Chapter 10

Baby's Breath [Indonesian]

 

Disclaimer: I don't own this story. It belongs to jindeul.


*Chapter 10;

Chanyeol telah sembuh sepenuhnya, meskipun suhu badannya masih sering naik dan turun. Dokter “Suho”, sebagaimana Baekhyun memanggilnya (singkatan dari malaikat penjaga; sentimentil, tapi cocok, kan), menyarankan banyak istirahat, makan teratur, dan kasih sayang, kemudian memulangkan Chanyeol.

Usai tadi malam, setelah Baekhyun terpaksa keluar dari ruangan ketika Chanyeol menangis, keduanya tidak mampu bercakap seperti biasa karena semuanya terasa canggung. Meskipun Chanyeol telah kembali menjadi happy virus yang bersemangat saat pulang ke rumah, Baekhyun masih belum sepenuhnya lepas dari trauma. Entah mengapa, melihat Chanyeol menitikkan air mata memengaruhi dirinya dalam berbagai cara. Itu membuat hatinya ngilu untuk beberapa alasan, dan perasaan ganjil itu tidak kunjung hilang bahkan setelah tidur.

 

 

“Bu, Chanyeol bilang ia tidak akan pergi sekolah,” kata Baekhyun sembari mengancingkan seragamnya. Tidak seperti hari-hari lainnya, Chanyeol tidak meniru setiap gerakannya atau salah memasukkan kancing sehingga Baekhyun harus mengancingkannya lagi.

Sang ibu berhenti memasukkan berkas-berkas dan kertas kerja ke dalam tas kecilnya dan menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. “Mengapa tidak? Chanyeol senang bersekolah.” Ia berkata seolah Baekhyun tak tahu apa-apa. “Kau tidak bertengkar dengannya lagi, kan, Baekhyun? Aku bersumpah, aku sudah menyuruhmu bersikap baik padanya, ia tidak punya banyak waktu lagi sebelum—“

“Dikeluarkan?” Baekhyun menyelesaikan kalimat wanita itu dengan tatapan biasa, “Aku tahu.”

Ia sudah mencuri dengar para orang dewasa itu mendiskusikan rencana  sekolah Chanyeol, kalau ia memang punya. Kalaupun tidak, ia tidak mengerti mengapa para dewan sekolah menolak mengizinkan Chanyeol melanjutkan pendidikannya di program kelas khusus mereka. Baekhyun membungkuk untuk mengikat tali sepatunya, namun terhenti di ambang pintu saat ia mendengar bunyi keras. Tidak butuh waktu lama bagi Chanyeol untuk menerobos keluar kamarnya dengan rambut berantakan, seragam kusut, dan seringai jahil di wajahnya.

“Oh, bagus, Sayang, semoga harimu menyenangkan di sekolah, oke? Tetaplah bersama Baekhyun saat latihan sepak bola!” celoteh ibu Baekhyun sembari membersihkan kotoran di sudut mata Chanyeol.

Baekhyun sudah di luar saat ibunya mengantar Chanyeol ke luar seolah ini hari pertamanya ke sekolah. Memuakkan bagaimana ibunya memanjakannya seperti bayi daripada seorang pria dewasa. Memang, kondisi mental Chanyeol sama seperti anak tujuh tahun, namun Baekhyun heran bagaimana caranya ia bisa belajar dan memperbaiki diri bila seseorang berhenti di levelnya. Itu, dan Baekhyun merasa iri. Chanyeol tidak mungkin berbuat kesalahan dan semua orang yang kurang sensitif akan memanja dan memujanya seolah ia bintang besar YouTube yang selanjutnya.

Baekhyun bahkan tidak sadar Chanyeol telah mensejajari langkahnya (karena kaki Chanyeol lebih panjang daripada miliknya, masuk akal ia bisa menyusul dengan cepat), namun tidak satu pun dari mereka mengatakan sesuatu hingga mereka tiba di sekolah.

 

 

Selama jam istirahat, seluruh murid tidak diizinkan berada di kelas karena beberapa siswa yang tengah melakukan ulangan remidi, jadi beberapa rekan setim Baekhyun berkumpul di ujung koridor tempat mereka saling berbagi Chocopies dan membandingkan jawaban dari ulangan barusan. Baekhyun, tentu saja, tengah berkhayal, lebih memperhatikan sekelilingnya dari pada obrolan mereka.

“Hei, baby Baek ribs, apa jawabanmu di nomor empat belas? Tentang genta kemerdekaan?” tanya Jongin.

“Hah?” ia tergagap kembali pada kenyataan. “Oh. Kurasa aku menjawab ‘tiga’ untuk yang satu itu.”

Sehun meraung. “Kau serius? Aku merubah jawabannya tepat setelah aku menulis jawaban itu!”

Teman-temannya mendengus.

Baekhyun mengunyah lapisan marshmallow Chocopies miliknya dan menatap ke bawah, ke sisi kirinya tempat banyak hal terjadi. Ia membatin mungkin akan menarik bila seseorang mengabadikan momen para siswa di habitat alaminya dan melihat kemiripannya dengan binatang dalam berkumpul dan berbagi antar sesama. Ada Yixing, murid pindahan dari Cina yang fasih berbahasa Korea (ia pindah saat kelas satu), yang tengah larut dalam headphone-nya. Ia tidak mendengar banyak tentang anak itu sebelumnya, selain fakta bahwa ia memenangkan tempat kedua lomba menulis di semester kemarin. Baekhyun menang di tempat ketiga.

Lalu, ada beberapa gadis yang tengah membicarakan selebriti terpanas, membanding-bandingkan siapa lebih tampan dari siapa, sembari menebalkan lapisan make-up mereka terus menerus. Bahkan tanpa disadari, gadis-gadis selalu mengkhawatirkan tentang penampilan mereka, namun masih saja berani mengkritik orang lain. Bila para gadis remaja diibaratkan hewan, Baekhyun pikir mereka adalah hiena. Sendiri tak berbahaya, bergerombol menakutkan.

Kris bicara dengan Luhan tuh,” cibir Minseok.

Luhan? Luhan dari kelas 3-3? Luhan yang membuat para murid lelaki mau mengambil risiko detensi, hanya untuk mengintip dari celah jendela kelas? Luhan yang dikabarkan sebagai pangeran yang lama hilang dari kerajaan dinasti kuno? Luhan yang telah menolak semua pernyataan cinta yang selalu ia terima dan membuat para lelaki dan gadis nan arogan malu karenanya?

Ini akan sangat menarik.

Baekhyun menyilangkan tangan setelah selesai membersihkan remah-remah dari wajahnya, memperhatikan Kris bicara pada Luhan seolah itu bukan apa-apa. Dapat ditebak. Kris tidak tahu apa-apa tentang reputasi Luhan. Bahkan Baekhyun dapat melihat dari ujung koridor bahwa Luhan sama sekali tidak terpengaruh dengan pembicaraan Kris. Setelah beberapa candaan terlontar dari Kris, hanya yang berbicaralah yang tertawa sementara Luhan tidak berekspresi seolah-oleh Kris baru saja menghina ibunya.

“Dia pikir dia siapa?” Jongin tergelak, memukul pelan perut Jong Dae, “Nyeh, nyeh, aku dari Bankooba.”

Baekhyun terkekeh.

Selagi  teman-temannya sudah bertaruh bahwa usaha Kris untuk membuat Luhan terpesona akan berakhir gagal sama seperti yang lainnya, Baekhyun menemukan Chanyeol yang baru datang..

dan Luhan melambai padanya dengan senyum manis.

“Hei, Chanyeol,” sapa Luhan.

“Hai, Luhan!” Chanyeol menjawab dengan—terlalu—wajar dan ceria (yang mana sama sekali tidak cocok dengan suara bariton-nya), tidak mengindahkan semua orang yang mulai bergosip ria bahwa demi Tuhan, Luhan bicara padanya pertama kali! Ia tersenyum malu dan menyorongkan sebuah buku kecil pada Luhan, membungkuk sebagai tanda terimakasih-nya. “T-terimakasih sudah meminjamkan aku bukumu. Aku sangat menyukainya..”

“Sama-sama,” Luhan tersenyum hangat, “kau boleh meminjamnya kapan saja, oke?”

Chanyeol mengangguk, tersenyum pada Kris yang tercengang, lalu melangkah menuju kelas khusus tidak jauh dari kelas normalnya.

“Apa itu Park Chanyeol?”

 

 

“Apa yang terjadi padamu, Byun Baekhyun? Pertandingan paling penting musim ini sudah di depan mata dan kau tidak bisa menerima operan?”

Baekhyun menundukkan menghadap lantai saat pelatih membentaknya, yang lain sudah lelah dan kesal karena mereka telah berlatih berjam-jam tanpa mendapat hasil yang memuaskan. Salah satu penyerang mereka mendadak terkilir,  sehingga mereka mesti menyusun kembali formasi dan strategi dari nol. Ini berarti waktu latihan jadi tiga kali lipat. Tiga kali lipat stres. Tiga kali lipat harapan.

“Jongin, kau seharusnya mengambil sisi kanan Baekhyun, jangan lupakan strateginya!” teriak pelatih. “Bila kalian tidak melakukannya dengan benar kali ini, lari keliling lapangan sepuluh kali!”

 

 

“Pelatih Jung hanya tidak senang denganmu utamanya.” Jongin meringis saat melilit pergelangan kakinya yang memerah. Hanya tinggal mereka berdua di ruang loker setelah yang lain pulang. “Jangan dimasukkan ke hati, ia hanya agak... sensitif untuk menjaga reputasi sekolah, tidak boleh kalah pada Jeon-Il keparat itu.” Ia berkata sambil berjalan pincang mengambil ranselnya.

Baekhyun mengangguk, memutar bahunya yang sakit. Apa yang Jongin katakan mengingatkan Baekhyun pada pertemuannya dengan mereka, dan bagaimana Zitao telah menyelamatkannya dari perkelahian. Ia yakin para “preman” itu telah mendapat pelajaran, untuk tidak melangkah di rumput tetangga. Meskipun ia sangat ingin memberitahu Jongin, sahabat terbaiknya, ia tidak mengatakannya. Ia tidak berpikir hal tersebut cukup penting.

“Pergelangan kaki Woohyun terkilir? Apa yang ia lakukan, jatuh dari tangga?” Baekhyun tertawa kecil, meskipun subjeknya bukan sesuatu yang pantas dijadikaan candaan.

“Ya, aku sudah meneleponnya, tapi tidak diangkat. Aku rasa lukanya cukup parah. Ibunya membuat surat pengaduan ke sekolah karena ini.”

“Apa itu rumor yang kau dengar?”

“Yah, aku mendengarnya dari Sehun yang mendengarnya dari Jongdae yang mendengarnya dari... seseorang.”

Baekhyun memutar bola matanya.

Ia rasa timing-nya sedikit tidak wajar. Woohyun memang menyebalkan, bersemangat, dan blak-blakan, namun ia tidak ceroboh. Sebenarnya, dia adalah pemain tercepat di tim mereka yang memiliki kontrol paling bagus. Beberapa bulan lalu, ia dan Nam Woohyun bersaing untuk meraih posisi kapten dan Baekhyun terpilih murni karena kepopulerannya. Kalau boleh jujur, Baekhyun merasa kemampuan Woohyun lebih baik darinya.

Dengan kartu as mereka terluka, Baekhyun tidak yakin mereka mempunyai kesempatan untuk menang melawan para pemain Jeon-Il yang lebih besar kuat.

 

 

“Baekhyun sangat... berbakat bermain sepak bola,” Chanyeol tersenyum, ibu jarinya terselip di bawah tali ranselnya. Mereka berjalan bersebelahan kali ini, meski Baekhyun tahu Chanyeol berjalan lebih lambat dari biasanya untuk mengimbangi dirinya yang langkahnya lebih pendek. Semburat kemerahan yang lembut menghiasi pipi Chanyeol saat ia mengatakannya, seperti gadis yang menyatakan perasaan pada seorang pemuda.

Untuk beberapa alasan, Baekhyun merasa senang. Menyenangkan rasanya mendengarnya dari orang lain, terutama setelah semua tekanan dari pelatihnya yang membuatnya merasa seperti pemain terburuk sepanjang sejarah. Sepatu sepak bola penuh lumpur yang ia bawa terasa lebih berat dari beberapa kilo. Benar-benar berat. “Terimakasih.” Ia berkata singkat karena tidak tahu kata lain yang lebih baik untuk dikatakan, dilihatnya Chanyeol dari sudut matanya.

Tidak ada yang berubah dari dirinya. Chanyeol kembali seperti Chanyeol, dengan mata berkedut, senyum bodoh, dan rambut cokelat keriting. Ia hampir terlihat seperti anjing.

“Kau masih mau bersekolah?” tanya Baekhyun ragu, bertanya-tanya apakah sekolah masih menjadi topik sensitif bagi Chanyeol.

Chanyeol mengangguk, menyeringai bodoh ke tanah.

“A-apakah kau ingin... menjadi seorang pemain sepak bola, Baekhyun?”

Baekhyun mengangguk sekarang, tanpa mengucapkan apa pun sampai saudara tirinya kembali bicara.

“Baekhyun akan menjadi pemain sepak bola yang hebat, paling hebat...” Chanyeol tertawa lembut membayangkannya. “Aku tidak tahu... a-apa impianku...”

“Kau ingin menjadi seorang guru...” kata Baekhyun lirih.

 

 

Larut dalam percakapan, Baekhyun belum menyadari sejauh mana mereka melewati rute yang ia ambil kemarin malam. Rumah Zitao tidak terlihat di mana pun, meskipun jelas dari sedikitnya pagar rumah yang terbuka dan jalanan sempit jelas sekali bahwa mereka tidak sedang berada di tempat yang aman.

Bagaimanapun juga, ia berhenti dan menyikut Chanyeol saat melihat seragam kuning-mustar.

Mereka berjumlah sekitar tujuh orang sekarang, dan seseorang yang samar-samar Baekhyun kenali menunjuk ke arah Baekhyun dan Chanyeol, seolah mereka memang telah menunggunya. Kali ini, mereka membawa balok kayu panjang dan tebal yang menimbulkan bunyi berat dan mengerikan saat mereka menyeret benda itu sepanjang jalan aspal.

“Di mana teman kungfu-mu?” ejek seseorang.

Baekhyun mendorong Chanyeol ke belakang.

“Chanyeol... lari.”

 


translated by _fanboy and amusuk

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
nutteu
Because of RL matters, please expect the last chapter finished on next week. Thank you.

Comments

You must be logged in to comment
yourhoobae_ #1
Chapter 29: such a beautiful story. aku bener" ngerasa kalo cerita ini BAGUS BANGET dan punya pesan moral yg banyak. dari awal cerita, air mataku jato' terus"an sampe kasurku basah pas baca cerita ini malem". banyak kejadian yg bikin hati terenyuh, senyum" sendiri, dan nangis gitu aja. author dan translator nya bener" hebat. terima kasih banyak udh nerjemahin ini dan ngasih kesempatan ke cbhs indo buat baca story sebagus ini. chanyeollie si pengagum bunga dan baekhyunnie si pemain sepak bola adalah karakter yg bener" susah ngebuat aku lupa. alurnya bener" menyentuh pembaca dan pendeskripsiannya bener" bagus. good job, jindeul dan para translator! :)

salam buat baek & chan di story ini❤️
kevin_evan #2
Chapter 29: Sekarang: 17 November 2017.

Udah 3-4 tahun sejak terakhir baca FF fenomenal ini; dan sense-nya seolah nggak mati: nyenengin banget ngikutin perkembangan karakternya Baekhyun, gimana dia yang cuek plus egois jadi sosok yang sayang karena rasa bersalah, dan berakhir jadi orang yang bener2 sayang ke Chanyeol... Entahlah, ada sesuatu yg ga bisa dideskripsiin---harunya, rasa manisnya---dan dua ending-nya... bener2 punya kekuatan tersendiri. Ending pertama, mengalir, pahit, sekaligus indah; sedangkan ending kedua menutup kisah dg complicated. Baek, Chan, mimpi, dan sebuah janji.

Paling suka waktu pidatonya Baekhyun:') Sederhana sih, tapi air mata ngalir gitu aja... Tuhan, betapa dunia keliatan nggak adil bagi mereka:') Berkali2 mbaca kepikiran itu terus dan rasanya nggak rela ngelepas kisah mereka:') 3-4 tahun nggak mbaca, ingatan udah agak2 kabur, tetapi ttp mengakui betapa ff ini layak berjaya di masanya.

Tapi sayang, setelah masa lalunya Tao, dia nggak pernah disinggung lagi dan alhasil bikin kepo sepanjang chapter:') Dan oh ya, ff ini sukses bikin kangen "mereka" semua:")

Terakhir, applause buat author jindeul plus makasih bgt buat amusuk, baekmuffin, dan exoticbabyly yang udah nerjemahin FF keren ini:')))
Sasazahraa #3
Chapter 20: Demi apa ini udahan?gilaa gue mewek mewek sendiri ampe mata bengkak ?.gue pengen bgt ini ada lanjutannyaa aaaaaa mana ini ff 4taun lalu :((gatau lagi dah
beta_Reader #4
Chapter 9: Aku masih ngakak sampe chapter 6, tp belakangan Baekhyun jadi baik-baik ma Chanyeol karena merasa bersalah udah celakain dia ya? Bukan karena emang dasarnya dia sayang Chanyeol? Keep reading~
intanwyf #5
Chapter 19: Oh Tuhan , udah lama banget nggak nangis kayak gini gara" baca fanfic...
intanwyf #6
Chapter 3: Ooh poor chanyeol
Cho_kyumie #7
Chapter 1: Ampun d awal chapt aja dah sedih.. chan jd anak keterbelakangan mental..
Cho_kyumie #8
Woah pnasaran dsini chanbaeknya adik kakak ya... jarang2 nih
trinettethalia #9
Ya..... Mereka nggak pacaran. Tapi aku suka soalnya happy ending. Makasih ya buat terjemahannya kak....