THE LAST SUNSET

Description

Ia berlutut di hadapanku dengan sebelah kakinya.

Jamkkanman! (Tunggu!)

"Kyeorhonhae jullae?" (Will you marry me?)

 


Jeon Jungkook & Lee Suji (Halla) 
©itsmearmy94

Foreword

 

Mereka bilang aku belum bisa melepasnya. Bagaimana tidak? Setelah bertahun-tahun bersama kemudian ia menghilang begitu saja.

Aku sudah berusaha menyibukkan diriku untuk melupakannya, tapi nihil.

Hari ini kuputuskan lembur karena pekerjaanku belum selesai. Hanya ada aku sendiri di ruang kerja ini.

Sesekali kuregangkan tubuhku, karena duduk dengan posisi di depan komputer dalam waktu yang lama membuat pundakku terasa sakit. Atau terkadang berjalan-jalan kecil di sekitar ruang kerja.

Sudah hampir tengah malam saat kulirik jam di meja kerjaku.

Aku ingat, pukul dua belas nanti adalah tepat satu tahun sudah saat ia meninggalkanku.

Semakin larut semakin dingin, kantor juga terasa semakin sunyi.

Kulihat keluar jendela, kota masih terjaga, ramai kendaraan lalu-lalang di bawah sana.

'Dingin', kuusap berkali-kali lenganku agar tubuhku tetap terasa hangat.

Masih terasa dingin, padahal sudah beberapa menit yang lalu kumatikan AC di ruang kerja ini.

Tiba-tiba terdengar seseorang membuka pintu tepat saat aku akan kembali ke meja kerjaku.

Tidak terlihat dengan jelas siapa yang masuk, karena tidak semua lampu di ruangan ini menyala.

Orang itu berjalan mendekatiku. Dan tanpa sadar tangan kananku sudah bergerak menutup mulut tanpa tenaga. Mataku terbuka lebar saat wajahnya nampak semakin jelas.

"Jungkook?" Pertanyaan itu menggantung di ujung bibirku.

Jungkook menatapku dengan senyum sedih.

Tak bisa kutahan tubuhku untuk memeluknya saat ia sudah diam berdiri di depanku. Tanpa sadar air mataku mengalir, tumpah bersama rindu yang terpendam selama satu tahun ini.

Kutatap wajahnya, tidak ada yang berubah, hanya saja sedikit pucat, mungkin karena di luar dingin.

***

Dua cangkir teh panas sedang ku siapkan saat ini. Untukku dan untuk Jungkook yang sekarang sedang berdiri dekat jendela, menatap kota yang masih saja ramai di bawah sana.

Kusimpan dua cangkir teh panas tadi di atas meja kerjaku.

Jungkook menghampiriku sambil menarik salah satu kursi rekan kerjaku. Kemudian ia duduk dan menatapku. Matanya mengisyaratkan aku untuk duduk juga. Aku pun duduk di kursi kerjaku.

Tidak ada satu kata pun yang terucap dariku maupun darinya sejak kami bertemu tadi.

Teh yang sudah kusiapkan juga tidak diminumnya. Hanya saling memandang mata satu sama lain.

Menatapnya mengingatkanku kejadian saat ia pergi meninggalkanku.

Tangisku kembali pecah.

Kuletakkan kedua lenganku diatas meja kerja, kusembunyikan wajahku darinya. Aku tidak ingin Jungkook melihatku menangis seperti ini.

Kemudian terasa tanganya mengelus kepalaku pelan.
 

Flashback

"Jungkook-ssi, sebenarnya kita mau kemana?" kataku sambil terkekeh mendengar ucapanku sendiri.

"Jangan bicara seperti itu. Formal sekali."

Mata Jungkook masih tertuju pada jalanan aspal yang berkelok.

Entah akan dibawa kemana aku olehnya.

Kemarin malam ia hanya memberi tahu kalau hari ini ia akan mengajakku pergi ke suatu tempat lewat pesan yang di kirimnya.

Katanya, aku hanya perlu menyiapkan pakaian ganti sebagai barang tambahan yang harus kubawa.

Aku ingat terakhir kali ia mengajakku mendaki gunung.

Susah payah aku berusaha untuk sampai di puncak, dan sempat memaki-maki Jungkook karena rencananya itu.

Itu terlalu tiba-tiba dan aku tidak punya persiapan sama sekali. Ia hanya memberiku waktu beberapa menit untuk pemanasan sebelum mulai mendaki saat kami sudah tiba di tempat tujuan.

Dan sekarang, entah lah, kali ini aku pasrah saja. Perjalanan ini cukup memakan waktu.

Kusandarkan kepalaku di kaca jendela mobil.

Mataku memicing saat pantulan cahaya jauh di depan sana mengenai wajahku. Pandanganku sempat kabur, kemudian perlahan mulai terlihat jelas.

Genangan air berwarna biru tua yang sangat luas menarik perhatianku.

"Laut?"

Genangan air itu terlihat semakin jelas. Dan itu memang laut.

Aku menoleh ke arah Jungkook dan kembali menatap laut bergantian.

"Pantai?! Oppa, kita akan ke pantai?!" tanyaku hampir berteriak.

Jungkook hanya tersenyum melihat tingkahku.

Hampir saja aku memeluknya sebelum Jungkook menghentikanku.

"Jangan memelukku! Aku sedang menyetir. Kau ingin tetap sampai ke sana bukan?"

"Arasseo, arasseo.."

Jungkook tertawa melihat sikapku saat aku menaruh kedua telapak tanganku di atas pangkuan, dan kuketuk-ketukan jari telunjukku. Aku tidak dapat menyembunyikan rasa senang ini. Tidak sabar rasanya untuk sampai disana.
 

***
 

"Daebak!!" kataku takjub dan langsung berlari saat kami sudah sampai.

Pantai ini benar-benar indah, dan juga sunyi. Hanya deru ombak yang terdengar seperti musik di telingaku.

"Bagaimana kau tahu tempat ini? Lihat, pemandangannya seperti wallpaper di laptopku!"

Jungkook tergelak mendengar ucapanku. Aku melihatnya berjalan mendekatiku dengan kedua tangannya yang ia masukkan ke dalam saku celana. Ya, terlihat keren.

Aku masih tidak percaya dengan apa yang kulihat. Dan aku juga masih tidak percaya aku berada di pantai ini. Seperti sedang berada di negeri dongeng.

"Kau bawa apa yang kuminta kemarin malam?"

Aku hanya memiringkan kepalaku, berusaha mencerna apa yang Jungkook tanya.

"Maksudku pakaian ganti," jelasnya.

"Hm, aku bahkan bawa tiga pasang untuk berjaga-jaga, hahaha"

"Geurae? Kalau begitu lakukanlah apa yang kau mau" Ia mengayun-ayunkan tangan kanannya seperti mengusirku.

"Tidak kau suruh juga akan kulakukan"

Kulepas flat shoes yang kupakai dan segera berlari mendekati air.

Terlalu excited sampai aku takut menyentuh air asin itu dengan kedua kakiku.

Kami bermain-main tak kenal waktu. Berlari kesana-kesini, mengejar satu sama lain layaknya anak kecil. Dan berakhir terbaring bersebelahan, dengan mata terpejam dan napas yang saling bersahutan karena kelelahan, juga tubuh yang sudah basah kuyup dan lengket.

Langit menampakkan warna oranye di seluruh sisinya. Sunset. Ya, kami sedang menunggu sunset.

Pantai ini menjadi lebih cantik saat senja.

Jungkook membangkitkan tubuhnya. Banyak pasir yang menempel di rambut juga punggungnya.

Aku mengikutinya duduk. Tapi kemudian ia berdiri dan berlari kecil menuju mobilnya. Sepertinya ia mau mengambil sesuatu.

Aku menoleh ke belakang kemudian berdiri saat  langkah kaki Jungkook membuat pasir pantai menimbulkan bunyi gemerisik.

Ada dua botol air ditangannya. Ia mengacungkan salah satunya yang masih tersegel rapi kepadaku dari jauh sambil tersenyum. Dan aku meraihnya saat ia sudah tepat berada di depanku.

"Menyebalkan. Kalau saja kita bisa bermalam disini," gerutuku saat aku selesai minum dan memandang ke seluruh pantai.

"Kalau saja besok aku tidak ada meeting," ucap Jungkook merangkulkan tangan kirinya pada pundakku.

Aku tergelak mendengarnya.

Ya, jika saja besok Jungkook tidak harus menghadiri meeting di kantornya, mungkin kami sudah memasang tenda disini. Ah.. sayang sekali.

"Gereonde.. Kenapa tempat ini sepi sekali? Jangan-jangan kau menyewanya?" tanyaku penasaran.

"Hahaha, museun soriya? Aku tidak punya uang sebanyak itu untuk menyewa pantai sebesar ini." (Kau bicara apa?)

Kami tertawa bersamaan. Kemudian berhenti. Lama dengan sunyi.

"Suji-ah," panggil Jungkook pelan.

"Hmm."

"Ini tempatnya."

"Hm?" Kedua alisku terangkat.

"Wallpaper di laptopmu. Ini tempatnya."

"Mwo?? Neo jigeum jangnanhae?" (Apa kau bercanda sekarang?)

"Aniyo, jinjjayeyo." (Tidak, ini sungguhan)

"Maldo andwe." (Tidak mungkin)

Kupandangi sekelilingku lagi. Benar. Ini tempatnya.

"Kau juga pernah bilang padaku jika saja ada seseorang yang melamarmu ditempat seperti ini kau pasti akan menerimanya."

"A-ah.. itu.. hahaha," Ucapan Jungkook membuat pipiku terasa panas karena malu.

"Aku hanya asal bicara waktu itu, hehe" sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal.

"Aku tidak bisa berbasa-basi. Jadi langsung saja."

Jungkook memutar badanku agar menghadap lurus di depannya. Kedua tangannya masih menggantung di pundakku. Dan matanya menatapku tajam.

Mwo? Jigeum Mwohae? (Apa? Apa lagi sekarang?)

"Kita sudah berteman dekat sejak kecil. Kau tahu aku menyukaimu karena aku sudah bilang berkali-kali. Dan aku juga tahu kau menyukaiku walau kau tidak pernah mengatakannya sekalipun padaku"

Kata-katanya membuat mataku membelalak.

Aku tidak marah karena apa yang sudah diucapkannya. Hanya saja.. semua yang dikatakannya benar.

"Aku sudah memikirkannya berulang kali dan sekarang aku yakin."

Jungkook merogoh kantong celananya. Mengeluarkan kotak beludru kecil berwarna hitam.

Ia berlutut di hadapanku dengan sebelah kakinya.

Jamkkanman! (Tunggu!)

"Kyeorhonhae jullae?" (Will you marry me?)

Jungkook membuka kotak kecil itu. Diperlihatkannya cincin yang bertengger rapi di dalamnya.

Bukan cincin mahal dengan berlian yang menyilaukan seperti cerita-cerita dongeng. Hanya cincin perak sederhana yang cantik.

Aku hanya bisa menutup mulutku karena terkejut. Menatap cincin itu dan Jungkook bergantian.

Sekarang aku tidak bisa merasakan apapun. Ini terlalu tiba-tiba. Sama seperti saat Jungkook mengajakku mendaki gunung waktu itu. Tapi kali ini aku senang. Terlalu senang. Sampai aku ingin berteriak, tapi aku tidak bisa.

Aku bisa melihat wajah Jungkook yang cemas menanti jawabanku.

"Nae!" jawabku hampir berteriak.

Wajah jungkook berubah senang. Senyum lebar tersungging dibibirnya.

Jungkook berdiri, mengambil cincin itu dari kotaknya dan menyematkannya di jariku.

Kemudian ia memelukku erat.

Tidak terasa air mata ternyata sudah membasahi pipiku.

Tidak terasa air mata ternyata sudah membasahi pipiku

Kurentangkan tanganku ke depan. Ku mainkan jari-jariku. Kupandangi cincin yang baru saja Jungkook sematkan di jariku.

Kusandarkan kepalaku di pundaknya, dan memandang sunset yang semakin cantik. Tidak henti-hentinya aku tersenyum. Rasa bahagia ini, belum pernah kurasakan sebelumnya.

Kulirik Jungkook yang juga melihat ke depan. Kedua tangannya ia simpan dibelakang, menopang tubuhnya seakan bersandar.

Bulatan besar berwarna oranye itu mulai bergerak seperti menyentuh air laut jauh di seberang sana. Menenggelamkan dirinya secara perlahan.

"Saranghae," ucap Jungkook tiba-tiba. Membuat kedua alisku terangkat. (Aku mencintaimu)

"Mwoya~" (Apaan sih)

Masih dengan senyum di wajahku, kutegakkan tubuhku. Sekarang aku sudah tidak bersandar lagi kepadanya.

"Kau tidak pernah mengucapkan kata itu kepadaku."

Aku hanya tertunduk malu.

"Kali ini apa aku boleh mendengarnya darimu?"

"Saranghae, Suji-ah."

Ucapan Jungkook membuatku memandangnya.

"Saranghae, Lee Suji."

Mata Jungkook menatapku lekat.

"Nado saranghae." (Aku juga mencintaimu)

Akhirnya kata itu terucap dari bibirku.

Kulihat wajah Jungkook semakin dekat. Aku bisa merasakan hembusan napasnya menyeruak diwajahku.

Ia mencium bibirku. Lembut.

Mataku refleks menutup.

Aku dapat merasakan ada senyum dibibirnya saat kubalas dan mulai menikmati ciumannya.

Rasanya aku ingin waktu berhenti. Aku tidak ingin ini berakhir.

***

Kami sedang dalam perjalanan pulang, saat hari sudah gelap. Jalanan sunyi, nyaris tidak ada orang karena jam menunjukkan hampir tengah malam.

Hari ini hari paling bahagia selama hidupku.

Aku bersenandung sepanjang jalan pulang, menuangkan rasa bahagia ini.

Sebelah tangan Jungkook mengendalikan kemudi mobil dan tangan lainnya menggenggam tangan kiriku.

Lagu Justin Bieber dengan judul 'Nothing Like Us' dari playlist yang Jungkook buat mengalun menemani perjalanan pulang kami.

Sesekali kami saling bertatapan dan tertawa bersama karena aku membuat nada-nada aneh saat kami bernyanyi bersama.

 

BRAKK!!

 

Tiba-tiba dari arah berlawanan datang sebuah truk dan menghantam mobil kami dengan sangat keras.

Kurasakan mobil kami berputar berkali-kali hingga akhirnya jatuh terbalik.

Telingaku berdenging hebat. Debar jantung masih terasa kencang saat kubuka mataku.

Kami masih dalam posisi yang sama karena sabuk pengaman menahan tubuh kami saat guncangan tadi.

Semuanya terlihat terbalik.

Kulihat Jungkook berlumuran darah dan tidak sadarkan diri.

Suara denging di telingaku tiba-tiba berhenti.

"Oppa! Oppa!", kupanggil ia sekeras yang kubisa sambil menangis.

Entah sudah berapa lama kami berada dalam posisi terbalik sampai akhirnya dua mobil ambulans datang dan terlihat beberapa orang berada di sekitar mobil kami membantu menolong.

 

***

 

Kaki kananku sudah terbalut gips saat aku tersadar setelah operasi.

Yang terlintas pertama kali dipikiranku saat itu adalah bagaimana keadaan Jungkook.

Dokter masih berusaha menyelamatkan Jungkook dari pendarahan di otaknya.

Tapi nyawanya tidak tertolong setelah enam jam dirinya berada di dalam ruang operasi.

Dan aku menangis tak tertahan di pelukan ibuku saat mendengar kabar buruk itu.

Yang benar saja, jika ini tidak terjadi, aku dan Jungkook akan menjadi pasangan paling bahagia.

Tapi kenyataannya aku tidak bisa meluapkan amarahku padanya yang sudah pergi meninggalkanku.

End of flashback
 

Sudah tidak terasa lagi tangan Jungkook mengelus pelan kepalaku.

Kuangkat kepalaku, memperhatikan sekelilingku.

Pintu ruang kerjaku terbuka, tetapi tidak ada siapapun di ruangan ini selain diriku.

Kulihat asap putih masih sedikit mengepul di permukaan dua cangkir teh yang kubuat tadi. Mungkin sekarang sudah hangat.

Dan terdengar lagu Justin Bieber - Nothing Like Us mengalun pelan dari komputer kerjaku.

Memori itu teringat lagi. Rindu itu datang lagi.

Sunset yang kulihat waktu itu, satu tahun yang lalu, sunset terakhir yang kulihat bersamamu.

Kulirik jam di meja kerjaku, sudah lewat tengah malam.

Aku menarik napas dalam, lalu kututup kedua mataku. Aku berdoa untuknya, untuk Jungkook.

Kemudian kuhirup teh yang sudah hangat tadi sambil menatap satu cangkir teh lainnya, dan tersenyum.

"Goodbye, Jungkook."

 

 

***

itsmearmy94
Terima kasih banyak sudah baca ceritaku. Akan jauh lebih senang jika kalian bisa memberi tanggapan dan saran tentang cerita ini.
Sekali lagi terima kasih ^^

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet