Chapter 1

Let it all go

Irene berjalan menyusuri lorong sekolah. Ia baru pindah dari Daegu ke Seoul karena perceraian kedua orang tuanya. Dan ia pindah bersama sang ibu untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Ibu Irene membuka sebuah kedai makanan yang cukup ramai pembeli dan setiap habis pulang sekolah Irene selalu membantu ibunya. Irene berjalan dengan lesu karena harus tidur larut malam karena tugas sekolah yang harus ia kerjakan. Tanpa sadar Irene menabrak seorang siswa yang berlari berlawan arah dengannya, tabrakan itu cukup keras sampai-sampai gadis yang Irene tabrak merintih kesakitan. Namun gadis itu hanya diam dan menuju ruang lokernya. 

"Kenapa ia selalu bersikap aneh," ujar Irene yang melanjutkan perjalanannya.

"Hai Irene," sebuah senyuman lucu membuat mood Irene menjadi sedikit lebih baik.

"Hai, Seul. Sepertinya kau cukup senang pagi ini?"

"Tentu saja, karena aku melihat wajah cantikmu."

"Apa-apaan kau ini," sejak pertama kali Seulgi bertemu Irene, gadis itu sudah jatuh cinta padanya. Beberapa kali ia menyatakan rasa sukanya, namun Irene belum mau menerima Seulgi, karena ia kurang punya waktu untuk hal itu. Ia harus belajar dengan tekun sambil membantu ibunya agar ia mendapatkan beasiswa di universitas yang baik. Seulgi mengerti keputusan Irene, ia hanya bisa menunggu sampai gadis itu mau membuka hati dan menerimanya. 

"Hai Wen," Sapa Seulgi pada sahabat yang sudah sangat menjauh darinya. Setelah ibu Wendy meninggal ia menjauh dari kehidupan sosialnya, ia hanya memberikan senyum yang dipaksakan pada Seulgi dan segera menuju tempat duduknya, mengeluarkan beberapa buku yang ia ambil di loker. Padahal dulu Seulgi dan Wendy sudah seperti saudari yang tak terpisahkan. 

"Aku tak yakin kalau kalian dulu sangat dekat," tanya Irene yang penasaran dengan Wendy. Sudah tiga bulan Irene pindah ke sekolah ini, namun tidak satu kalipun ia bicara pada Wendy. Seulgi menunjukkan sebuah photo yang mereka ambil sebelum ibu Wendy meninggal dunia. 

"Kalau kau tidak percaya, kau bisa tanyakan pada Yeri dan Joy, dulu kami sering menghabiskan waktu bersama. Tapi setelah kepergian ibunya Wendy sama sekali tak pernah menghubungi kami, bahkan saat kami ke rumahnya, penjaga di sana melakarang kami untuk masuk. Seulgi menghela nafas panjang, melihat ke arah gadis yang sudah memasang earphone di telinganya dan memandang ke luar jendela. Ia sangat merindukan sahabatnya itu, entah kapan mereka bisa bersama-sama lagi seperti dulu. 

"Oennie," Wendy berlari ke arah kakak perempuannya dengan senyum lebar dan memeluk kakaknya dengan erat. Dari kejauhan Irene melihat senyuman Wendy yang tak pernah ia lihat sebelumnya. 

Senyuman yang indah - Ujar Irene dalam hati.

"Ayo kita pulang Wan-ah" keduanya langsung menaiki sebuah mobil mewah dengan sopir yang telah menunggu mereka. 

Ah, baru saja aku melihat senyuman indah itu tapi ia sudah pergi begitu saja. Irene yang sedikit kecewa dikagetkan oleh Seulgi yang ternyata sudah berada di dekatnya saat ia memperhatikan Wendy. 

"Yang menjemput Wendy itu kakaknya, Son Jae In." Seulgi menjelaskan sedikit tentang latar belakang keluarga Wendy pada Irene yang sepertinya cukup tertarik untuk mengetaahui siapa Wendy. Seulgi dan Irene selalu pulang bersama naik bus karena rumah mereka searah. Irene banyak bertanya pada Seulgi mengenai Wendy, teman sekelasnya yang ia pikir cukup misterius. Ia ingin bicara pada Wendy namun tidak sedetikpun gadis itu membiarkan Irene mendekatinya. Selama di dalam bus, Irene sedikit tersenyum, mengingat senyuman Wendy, andaikan senyuman itu bisa Wendy berikan untuknya, pikir Irene. 

 

"Aku dengar, appa pergi ke luar negeri pagi ini oennie?"

"Ne," jawab Jae In seadanya karena ia sangat lelah.

"Akhhirnya, kita bisa mengistirahatkan tubuh kita." Wendy menyandarkan kepalanya pada di pundak Jae In.Gadis itu, membelai rambut lembut Wendy. 

"Maafkan oennie Wan-ah, oennie belum mampu melindungi mu." Wendy memeluk erat tubuh kakak satu-satunya itu. 

"Asal oennie berada di sampingku, aku akan baik-baik saja."

Makan malam tiba, kepala pelayan Shim sudah menyiapkan makanan kesukaan kedua gadis Son. Di saat keduanya sedang memakan makanan mereka, tiba-tiba sebuah pesan masuk ke handphone milik Jae In, ia segera membuka pesan itu. Jantungnya berdetak dengan kencang, perlahan ia membaca pesan itu, ia tidak yakin namun ini adalah satu-satu nya kesempatan baginya untuk bebas dari kekejaman sang ayah. Memikirkan akan bebas dari sang ayah, sebuah senyum perlahan hadir di wajah lelah Jae In. 

"Pesan dari siapa oennie?" tanya Wendy penasaran.

"Sudah, lanjutkan saja makannya ya." Jae In meletakkan ponselnya dan melanjutkan makan. Setelah selesai makan, keduanya masuk ke kamar milik Wendy. Jae In membantu Wendy melepaskan pakaiannya untuk mengobati beberapa luka yang ia dapatkan dari sang ayah beberapa hari lalu. Dengan air mata yang tak bisa dibendung, Jae In mengoleskan gel untuk menyembuhkan luka-luka itu. Tak hanya Wendy, Jae In pun menerima pukulan dari sang ayah, namun ia tidak ingin adiknya melihat luka-luka itu, ia berusaha mengobati dirinya sendiri dengan bantuan pelayan Shim. 

"Onnie janga menangis, jika oennie menangis seperti ini, aku juga akan sedih." Wendy mengahapus air mata Jae In.

"Wan-ah, apakah kau tidak ingin bermain lagi dengan sahabat-sahabatmu?" Wendy terdiam, ia sangat ingin menyapa Seulgi, bertengkar dengan Yeri dan mendapatkan kembali pelukan dari Joy. 

"Setidaknya, kau bisa bicara pada mereka Wan-ah, mereka pasti kehilangan dirimu." Jae In selalu memaksa Wendy agar ia kembali berteman, agar lebih banyak orang yang tahu tentang kondisi mereka, dengan keyakinan itu Jae In berharap bahwa ayahnya bisa berhenti melakukan kekerasan pada mereka. 

"Wan-ah," 

"Jika aku berteman, mereka akan tahu tentang kondisi kita oennie, aku tahu itu yang oennie inginkan. Apa oennie lupa, waktu  guru Kang menanyakan menanyakan luka lebam di tangan kiri oennie pada ayah?, dan oennie mendapatkan pukulan sampai oennie pingsan?. Aku tidak ingin hal itu terjadi lagi oennie. Aku tidak bisa kehilangan oennie," 

"Aku tahu Wan-ah, maaf jika oennie terlalu memaksamu." Jae In merasa sangat frustasi dengan sikap Wendy, namun ia tidak bisa menyalahkan ketakutan adiknya itu. Ia menarik Wendy ke dalam pelukannya, menepuk-nepuk perlahan punggung adiknya agar ia bisa kembali tenang, dan ia tertidur dalam pelukan sang kakak. 

"Aku akan melindungimu Wan-ah." 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Dhedhe0788
Well, this is the ending..
Maaf kalau endingnya terlalu cepat.
Makasoh buat yang udah baca cerita aku dan komen di cerita ini. Bye bye enjoy the story

Comments

You must be logged in to comment
Yoyonjin
#1
Chapter 8: This is so beautiful 💗💗💗
Erichan07 #2
Chapter 8: Yeaaay akhirnya mereka bersama 🥰
Chynade #3
Chapter 5: Keren bangettt plotnya thorr, penasaran sama lanjutannya nihh 🤣 thank you for updating❤
Erichan07 #4
Chapter 4: Ini bagus, saya ingin melihat kelanjutannya.. terimakasih sudah menulis cerita. Semangat author-nim;D
Junariya #5
Chapter 1: I really like your story please continue the story 🙂
I wanna know what happen next.