Malam Minggu

Malam Minggu (Night Carnival)

 

Ducking Duck: Chae

Ducking Duck: Malmingan yuk

  

Kalau boleh jujur, Kim Chaewon bukan tipe orang yang suka keramaian berlebihan. Ataupun keramaian secara general. Pesta dan acara cangkruk ia hindari seperti wabah, dirinya lebih suka berdiam diri di rumah sambil Netflix tanpa chill. Atau belajar. Atau membaca novel.

Ya, namanya juga jomblo.

Cukup cepat ia membalas pesan dari kawan lamanya itu, menolak dengan cepat sebelum ingatan pahit cinta lama kembali.

 

Bukan Mimi Peri™: Mager nggak ada gandengan

Bukan Mimi Peri™: Aku mau ngambis

 

Chaewon tersenyum kecut sembari menekan send. Bohong banget ngambis. Ditutupnya aplikasi chatting itu dan memilih untuk kembali fokus dengan novel yang ia baca. Lagi seru-serunya dan berani-beraninya si bebek itu—

Handphone-nya berbunyi lagi, selang beberapa detik ia mengumpat Yena dalam benaknya.

Mengerang kecil, Chaewon meraih hp-nya yang ia taruh di lantai.

 

Ducking Duck: Dasar jomblo

 

Bebek sialan.

 

Manusia dianugerahi satu mulut dan dua tangan. Maka dari itu, sah-sah saja bagi Chaewon untuk menggunakan kedua tangannya untuk menghajar manusia bebek jadi-jadian ini, kan?

Tapi Chaewon punya reputasi sebagai anak kalem, dan Yena cukup lihai mengganti topik sebelum ia menghujani Yena dengan seribu umpatan.

 

Ducking Duck: Kalo cari penyegar mata gimana?

 

Tempting, pikir Chaewon. Harus diakui Chaewon itu masih seorang manusia yang hobi mencari penyegar mata, walaupun ketertarikannya terhadap buku lebih besar daripada homo sapiens yang menginjakkan kaki di bumi ibu pertiwi ini. Tapi frasa penyegar mata sendiri memiliki arti cukup luas.

Dan jujur? Kadang apa yang diartikan Yena sangat berbeda dengan pemahamannya

 

Bukan Mimi Peri™: Tolong dielaborasi kamsud penyegar mata ini apa

 

Ducking Duck: YAH NAMANYA PENYEGAR MATA LU PIKIR APAAN LAGI

Ducking Duck: BALSEM DI MATA?

 

Bukan Mimi Peri™: BALSEM ITU PANAS WTF??? SEGER DARI MANA????

Bukan Mimi Peri™: LU DOANG KALI YANG PIKIR ITU SEGER?

 

Ducking Duck: hshshshsh gausah fitnah

Ducking Duck: Yauda go gak ni?

 

Bukan Mimi Peri™: Why not

Bukan Mimi Peri™: Bonceng ya bang. Susah cari parkir kalo malming gini.

 

Ducking Duck:  Lu bayar bensin, deal?

 

Bukan Mimi Peri™: okai

 

Maka jadilah Choi Yena dan Kim Chaewon berkelana di malam hari, menggunakan motor Yena yang butut tapi mantap, menuju pusat keramaian di tengah kota. Jalan-jalan aja, pokoknya, nggak jajan pun nggak apa-apa. Cukup lihat kanan-kiri, mata jelalatan mencari yang bening-bening.

Rasanya sudah puas sendiri.

Kalau nggak nggak sengaja ketemu wajah cantik pembawa emosi jelek.

“Kim Minju!”

Mam to the pus, Chaewon langsung keringat dingin mendengar Yena meneriakkan nama yang kelewat familiar itu. Buru-buru ia menutupi wajahnya dengan kipas kertas andalannya, diam-diam berharap pemilik nama Kim Minju itu tidak sadar akan kehadirannya.

Tapi bagaimana tidak, kalau Yena langsung menyeretnya untuk mendekati gadis yang memiliki marga yang sama dengannya itu. Rasa lega setelah cuci mata langsung sirna ketika mereka sampai di hadapan gadis cantik yang tampak sibuk membagikan brosur.

“Kak Yena! Dan… oho, Kak Kim Chaewon?”

Chaewon mendengus, sebal namanya dituturkan sebegitunya. “Masih hidup aja, Kodok?”

“Puji Tuhan,” balas Minju, bibirnya menyeringai kecil. “Kakak gimana? Masih jomblo aja?”

Chaewon melotot. “Berisik, jamet.”

Minju hanya tertawa, hinaan Chaewon ia anggap angin lalu.

“Eh, Ju, ngapain malmingan disini?” Yena cepat-cepat mengganti topik. Si bebek jadi-jadian itu menyabet brosur yang Minju pegang, memandangnya dengan seksama dengan alis bertaut. “2 ribu satu? Hah? Gorengan macam apa ini?”

“Gorengan mata ngana, itu konser.” Suara yang familiar datang dari samping Yena. “Tumben malming disini bek, cing?”

“Bek? Cing?” Alis Chaewon bertaut. Sejak kapan mereka jadi salah satu spesies unggas dan mamalia?

“Kan dia bebek elu kucing?” Hyewon menjawab asal. “Elu elu datang yah ke konser fakultas kita. Presale cuman 90k oke oke?”

“Harga teman, dong.” Yena mencoba menawar.

“Gak bisa.”

Selagi Yena sibuk menawar dan Hyewon sibuk menolak, Minju menggunakan kesempatan untuk mencoba bercakap-cakap dengan Chaewon.

“Tumben kak, malmingan?”

Chaewon melotot lagi. “Cari suasana baru.”

“Suasana baru atau doi baru?”

“Lama nggak ketemu omongannya makin nggak bisa dijaga, ya?”

Minju tergelak. Tapi, nggak selepas biasanya. “Sumpah, kak? Kakak masih sensi sama aku gara-gara itu?”

Chaewon kembali mendengus. “Peka juga ternyata, badut.”

“Kak,” Minju tersenyum, tangannya yang dingin terpapar udara malam menggamit tangan Chaewon yang hangat terlindung sarung tangan. “Sini deh, ikut aku. Katanya kalau cewek itu harus makan dulu baru bisa diajak ngomong baik-baik.”

“Ga bawa duit.”

“Aku traktir.”

Chaewon mengacungkan jempolnya. “Y x g kuy.”

“Matre.”

“Yang nawarin juga siapa?”

 

Setelah berpamitan dengan Yena, dibawanya Chaewon lebih dalam ke pasar malam itu. Bahu kembali bersenggolan dengan manusia-manusia asing penjelajah malam. Ada yang sendiri, ada yang bergandengan, ada yang fokus ke makanan dan minumannya, ada yang fokus ke lingkungannya. Semua memiliki caranya masing-masing dalam melepas penat, menikmati hidup mereka yang singkat.

Manusia itu menarik. Berbeda-beda. Unik setiap individunya. Punya keindahan, kecantikan, ketampanannya masing-masing. Tapi entah kenapa, Chaewon masih belum bisa menghilangkan kespesialan seseorang yang membuatnya jatuh hati dua tahun yang lalu.

Mata Chaewon tertuju ke tangannya yang bertautan dengan Kim yang lebih muda ini.

“Gak perlu gandeng bisa kan?”

Minju menoleh, sedikit memanyunkan bibirnya sembari melepas jarinya. “Oke.” Katanya, “Tapi jangan tinggalin aku ya?”

“…Yah.”

Mereka berjalan bersama dalam diam. Kini, bertahun-tahun mengenal satu sama lain rasanya bukan suatu fakta, melainkan dongeng. Seperti bualan belaka. Jika setahun yang lalu Chaewon bisa dengan bangga memamerkan kemampuannya membaca jalan pikiran Kim yang lebih muda ini dan sebaliknya, kini Chaewon sama sekali tak mampu.

Lucu sekali. Kemampuan hebat itu sirna hanya karena mereka menyukai seseorang yang sama.

 “Gimana kabar Yujin?” 

Minju sempat berhenti sejenak. “Bahagia, sehat, aktif.” Ia menoleh ke belakang. “Kenapa?”

Gadis Kim yang lebih tua itu tak menjawab, memilih untuk merespon dengan, “Syukurlah.”

Muncul sesimpul senyum di bibir Minju. “Kakak masih suka dia?”

Nggak tau, ingin rasanya Chaewon mengatakan hal itu. Tapi, ia sadar kalau dia ini pengecut. Tidak mampu jujur. Baginya, Yujin itu spesial. Masih spesial lebih tepat daripada suka. Sampai saat ini Chaewon masih bingung perasaannya sendiri. “Kalau kamu?”

“Entahlah,” Sahut Minju dengan nada aneh. “Itu sudah dulu, kan.”

Tangan yang menggamit lengan bajunya itu semakin erat. “Toh, dia memang bukan takdir kita berdua.”

Chaewon mengernyitkan dahi. “Tapi bukannya—”

 

“Kita sudah sampai!” Potong Minju dengan cepat, buru-buru menyeretnya ke depan stan makanan yang dijaga dua gadis yang sedang membelakangi mereka. Stan itu cukup ramai, ada beberapa orang menunggu di samping stan itu sambil memandangi proses bagaimana kedua gadis itu memasak apa yang mereka jual.

Atau mungkin, atensi mereka jatuh kepada kedua gadis itu seluruhnya. Walau dari jauh dan jujur Chaewon tak bisa melihat wajah gadis-gadis itu, entah kenapa Chaewon bisa menebak kalau dua gadis itu punya paras yang cukup – bukan cukup, mungkin sangat cantik untuk bisa menarik perhatian laki-laki dan perempuan begitu banyaknya.

Dalam benak Chaewon, ia berpikir. Apa nggak risih dipandangi seperti itu?

“Hitomi! Nako!” Dua gadis itu menoleh ketika Minju berteriak.

Dan oh, baru sekarang Chaewon paham kenapa Yena suka sekali malming.

Parah. Mereka. Cantik. Banget. Minju memang lebih cantik, sih, tapi entah kenapa dua gadis ini cantiknya membuat Chaewon tidak bisa memalingkan pandangannya. 

“Minju-yaa!” Hitomi(?) Nako(?) menyapa balik dengan lucu, memberi Minju senyum lebar dengan dimple menawan di pipinya. Gadis yang satunya hanya memberi senyum. Kedua pipi meronanya terangkat, memberikan senyuman termanis yang pernah Chaewon lihat.

Oh wow. Cinta pandangan pertama benar-benar ada?

Seperti itu saja, jantung Chaewon yang seolah sudah lama beku kembali berdegup kencang. Sekilas senyuman manis, dan kini Chaewon yakin ia tidak menyukai Yujin seperti itu lagi.

Gila. Terkena pelet macam apa dia ini? Jaran goyang? Semar mesem? Atau mungkinkah gadis ini titisan dewi-

Chaewon hanya berdiri terpaku disana, memandangi gadis dengan senyum manis itu seperti orang bodoh selagi otaknya memikirkan yang tidak-tidak. Ia tak sadar Minju melambaikan tangannya di depan mukanya, heran karena Chaewon tiba-tiba berhenti.

Gadis dengan dimple itu mengernyit, ikut heran. “Itu siapa?”

“Kak Chaewon,” kata Minju, masih heran dengan Chaewon yang kini bergerak ke stand seperti robot. “Dia… er, sahabatku yang kuceritakan itu.”

“Memangnya dia seaneh ini?” Bukan cemooh, tapi geli. Matanya bergantian memandangi Chaewon yang masih diam di depan stand makanan dan gadis rekan kerjanya yang masih sibuk melayani pelanggan. Ujung bibirnya terangkat. “Atau ini hanya efek Hii-charm?”

Minju berkedip, bingung. Namun, setelah ia menggali ingatan dulu, ia ikut menarik ujung bibirnya membentuk senyum kecil penuh arti.

“Masuk akal,” bisiknya. Sesimpul senyum tadi terus merekah, hingga terbentuk seringai lebar penuh rencana. “Masuk akal.”

 

Agak lama bagi Chaewon untuk memberanikan diri menarik perhatian gadis yang masih sibuk membungkus makanan dagangannya itu. Tapi untunglah, ketika ia akhirnya mampu, sang gadis senyum manis itu sudah nggak terlalu sibuk dengan pelanggan yang kini sudah berlalu, menikmati hiruk pikuk suasana pasar malam yang kian ramai dibanjiri pengunjung.

“Hai.” Sapa Chaewon kaku.

Gadis itu tersenyum. “Halo, pelanggan baru. Mau beli apa, kak?”

“Er… Aku…” Buru-buru ia melihat menu yang terpajang. Menu macam apa ini! Tapi ya sudah, toh Chaewon bukan jenis manusia tukang coba sana coba sini. Sebenarnya iya, tapi itu kalau ditraktir orang aja. “Original saja…” 

Senyum tadi kembali merekah, membuat napas seorang Kim Chaewon tertahan sejenak. “Oke, tunggu dulu ya kak!”

“Omong-omong, namamu siapa?”

“Hitomi,” jawabnya.

“Hitoma?” Parah, Kim Chaewon! “E-Eh, Hitomi! Maaf, maaf!”

Hitomi tertawa geli. “Nggak apa. Kakak namanya siapa?”

“Chaewon.” Chaewon memperkenalkan diri, malu-malu.

“Salam kenal, kak.” Hitomi kembali fokus kepada masakannya, tapi entah kenapa ia berusaha untuk tetap berbincang dengannya.  “Kakak teman Minju, kan?”

Mungkin Hitomi tetap berbincang dengannya karena dia seorang profesional, tapi Chaewon langsung saja ge-er. Tapi tahan dulu, Kim Chaewon, jangan baper.

Chaewon menghela napas. “Y-Ya, kita teman.” Bohong sedikit, nggak apa, kan? Fokus matanya pindah, kini mereka jatuh ke Minju dan Nako yang sedang senyum penuh konspirasi. Ia mengedip, dan seolah membaca pikirannya, Minju langsung jalan menghampirinya. “Minju, kamu tetap bayar kan?”

“Eh, iya lah!” Entah kenapa, Chaewon benci nada tinggi Minju yang seperti itu. Si brengsek ini pasti merencanakan sesuatu.

Dan benar saja, Minju kemudian berbisik di telinganya: “Aku bayar kalau kakak berani minta nomer hp Hitomi.”

“Oi!” Seru Chaewon, semburat merah menghias pipinya. Segera ia mendorong Minju menjauh darinya. “Gila kamu! Kita baru kenal hari ini dan—”

“Kak ini original crepe-nya—”

Alih-alih mengulurkan tangannya untuk mengambil crepes, Chaewon malah menggamit tangan sang gadis, kemudian langsung bertanya, “Bisa minta nomermu?”

“Eh?”

“Lupakan.” Malu. Ingin rasanya ditelan bumi. Dia heran, kenapa kok bisa tiba-tiba memalukan begitu. “Um, berapa won?”

“Bukannya Minju yang harus bayar?” Hitomi terkekeh. “Kemarikan kak, biar aku ketik.”

Minju tergelak. Puas rasanya melihat semburat merah yang menghiasi pipi Kim yang lebih tua itu. “Fix, tujuan Kak Chaewon kesini cari doi baru bukan suasana baru.”

“Bisa berhenti bicara, jamet?”

“Yah, yang jablay kan kakak!”

 

.

.

.

 

“Kak? Kak Chaewonnie?”

“Uh, ya, Hitoma?”

“Kakak nggak papa kan? Kok daritadi melamun?”

“Nggak papa,” Senyum kecil. Malu-malu. “Cuman… ingat aja lagu tentang kita.”

“Eh?”

“Lagu tentang malam minggu.” Senyum tadi hilang, digantikan dengan seringai imut yang membuat degup jantung Hitomi sedikit lebih kencang. “Tentang pertemuan kita berdua.”

“Eh, aku nggak jualan makanan macam itu, ya!” Seru Hitomi, mencubit lengan kekasihnya yang kini tertawa lepas. “Ayah nggak jualan itu juga! Aku jualan buat danus! Danuuss!”

“Iya iya~”

“Kak, kok melamun lagi sih?”

“Melamunkan kamu nggak boleh ya emang?”

“Apaan sih!” Hitomi mendengus, pura-pura kesal mendengar gombalan gadis yang lebih tua itu. “Kak, nggak bagus malam minggu dibuat melamun.”

“Ada benernya.” Chaewon setuju. “Buat apa melamun kalau ada yang asli disini?”

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
prilly
#1
Chapter 2: pake indo aja komennya, kekekekke versi indo dan english agak beda, tapi tetap ya chaewon mepet hitomi, kekekekkekkkeke.
taesecretfan #2
Chapter 2: KSJSJSJKS

CUTE
dh_pram
#3
Chapter 1: Lol cringe bgt pake bahasa indo wkwkwk
dh_pram
#4
Lah orang indo taunya wkwkwk