannya.

“Temui aku di luar dalam sepuluh menit. Tunggulah di bintang emas depan Istana.” Suara Zitao memenuhi ruangan tanpa terduga dan aku meneguk ludah karena dia tidak pernah terdengar seperti itu sebelumnya.

Selalu ada suatu nada yang mengejek dalam suaranya, tapi kali ini aku tahu ia telah berhenti bermain-main.

“Ini waktunya” Yixing berkata dan beranjak. “Kau harus menyiapkan dirimu, Luhan.”

Aku beringsut turun dari tempat tidur dengan menahan ekspresi kesakitan begitu dadanya terasa tidak nyaman karena tekanan dari simbol itu.

“Aku tidak tahu harus berbuat apa.” Aku mengaku dan mengharapkan setidaknya sedikit informasi dari mereka.

“Kami tidak bisa membantumu untuk ini. Kau tidak bisa memanggil Jongin kali ini. Aku tidak akan bisa menyembuhkanmu kalau terjadi suatu masalah. Kau harus melalui ini sendiri.”

“Tapi ken--”

“Gunakan  pikiranmu.” Jongin menyela dan caranya menatapku seolah dia ingin memberitahuku sesuatu.

Sesuatu yang penting yang tidak dapat dikatakan tapi ingin ia beritahu padaku. Sesuatu yang juga diketahui Yixing tapi dia menatap Jongin sekilas dengan tanda memperingatkan sebelum kembali ke arahku.

“Cukup... gunakan saja.” Jongin menggumam dan menunduk.

Aku mengangguk.

“Apa kau siap?”

“Tidak,” kataku. Ketakutan tampak jelas dalam suaraku.

“Kau akan baik-baik saja.” YIxing tersenyum dan memelukku.

“Terima kasih atas segala yang telah kau lakukan.”

“Terima kasih sudah mampir,” bisiknya, lalu melepasku, tersenyum sekali lagi sebelum berbalik untuk meninggalkan ruangan.

“Luhan....”

Aku kembali memperhatikan Jongin dan mendekatinya tanpa pikir dua kali dan memeluknya saat dia sudah cukup dekat.

“Maaf harus begini akhirnya.” Ia berbisik. “Aku harap aku dapat menolongku tapi ini di luar kuasaku.”

“Kau sudah menolongku, Jongin-ah. Aku benar-benar berterima kasih.” Aku menjawab, mataku mulai berkaca-kaca lagi. “Maaf kau harus tinggal di sini karena aku.”

“Itu adalah pilihanku.” Ia berdehem dan melepasku, memegang lenganku sebelum memaksakan senyum di wajahnya. “Jadi kupikir sekarang waktunya selamat tinggal.”

“Jangan katakan selamat tinggal. Karena selamat tinggal berarti pergi dan pergi berarti melupakan. Aku tidak ingin melupakanmu.”

“Peter Pan.” Dia tersenyum. “Kau benar-benar harus pergi.”

Aku mengangguk. “Kalau begitu sampai ketemu lagi.”

“Sampai ketemu lagi, Luhan.”

Butuh perjuangan untuk berbalik dan berjalan pergi, tapi aku tahu tidak ada pilihan lain. Aku menuruni setiap anak tangga Istana Pink ini, mengatakan “sampai jumpa” sambil tanganku menyusuri tiap lekuk dan tonjolan di tembok kuno itu. Aku menutup pintu depan di belakangku dan berjalan di jalan itu untuk terakhir kali, memaksa diriku untuk tidak menangis. Menangis tidak akan merubah apa-apa. Aku masih akan menghadapi Zitao karena dia tidak peduli dengan mata bengkak. Yang dia pedulikan hanya kekuatan. Aku berhenti di atas bintang emas di lantai dan menunggu sesuatu terjadi. Sepertinya hening terlalu lama hingga sebuah suara berat yang mulai kubenci memenuhi seluruh ruangan.

“Luhan. Ini permainan terakhirmu. Aku sudah memberimu kesempatan utuk menyerah dan memberikan dirimu padaku. Tapi kau menolak. Maka kau harus menghadapi tantangan ini. Sebelum kita mulai, kita harus paham apa yang akan terjadi setelah ini supaya tidak ada kesalahpahaman. Hanya ada dua pilihan. Kau menang. Atau kalah. Kalau kau menang, kau akan pulang ke rumah, Kalau kau kalah, kau akan tinggal di sini dan menjadi salah satu pembantuku. Kau setuju?

“Apa aku punya pilihan?”

“Tidak.”

“Kalau begitu aku setuju.”

“Tantanganmu sederhana. Ada beberapa Mickey Mouse tersembunyi taman ini. Temukan mereka semua. Waktu tinggal satu jam dan dua puluh menit. Waktumu dimulai dari sekarang.”

“Tunggu!” teriakku. “Bentuknya seperti mahkota atau sesuatu? Atau simbol? Atau apa? Ada berapa banyak di sana?!”

“Waktumu tinggal satu jam delapan belas menit.”

Aku ingin mengumpat tapi tak kulakukan karena aku tahu Zitao tidak akan senang dengan itu dan lagi fakta bahwa dia bermain dengan waktu sudah berarti bahwa aku bisa menggunakan tiap menit yang kupunya. Tentu aku harusnya sudah tahu kalau dia akan membuat ini semua mustahil untuk kumenangkan. Tapi aku punya alasan untuk memulai permainan ini, jadi aku membiarkan kakiku menuntunku seperti di waktu-waktu sebelumnya. Biarkan mereka membawaku ke tempat yang mereka pikir seharusnya sementara aku mencari-cari setiap detail sepanjang perjalanan meskipun aku tidak tahu apa yang aku cari. Bisa jadi ada dua Mickey. Tapi mungkin juga ratusan. Tidak seorang pun tahu selain Zitao.

“Waktumu tinggal satu jam sepuluh menit.”

Aku berlari seperti maniak, berusaha mengabaikan sesak di dadaku dan sakit di rusuk dan kakiku karena luka yang aku dapat selama di labirin. Mungkin aku harus mencari tanda Mickey Mouse ke tempat dulu? Mansion, istana abu-abu dengan  boneka-boneka menyeramkan dan yang lainnya. Aku mempercepat langkah tapi tak lama kemudian berhenti karena pinggangku sakit. Aku bersandar pada tiang lampu di dekatku untuk menenangkan diri, lalu membungkuk sesaat. Aku tidak tahu kenapa aku mendongak dan memfokuskan mata pada tiang lampu di depan tiang yang kupegang untuk menyeimbangkan diri. Tepat di tengah lampunya, ada tiga bola lampu berbentuk kepala Mickey.

“Satu.” Zitao bersuara. “Waktumu tinggal satu jam empat menit.”

Tidak ada waktu untuk melakukan tarian kemenangan karena aku sudah kehilangan enam belas menit dan hanya kutemukan satu simbol dari entah berapa itu. Aku melanjutkan perjalananku, tahu bahwa sia-sia kembali ke tempat-tempat permainan sebelumnya karena simbol-simbol ini disembunyikan di tempat yang tidak biasanya orang lihat. Aku melewati rumah, pintu, atraksi, toko, dan semuanya tapi tampaknya sia-sia, sampai aku melewati jembatan dan melihat gelembung di dalam air, berbentuk seperti kepala Mickey.

“Dua. –Waktumu tinggal lima puluh dua menit lagi.”

Melihat air membuatku pikiranku melayang ke Joonmyun, aku pun membisikkan maaf. Sudah terlambat untuk mengatakan “maafkan aku” tapi sebagian diriku tahu dia mendengarnya karena air itu bergerak sangat pelan dan tenang sebagai reaksi dari kata-kataku. Aku pun jadi sedikit lebih tenang dengan kekuatan baru yang kudapat dan dengan itu otakku berputar cepat. Air adalah kekuatan Joonmyun. Cahaya milik Hyung atau Kyung. Yang mana berarti aku harus mencari setiap simbol kekuatan para penghuni lain. Aku berusaha memikirkan kekuatan mereka secepat mungkin dan segera membuat daftarnya di kepalaku. Kekuatan Jongin adalah teleportasi tapi akan sangat sulit untuk memulai dengan itu karena tanda Mickey itu bisa berpindah lokasi, mustahil untuk ditemukan. Aku memaksa diriku untuk tidak hilang keyakinan dan berbalik mencari kekuatan penyembuh Yixing. Aku berlari lebih cepat dari sebelumnya, tubuhku tidak lagi sakit, malah semakin kuat saja setelah aku menyadarinya. Aku tidak tahu di mana menemukannya, tapi dalam perjalanan menuju Yixing, aku menemukan tanda Mickey Wufan di atas awan.

“Tiga. –Waktumu tinggal empat puluh menit lagi.”

Waktu entah kenapa berjalan normal dibanding biasanya di permulaan permainan, namun kini aku dapat sedikit petunjuk tentang apa yang harus dicari, Zitao memperpendek waktu semaunya.

Aku memutuskan untuk menunggu kekuatan Yixing juga dan pergi ke kekuatan lain yang lebih jelas. Pria di labirin itu jelas api. Satu-satunya tempat untuk mecari api adalah di perapian. Aku pernah menemui tiga perapian selama ke sini, yaitu di Mansion si kembar gila, di toko Joonmyun dan di Istana. Aku tidak mau pergi ke tempat pertama, takut akan terperangkap di situ lagi. Apalagi sekarang saat Jongin tidak diperbolehkan menolongku. Salah satu yang di toko Joonmyun tidak dinyalakan, jadi dugaan terbaikku adalah kembali ke Istana. Aku sedang berada di sisi lain di taman dan waktu terus berdetak, jadi aku harus berlari kencang untuk menyimpan waktu ke Mansion kalau-kalau simbol itu tidak ada di Istana. Aku memegang pinggangku yang sakit saat tiba di tempat yang seharusnya, berlari menaiki tangga seperti orang gila, melewatkan beberapa anak tangga karena aku kurang fokus dengan anak tangga yang tidak rata. Aku beranjak masuk ke ruang tengah dan tertawa kencang saat aku menemukan simbol Mickey di atas api perapian.

“Empat. –Waktumu tinggal dua puluh lima menit lagi.”

Aku berbalik dan keluar, saat menyadari lututku lecet karena terjatuh di tangga. Tentu saat aku melihat luka itu, rasanya jadi sakit. Butuh didisinfeksi supaya tidak semakin parah, yang mana berarti aku butuh perangkat P3K. Peta tempat ini juga boleh, tapi karena aku tidak punya waktu untuk mencarinya, aku mencoba keberuntunganku. Aku membutuhkan waktu sangat lama untuk mencari apa yang aku butuhkan dan Zitao menghitung tanpa belas kasih di telingaku. Aku berlari masuk dan menemukan semprotan cairan disinfeksi dan plaster. Dalam kotak P3K, ternyata ada sebuah simbol merah kepala Mickey.

“Lima. –Waktumu tinggal sepuluh menit.”

Sejauh ini aku sudah menemukan Joonmyun, Hyung/Kyung, Wufan, pria labirin dan Yixing. Berarti aku masih harus menemukan lima dan waktuku terlalu sedikit. Dan bonusnya, langit sudah gelap saat aku keluar, hanya menambah kesulitanku mencari sesautu. Aku kembali pada daftarku cepat-cepat.

Hyung/Kyung – Bumi

Minseok – Es

Jongdae – Petir

Sehun – Angin

Jongin – Teleportasi

Aku berusaha mencari ide di mana menemukan simbol-simbol mereka. Khususnya Jongin karena simbolnya mustahil ditemukan.

“Waktumu tinggal lima menit.”

“BAGAIMANA BISA?!” teriakku frustasi.

“Waktumu tinggal tiga menit.”

Aku menyumpah serapah, berusaha menenangkan diri dan berpikir. Taman ini luas dan waktuku hanya tiga menit untuk menemukan lima simbol. Lima simbol kecil, yang mudah dilewatkan dengan kegelapan di sekelilingku.

“Waktumu tinggal dua menit.”

Zitao. Kekuatannya adalah waktu. Dan waktu adalah yang terpenting di tempat ini. Waktu mengendalikan segalanya.

Seluruh dunia ini berlomba melawan jam. Jam yang dikendalikan hanya oleh seseorang.

Aku harus menemukan jam itu. Satu-satunya jam di dekat sini adalah di depan Istana. Aku punya dua menit untuk mencarinya dan lomba melawan waktu tidak pernah terasa semustahil ini. Tapi aku berlari. Berlari secepat mungkin sementara dadaku serasa digencet oleh beban dan rusukku memprotes kesakitan. Aku berlari menggila dan berhasil tiba di depan Istana saat Zitao mengumumkan waktu tinggal tiga puluh detik. Aku mendongak. Di antara angka sebelas dan dua belas, ada simbol Mickey.

“Enam. –Waktumu tinggal dua puluh detik.”

Aku perlu mendapatkan tanda itu. Aku membutuhkannya di tanganku untuk menghancurkannya, dan aku butuh cepat.

Gunakan pikiranmu.

Aku menutup mataku dan membayangkan simbol Mickey itu bergerak sendiri keluar dari jam dan ke tanganku. Aku merasakan berat di tanganku dan saat kulihat, simbol itu di situ.

“Sepuluh, sembilan, delapan, tujuh--" Dia memulai hitung mundur.

Aku tidak punya waktu untuk takjub atas apa yang baru saja terjadi, kulempar simbol Mickey itu ke lantai dan melompat ke atasnya dengan berat tubuhku. Suara yang muncul setelahnya adalah jam yang rusak dan dalam sedetik, hitungan mundur itu berhenti dan langit berubah terang lagi. Aku menunduk dan melihat cairan hitam keluar di bawah kakiku, keluar dari tanda yang hancur.

“LUHAN!”

Suara itu adalah suara yang akan kukenali di mana pun dan adalah suara yang mampu membuatku semangat. Aku ditarik dalam sebuah pelukan keras dan untuk sekali ini aku tidak ambil pusing dengan sakit yang menyertainya.

“Kau membunuh Zitao.” Jongin berkata dan aku bisa bilang dia juga sama takjub dan kagetnya dengan diriku saat dia melihatku.

“Kekuatanku... Aku bisa menggerakkan benda dengan pikiran,” ungkapku.

“Kau punya kekuatan pengendali pikiran, Luhan. Itulah sebabnya kau bisa memanggilku dengan pikiranmu. Bicara denganku lewat batin. Pikiranmu bekerja dengan cara yang luar biasa. Itulah sebabnya kau menang dalam permainan ini.”

“Apa yang akan terjadi?” tanyaku.

Hening selama beberapa saat dan raut wajahnya berubah sebelum ia memaksakan tersenyum. “Kau akan pulang.”

Aku menggeleng dan memeganginya. “Aku akan membawamu pulang bersamaku.” Aku mulai terisak. “Aku tidak akan meninggalkanmu di sini.”

“Tidak ada pilihan. Kau pulang dan aku tinggal.”

“Tapi Zitao telah mati. Dia tidak bisa berbuat sesuatu.”

“Dia telah membuat hati para penghuni menghitam seperti hatinya. Semua tidak akan berhenti sampai di sini, Luhan. Wufan mungkin akan membalas kematian Zitao.”

“Aku akan tinggal lebih lama kalau begitu. Kita bisa menghancurkan simbol mereka juga,” kataku sambil mengguncang bahu Jongin dengan kasar, air mataku mengalir.

“Jangan menangis. Kau harusnya senang.” Dia tersenyum dan meyeka air mataku.

“Aku tidak ingin pergi tanpamu.”

Aku tidak tahu apa yang merasuki untuk menariknya dan menciumnya. Ciuman itu berantakan karena kondisiku yang menangis,  tapi aku tidak peduli karena dia menciumku balik.

“Aku mencintaimu,” bisikku saat aku menarik diri.

Matanya menutup dan senyum melekat di bibirnya. “Selamat tinggal, Luhan.”

Aku baru ingin menentangnya tentang penggunaan kata selamat tinggal, namun itulah saatnya aku tersadar bahwa aku mengatakan cinta padanya.

Segera setelah kau mengucapkan kata cinta, jam akan berhenti berdetak.

“Tidak.” Aku berkata sambil memeluknya erat. “TIDAK!”

Air mataku jatuh tanpa henti. Dengan hati berat, namun ringan bersamaan.

 

 

 “JONGIN!”

Aku terlonjak bangun dari mimpiku, lalu kutekan bersamaan kedua mataku yang terpejam sebelum membukanya sedikit. Air mata mengalir deras di wajahku saat aku bangkit duduk dan melihat sekeliling. Aku ada di taman, kucing berbulu kuning-perunggu tidur di sampingku. Dia membuka sebelah matanya dengan malas, tidak mengetahui apa yang terjadi sebelum menutupnya lagi dan melanjutkan tidur siangnya.

“Lulu?” Terdengar suara memanggil.

Ibuku keluar dari rumah, mempercepat langkahnya begitu dia melihatku di atas rerumputan.

“Luhan? Ada apa? Kenapa kau menangis?”

“J-Jongin.” Aku berujar.

“Siapa?” Beliau mengernyit sedikit mendengar nama asing tersebut, namun beliau tetap melingkarkan lengannya di pundakku.

Aku menggeleng.

Mereka benar...


 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
babyhaechannie #1
ini uda g ada yg ver aslinya ya? yg ing? dimana ya bs nemuin yg ver asli nya?
teresaginny
#2
Chapter 9: Sedih!!!!! Sebenernya sih ngebayangin Luhan - Kai agak sulit ya, cuz i'm more to HunHan couple.. cuma dari segi ceritanya, emang paling pas dipairingin powernya Luhan sama Kai.. plus, i appreaciate your translation..
sedikit kritik aja, ada beberapa bagian yg jadi kaku setelah di-Indonesia-kan.. sebaiknya sih lain kali ngga usah nerjemahinnya terlalu harafiah, kata perkata gitu.. misalnya (dicontohin aja ya, saya lupa kalimat tepatnya gimana); "you are already here anyway" bisa dijadiin "lagipula kamu sudah di sini" daripada ditulis jadi "kamu sudah di sini, lagipula".. misalnya begitu...
Di luar yg tadi udah disampaikan sih, terjemahannya udah sangat baik, berasa baca novel terjemahan kelas Harry Potter.. good job!!!
ps. mau tanya aja, kan Rendeboo akunnya udah didelete tuh, dimana ya bisa baca versi aslinya? I prefer reading English actually.
crownprc #3
Chapter 9: Bagus banget~
Ini bakalan jadi ff favorite ku~ apalahi main castsnya kai luhan. .

Sedih sumvah
xiaohunnie
#4
jadi aku balik kesini re-read karna bagus bgt ceritanya dan sekalian upvote soalnya dulu point gacukup buat upvote hehe
fresh-salad
#5
Chapter 9: keren ih ide ceritanya, sumpah!!! makasih ya ka amu udah nerjemahin, enjoy bgt bacanya, ga kaku :D
parkshinyoung #6
Chapter 1: ga ngerti sepertinya saya, lanjut aja yaaa~
Luiizy #7
Chapter 1: chapter awal masih bingung? biar gak bingung lanjut ke chapter selanjutnya XD hihi
Luiizy #8
Chapter 1: chapter awal masih bingung? biar gak bingung lanjut ke chapter selanjutnya XD hihi
callaghan
#9
Chapter 9: Keren banget *-* cerita yang keren selalu berakhir nggantung. Tapi sumpah ini keren banget. Thanks for translate amusuk sshii....
sunggaeul #10
Chapter 1: masih blum ngerti..
Next