One

Apostrophes

a·pos·tro·phe /əˈpästrəfē/

a punctuation mark ( ’ ) used to indicate either possession (e.g., Harry's book ; boys' coats ) or the omission of letters or numbers (e.g., can't ; he's ; class of ’99 ).

 

“Ini tidak akan mudah.” Jinri menghembuskan napas, memandang lurus ke arah villa dua lantai yang ada di hadapannya.

Villa yang berjarak satu jam jalan kaki dari salah satu puncak Gunung Jiri ini dihimpit oleh hutan di sisi kanan dan kirinya dengan jurang yang kedalamannya paling tidak 20 meter tepat di belakang, dan sejauh jarak mata memandang, Jinri tidak bisa melihat penginapan lain. Tidak mengherankan sih, villa ini terletak di sisi yang berlawanan dari titik terakhir yang bisa dicapai dengan menggunakan Jeep, tempat dimana banyak penginapan untuk para pendaki. Tapi di musim liburan ini harga penginapan bisa menjadi dua bahkan tiga kali lipat lebih mahal, dan Byun Baekhyun berhasil meminjam villa ini dari pacarnya dengan gratis, jadi Jinri tidak bisa mengeluh. Lagipula, dari luar Jinri bisa lihat bahwa tempat ini benar-benar seindah yang gambar yang diceritakan Baekhyun, Jinri penasaran apa memang ada balkon di salah satu kamar di lantai dua, Baekhyun bilang balkon yang terletak di bagian belakang villa itu menghadap langsung ke arah matahari terbenam, mungkin akan sedikit mengerikan jika dia melihat ke bawah -dengan adanya jurang yang cukup dalam itu, tapi dia benar-benar harus mendapatkan kamar dengan balkon.

“Hey, kamu masih belum menyelesaikan semuanya?” Kim Jongdae menjentikan jarinya di depan wajah Jinri.

Ups, sudah berapa lama dia terdiam disini? Jinri menengok ke belakang, melihat dua Jeep yang mereka tumpangi tadi, hanya tersisa Chanyeol dan Baekhyun yang sedang sibuk menurunkan koper besar dari bagasi, apa yang mereka bawa? Jinri yakin dia bisa menyembunyikan tubuh seseorang di dalam koper itu. Jinri menunjuk tas jinjing ukuran sedang yang ada di tangannya.

“Aku hanya membawa ini, semua beres.”

“Bukan itu maksudku.” Jongdae menggeleng, lalu dengan dagunya menunjuk ke arah Myungsoo dan Soojung yang berjalan masuk bersama ke dalam vila. Oh, jadi Jongdae mengira dia sedang melihat mereka.

“Aku akan menyelesaikannya malam ini.” Jinri tersenyum, lalu melanjutkan langkahnya.

Ah itu tidak akan mudah, tapi hal itu akan selesai malam ini.

 

Jinri berhasil mendapatkan kamar yang dia inginkan. Kamar di lantai dua yang menghadap langsung ke arah matahari terbenam. Sempurna. Dia bahkan mendapatkan Soojung sebagai roommate-nya. Hubungan mereka memang sedikit ...aneh akhir-akhir ini, tapi Soojung adalah sahabat terdekatnya dan dia tidak ingin berbagi kamar ini dengan siapapun selain Soojung.

“Kalau kau mau aku akan tidur di tempat lain.” Soojung berkata dengan nada bersalah.

...mungkin maksudmu di tempat Myungsoo, Jinri membantin, tapi berhasil menahan dirinya untuk tidak mengatakan kalimat itu. Lagipula sejak mereka berdua memasuki kamar ini Soojung terlihat tidak nyaman. Seperti tidak tau apa yang harus dia lakukan. Dan Jinri tidak mau membuat Soojung semakin tidak nyaman.

“Aku tidak apa-apa, Jung. Jika kau masih merasa ..aneh, mungkin aku bisa tidur di kamar Chanyeol nanti malam. Tapi kita coba dulu, oke?” Jinri menatap Soojung, dia benar-benar ingin Soojung tidur di kamar ini.

“Oke.” Soojung mengangguk, duduk di tempat tidurnya lalu memandang kosong ke arah balkon yang ada tepat di sebelah tempat tidurnya (lihat, Jinri adalah teman yang baik dia bahkan membiarkan Soojung dapat tempat tidur yang lebih bagus). Tapi Jinri benar-benar tidak suka ekspresi Soojung, wajahnya seolah-olah dia telah melakukan kesalahan yang sangat besar pada Jinri. Soojung sahabatnya adalah orang yang selalu percaya diri, bahkan saat benar melakukan kesalahan pun Soojung akan dengan percaya diri memohon maaf, bukan seperti ini.

“Pemandangannya indah sekali kan?” Jinri duduk di sebelah Soojung, memandangi langit yang berwarna jingga, sebentar lagi matahari akan terbenam. “Aku benar-benar menginginkan kamar ini sejak Baekhyun bercerita tentang betapa bagusnya vila milik paca- uh, ...profesor Kim. Aku beruntung Jongdae mau bertukar kamar, walau sekarang aku harus mengabulkan satu permintaannya.” Jinri mengerang, Soojung tersenyum kecil.

Setelah pembagian teman sekamar yang berjalan cukup mudah (“Aku dan Kyungsoo, Baekhyun dan Jongdae, lalu ...uh, Myungsoo maafkan aku tapi kau harus tidur sendiri karna Jinri akan sekamar dengan Soojung.” Chanyeol, sepupunya yang bertubuh besar berkata dengan wajah serius dihadapan Myungsoo, seolah menantang Myungsoo untuk membantah, tapi sungguh Chanyeol tidak perlu melakukan itu karena Myungsoo tidak akan mencoba untuk berada di satu kamar yang sama dengan Jinri, tidak lagi.) Mereka lalu memilih kamar dengan menggunakan undian yang dibuat oleh Kyungsoo, dua kamar di atas dan dua di bawah, sementara satu kamar lagi yang berada di lantai atas dibiarkan kosong karena itu kamar 'pemilik' tempat ini. Jongdae, yang harus Jinri akui memang memiliki keberuntungan yang tidak biasa, berhasil mendapatkan kamar ini sementara Jinri mendapatkan kamar lain di lantai yang sama.

“Ayolah, Jongdae tidak seburuk itu.” Soojung mencoba menenangkannya.

“Kita sedang membicarakan orang yang sama, kan? Kau tahu Jongdae adalah orang yang menantang Byun Baekhyun untuk mengirimkan video setengah telanjangnya ke Profesor Kim.” Jinri bergidik, dan Baekhyun, yang sama ...tidak wajarnya dengan Jongdae, atau justru lebih tidak wajar lagi, dengan senang hati melakukan hal itu.

Yeah, tapi harus kita akui itu berakhir dengan baik kan? Mereka sudah bersama selama ..berapa lama?”

Jinri mendengus, membisikan kata “dua tahun.”

“Dan lagipula, aku pikir Jongdae menyukaimu, Jinri. Mungkin kamu bisa memberinya kesempatan dan melupakan..” Soojung mendadak menutup mulutnya dengan kedua tangan.

Jinri menghembuskan nafas, bagaimana bisa dia melupakan sesuatu yang bahkan belum berakhir? “Aku perlu sekaleng beer.” Atau dua kaleng atau seluruh beer yang dibawa Chanyeol.

 

“KAU TIDAK MEMBAWA BEER?”

Jinri kira dia yang berteriak, tapi bukan, itu suara pria. Do Kyungsoo, satu-satunya teman Chanyeol yang cukup normal. Jinri tidak tau Kyungsoo bisa berteriak senyaring itu.

“Maafkan aku..” Chanyeol, sepupunya yang tubuhnya paling tidak dua kali lebih besar dari Kyungsoo, terlihat benar-benar ketakutan. Uh, Kyungsoo memang terlihat sangat menakutkan sekarang.

“Lalu apa yang kau bawa di koper yang sangat besar itu?” Kyungsoo bertanya, suaranya lebih tenang.

“Itu milikku.” Baekhyun mengangkat tangan, “Isinya peralatan games...”

“Ya Tuhan, aku tidak yakin bisa menghadapi kalian dalam keadaan sadar.” Kyungsoo menggeleng pasrah, menatap Chanyeol, Baekhyun dan Jongdae yang berdiri di hadapannya, (tidak menghiraukan pekikan “Hey apa salahku!” dari Jongdae), lalu beralih ke arah Jinri, Soojung, dan Myungsoo yang hanya diam, “dan terutama kalian.”

Baekhyun tidak memikirkan hal lain selain pacarnya, dan Chanyeol mungkin terlalu bodoh untuk menyadari apa yang terjadi diantara mereka bertiga. Tapi Kyungsoo cukup observant untuk mengetahui bahwa ...sesuatu telah terjadi, dan dia juga orang yang memperkenalkan Jinri dengan Myungsoo, tentu saja dia tahu.

“Uh, mau main truth or dare?” Jongdae bertanya sebelum salah satu dari Chanyeol atau Baekhyun bisa mempertanyakan maksud pernyataan Kyungsoo.

“Kau tidak tahu apa yang terjadi setelah sekelompok teman yang sedang liburan (seperti kita!) memainkan permainan itu, Jongdae?” Baekhyun berkata dengan nada serius, tapi wajahnya terlihat sumringah.

“Byun, pertama-tama, itu terjadi di Mexico. Dan kedua, itu hanyalah film yang tidak akan terjadi di dunia nyata.”

“Jangan bilang aku tidak memperingatkanmu!” Baekhyun berlari ke dapur, lalu kembali dengan sebotol air. “Apa kita bisa memutar ini?”

 

Setelah putaran pertama dan Byun-si-bodoh-Baekhyun dan Kim-si-sama-bodohnya-Jongdae memberikan tantangan pada Chanyeol untuk mencium Kyungsoo, di bibir, tampaknya tidak ada satupun dari mereka yang berani memilih tantangan. Satu jam pertama permainan, Jinri merasa dia mengetahui lebih banyak tentang teman-temannya (teman-teman Chanyeol, sebenarnya) dari pada yang dia ketahui sejak mengenal mereka selama bertahun-tahun lamanya. Walau jujur saja, Jinri lebih memilih untuk tidak mengetahui beberapa, atau kebanyakan, dari informasi tersebut. Misalnya rahasia Jongdae bahwa dia tidak bisa tidur tanpa selimut merah muda yang sudah dia miliki sejak umur 6 tahun. Dan terutama rahasia Baekhyun tentang kapan dan dimana pertama kali dia dan Profesor Kim melakukan ...sesuatu. Ugh, Jinri tidak akan bisa melihat Dosen Kelas Sejarah Musik nya itu tanpa teringat penjelasan detail Baekhyun sekarang.

Selesai mengakhiri ceritanya, Baekhyun memutar botol, ujung botol itu terus berputar melewati Chanyeol yang bertelinga merah (entah karena cerita Baekhyun, atau karena tantangan yang dia terima sebelumnya), Kyungsoo yang terlihat bosan, Jongdae yang sangat bersemangat, lalu Jinri, lalu Myungsoo, hingga berhenti di hadapan Soojung.

“Ah, Soojungie lagi!” Baekhyun mengeluh, Soojung sudah mendapat gilirannya tadi, yang dia lalui dengan memberitahu satu rahasia bahwa minuman beralkohol, sesedikit apapun kandungan alkoholnya, dapat membuatnya tertidur. “Truth lagi?”

Soojung mengangguk.

“Rahasiamu tadi benar-benar kurang memuaskan, jadi kali ini aku mau kamu memberitahu kami semua tentang rahasia Jinri!”

Soojung melirik Jinri yang hanya mengangguk, mengizinkan Soojung untuk memberitahu mereka, lagipula tidak ada rahasianya yang diketahui oleh Soojung yang begitu memalukan.

“Jinri bisa jadi sedikit... obsesif pada hal-hal kecil.”

“Aku baru tahu kalau Myungsoo kecil.” Baekhyun melihat ke bagian bawah Myungsoo dengan alis terangkat, jelas sedang bercanda.

Dan andai hubungan mereka masih baik-baik saja, Jinri pasti akan balas menjawab dengan 'Tidak ada yang lebih kecil dari kamu, Byun'. Tapi mereka tidak baik-baik saja, jadi Jinri hanya diam.

Chanyeol, yang kini wajahnya menjadi luar biasa merah lah yang akhirnya angkat bicara. “Aku yakin bukan itu maksudnya, Baekhyun. Tapi aku setuju dengan Soojung. Saat aku 12 tahun -Jinri 10, Jinri kehilangan sendok dari set alat makan miliknya saat makan siang, dan sekolah terpaksa dibubarkan karna Jinri menolak untuk berhenti berteriak dan menangis sampai dia berhasil menemukan sendoknya.”

Jinri menutupi wajahnya dengan tangan, ugh, dia tidak tau apa yang terjadi dengannya saat itu. Set alat makannya bahkan tidak berharga semahal itu, tapi saat dia membuka kotak makan siang dan menemukan hanya sepasang sumpit dan sebuah garpu di dalamnya, Jinri benar-benar merasa marah. Dia yakin membawa set alat makannya dengan lengkap, tapi jika memang ada teman yang ingin mencuri alat makannya (dengan alasan apapun), kenapa tidak mencuri semuanya?

“Aku ingat hari itu kedua orang tua Jinri datang ke sekolah dengan wajah sangat panik, oh ayahnya bahkan harus pergi membeli set alat makan yang sama persis di supermarket yang jaraknya satu jam dengan mobil, tapi dia tetap menolak untuk berhenti menangis.” Jongdae menambahkan.

“Lalu? Apa yang membuatnya berhenti menangis?” Baekhyun bertanya dengan senyum lebar, ugh, beruntung saat itu Chanyeol masih belum berteman dengan Baekhyun, hanya Jongdae. Jinri 100% yakin jika Baekhyun ada disana saat itu, dia akan menertawakan Jinri habis-habisan, atau justru mungkin dialah orang yang mencuri sendok Jinri.

“Aku tidak yakin, tapi Jinri akhirnya berhenti menangis saat matahari sudah terbenam. Mungkin dia kelelahan?” Chanyeol mengangkat bahu. Jinri masih ingat apa yang akhirnya menghentikan tangisannya saat itu, ayahnya mengambil sumpit dan garpu yang tersisa, mematahkan keduanya (dengan kekuatan luar biasa karena alat makan itu terbuat dari besi), lalu menyodorkan set alat makan yang baru kepada Jinri.

“Wow jika kehilangan sendok saja membuatmu menangis seharian, bagaimana jika kau kehilangan Myungsoo? Apa kau akan menangis selama sebulan?” Baekhyun tertawa, Chanyeol tertawa, tapi tidak lima orang yang lain. Jinri berharap sepupunya bisa memilih orang yang lebih ...cerdas untuk dijadikan teman. Tapi melihat Chanyeol yang juga tidak mengetahui apapun, mungkin peribahasa Inggris 'Birds of a Feather Flocks Together' memang benar.

“Aku tidak menangis selama sebulan. Aku bahkan tidak menangis sama sekali.” Jinri menjawab kesal, berdiri, lalu berjalan menuju kamarnya di lantai dua. Meninggalkan yang lain dengan Baekhyun dan Chanyeol yang akhirnya berhenti tertawa.

Jinri benar-benar tidak menangis.

Yang menangis adalah Soojung.

 

Soojung yang pertama kali menyadari kehadiran Jinri di kamar Myungsoo saat itu. Soojung juga yang pertama kali menghentikan ...apapun yang sedang mereka berdua lakukan, lalu mulai menangis. Namun sayangnya baik Soojung maupun Myungsoo tidak memberikan penjelasan apapun pada Jinri. Padahal Jinri sudah menunggu cukup lama, berdiri di depan pintu kamar Myungsoo sambil menatap dua orang terdekatnya ini bergantian. Padahal Jinri siap menerima penjelasan apapun, bahkan penjelasan yang tidak masuk akal sekalipun. Sampai akhirnya Jinri merasa kakinya lelah karena terlalu lama berdiri, dan dadanya terasa terlalu sesak, jadi dia menutup pintu, lalu berjalan pulang ke tempat tinggalnya. Jinri tetap tidak menangis.

Itu terjadi satu minggu lalu, tapi Jinri masih belum menerima penjelasan apapun dari Myungsoo, atau Soojung. Dan tidak ada yang benar-benar berubah, mungkin karena tepat setelah itu mereka terlalu disibukkan dengan ujian. Jinri mungkin bukan mahasiswa dengan IPK sempurna, tapi dia tidak akan membiarkan apapun yang terjadi dengan Myungsoo menurunkan angka 3.5 nya, jadi saat Myungsoo datang ke meja yang dia tempati dengan Chanyeol dan tiga temannya yang lain di waktu makan siang, Jinri dengan senang hati menggeser tempat duduknya, membiarkan Myungsoo makan bersama mereka, seperti biasanya. Dan jika Myungsoo tidak bicara sama sekali, tidak ada satupun yang berkomentar karena Myungsoo memang tidak banyak bicara, itu tugas Chanyeol dan Baekhyun, atau mungkin Jongdae.

Berpura-pura bersama Myungsoo selama jam makan siang mungkin mudah, tapi berbeda dengan liburan bersama Myungsoo dan Soojung selama dua hari. Jadi Jinri hampir membatalkan rencana liburannya ke Gunung Jiri ini, tapi setelah di memikirkannya lagi, kenapa dia harus melakukannya? Jinri berhak mendapatkan liburan setelah satu minggu berkutat dengan ujian dan.. tentu saja masalah dengan Myungsoo. Lagipula ini bukan salahnya, dan siapa tau, dengan liburan ini dia bisa menyelesaikan permasalahan mereka. Jinri yakin Myungsoo dan Soojung juga berpikiran yang sama, sehingga dia tidak merasa terkejut saat tau keduanya mengkonfirmasi bahwa mereka juga akan tetap pergi pada Baekhyun (yang didapuk sebagai penanggung jawab karena vila tujuan adalah milik pacarnya.)

Suara pintu kamar dibuka menyadarkan Jinri dari lamunannya, dia tidak yakin sanggup menghadapi Chanyeol, Baekhyun, atau bahkan kedua sumber masalahnya saat ini. Jinri menghembuskan nafas lega saat orang yang berada di depan pintu kamarnya bukan salah satu dari mereka.

“Baekhyun terlihat merasa bersalah dan tidak mengatakan apapun, dan kita tau hal itu nyaris tidak pernah terjadi. Kyungsoo sibuk menahan sepupumu yang tampak siap untuk membunuh Kim Myungsoo, yang akhirnya masuk ke dalam kamarnya. Dan Soojung hanya menangis.” Jongdae berkata dengan nada pembawa acara berita, membuat Jinri mau tidak mau tersenyum.

“Aku ingin melihat kejadian langka dimana Byun Baekhyun tidak mengatakan apapun, tapi aku tidak yakin aku sanggup turun dan bertemu... semua orang sekarang.” Jinri memandang keluar balkon, ah, walau tadi sore terlihat indah saat malam pemandangannya berubah menjadi sedikit mengerikan. “Aku akan tidur di kamar Chanyeol, apa kau bisa menerima Kyungsoo? Aku bisa tidur bersama Chanyeol -dia keluarga, tapi aneh rasanya kalau harus tidur di kamar yang sama dengan Kyungsoo.”

“Atau kau bisa, uh, tidur di kamarku?” Jongdae menawarkan, wajahnya memerah. Lucu juga. “Maksudku, bukan denganku, tapi Baekhyun bilang dia akan tidur di kamar utama malam ini, dia tidak akan membiarkanku ikut tapi mungkin aku bisa tidur bersama Chanyeol dan Kyungsoo. Aku tahu kalian adalah keluarga, tapi kalian berdua sudah dewasa, dan tidur di kamar yang sama dengan pria dewasa mungkin sedikit...” Jongdae berhenti bicara, menutupi wajahnya kini menyaingi merahnya wajah Chanyeol tadi dengan kedua tangan. “Maafkan aku.”

Jinri tertawa, untuk pertama kalinya dalam satu minggu terakhir dia benar-benar tertawa lepas. Lalu menjawab setelah dia bisa menenangkan diri. “Baiklah, terimakasih.”

Jinri ingin berkata bahwa dia bukannya tidak pernah tidur di kamar yang sama dengan pria dewasa, tapi mengurungkan niatnya karena Jongdae mungkin saja meledak jika dia benar-benar mengatakan hal itu. Jadi Jinri berdiri, memberikan Jongdae yang masih berdiri di depan pintu kamar tas jinjingnya, siap untuk berpindah kamar.

“Kenapa tas ini begitu berat, apa yang kau bawa? Batu?” Jongdae mengeluh.

Astaga, Jinri hampir melupakan sesuatu! Jinri membuka tasnya, mengambil satu dari beberapa botol soju berbagai rasa dari dalam sana. “Aku lupa aku membawa minuman cadangan, mungkin aku bisa meramal bahwa Chanyeol akan meninggalkan beer-nya.”

“Kau memang luar biasa.” Jongdae tersenyum lebar, memeluk tas jinjing Jinri sambil pergi terlebih dahulu menuju kamarnya.

Jinri melihat botol minuman itu, soju dengan rasa buah mangga, kesukaan Soojung. Jadi Jinri meletakannya di meja dekat tempat tidur Soojung, lalu berjalan keluar.

Kamar Jongdae berada di lantai yang sama, namun ada di sisi yang berbeda. Jadi untuk menuju ke sana, Jinri dapat melihat keadaan ruang tamu di lantai bawah. Semuanya masih berkumpul disana. Kyungsoo masih sibuk menenangkan Chanyeol yang terlihat sangat marah, Baekhyun masih diam dengan wajah bersalah, dan Soojung masih menangis.

Jinri harap Jongdae memiliki snack di kamarnya, dia tidak bisa minum alkohol tanpa makan apapun atau dia akan terlalu cepat mabuk.

 

Jongdae memang memiliki banyak snack. Jinri curiga jika sebagian isi tasnya adalah minuman, maka sebagian isi tas Jongdae pasti berisi makanan ringan. Jadi walau dia sudah menghabiskan setengah botol soju rasa anggur, Jinri dengan jelas bisa melihat Byun Baekhyun yang masuk ke dalam kamar, mengambil koper super besarnya lalu memohon maaf kepada Jinri. Jinri mengangguk, toh itu bukan salah Baekhyun, dia hanya tidak tahu. Saat Baekhyun keluar, Jinri menenggak habis minumannya, tersenyum karna dia tidak merasa mabuk sedikitpun.

Jinri tidak boleh mabuk. Dia harus menyelesaikan semuanya malam ini.

Dan benar saja, dia baru membuka botol kedua (kali ini dengan rasa peach) saat telepon genggamnya berbunyi menandakan pesan masuk, dari Myungsoo. Jinri menyerahkan botolnya kepada Jongdae yang tampak mengantuk (atau mungkin Jongdae hanya mabuk).

“Jam berapa sekarang?” Jongdae menguap lebar, oke dia memang mengantuk.

“Baru jam sebelas tiga puluh.” Jinri melirik jam dinding yang ada di kamar, “Aku akan keluar sebentar.”

 

“Kau punya waktu 15 menit.” Jinri memulai begitu dia tiba di kamar Myungsoo, dan mantan? pacarnya itu mengangguk. Pipi bagian kanannya terlihat memar. Jinri ingin berterimakasih kepada Chanyeol, tapi pada saat yang sama dia juga ingin balas memukul kakak sepupunya itu. Ugh, tidak bisakah dia memilih untuk memukul Myungsoo di tempat lain...

“Aku tidak punya alasan, apa yang kami lakukan adalah kesalahan.” Myungsoo menjelaskan. Jinri merasa 15 menit mungkin terlalu lama jika hanya itu penjelasan Myungsoo, dia seharusnya memberinya waktu satu menit saja.

“Soojung tau kamu adalah milikku.” Jinri berkata, lalu mengernyit, uh, kalimatnya tadi terdengar seperti dialog drama romantis yang biasa ditonton ibunya dan itu sangat menjijikan.

Myungsoo tersenyum, Jinri bersyukur itu bukan senyum mengejek. “Aku memang dan masih milikmu.”

Smooth.

Jika mereka memang sedang berada di drama romantis menjijikan itu sekarang, Jinri akan balas tersenyum, lalu memeluk Myungsoo dan semuanya akan kembali seperti biasa. Tapi ini bukan drama, dan Jinri masih sangat marah.

“Waktu bicaramu habis.” Tentu saja sebenarnya belum, tapi Jinri tidak ingin membuang waktunya di sana, jadi dia berjalan keluar sebelum Myungsoo sempat berkata apapun, melewatkan jawaban; “Oke, waktu 15 menitku habis.” dari Myungsoo.

 

Saat Jinri kembali ke kamar, Jongdae sedang tertidur sambil memegang botol minuman yang tadi diberikan Jinri. Jinri menggoyangkan tubuh Jongdae untuk membangunkannya.

“Tidurlah di tempat tidur.”

“Ugh, aku rasa aku hanya terlelap sedikit.” Jongdae berdiri lalu melihat jam di dinding, “Aku memang hanya sedikit terlelap.”

“Ya tapi jika aku membiarkanmu 'terlelap' sampai besok kau tidak akan bisa merasakan tubuhmu dan acara mendaki besok harus dibatalkan.” Jinri duduk di tempat tidur yang tadinya milik Baekhyun. Jinri melihat ke arah baju yang dikenakannya, dia masih mengenakan baju yang sama dari tadi sore, Jinri lebih suka tidur dengan pakaian yang lebih nyaman, jadi walau tidak yakin dia punya cukup tenaga untuk ganti baju sekarang, Jinri bangun dan masuk ke dalam kamar mandi sambil membawa baju tidurnya.

“Oh aku baru ingat, jam berapa kita harus bangun besok?” Jongdae bertanya dari luar.

“Jam 5 pagi. Karena itu kau harus tidur sekarang.”

Jinri selesai mengganti bajunya dengan cepat, dan saat dia keluar dari kamar mandi, Jongdae sudah berada di depan pintu kamarnya, uh, Jinri tidak masalah jika mereka harus tidur bersama.

“Kau bisa tidur di sini.”

“Huh?” Jongdae berbalik arah menatap Jinri, wajahnya kembali memerah. Sial, kalau tahu dia punya pengaruh sebesar ini kepada Jongdae, Jinri akan lebih sering menggodanya dari dulu.

“Hanya tidur, Jongdae, kau di sana dan aku di sini.” Jinri berbaring di atas tempat tidurnya. Hari ini sangat melelahkan, tapi keberadaan Jongdae cukup menghibur. “Kau tidak sedang berpikir aku mengajakmu tidur di tempat yang sama, kan?”

Jongdae menggeleng, dengan cepat menutup pintu kemudian merebahkan diri ke tempat tidur dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Jinri tersenyum, lalu menutup matanya. Membukanya lagi saat tidak lama kemudian, Jongdae memanggil namanya. Masih dari bawah selimut.

“Ya?”

“Apa kau sudah menyelesaikannya?”

“Kurang lebih begitu...”

“Sungguh?” Kepala Jongdae keluar dari selimut, sial dia lucu sekali, “kau kan hanya keluar selama berapa lama? 30 menit?.”

“15 menit..” Jinri membenarkan, aneh memang, masalah satu minggu dapat diselesaikan dalam waktu begitu cepat. Walau jujur saja, Jinri tau dia dan Myungsoo, masih belum benar-benar selesai. Paling tidak sebagian masalah mereka sudah beres sekarang.

Jongdae menguap, kembali menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Dan Jinri masih bisa mendengar gumaman Jongdae sebelum dia sendiri benar-benar terlelap, “Syukurlah, mendaki gunung bahkan dalam kondisi normal sudah cukup melelahkan, jika suasana diantara kalian bertiga masih seperti tadi, aku berniat untuk tidak ikut mendaki besok.”

 

Nyatanya, Jongdae memang tidak ikut mendaki. Karena tidak ada satupun dari mereka yang pergi mendaki hari itu.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
babbychoi
#1
Chapter 2: Tuh kan! Aku tuh nggak bisa tenang kalo baca cerita kakak. Otaku pasti muter dan—
Kenapa Jinri?
choramyun99 #2
Chapter 3: Such a great story.... Aku kangen kakak tau... Kaget banget pas liat notif ada cerita baru dan authornya adalah kakak.... Beneran gak sabar nunggu cerita kakak lainnya. Apalagi The Truth, sumpah penasaran kelanjutannya. Semangat ya kak!!!