3:00 A.M.

Description

"Kau tahu, aku tidak baik-baik saja sampai kau datang."

 


Simple Story - BTS MEMBER ONESHOT STORY
©itsmearmy94

Foreword

 

12:01 a.m.

Masih berkutat dengan komputer yang ada di hadapanku sekarang. Berusaha merangkai kata untuk membuat sebuah lirik yang layak. Tapi yang kudapat bahkan belum lebih dari satu bait.

Slurrppp.

Kusimpan gelas kopi di samping 'mouse' agar lebih mudah dijangkau. Ini sudah kopi ketiga yang kuminum sejak selesai latihan pukul sembilan malam tadi.

Dan akhirnya aku menekan lama tombol backspace pada keyboard-ku, menghapus kalimat lirik yang sudah kubuat. Aku menyerah. Sepertinya aku butuh istirahat.

 

2.12 a.m.

Sudah lebih dari dua jam dan aku hanya tergeletak diatas sofa studioku sambil memainkan ponsel. Sesekali membaca artikel dan mendengarkan lagu. Aku berharap inspirasi muncul dalam otakku saat melakukannya. Terkadang merasa tidak bekerja dengan maksimal membuatku tertekan.

 

3:00 a.m.

Tanpa sengaja wajah Haewon meletus di pikiranku. Lagi. Kenapa rasanya sering sekali akhir-akhir ini?

Masih pagi buta. Apa dia sudah bangun?

"Yeobosaeyo?" suara diseberang sana menjawab panggilanku.

"Bogoshipeo."

"Oh? Nugu?"

"Ah, mian," katanya setelah menyadari suaraku. Mungkin ia sudah melihat id call di layar ponselnya.

"Maaf mengganggumu lagi."

"Hm, tidak apa-apa."

Tapi aku tidak bicara setelah itu.

"Ehem," Haewon berdeham memecah hening.

"Ada apa? Sudah tiga hari kau menghubungiku pagi buta begini," suaranya serak karena bangun tidur.

"Nothing, i just- i just missing you."

"Don't be kidding me," katanya setengah tertawa pelan.

"I don't."

"Really?"

"I don't know."

Aku mendengarnya menghela napas panjang.

"Jadi?"

"Aku tidak tahu, tiba-tiba saja yang terpikir olehku adalah aku harus menghubungimu sekarang."

Aku ingin mendengar suaramu.

"Kau, tidak apa-apa 'kan?"

"Waeyo? Aku baik-baik saja," kataku setengah tertawa.

"Baguslah kalau begit-uhuk-uhuk! Ah, sebentar. Aku harus minum." Suaranya serak dan terbatuk-batuk. Setelah itu banyak suara gemeratak.

Aku mengubah posisi menjadi duduk. Menyandarkan punggungku pada sofa. Mencari posisi paling nyaman untuk menikmati suaranya lagi.

"Fiuh.. I'm done."

"Sudah berapa jam kau tidur?" tanyaku.

"Hm.. Mungkin sudah 5 jam. Terakhir kuingat, aku melihat twitter kalian sekitar pukul 9.30, sepertinya setelah itu aku langsung tertidur."

Suaranya tidak serak lagi sekarang tapi sangat pelan, mungkin masih mengantuk. Dan, mungkin juga sekarang ia terlihat manis dengan wajah bangun tidurnya. 

"Kau? Tidak tidur? Masih membuat lagu? Dan ini, sudah.. em.. pukul tiga?!! Astaga! Yah! Kau belum tidur??!!"

Nyaring sekali. Aku bahkan sampai menjauhkan ponsel dari telingaku.

Aku khawatir ia akan membangunkan tetangga-tetangga dengan suaranya itu. 

"Aku tidak bisa tidur. Laguku belum selesai," sambil menempelkan lagi ponselku pada telinga.

"Apa tidak bisa dilanjutkan besok?"

"Bisa. Tapi itu akan mengganggu jadwalku yang lainnya."

"Istirahatlah sebentar. Jangan terlalu banyak minum kopi. Jangan terlalu memaksa."

Wah! Bagaimana ia tahu aku banyak minum kopi hari ini?

"Arraseo," kataku sambil tersenyum walau ia tidak dapat melihatku.

 

3:19 a.m.

"Haewon-ah," masih dengan sambungan telepon.

"Wae?"

"Apa kau bisa menolongku?"

"Mwoya?"

"Dengarkan aku. Hanya mendengarkan dan tidak perlu bicara."

"Hm.. Okay. Just do it."

Aku menghela napas setelah itu.

"Okay, so, hm.. Aku sedang berusaha membuat lagu yang bagus kali ini. Bukan hanya sekedar lagu yang bagus, tapi lagu yang menginspirasi banyak orang. Ya, setidaknya itu yang aku harapkan."

"Sudah seminggu ini waktu tidurku berantakan. Sudah seminggu ini aku terlambat di setiap kegiatan pagi yang sudah dijadwalkan. Mungkin sudah seminggu ini juga aku mendapat teguran dari Saejin hyung," kataku tertawa pahit sambil menggaruk tengkuk leher yang tidak gatal.

"Hanya untuk sebuah lagu yang ingin aku ciptakan. Karena aku tidak merasa puas dengan lagu-lagu yang kuciptakan sebelumnya. Dan aku menjadi merasa kecewa."

"Hm.. Jadi, itu saja yang ingin aku katakan. Hahaha, apa aku berlebihan? Maaf, tiba-tiba saja aku ingin mengatakannya padamu."

Tapi setelah itu aku tidak mendengar suara Haewon, bahkan suara napasnya pun tidak.

"Yeoboseo?"

"Haewon-ah? Kau masih disana?"

"Pffttt.. You want me to caring you, don't you?"

"Ck, It is not that."

"Kau, tidak apa-apa? Kau aneh," tanyanya tiba-tiba.

"Hm, wae?" aku mengangguk, walaupun sekali lagi aku tahu ia tidak dapat melihatku.

"Are you sure?" Suaranya sedikit berbeda. Aku tahu sekarang ia khawatir.

"Y-yeah, I'm okay."

"But I'm not," timpanya cepat membuatku sedikit terkejut.

"Hey, don't worry, I'm fine, okay?" kataku, berniat menghiburnya.

"Ah, molla. I hope you really really fine." Aku tergelak mendengarnya.

"Dengar, lagu-lagumu itu luar biasa! Aku yakin orang akan menyukai setiap lagu yang kau buat. Dan jangan terlalu memaksakan diri. Ingat, kau bukan robot, kau butuh istirahat. Istirahat yang berkualitas," terangnya.

"Arasseo. Gomawo."

 

3:41 a.m.

Aku berjalan menghampiri meja komputerku.

"Jadi kau akan melanjutkan tidurmu?"

"Entahlah, aku jadi tidak mengantuk lagi. Tapi tidak tahu juga nantinya. Aku akan memainkan ponselku sampai aku mengantuk lagi."

"Ah.. Haha. Geurae."

"Jadwalmu hari ini, dimulai dari jam berapa?"

"Besok hanya ada jadwal latihan saja, mulai pukul 9 pagi."

"Geurae? Akan memakan banyak waktu kalau kau pulang ke dorm. Kalau begitu sekarang matikan komputermu dan tidur saja di studio. Kau punya waktu tiga jam sebelum bersiap untuk latihan, cepatlah!"

"Tapi aku bahkan belum mengerjakan apapun."

Tidak ada respon, dan aku tahu jelas situasi seperti apa ini.

"Sleep or not?"

Oke, Haewon marah. Dan itu artinya tidak baik.

"Alright, alright! I'll shuting down my computer now and go to sleep, satisfied?"

"Good boy...." Suaranya setengah tertawa.

"Ck, I'm not your pet."

"Of course you're not, paboya."

Aku memutar bola mataku sambil menghela napas mendengar jawabannya.

"Ah matta, aku berencana membeli buku sepulang kuliah besok di toko buku dekat gedung BigHit. Aku akan mampir ke studiomu kalau sempat," sambungnya.

"Alright, I'll wait."

"Bye Haewon-ah," kataku sebelum menutup sambungan telepon.

"Bye, Joonie..."

Aku mulai mematikan komputerku, mengikuti apa kata Haewon. Lalu pergi tidur.

 

8:46 a.m.

"Namjoon-ah, kau sudah datang lebih dulu rupanya." Suara Hoseok mengalihkan perhatianku saat sedang melakukan strectching.

"Hm..."

"Namjoon hyung~" Jimin menghampiriku sambil merentangkan kedua tangannya. Kemudian ia memelukku singkat. Disusul Jin hyung, lalu Jungkook.

"Aku merasa dorm menjadi sepi karena kau selalu tidur di studiomu seminggu ini. Yoongi hyung juga begitu, sudah tiga hari," kata Jimin melirik Yoongi hyung.

"Ya.. Tidak ada suara gelas pecah atau semacamnya, dorm jadi terasa sepi," Jungkook meledekku, dan Jin hyung tertawa mendengarnya. Aku hanya memutar bola mataku.

"Apa kau tidur dengan nyenyak? Kau tidak terlambat hari ini." Yoongi hyung meledekku juga.

"Cukup nyenyak walaupun hanya sebentar," kataku mengangkat bahu. 

"Dimana Taehyung? Kalian tidak bersamanya? Apa kali ini ia datang terlambat?"

"Aku disini, hyung. Dan aku tidak terlambat. Aku baru saja dari toilet." Taehyung berjalan menghampiri kami.

"Aku senang kau terlihat lebih baik hari ini." Hoseok menepuk-nepuk pundakku.

"Ah, geurae? Sepertinya aku juga merasa begitu."

Dan kami memulai latihan kami hingga berjam-jam kemudian. 

 

2:58 p.m.

Aku baru saja masuk kedalam studioku. Latihan sudah selesai sejak setengah jam yang lalu. Member yang lain masih berada di ruang latihan sampai aku dan Yoongi hyung pergi ke studio masing-masing untuk mengganti pakaian kami yang basah karena keringat.

Setelah berganti pakaian, aku memeriksa ponselku. Aku ingat Haewon mengirim pesan pagi tadi, bilang ia akan mampir ke studioku siang ini. Tapi sampai saat ini belum terlihat batang hidungnya.

 

8:00 p.m.

Sudah malam, dan Haewon tidak datang. Berkali-kali aku memeriksa ponselku dan menghubungi Haewon, tapi tidak diangkat dan juga tidak ada pesan lagi yg dikirimnya padaku. 

Aku khawatir sesuatu terjadi padanya. Kalaupun ia tidak jadi datang, biasanya ia menghubungiku untuk memberi tahu. Tapi kali ini bahkan tidak ada kabar sejak pesan terakhir yang dikirimnya tadi pagi.

Aku menghubunginya sekali lagi.

Tapi hasilnya sama. Tidak ada jawaban.

Jelas aku ingin datang ke rumahnya untuk memastikan ia baik-baik saja, tapi ini tidak mungkin, sasaeng fans dan para jurnalis media ternama justru baru mulai bekerja diwaktu seperti ini. Dan aku tidak menghubungi telepon rumahnya karena aku tahu tidak ada siapapun disana. Minggu ini orang tuanya sedang berada diluar negeri karena urusan pekerjaan. 

Jadi, akhirnya aku hanya bisa menunggu kabar darinya sambil - masih berusaha - membuat lagu.

 

11:57 p.m.

"Nomor yang anda hubungi tidak menjawab. Cobalah bebera-"

Kuputus panggilan teleponku.

Entah sudah keberapa kalinya aku menghubungi Haewon dan masih juga tidak ada kabar darinya sampai saat ini. Aku juga sudah menghubungi beberapa teman dekatnya, dan hasilnya sama, tidak ada yang menjawab teleponku.

Aku harap ia baik-baik saja.

 

2:44 a.m.

"Astaga, aku tertidur. Pukul berapa sekarang?" kulihat jam di meja kerjaku, kemudian memeriksa ponselku lagi, berharap Haewon menghubungiku.

Tidak ada. Tidak ada apapun. Pesan atau panggilan telepon darinya. 

"Nomor yang anda hubungi tidak menja-"

Lagi, hanya suara operator yang merespon. Membuatku semakin cemas.

Kuputuskan membeli kopi di vending machine lantai dasar untuk menghilangkan kantuk.

 

3:00 a.m.

Aku baru saja kembali setelah membeli kopi. Dan lagi-lagi memeriksa ponselku. Tidak ada yang bisa aku lakukan selain itu. Lalu mataku terbuka lebar.

1 panggilan tidak terjawab.

Haewonie♡

Melihat namanya di layar ponselku, membuatku langsung menghubunginya lagi.

"Nomor yang anda hubungi tidak menjawab,"

"Isshhh jinjja. Wae irae? Neo eodiya?!" kataku geram.

Sekali lagi kucoba hubungi, tapi sekali lagi juga jawaban operator yang kudengar. Membuatku semakin kesal. 

Tok, tok.

Suara ketukan pintu mengalihkan perhatianku. Dan perlahan pintu terbuka.

Kukira Yoongi hyung. Siapa lagi yang akan datang ke studioku pagi buta begini, selain dirinya dan sesuatu yang ada tapi tidak tampak - aku tidak memikirkan pilihan kedua.

Tapi ternyata yang kulihat adalah Haewon dengan rambutnya yang berantakan, matanya yang sembab, dan juga pantulan air mata yang ada di kedua pipinya karena cahaya lampu.

Aku sempat tidak berbuat apa-apa. Emosiku meredam sekaligus terkejut. Pertama kali aku melihatnya seperti ini.

Haewon terlihat sangat kacau.

Saat aku tersadar dari pikiranku sendiri, aku mendekatinya kemudian menutup pintu, lalu menggenggam kedua tangannya dan menariknya masuk kedalam studioku sambil berjalan mundur dengan perlahan. Dan berhenti saat dirasa sudah berada ditengah ruangan.

Tapi Haewon melanjutkan langkahnya, hingga kepalanya membentur dadaku. Ia melingkarkan kedua lengannya dipinggangku, memelukku erat. Aku yang bingung hanya bisa membalas pelukannya.

"Apa kau bisa menolongku?" Suaranya bergetar, hampir tidak terdengar karena wajahnya yang ia sembunyikan.

"Mwo?" jawabku.

"Dengarkan aku, dan tidak perlu bicara," pintanya. 

"Hmm."

Haewon diam sebentar setelah mendengar jawabanku.

"I know life is hard. I really know. But, don't say you okay if you're not. Don't lie to yourself. Please. You have me, share with me. I'm here for you, always. Please.."

Aku tertegun mendengarnya. Kemudian tangisnya pecah.

Sisi Haewon yang baru kuketahui setelah lima tahun mengenalnya. Hari ini ia terlihat rapuh. 

Aku hanya mengelus rambutnya dan sesekali mencium kepalanya, berusaha membuatnya tenang. Aku tahu ia belum selesai bicara.

"Kemarin siang, Yujin, kau ingat? Teman dekatku itu menelan semua obat yang ia punya di rumahnya. Dan pembantu rumahnya menemukannya saat mulut Yujin sudah mengeluarkan busa. She's overdosed. She tried to commit suicide," lanjutnya saat ia sudah mulai tenang. Tengkuk leherku merinding saat mendengar kata-katanya. 

"Aku sedang ada di toko buku saat mendengar kabarnya dan langsung pergi ke rumah sakit. Maaf aku tidak memberitahumu." Suaranya seperti ingin menangis lagi.

"Hmm," jawabku sambil menghela napas dan mengeratkan pelukanku.

"Tapi Yujin tidak menungguku, ia tetap pergi saat aku tiba di rumah sakit," katanya sambil menangis.

"Yujin sudah pergi."

Tangisnya kembali pecah, membuat bajuku basah karena air matanya.

"Aku masih tidak percaya. Bahkan kami bertemu sehari sebelum ia pergi. Kami bercerita banyak, kami juga tertawa banyak malam itu. Lalu apa masalahnya? Kenapa Yujin memilih jalan seperti itu? Aku tidak tahu ia punya masa yang sulit. Dan aku tidak ada untuknya saat itu. Aku kecewa. Aku merasa gagal menjadi teman. Dan aku ingat kau. Aku ingat percakapan kita lewat telepon kemarin pagi."

Haewon masih menyembunyikan wajahnya, tapi perlahan tangisnya mereda.

Aku mendengarkan masih sambil mengelus rambutnya. Aku membayangkan bagaimana jika aku berada di posisi Yujin. Apa Haewon akan seperti ini?

Sejujurnya, pernah terlintas dipikiranku untuk melakukan hal yang sama seperti yang Yujin lakukan karena beban hidupku yang kurasa amat berat. Haewon tidak pernah tahu jika aku punya masalah.

Tapi ternyata melakukannya hanya akan membuat orang lain menyalahkan diri mereka sendiri. Menambah beban lagi untuk mereka karena merasa kecewa. Dan lebih buruk, membuat mereka melakukan hal yang sama.

Haewon mengangkat kepalanya, mendongak menatapku, memperlihatkan wajahnya yang bengkak karena terlalu banyak menangis. Aku tersenyum dan menyeka air matanya yang tersisa.

"You know you have me, right? I'll be here for you. Jika terasa berat, jangan melewatinya sendirian. Aku tidak mau kecewa untuk kedua kalinya. Hm?"

Air matanya mengalir lagi perlahan. Lagi-lagi aku menyekanya dengan jariku. Ia sudah selesai bicara.

"Hm, geurae." Aku mengangguk. Lalu memeluknya lagi.

"Kau tahu, aku tidak baik-baik saja sampai kau datang. Tapi sekarang tidak. Aku benar-benar bersyukur memilikimu di hidupku. Jangan merasa kecewa, kau sudah menjadi teman yang baik, bahkan di hari terakhirnya bersamamu. Kau sudah melakukannya dengan baik."

"Ya, hidup memang berat. Hidupku memang berat. Tapi sekarang aku baik-baik saja. Terima kasih."

Haewon mendongak menatapku lagi.

"Kau sudah melakukannya dengan baik. Terima kasih," ia mengulang kata-kataku sambil tersenyum tipis.

"Kemarin Jin hyung berkata padaku, 'berpikirlah yang baik, maka yang datang padamu adalah hal baik, kau akan menerima hal baik' begitu katanya,"

"So, let's think positive. Aku yakin, Yujin sekarang sudah bahagia. Besok kita kunjungi Yujin untuk beri penghormatan terakhir, okay?" ajakku dan Haewon mengangguk tersenyum.

Lalu aku memeluknya lagi entah untuk berapa lama.

 

4:09 a.m.

"Sepertinya aku tahu harus membuat lagu seperti apa," kataku ditengah-tengah pelukan.

"Like always. Aku selalu memberimu inspirasi. Apa kau begitu menyukaiku? Ya, aku akui, aku memang inspirasimu" katanya terkekeh.

"Mendengar ucapanmu sepertinya sekarang kau sudah baik-baik saja."

Aku melepaskan pelukanku. Haewon lalu menatapku tersenyum.

"Aku berusaha meyakinkan diriku kalau aku sudah melakukan yang terbaik. Aku harap Yujin sekarang bahagia."

Aku tersenyum mendengarnya, lalu mencium keningnya.    

 

I'm so grateful to have you.

Thank you for everything you've done for me.

Thank you for being my 03:00 a.m thought.

Thank you for being my inspiration.

 

 

EPILOG

4:09 p.m.

3 bulan kemudian, akhirnya kerja kerasku berbuahkan hasil.

Malam tadi agensi merilis album mixtape pertama milikku. Aku masih tidak percaya bisa mengerjakannya dalam waktu singkat.

BRAK!

"Ya ampun. Yah! Kau bisa merusak pintuku!" kataku berteriak sekaligus terkejut.

Haewon membanting pintu studioku dan masuk dengan tergesa. Aku sedang duduk di atas sofa sambil membaca buku saat ia datang.

"Yah!" Haewon langsung duduk di sebelahku.

Tidak kujawab. Kesal dengan tingkahnya.

"Aku tidak percaya ini kah yang aku hasilkan? Daebak!" katanya girang sambil mengacung-acungkan album mixtape milikku.

"Wait, yang kau hasilkan? Yah! Itu albumku!"

"Tapi aku yang menginspirasimu, kau ingat?"

"Tidak disemua lagu."

"Tetap saja album ini rilis berkat aku." Ia menyilangkan kedua lengannya di depan dada dengan bangga.

"Yeah, yeah, just up to you," kataku menyerah. Aku sedang malas berdebat.

Haewon menggeserduduknya mendekatiku. Kali ini ia mengangkat kedua kakinya ke atas sofa danmenaruh kepalanya diatas bahu kiriku.

   

"Aku tahu lagu-lagu itu dibuat pasti dari hatimu. Kau sudah melewati masa yang sulit. Dan kau sudah bekerja keras. Nanti, pasti ada hal berat lainnya yang akan datang. So, from now, don't walk alone, don't get sick alone. Okay?"

Kututup buku yang sedang kubaca dan menyimpannya diatas meja, membuat Haewon mengangkat kepalanya.

"Mwoya?" katanya bingung saat aku memeluknya.

"Thank you for always there by my side. And once again thanks for being my inspiration."

"I know," katanya terkekeh.

"Aku datang bukan untuk mengatakan itu," lanjutnya.

"Bisa kau ganti cover albumnya? Kau terlihat jelek. Apa itu coklat yang menutupi setengah wajahmu?"

"Not again."

Kulepaskan pelukanku dan berjalan pergi meninggalkannya.

"Yah! Kau mau kemana?!" teriak Haewon.

"Kau terlalu seksi di cover itu dan aku tidak suka! Bagaimana jika ada perempuan lain yang menyukaimu?! Yah!! Namjoon-ah!!!


***

itsmearmy94
Terima kasih banyak sudah baca ceritaku. Akan jauh lebih senang jika kalian bisa memberi tanggapan dan saran tentang cerita ini.
Sekali lagi terima kasih ^^

Comments

You must be logged in to comment
iyamulfah #1
Daebak.. Agak susah menemukan fanfic bts yg keren dgn bahasa baku macem gini.. Tapi skalinya nemu malah bagus bgt..
"I know life is hard. I really know. But, dont say you ok if you are not" suka bgt sama ini.. Agak nendang gitu.. Haha
Conversasi mreka yg di akhir itu juga lucu.. Haha
abigailileo
#2
I love RM.....??