Chapter 5

Hey

Wendy dan Seulgi melambaikan tangan nya pada Lisa dan teman-temanya, mereka masuk bersamaan ke dalam bioskop. Lisa sengaja duduk di samping Wendy yang duduk bersebelahan dengan Seulgi. Mereka asik menonton dan saking terbawa suasana Lisa mengaitkan tangannya di lengan Wendy dan menyandarkan kepalanya di pundak gadis itu. Wendy yang awalnya terkejut membiarkan Lisa melakukannya dan tak lama ia melihat Lisa tertidur di saat film berada di akhir ceritanya.

“Lisa… filmnya sudah selesai.” Gadis itu memandang sekitarnya dan satu persatu penonton keluar dari ruang bioskop dan Lisa melihat ke arah Wendy.

“Mengapa kau tidak membangunkanku?”

“Kau terlihat nyenyak sekali, aku tidak tega membangunkanmu.” Lisa tersipu dan kali ini Wendy tidak mendapatkan kecupan di pipi melainkan di bibir. Wendy cukup terkejut karena ia tidak pernah di sentuh siapapun di daerah itu. Ia masih terdiam saat Lisa memintanya untuk berdiri karena tinggal mereka yang ada di ruangan itu. Selama di jalan, Wendy hanya terdiam dan itu membuat Seulgi sedikit khawatir.

“Wen, kamu baik-baik aja kan”

“Lisa mengecup bibir ku Seul”

“Apa?”

“Yaa, bisa tidak, kalau ngak teriak.”

“Maaf, kemaren dapat di pipi dari Jessica dan sekarang di bibir dari Lisa, kamu kok kayaknya beruntung ya?”

“Oh iya, Irene kok bisa tahu ya aku dapat kecupan di pipi dari kak Jessica,” Wendy mentap Suelgi curiga.

“Aku hanya mengatakannya pada Sooyoung.”

“Sooyoung?, sejak kapan kalian dekat?”

“Aku sudah jadian sama Sooyoung.”

“Kapan?”

“Kemaren lusa.”

“Kau tidak menceritakannya padaku?”

“Rencanya tadi siang, eh kamunya malah main kejar-kejaran sama Irene.”

“Selamat ya Seul, andaikan aku bisa jadian sama Irene, kita bisa double date.”

“Sudahlan Wen, yang sabar. Mungkin suatu saat Irene bisa jatuh hati sama kamu.” Wendy hanya tersenyum merangkul temannya sampai halte bis.

Wendy putuskan untuk tidak keluar kelas karena Mrs. Jung memasakkan ia bekal makan siang yang cukup banyak. Biasanya ia menghabiskan makan siangnya sama Seulgi, tapi hari ini Seulgi harus latihan untuk kompetisi cheer di sekolah dan ia makan siang bersama teamnya. Alhasil Wendy berusaha menghabiskan makan siangnya seorang diri.

“Hai.” Wendy menengadahkan pandangannya dan melihat Irene berdiri di depannya.

“Oh oh, ini mimpi indah atau mimpi buruk.” Ujar Wendy dalam hati.

“Gimana lukanya?” Irene menarik kursi dan duduk di depan Wendy.

“Ah, aku baik-baik saja, kak Yuri udah bawa aku dokter.”

“Syukurlah,” Wendy tersenyum ke arah Irene.

“Kamu ngak sama Seulgi?”

“Dia ada latihan cheer.” Suasana sedikit canggung, karena keduanya sudah tidak bicara hampir satu minggu ini.

“Kamu mau ngak jalan sama aku malam ini?” Tanya Wendy pada Irene yang cukup terkejut dengan ajakan itu.

“Apa tidak ada yang mengajak mu keluar malam ini?”

“Tidak.” Lama Irene diam.

“Kamu ngak mau ya keluar sama aku?, aku ngak akan melakukan kesalahan yang bakal buat kamu malu.”

“Bukan itu Wendy.”

“Lalu?” Irene masih saja diam.

“Kalau kamu ngak mau, aku bisa terima kok.”

“Aku mau.” Jawab Irene segera.

“Aku takut tidak di bolehkan keluar sama ayah aku. Malam ini ayah ada di rumah,”

“Kalau begitu pulang sekolah aku antar kamu pulang sekalian minta izin sama ayah kamu, gimana?”

“Tapi Wendy, aku takut dia bakal marah ke kamu.”

“Tenang aja, dia akan setuju.” Wendy meraih tangan Irene.

“Selama 1 tahun aku berusaha deketin kamu, dan kamu sepertinya tidak menyukai aku ada di dekat kamu, lalu mengapa sekarang?”

“Mungkin aku terlalu marah hari itu, karena sebelum berangkat ke sekolah ayah sudah marah-marah ngak jelas ke aku, aku di suruh masuk ini lah, ambil les itu lah. Dan lebih menyebalkan, ayah bilang kalau aku harus menurut sama siapa aja yang dia jodohin ke aku. Di tambah kamu yang ceroboh numpahin coffee ke baju aku dan kamu tau sendirilah.”

“Yakin cuman karena itu?” Irene mengangguk dengan segera.

“Maafin aku ya Wen, aku nyesel karena udah ngomong sekasar itu sama kamu.”

“Kamu nyesel karena udah ngomong kasar atau nyesel karena banyak yang deketin aku.”

“Itu juga.” Wendy tertawa.

“Meskipun aku udah dapat kecupan di pipi dari kak Jessica dan di bibir dari Lisa.”

“Apa? di bibir dari Lisa?”

“Iya,” dengan polos Wendy mengangguk.

“Mau tau rasanya?,” Wendy tersenyum ke arah Irene, yang menutup mulutnya dan menggelengkan kepalanya.

“Syukurlah kalau kamu tidak mau, karena aku tidak merasakan apa-apa saat mereka melakukan itu, aku hanya kaget, namun jantungku tidak berdetak kencang seperti aku mengecup pipimu di kamar mandi.” Wajah Irene memerah mengingat kejadian itu, karena ia pun merasakan hal yang sama dengan Wendy.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Dhedhe0788
Hai.. semoga ngak bosan baca cerita aku yang mungkin banyak kemiripan dan singkat.
Aku nyelesaian cerita ini seharian mumpung libur.
Mungkin akan ada beberapa epilog dari cerita ini, tapi ngak hari ini, hehehe
I hope you guys enjoy the story

Comments

You must be logged in to comment
Nazrif
#1
Chapter 1: Waawww that's reall2 cool, beautifull, and sweet i verry like this every your story always amazing thank you so much for share and write many story about wenrene fighting i hope we can see you in another story that you make 😍😍👏👏💖💙🙏🙏💪💪🔥🔥😄😄😊😊🥳👌