Chapter 1

Baby's Breath [Indonesian]

Disclaimer: I don't own anything. Story belong to jindeul.


*Chapter 1;

“Sial, aku terlambat!”

Waktu menunjukkan pukul tujuh lewat sepuluh pagi. Bus sudah melewati daerah sekitar rumahnya sepuluh menit yang lalu dan bel pelajaran pertama akan berbunyi dalam dua puluh menit, tidak memberi Baekhyun waktu yang cukup untuk bersiap dan berlari secepat kilat ke sekolah. Dia, tak dapat dipungkiri, memang benar-benar lamban; dan tidak ada seorang pun yang dapat disalahkan selain dirinya sendiri.

Dia buru-buru menendang selimutnya dan mengayunkan kedua kakinya ke samping tempat tidur, serangkaian kata kotor meninggalkan bibirnya layaknya serentetan peluru. Sebuah “sial!” yang cukup keras keluar saat ujung kakinya terjepit di bawah bobot berat yang berbaring di lantai dan, kehilangan keseimbangannya, Baekhyun berjalan dengan langkah kikuk untuk menyeimbangkan diri di atas kedua kakinya lagi. Kemudian dia pun ingat. Chanyeol, saudara tirinya, sedang tidur tepat di samping tempat tidurnya, bukan di kamar lain seperti yang dia suruh.

Ini merepotkan, bahasa paling halusnya. Baekhyun selalu “lupa” bahwa Chanyeol memiliki kebiasaan menyusup ke kamarnya larut malam lantaran mimpi buruk, dan tersandung karenanya. Jujur, Baekhyun punya lebih banyak luka di lututnya akibat terjatuh di kamarnya sendiri daripada bermain bola.

Sekalipun begitu, sebesar apa pun dia menginginkan raksasa tolol itu untuk menjauh dari kamarnya, ibunya tidak pernah berpihak padanya untuk berkata kasar pada Chanyeol. Dia selalu berada di pihak Chanyeol sampai-sampai Baekhyun mempertanyakan orang tua siapa sebenarnya ibunya, selalu membelanya saat sudah jelas dia yang salah. Memang menyedihkan mengetahui Chanyeol baru saja kehilangan ayahnya dan terpaksa pindah dengan orang menjengkelkan seperti dirinya, namun Baekhyun memohon untuk sesuatu yang berbeda. Dalam situasi ini, dia yang menjadi korban karena harus bertahan dengan orang dungu yang selalu mengekorinya.

Karena, memiliki saudara tiri (yang tidak berhubungan darah dengannya) yang mengalami kelumpuhan mental sama saja dengan membiarkan parasit  terus tumbuh permanen di dahinya. Toh, Chanyeol bukanlah sesuatu yang dapat ia sembunyikan.

“Ibu! Chanyeol tidur di kamarku lagi!” teriaknya, hanya untuk menyadari bahwa ibunya pergi; beliau telah pergi bekerja sebagai pelayan di berbagai tempat untuk menyokong mereka bertiga. Ugh.

Hanya dengan satu tambahan anggota keluarga sudah mengubah banyak hal bagi Baekhyun. Awalnya dia tidak mengira memiliki saudara tiri akan sangat menyusahkan, sampai ketika dia menemukan bahwa Chanyeol memiliki tingkat kecerdasan setara anak SD dan membutuhkan pengawasan rutin supaya dia tidak berakhir menancapkan garpu ke stop kontak atau, entah bagaimana, menenggelamkan diri. Biar bagaimanapun juga, kondisi ekonomi keluarganya tidak stabil sehingga tidak memungkinkan untuk menyewa pembantu, ataupun bagi Baekhyun untuk menjaga orang dungu selagi dia harus bersekolah dan latihan sepak bola. Ujian masuk universitas diadakan pada pertengahan November, dan sekarang sudah bulan September.

Kalau dia sampai tidak dapat belajar dan masuk universitas ternama, itu semua salah Chanyeol.

Saat Baekhyun ada di lantai bawah mencari-cari sesuatu di kulkas untuk dimakan, dia melihat Chanyeol keluar dari kamarnya dengan rambut seperti sarang burung. “Hei, Chanyeol, aku tidak ada waktu untuk membuatkanmu sarapan, jadi makan ini saja, ya?” Baekhyun meletakkan sebuah apel di meja selagi membuat roti lapis isi daging untuk dirinya.

Seperti Chanyeol punya kapasitas otak yang cukup saja untuk membantah apakah ia menginginkan apel atau roti lapis.

Dia terlalu sibuk menyiapkan perlengkapan sekolahnya hingga tidak menyadari ada yang aneh dengan Chanyeol, namun saat saudara tirinya itu mulai berjalan ke arahnya dan meninggalkan jejak air di sepanjang jalannya, Baekhyun berteriak dalam hati. “Kau mengompol lagi?!” dia mengerang, ”Itu celana latihan sepak bolaku!” Sekarang, ia melihat noda gelap air seni mengalir di kain abu-abu (dan mahal) miliknya itu. Mungkin menggemaskan bila anak kecil mengompol di celananya, tapi, seorang pria dewasa yang tidak bisa mengontrol kandung kemihnya sendiri? Menjijikkan!

Baekhyun dapat membayangkannya sekarang. Wali kelasnya akan memarahinya tentang bagaimana ia harus datang lebih awal, dan satu-satunya alasan yang ia punya yaitu sedang mengganti celana saudara tirinya. 

Chanyeol tidak mengerti sama sekali seperti biasa, melihat ke bawah pada celana yang ternodai dan kembali pada Baekhyun dengan ekspresi penuh penyesalan. “Maaf, Baekhyun, aku tidak sengaja … aku tidak sengaja …,” dia tergagap, sembari melepas celananya di ruang tengah.

Baekhyun memekik dan menutup wajahnya dengan satu tangan, menurunkannya lagi dengan sedikit perasaan jijik. “Oh Tuhan, pakai celanamu!” dia meraung, melempari Chanyeol dengan sebuah apron merah muda yang tergeletak di atas pegangan oven sementara dirinya, layaknya saudara tiri yang dewasa dan bertanggung jawab, memungut celananya yang penuh tetesan dan melemparnya ke bak mandi. Selagi di dalam, dia menyambar kacamata Chanyeol yang ada di samping sikat gigi dan berjinjit untuk menyampirkannya di atas hidung bocah itu. Di samping bodoh, Chanyeol memiliki penglihatan yang buruk juga, dan beberapa penyakit syaraf yang menyebabkan kedutan di kedua mata. Chanyeol benar-benar menyusahkan.

Lebih lambat dari biasanya, Baekhyun memberinya boxer baru dan memasangkan Chanyeol seuntai tali kalung di leher seperti itu sudah menjadi salah satu rutinitas paginya. Di ujung tali itu tergantung sebuah ponsel tua, yang hanya bisa dipakai untuk menelepon dan mengirim pesan. Nomor-nomor yang Chanyeol punya di ponsel hanyalah nomornya dan nomor ibunya. Mereka telah menarik hak Chanyeol untuk memanggil polisi setelah pada suatu hari dia menelepon polisi untuk menanyakan di mana Baekhyun berada.

“Berapa nomorku?” Akan sangat baik bila bertanya, kalau-kalau Chanyeol terlalu dungu untuk bisa mengerti cara kerja panggilan cepat.

“030-8729-3004,” jawab Chanyeol dengan senyum cerah. Sebenarnya itu adalah satu-satunya nomor yang dia ingat, karena dia tidak tahu alamat rumahnya, atau apa pun yang melebihi tiga digit angka.

“Bagus, kalau kau butuh sesuatu, telepon saja. Tapi jangan di tengah pelajaran.” Dia berkata sembari memakai sneakers miliknya, memikul sebuah tas ransel lagi yang berisikan semua peralatan olahraganya. Lima menit setelah bel jam pertama dan dia bahkan masih belum berjalan. Chanyeol telah menjadi tanggung jawab baginya, tapi itu tidak berarti dia akan memberi tahu guru-gurunya bahwa ia memiliki saudara tiri yang terbelakang untuk diurus. Itu memalukan.

“Dah, Baekhyun!”

Baekhyun memandang sekilas Chanyeol, yang dengan tampang bodoh melambaikan tangan dengan senyum terlampau bahagia di wajahnya. Dia hanya membalas dengan sebuah senyuman palsu dan menutup pintu untuk bergegas pergi ke sekolah.

Tidak banyak jalan raya atau tempat-tempat ramai di kota kecil seperti Jeonju, semenjak wilayah tersebut terkenal akan pemandangan daerah pedalaman dan desa-desanya. Hampir tidak ada apartemen juga, hanya ada deretan rumah-rumah yang setidaknya berusia satu milyar tahun. Rumah sejuk yang Baekhyun tempati dulunya merupakan rumah kakek-neneknya, diwariskan pada generasi bawahnya ketika keluarganya tidak mampu lagi membiayai apartemen mewahnya di Seoul. Baekhyun telah pindah sekolah setidaknya empat kali sekarang, namun sebenarnya dia menyukai sekolahnya yang sekarang. Seragamnya bagus dan mereka memiliki klub sepak bola yang bagus pula.

Itulah mengapa Baekhyun mencoba berusaha dan akhirnya terpilih menjadi kapten tim sekolah. Jadi, ya, dia merupakan salah satu dari murid-murid “populer” yang menikmati statusnya dengan sedikit berlebihan. Dia salah satu dari anak-anak itu yang semua orang kira kaya dan memiliki orang tua terhormat hanya karena ia berasal dari Seoul.

Tiba di sekolah tiga puluh menit setelah jam pertama dimulai, Baekhyun hanya bisa bermuka tebal saat memasuki kelas lewat pintu belakang. Sebagian besar mata tertuju padanya, dan sang guru, terkejut, melabelinya lamban begitu ia duduk dekat jendela di belakang temannya. Mereka berdua saling bersalaman, dan tampak jelas kalau beberapa perempuan tengah menggosip, jatuh pingsan malah, saat Baekhyun duduk di kursinya, terlambat tetapi bergaya.

“Maaf, Pak,” dia mengangkat tangannya seolah meminta maaf, “saya terlambat bangun.”

Itu adalah alasan yang selalu dikemukakan Baekhyun karena hanya itulah yang paling masuk akal. Tidak mungkin dia mau menjelaskan bagaimana saudara tirinya berusaha membuatkannya roti panggang dan berakhir membakar separuh dapur, atau bagaimana ia harus memakaikannya baju karena orang yang dimaksud itu mengompol. Berusaha untuk tidak menghiraukan semua itu dengan senyum sejuta-watt-nya, Baekhyun benar-benar lega ketika sang guru berbalik dan melanjutkan menulis persoalan matematika di papan tulis.

 

 

“Hei, Baekhyun!” Jongdae tersenyum, melingkarkan tangan di bahu temannya dari belakang, “Aku boleh mampir ke rumahmu nanti? Aku butuh bantuan dengan PR Matematikaku, dan aku yakin kau paham dengan pelajaran ini.”

“Uh … Aku punya pekerjaan yang harus dilakukan malam hari.”

“Benarkah? Payah. Jadi, kapan aku bisa mampir?”

“Tunggu,” Baekhyun mengangkat jarinya sembari mengeluarkan ponsel dari tasnya. Tidak heran, ada tiga puluh dua panggilan tak terjawab. Dia menduga setidaknya dua puluh delapan dari Chanyeol, sisanya dari ibunya yang menanyakan Chanyeol. Kemudian, tiba-tiba dia berhenti berjalan, matanya membesar. “Apa aku … belum mengunci pintu depan?”

“Aku tidak tahu,” Jongdae menggaruk belakang lehernya, “kenapa kau menanyakan itu padaku?”

Saat terburu-buru meninggalkan rumah, Baekhyun tidak dapat mengingat kalau ia sudah mengunci pintu dari luar. Latihan sepak bola dimulai setengah jam lagi, tidak memberinya cukup waktu untuk mengecek kalau-kalau Chanyeol berkeliaran di luar. Segera dia memencet nomor Chanyeol (yang ada di panggilan cepat) dan berharap mendengar berita baik di hari buruknya ini. ‘Kumohon semoga ada di rumah … ada di rumah ….


translated by amusuk

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
nutteu
Because of RL matters, please expect the last chapter finished on next week. Thank you.

Comments

You must be logged in to comment
yourhoobae_ #1
Chapter 29: such a beautiful story. aku bener" ngerasa kalo cerita ini BAGUS BANGET dan punya pesan moral yg banyak. dari awal cerita, air mataku jato' terus"an sampe kasurku basah pas baca cerita ini malem". banyak kejadian yg bikin hati terenyuh, senyum" sendiri, dan nangis gitu aja. author dan translator nya bener" hebat. terima kasih banyak udh nerjemahin ini dan ngasih kesempatan ke cbhs indo buat baca story sebagus ini. chanyeollie si pengagum bunga dan baekhyunnie si pemain sepak bola adalah karakter yg bener" susah ngebuat aku lupa. alurnya bener" menyentuh pembaca dan pendeskripsiannya bener" bagus. good job, jindeul dan para translator! :)

salam buat baek & chan di story ini❤️
kevin_evan #2
Chapter 29: Sekarang: 17 November 2017.

Udah 3-4 tahun sejak terakhir baca FF fenomenal ini; dan sense-nya seolah nggak mati: nyenengin banget ngikutin perkembangan karakternya Baekhyun, gimana dia yang cuek plus egois jadi sosok yang sayang karena rasa bersalah, dan berakhir jadi orang yang bener2 sayang ke Chanyeol... Entahlah, ada sesuatu yg ga bisa dideskripsiin---harunya, rasa manisnya---dan dua ending-nya... bener2 punya kekuatan tersendiri. Ending pertama, mengalir, pahit, sekaligus indah; sedangkan ending kedua menutup kisah dg complicated. Baek, Chan, mimpi, dan sebuah janji.

Paling suka waktu pidatonya Baekhyun:') Sederhana sih, tapi air mata ngalir gitu aja... Tuhan, betapa dunia keliatan nggak adil bagi mereka:') Berkali2 mbaca kepikiran itu terus dan rasanya nggak rela ngelepas kisah mereka:') 3-4 tahun nggak mbaca, ingatan udah agak2 kabur, tetapi ttp mengakui betapa ff ini layak berjaya di masanya.

Tapi sayang, setelah masa lalunya Tao, dia nggak pernah disinggung lagi dan alhasil bikin kepo sepanjang chapter:') Dan oh ya, ff ini sukses bikin kangen "mereka" semua:")

Terakhir, applause buat author jindeul plus makasih bgt buat amusuk, baekmuffin, dan exoticbabyly yang udah nerjemahin FF keren ini:')))
Sasazahraa #3
Chapter 20: Demi apa ini udahan?gilaa gue mewek mewek sendiri ampe mata bengkak ?.gue pengen bgt ini ada lanjutannyaa aaaaaa mana ini ff 4taun lalu :((gatau lagi dah
beta_Reader #4
Chapter 9: Aku masih ngakak sampe chapter 6, tp belakangan Baekhyun jadi baik-baik ma Chanyeol karena merasa bersalah udah celakain dia ya? Bukan karena emang dasarnya dia sayang Chanyeol? Keep reading~
intanwyf #5
Chapter 19: Oh Tuhan , udah lama banget nggak nangis kayak gini gara" baca fanfic...
intanwyf #6
Chapter 3: Ooh poor chanyeol
Cho_kyumie #7
Chapter 1: Ampun d awal chapt aja dah sedih.. chan jd anak keterbelakangan mental..
Cho_kyumie #8
Woah pnasaran dsini chanbaeknya adik kakak ya... jarang2 nih
trinettethalia #9
Ya..... Mereka nggak pacaran. Tapi aku suka soalnya happy ending. Makasih ya buat terjemahannya kak....