The Dance

Agony

Sehun tidak pernah ingin datang.

Tapi ia tidak punya pilihan. Gadis itu yang meminta dirinya untuk datang.

Ia memainkan cangkir teh yang ada di meja kecil yang berada di hadapannya, melarikan jari-jarinya pada pola berbentuk bunga yang melapisi permukaan halus porselin. Teh tersebut telah berubah menjadi dingin, sedingin perasaan yang ia rasakan saat ini.. Ia membenci teh, tapi ia juga menyukainya. Gadis itu adalah satu-satunya alasan mengapa ia akhirnya meminum teh.

Pintu putih yang besar yang berada di sebelah ruangan tiba-tiba saja terbuka, menampilkan punggung seorang wanita, yang mengenakan gaun putih panjang tanpa tali di bahu, rambut gadis itu ditata ke atas dengan simpul yang elok, sedikit dikeriting di bagian atasnya. Punggung sang gadis terbuka, dan kulit putihnya yang halus membuat Sehun membeku di kursinya. Sang gadis mengumpulkan seluruh ujung gaunnya dengan dibantu 2 pegawai butik, wanita itu akhirnya berbalik dan menghadap sang lelaki.

Dari jarak seperti ini, gadis itu nyaris terlihat berbeda, namun tetap teramat cantik. Ada senyuman kecil yang bermain-main di bibirnya, dan ia menatap ke bawah, mungkin mengagumi renda-renda dan permata yang terdapat pada gaun. Terdapat banyak mutiara yang terjuntai di sepanjang garis pinggang pada gaun, dan ujung gaunnya jatuh tepat pada sisa tubuhnya, membuat dirinya nampak seperti seorang putri yang keluar dari negeri dongeng. Ia terlihat sangat mempesona.

"Jadi?" Gadis itu bertanya, seraya menyelipkan helai rambutnya ke belakang telinga.

"Kau..." Sehun tidak bisa berkata-kata. Gadis itu menawan, sempurna, bahkan terlihat tanpa cela. Tidak ada kata yang sanggup untuk mendeskripsikan betapa cantiknya sang gadis bagi dirinya saat ini. Ia menggigit bibir bawahnya dengan keras, jari-jarinya bergetar. Dengan cepat meletakkan kembali cangkir teh pada meja untuk menghindari agar ia tidak menjatuhkannya, ia lalu berdiri, menghadapkan lehernya ke samping dan mencetakkan sebuah senyuman. 
"Kau terlihat luar bisa."

Gadis itu tersenyum lebar mendengar pujian sang lelaki, namun sang gadis menggelengkan kepalanya. "Kau mengejekku." 

"Tidak. Aku tidak mengejekmu," Sehun berucap, melangkah maju ke arah sang gadis. Matanya bergerak cepat pada tubuh sang gadis, yang masih terbalut dengan gaun pengantin yang mahal, hadiah dari  calon suami sang gadis. Bagian atas gaun tersebut terlalu mengungkapkan pendapat Sehun, tapi hal itu bukan tempat yang tepat baginya untuk mengatakan yang sebenarnya. Ia hanyalah sahabat gadis itu, tidak lebih. "Percaya padaku. Pernahkah aku berbohong padamu?" 

Gadis itu menggelengkan kepalanya lagi, tapi kali ini ia tidak meragukan kalimat sang lelaki. Ia melangkah maju, mengangkat kepalanya ke atas. Kedua netra sang gadis berkilauan, dan ia terlihat seperti ingin menangis, tapi ia hanya mengedipkan netranya beberapa kali. "Sehun, aku takut."

"Atas apa?" Sang lelaki bertanya, sebelum mengisyaratkan para pegawai agar meninggalkan mereka sendirian untuk sebentar. Ketika mereka akhirnya sendirian, ia mencoba menyentuh wajah sang gadis, tangannya mengusap wajah sang gadis dengan lembut. 

"Atas semuanya," Sang gadis berbisik. Kebisuan memenuhi udara untuk beberapa saat, dan ia menghela napas lembut sebelum mulai berbicara lagi. "Aku takut menikahi seseorang yang bahkan tidak aku kenal. Aku bahkan tidak pernah bertemu dengannya. Bagaimana jika-"

"Tidak," Sang lelaki mengeluarkan napasnya, dan menatap ke dalam netra sang gadis. Tangannya bergerak turun dan jari-jarinya mulai menggambar lingkaran samar di belakang leher sang gadis. Hal itu adalah cara baginya untuk menenangkan sang gadis, dan itu selalu berhasil. Kali ini tidak ada pengecualian. Kedua netra sang gadis telah tertutup sesaat gadis itu telah menenangkan dirinya, tubuh gadis itu tanpa sadar telah bersandar pada tubuh sang lelaki.

Ketika gadis itu mulai berbicara lagi, vokalnya sedikit kurang terdengar.

"Tolong aku. Tolong aku sekali lagi seperti yang selalu kau lakukan padaku." 

Setelahnya membutuhkan upaya yang besar untuk tidak menarik sang gadis ke dalam pelukannya. Lelaki itu berharap ia mampu melakukannya. Ia  akan memberikan apapun untuk menyelamatkan sang gadis dari kesengsaraan ini. Juga untuk membebaskan dirinya dari perasaan yang membuatnya menderita ini.

"Aku tidak bisa."

**

Malam itu hujan turun. Dan Sehun duduk sendirian pada loteng, menatap tetesan hujan yang terpercik dibalik jendela. Hujan turun mengingatkannya akan sang gadis; mereka biasanya berlari dibawah guyuran hujan, saling menangkap satu sama lain ataupun menari ketika cuaca yang buruk. Setelahnya mereka akan berlari kembali ke dalam rumah sang lelaki dan mengeringkan diri mereka, meminum coklat panas yang dibuatkan oleh ayah sang lelaki. Ia merindukan hari-hari itu ketika mereka masih naif dan polos.

Tetapi mereka tidak pernah bisa lagi melakukannya sekarang. Pernikahan akan berlangsung esok hari, dan tidak ada lagi jalan baginya untuk mencegah pernikahan tersebut. Sang gadis akan segera menikah. Dan sang lelaki tidak punya pilihan lain selain menerima hal itu. Sang lelaki menghembuskan napas, menutup matanya seraya ia bersandar pada jendela. Suara ketukan yang tiba-tiba pada pintu kayu mengejutkan dirinya, dan matanyapun segera terbuka. 

Lelaki itu duduk pada pinggiran jendela, berpikir bahwa pengetuk pintu tersebut adalah sang ayah yang telah kembali dari pesta makan malam sang gadis. "Masuklah."

Pemandangan sang gadis yang berdiri pada pintu masuk mengejutkan dirinya. Gadis itu mengenakan jas hujan warna hitam, tetesan air masih menetes pada lantai, dan kerudung mantelnya tidak ia naikkan, sehingga menampakkan rambut hitam panjangnya yang basah. Wajah gadis itu basah, dan gadis itu terengah karena gadis itu baru saja berlari kemari. Sehun ingin menarik gadis itu  tepat ke dalam pelukannya, namun sang lelaki membeku di tempatnya. Tiba-tiba suara air hujan semakin memekakkan telinga.

"Apa yang kau lakukan? Kau tidak seharusnya datang kesini lagi." Suara yang keluar tersebut terdengar jauh lebih kasar dari yang ia maksudkan dan lelaki itu berharap ia dapat menarik kata-katanya kembali setelah melihat ekspresi terkejut sang gadis. Tetapi ucapan tersebut memang benar adanya. Gadis itu akan segera menikah besok, dan mereka berdua tahu benar bahwa setelah pernikahan itu dilakukan, mereka tidak bisa lagi menjadi sahabat. Hal itu tidak pernah disebut wajar. Tidak untuk seorang gadis kaya raya seperti gadis itu, tidak untuk anak seorang supir seperti dirinya. Mereka berdua telah dipisahkan dari dunia yang sangat berbeda sejak semula. 

"Aku hanya ingin menemuimu. Sebelum... Sebelum pernikahan," Gadis itu berkata lirih, vokalnya bergetar. Sesaat setelah sang lelaki akhirnya menyadari mata sembab milik sang gadis. Gadis itu jelas tengah menangis.

Sehun menghela napas, meraup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan, ia berharap semua hal akan menjadi lebih mudah. Lelaki itu kembali bersandar pada jendela, memberikan senyum kecil pada sang gadis. Ia menyilangkan kedua lengannya dan memiringkan kepalanya ke arah samping, seperti yang selalu ia lakukan ketika ia ingin menggoda sang gadis. "Jadi, kau sudah bertemu denganku. Sekarang kembalilah ke pesta, orang-orang akan mulai mencarimu. Apa lagi yang kau pikirkan?" 

"Aku sedang memikirkan dirimu," Gadis itu berkata lembut. Ia maju beberapa langkah sebelum akhirnya berhenti, menyisakan jarak yang ada di antara mereka. "Aku menunggumu di pesta, tapi kau tidak pernah datang. Aku bertanya pada ayahmu dan katanya kau tidak datang. Jadi aku datang kesini sendirian untuk menemuimu. Aku hanya-"

"Berhenti memikirkan diriku," Sehun membentak, mengarahkan tatapan tajam pada sang gadis. Senyum sudah hilang dari bibir sang lelaki, dan sekarang yang ia rasakan hanya kemarahan. Bukan pada gadis itu, melainkan pada dirinya. Pada hidup yang ia jalani.

Gadis itu menatap sang lelaki, secara nyata tersentak oleh perkataan lelaki tersebut. Gadis itu menggigiti bibir bawahnya, dan untuk sekejap sang lelaki berpikir bahwa gadis itu akan pergi. Tetapi ternyata tidak, gadis itu malah meranggas jarak diantara mereka, mencengkram kerah kemeja milik lelaki itu dan menarik sang pria turun, untuk meraih bibirnya. Bibir sang gadis dingin karena pengaruh cuaca, namun ciuman sang gadis terasa putus asa, dan lelaki itu mendapati dirinya balas membalik ciuman sang gadis dengan sama putus asanya.

Tapi lelaki itu cepat menyadari dengan situasi yang tengah ia hadapi. Sang lelaki mendorong punggung sang gadis perlahan, lalu menggenggam lengan milik gadis itu dengan keras. "Berhenti, kita tidak dapat melakukan hal ini. Ini semua tidak benar." 

"Berhenti mengatakan apa yang benar dan salah!" Sang gadis berteriak, mendorong sang lelaki agar menjauh darinya. Netra gadis itu terbakar oleh amarah dan...kekecewaan. "Aku dipaksa untuk menikah dengan orang asing karena perjanjian bisnis bodoh yang ingin dikembangkan ayahku. Semua orang memberitahuku untuk melakukan apa yang seharusnya aku lakukan dan apa yang seharusnya tidak aku lakukan, dan sekarang kau juga menyuruhku untuk melakukan hal itu? Apa yang sebenarnya terjadi denganmu?"

"Bukan begitu, aku hanya-" sang lelaki mulai berkata, namun berhenti mendadak akibat sang gadis yang berjongkok ke lantai secara tiba-tiba, menenggelamkan seluruh wajahnya pada kedua lengan miliknya sebelum meledak dalam tangisan. Tubuh mungil sang gadis bergetar selagi gadis itu menangisi takdirnya, dan untuk semua hal yang tidak akan pernah bisa lagi mereka lakukan bersama. Sehun melarikan kedua tangannya pada rambut miliknya, menjambaknya selagi ia berusaha untuk tidak ikut hancur bersama gadis itu. Lelaki itu tumbuh besar dengan belajar bahwa menangis tidak akan memecahkan masalah apapun.

Merasa bersalah karena telah melukai perasaan sang gadis, lelaki itu akhirnya ikut berjongkok di hadapan sang gadis, sambil berusaha untuk mengusap punggung gadis itu dengan lembut. "Hei, aku minta maaf, oke? Aku hanya ingin agar kau bisa menghadapi kenyataan. Aku tidak ingin kau menyesal atas hal yang akan kau lakukan." 

"Aku tidak akan menyesali apapun," gadis itu berkata tertahan, masih menyembunyikan wajahnya dari sabv lelaki. Namun secara teratur gadis itu telah berhenti menangis seraya sang lelakin yang terus mengusap punggung gadis itu. "Mengapa aku harus menyesal atas waktu yang bisa aku habiskan denganmu?"

"Kau tahu bahwa tidak akan ada hal yang berubah diantara kita, benarkan?" Sehun berucap lembut, berharap bahwa sang gadis tidak akan mulai menangis lagi. Untungnya setelah pernyataan yang penuh kelegaan dari sang lelaki, sang gadis tidak menangis. Dan setelah berdiam diri selama beberapa saat, si gadis akhirnya mendongakkan kepalanya dan menatap ke dalam mata sang lelaki. Gadis itu masih senantiasa cantik bagi sang pria meskipun gadis itu terlihat cukup kacau saat ini. Lelaki itu tiba-tiba menarik tangannya dari sang gadis, menjatuhkan arah pandangnya ke bawah.

"Sekarang sedang hujan," gadis itu berucap cepat dan awalnya, Sehun terlihat bingung. Namun ketika gadis itu mengusap air mata yang ada di wajahnya dan tersenyum sendu, akhirnya lelaki itu paham tentang apa yang dimaksud sang gadis. Dan bahkan gadis itu semakin memperjelas perkataannya. "Bisakah kita berdansa untuk terakhir kali? Kumohon jangan menolaknya, Sehun."

Lelaki itu menatap sang gadis, pikirannya sedang menimbang cara terbaik untuk menjawab permintaan sang gadis. Lelaki itu mengerti dengan baik posisinya bahwa ia seharusnya menolak permintaan sang gadis, namun jauh di dalam lubuk hatinya, lelaki itu ingin merasakan sedikit waktu yang mereka punya untuk bercengkrama dengan intim dengan gadis itu. Sehingga lelaki itu melakukan sesuatu yang tidak pernah ia lakukan selama hidupnya. Mengikuti kata hatinya. Lelaki itu menjulurkan salah satu tangannya ke arah sang gadis, mengisyaratkan padanya untuk memegangnya. "Oke. Mari berdansa."

Kedua netra gadis itu berkilau dengan terang seraya memposisikan tangannya pada tangan sang lelaki, saling menautkan jari mereka. Selanjutnya lelaki itu berdiri dan menarik gadis itu untuk ikut berdiri, gadis itu melepaskan jas hujan dari tubuhnya, jas hujan itu lalu jatuh di bawah kaki sang gadis, menampakkan gaun selutut warna biru muda yang sedang gadis itu kenakan. Rambut gadis itu terurai hingga sebahu, menutup bagian tubuh yang tidak tertutup oleh gaun yang ia pakai. Lelaki itu menyelipkan rambut sang gadis ke belakang telinga milik gadis itu, melarikan jari-jemarinya ke bahu gadis itu yang tidak tertutup.

Diam-diam, pria itu mengarahkan tangan sang gadis ke arah lehernya, sebelum meletakkan tangannya sendiri di balik punggung sang gadis. Gadis itu tersenyum, melangkah semakin maju ke arah sang lelaki, menempelkan dahinya pada bahu milik lelaki itu. Langkah mereka berdua begitu perlahan dan harmonis, seperti yang sudah-sudah. Mereka tidak pernah membutuhkan musik sebagai pengintir dansa mereka, bunyi dari air hujan sudah cukup bagi mereka. Secara berangsur-angsur dansa mereka mulai meningkat, dan Sehun mendapati dirinya tengah tersenyum lebar pada gadis itu.

Lelaki itu memutar tubuh sang gadis untuk menjauhi tubuhnya, sebelum memutar kembali tubuh gadis itu mendekat ke arahnya, dan gadis itu tertawa ketika sang gadis dengan keras menabrak dada milik sang lelaki. Lelaki itu pun tidak mampu menahan dirinya sehingga ia pun ikut tertawa bersama dengan gadis itu, saling menikmati saat-saat ketika mereka saling bercengkrama seperti ini, langkah mereka berdua tidak pernah lepas dari irama yang berasal dari air hujan di luar sana. Sehun kembali memutar tubuh gadis itu untuk mendekat ke lengannya lagi saat ia secara tiba-tiba mengambil langkah yang salah dan tubuhnya terhempas ke belakang. Cara jatuh lelaki begitu tak terduga dan punggung sang lelaki membentur lantai, tanpa menyadari bahwa ia juga ikut menarik gadis itu jatuh bersama dengan dirinya.

Ketika lelaki itu membuka matanya, sang gadis tengah menatap dirinya dengan mata yang terbelalak, tangan gadis itu memegang pundak sang lelaki untuk mencari penopang. Gadis itu terperangkap diantara kedua kaki sang lelaki, tertekan pada tubuh lelaki itu, dan kedua tangan lelaki itu melingkari pinggang sang gadis. Gadis itu begitu dekat dengan sang lelaki hingga lelaki itu mampu merasakan napas hangat sang gadis di lehernya, dan radiasi panas dari tubuh sang gadis sebanding dengan temperatur tubuh yang tengah lelaki itu rasakan. Dari jarak sedekat ini, lelaki itu dapat melihat dengan jelas betapa mulusnya kulit gadis itu, betapa tebalnya bulu mata milik gadis itu ketika berkedip karena terkejut seperti tadi, betapa manisnya hidung gadis itu yang terlihat dari jarak sedekat ini, dan betapa menggodanya bibir gadis itu. Gadis itu terlampau cantik di matanya.

"Sehun?"

Lelaki itu melihat bibir gadis itu bergerak, dan ia tanpa sadar semakin melingkarkan lengannya dengan erat pada pinggang sang gadis. Ketika gadis itu memanggilnya lagi untuk yang kedua kalinya hingga sampai aakhirnya lelaki itu sadar bahwa sang gadis tengah berbicara pada dirinya. "Ya?"

Gadis itu menghela napasnya dengan berat, semakin condong ke depan untuk mendekat seraya berbisik, "Kurasa aku mencintaimu."

To be continued.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
shipwreckedeva
This story isn't mine. It's written by mermaera so i only translate into indonesia after got her permission and it's link to read the original version https://www.asianfanfics.com/story/view/968338/agony-angst-romance-originalcharacter-sehun

Comments

You must be logged in to comment
shipwreckedeva
#1
Chapter 2: comment on my own translation to get extra karma point-___