—One

Who's A Daddy?

Sehun menatap manik berwarna coklat terang yang berjarak hanya beberapa senti di depannya, bola mata indah yang berbingkai bulu mata panjang cantik dengan sudut mata terangkat seperti layaknya orang Asia kebanyakan itu mengerling dan menghilang di balik kacamata hitam, kembali menatap ke depan. Pandangan Sehun beralih ke arah rambut lurus panjang berwarna Dyed Brown yang tengah bergerak searah angin berhembus, Sehun menghela napas dengan kencang. Perempuan berkacamata hitam itu melirik ke arahnya sebentar, kemudian tersenyum dan melanjutkan menatap jalanan, berkonsentrasi dalam menyetir.

Sehun membuang tatapannya ke luar jendela, membiarkan angin musim panas memainkan rambutnya yang berwarna serupa, menggigit bibirnya, ia tengah berpikir sesuatu. Sesuatu yang sangat mengganjalnya sejak tadi. Sejak perempuan di sampingnya tersebut mengatakan hal yang sangat tidak masuk akal padanya, hal-hal di luar nalar Sehun sendiri. Menghela napasnya sekali lagi, Sehun melirik dari balik kacamata hitam yang tengah ia pakai, membiarkan punggungnya menyentuh kulit kursi penumpang, melipat kedua tangannya di depan dada.

”Kau gila?” Pertanyaan itu terlontar dari mulut mungilnya beberapa saat kemudian. Perempuan di sampingnya menoleh, sedikit terkejut mendengar pertanyaan tersebut, bibir berwarna merah muda serta tipis itu kemudian terbuka dan tawa menyeruak dari sana.

”Aku tidak gila, Sayang..” Jawabnya, melepaskan salah satu tangannya dari pegangan stir dan mendaratkannya ke wajah oval Sehun. Mengelus dengan lembut.

”Kau gila, Seren, sungguh,” Sehun kembali bersuara, menepis tangan perempuan tersebut dengan ekspresi sebal di wajahnya.

”Kenapa kau berpikir aku gila?” Perempuan itu balik bertanya pada Sehun yang sudah membuang pandangan kembali pada jendela di sebelahnya, berharap amarah yang terpendam sedikit terlupakan setelah melihat kemacetan.

”Kau masih bertanya padaku? Apakah ide yang baru saja kau utarakan padaku adalah hal yang normal?”

”Normal, aku menginginkan seorang bayi,”

”Lewat jalur Inseminasi..” Sehun menambahkan tanpa mau repot-repot menatap wajah si perempuan.

”Tepat. Lalu, apa yang salah?” Sehun membuka kacamatanya, berbalik dan menatap langsung ke arah perempuan bernama Serena.

”Otakmu Ren, yang salah adalah otakmu..”

Serena memutar kedua bola matanya dan menjitak puncak kepala Sehun yang mengerang kesakitan.

”Pakai bahasa formal padaku..”

”Formal pantatmu!” Sehun mendengus, mengelus puncak kepalanya yang terasa nyeri akibat jitakan Serena.

”Sehun! Bagaimanapun aku kakakmu!” Serena menaikkan sedikit nada suaranya, mendecak sebal pada adik laki-laki yang usianya lebih muda lima tahun darinya tersebut.

”Tidak perlu mengalihkan pembicaraan. Dengar ya Na, sebaiknya kau berpikir kembali tentang melakukan Inseminasi..” Sehun berkata lagi, menatap lurus ke depan ketika kakaknya mulai menjalankan mobil.

”Aku sudah berpikir tentang itu dengan sangat baik, aku akan tetap melakukannya, aku sudah membayar dokter dan sekarang kita memang akan pergi ke Rumah Sakit..”

”Karena itulah, tidak perlu kesana dan lupakan tentang Inseminasi. Dengar, kau tidak memiliki seorang suami, pacar maupun tunangan..”

”Lalu?”

Sehun berdecak sebal, mengacak rambutnya frustasi, Serena Oh, kakaknya, adalah seseorang dengan prinsip sangat tinggi dan keras kepala. Apapun keinginannya, harus menjadi kenyataan secepat mungkin, meskipun kali ini keinginannya hanyalah hal absurd yang tidak masuk akal untuk Sehun.

”Ini bukan Eropa maupun Amerika dimana single parent adalah hal yang lumrah, Na.. Kau tidak bisa dengan mudah menjadi seorang orangtua tunggal disini, Korea Selatan, Asia, dimana nilai-nilai ketimuran masih sangat kental. Paham?” Sehun mencoba menyadarkan Serena tentang situasi mereka sekarang.

Serena terdiam beberapa saat, tidak menjawab ucapan Sehun. Sehun masih mencoba meyakinkan Serena dengan segala teorinya, bahwa di Korea Selatan hamil ‘seorang diri’ bukanlah ide yang sangat baik, orang-orang akan saling membicarakannya karena kehamilan tersebut, orangtua di Korea Selatan tidak akan mau repot-repot memahami maupun mendengar alasan di balik ide gila Serena. Mereka akan menyangka Serena adalah perempuan buruk karena hamil tanpa seorang ayah dan tentu saja Sehun tidak ingin mendengarnya.

”Tapi Korea Selatan juga menganut Seks bebas seperti Amerika..” Serena kembali berkata, mencoba menepis segala ucapan Sehun.

”Mereka hanya menyadurnya, oke? Seks bebas hanya dilakukan oleh orang-orang muda modern yang sudah teracuni dunia bebas Amerika.. Aku sedang berbicara tentang bagaimana nantinya kau akan menjadi bahan obrolan buruk oleh para tetangga..” Sehun menatap Serena, menanti jawaban perempuan itu yang mengangguk-angguk seolah paham dan setuju akan segala ucapan yang adik kecilnya lontarkan.

”Aku tidak peduli..” Dan jawaban Serena membuat Sehun menutup mulutnya. Demi Dewa penguasa lautan, Sehun hanya ingin menyelam dan tak kembali lagi. Tawa Serena kembali terdengar menyelesak masuk ke dalam gendang telinga Sehun.

Be calm dude, Dokter bilang Inseminasi sangat kecil keberhasilannya di kali pertama percobaan. Kau seharusnya lebih tahu, kau kan seorang Dokter..”

”Aku Dokter hewan..”

“Ups, Sorry..”

Tawa Serena lagi-lagi terdengar, Sehun menghela napas untuk kesekian kalinya. Dia tidak bisa melakukan apapun sekarang, paling tidak, dia akan berusaha berdoa kepada Tuhan untuk tidak meloloskan sperma siapapun yang akan di semprotkan oleh Dokter ke rahim kakak perempuannya tersebut. Semoga Tuhan masih berbaik hati mendengar keinginannya meskipun dia tidak rajin pergi beribadah.

Semoga..

 

∞∞∞∞

”Lepaskan aku, atau aku akan teriak,” Sehun menatap tajam dengan alis bertaut pada Serena yang tengah menggenggam jari jemarinya dengan kencang.

”Kau harus ikut ke dalam..” Serena berkata dengan lebih lembut.

”Lepas Na, jangan seret aku ke dalam ide gilamu.. Aku harus menghadiri kelas sekitar satu jam lagi, aku ingatkan kau bahwa ikut denganmu kemari bukan karena keinginanku, oke? Aku hanya terjebak karena motor sialanku sedang di perbaiki..” Sehun meracau, mencoba melepaskan dirinya dari situasi yang aneh.

Tentu ini situasi aneh menurut Sehun, belum rasa terkejutnya hilang karena kakak perempuannya mendadak ingin seorang bayi, sekarang Serena ingin dirinya mendampingi proses Inseminasi yang akan dilakukan lima menit lagi. Entah di masa lalu Sehun pernah melakukan kesalahan apa, tapi terjebak dalam situasi seperti ini membuat dirinya ingin mengakhiri hidup secepat mungkin. Sehun malu. Dia takut orang-orang berpikiran buruk, pergi dengan seorang wanita lebih tua darinya dan mengunjungi seorang spesialis kandungan. Astaga. Itu bukanlah suatu berita yang bagus. Meskipun Serena adalah kakak kandungnya sendiri. Orang-orang tidak akan menyangka mereka adik kakak, sial, seharusnya Sehun membawa Kartu Keluarga mereka!

”Aku takut, sungguh..” Serena berkata dengan pelan, menatap penuh harap pada Sehun yang kini membeku di tempat.

”J- jangan lakukan itu, aku tidak akan tertipu dengan pandangan menyebalkan itu..” Sehun berdecak, kembali duduk di samping Serena yang segera menggelayut manja di lengannya.

”Kumohon..” Serena kembali berkata, wajah memelasnya membuat Sehun mau tidak mau mengangguk setuju untuk menemaninya masuk ke dalam. Tidak bisa, Sehun tidak bisa begitu saja meninggalkan kakak perempuannya, satu-satunya keluarga yang ia miliki sekarang. Meskipun sampai mati Sehun tidak setuju dengan segala macam ide gila yang terkadang muncul dari kepala kakak perempuannya itu, Sehun tidak bisa menolak. Dia hanya akan berakhir mengekor kakak perempuannya kemanapun perempuan itu pergi, Sehun hanya bisa mencoba untuk mencegah namun tidak pernah bisa membuatnya berhenti.

” Nona Serena Oh..”

Dan ketika nama kakak perempuannya di panggil, dengan telinga memerah, Sehun Oh mengekor kakaknya masuk ke dalam ruangan Dokter.

” Hai, selamat datang Nona Oh..” Seorang Dokter laki-laki tua berusia sekitar pertengahan enam puluh menyapa kedua kakak beradik tersebut dengan senyum menjengkelkan menurut Sehun. Serena menyambut tangan keriput tersebut dan menyalaminya, tersenyum dengan lebar, menarik kursi di depan meja sang Dokter dan duduk dengan nyaman. Sedangkan Sehun asik mengamati ruangan putih, dingin dan nyaman tersebut.

”Ini sudah 36 jam setelah terakhir kali penyuntikkan dilakukan, benar?” Tanya Dokter, membolak-balik sebuah buku merah dengan nama Serena di atasnya.

”Benar dok..” Serena menjawab dengan suara bergetar. Sedikit gugup.

Sehun melirik ke arah Eve, mendekatkan bibirnya ke telinga perempuan itu.

”Suntik apa?”

”Obat pemecah sel telur..” Jawab Serena kemudian. Sehun mengangguk-angguk, meskipun dia tidak mengerti apa itu obat pemecah sel telur yang Serena bicarakan.

”Ada yang anda rasakan?” Dokter kembali mengajukan pertanyaan, dan Serena menggeleng dengan cepat.

”Terakhir kali kami melakukan USG Transl, telur anda sudah besar ya, ada dua dan hari ini anda sudah menahan buang air kecil selama satu jam?”

”Ya, Dok..” Dan Dokter tua itu mengangguk, Sehun menoleh ke arah Serena, meminta penjelasan telur yang di maksud si Dokter. Namun, Serena tidak memperhatikan, perempuan itu tengah sibuk mempersiapkan hatinya untuk proses Inseminasi yang akan dilakukannya.

”Bagaimana dengan sperma yang saya inginkan ketika terakhir kali datang?” Tanya Serena kemudian, menatap Dokter yang tengah sibuk menulis sesuatu di bukunya.

”Ah, kami sudah menemukan 3 sperma yang cocok sesuai dengan yang anda inginkan, saya mendapatkannya dari orang kepercayaan saya sehingga anda tidak perlu khawatir untuk kedepannya.” Jawab pria paruh baya itu, tersenyum. ”Anda meminta kami menyediakan sperma dari seseorang yang tingginya di atas rata-rata orang Asia kebanyakan, dan memiliki prestasi. Sperma tersebut sudah kami cuci dan kami pilih yang terbaik untuk segera di tanam.”

Kening Sehun berkedut mendengar penjelasan Dokter, melirik ke arah Serena yang tersenyum puas, dia tahu kakak perempuannya tidak main-main dengan ide gila tersebut kali ini. Dia menginginkan seorang bayi, kakaknya benar-benar serius ketika dia berkata ingin menjadi seorang ibu. Tapi kenapa harus melalui proses Inseminasi? Mengapa ketika dia sedang sendiri?

”Anda bisa berbaring, simpan kaki anda disini dan disini..” Dokter mulai berkata, menunjuk ke arah bantalan kaki pada Serena dan pergi meninggalkan ruangan. Sehun sedikit terkejut dengan posisi kakak perempuannya yang mengangkang searah dengan tempat duduknya sekarang. Jadi, dengan perlahan, dia berjalan, mendekat ke arah Serena.

”Kenapa kau kemari?” Tanya Serena, menoleh ke arah Sehun yang berdiri tepat di samping kepalanya.

”Aku sedang tidak ingin melihat seberapa lebat hutan amazon milikmu..” Tawa Serena kemudian memenuhi ruangan dokter tersebut sambil menepuk-nepuk bokong Sehun dengan kencang.

”Wah, kau sudah pandai membuat lelucon OhSe..” Sehun hanya mendengus. Dokter kembali dengan beberapa peralatan di temani seorang suster, membuka kain penutup setengah badan yang menutupi Serena, duduk dan menghilang di balik selangkangannya.

Sehun menatap ngeri ketika Dokter memasukkan sebuah selang di balik selangkangan kakak perempuannya tersebut, melirik ke arah Serena yang raut wajahnya berubah seperti kesakitan, Sehun merasa tidak nyaman.

”Apakah sakit?” Sehun berbisik pada Serena yang masih terdiam, tanpa bersuara Serena mengangguk, menggigit bibir bawahnya dengan mata sesekali tertutup. Sehun menatap kakaknya, kemudian tanpa sadar mengelus keningnya lembut dan menggenggam tangannya. Basah. Serena benar-benar sedang menahan sakit sehingga tangannya terasa sangat basah oleh keringat.

”Saya akan menyemprot spermanya sekarang..” Ujar Dokter memecah keheningan. Dalam lima belas menit seluruh proses itu telah selesai. Seperti tidak ada yang terjadi dan Sehun menebak-nebak apakah Dokter tersebut benar-benar melakukan proses Inseminasi?

Dokter mengubah posisi tempat tidur Serena dengan pinggul di atas dan kakinya menggantung di udara.

”Tetap seperti ini selama 15 menit..” Ucap dokter tersebut dan berlalu pergi meninggalkan ruangan. Sehun menatap punggung pria tua itu sampai benar-benar menghilang di balik pintu, kemudian mulai membuka pembicaraan dengan Serena.

”Kau benar-benar menginginkan seorang bayi?” Sehun melirik ke arah Serena, menggeser bangku yang sebelumnya Dokter pergunakan dan duduk tepat di samping perempuan tersebut.

”Sudah kubilang, aku menginginkannya..”

”Kenapa?”

Serena menatap Sehun, dan terkekeh mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut adik kecilnya.

”Apakah aku harus memiliki sebuah alasan untuk hal seperti ini?” Tanya balik Serena.

”Aku serius, Na.. Ini menyangkut kehidupanmu sendiri. Memiliki bayi melalui jalur Inseminasi dengan statusmu sebagai seorang perempuan yang belum menikah adalah hal yang ganjil. Ah, kecuali kau benar-benar gila..”

Serena mencibir Sehun yang lagi-lagi mengatainya gila.

”Aku ingin merasakan menjadi seorang ibu, kau tahu kan, kita di besarkan seorang diri oleh ibu.. Melihat ibu mampu membesarkan kau dan aku, kupikir akan lebih baik jika aku memiliki seorang bayi tanpa ayah..” Serena menjawab, memainkan jemarinya, memilin seprai.

”Ayah membantu ibu mendapatkan uang Na, dia bekerja di Texas. Ibu tidak seorang diri membesarkan kita, dia mendapat sokongan dana dari ayah..”

Serena mengangkat kedua bahunya, seolah acuh dengan ucapan Sehun mengenai ayah mereka. Serena memang sudah lama membuang rasa percaya pada ayahnya, sejak Sehun lahir pria itu pergi ke Texas dan menetap disana untuk menghasilkan uang yang banyak tanpa pernah kembali ke New York barang seharipun. Jadi, Serena selalu ragu apakah ibunya benar-benar mendapat sokongan dana dari ayahnya yang seperti di bilang Sehun tadi atau ibunya hanya menutup-nutupi apa yang terjadi dalam rumah tangganya.

Ya, meskipun akhirnya Serena dan Sehun harus kembali ke Korea setelah kematian ibunya karena sesuai dengan isi surat wasiat ayahnya yang mengatakan bahwa mereka harus kembali ke Korea dan menempati rumah yang sengaja ayahnya bangun untuk kedua kakak adik tersebut dengan tambahan toko bunga karena Serena seorang Florist.

”Kupikir, segalanya akan baik-baik saja meskipun aku memiliki seorang anak tanpa ayah. Buktinya kau dan aku berperilaku normal seperti anak-anak kebanyakan..” Ucap Serena, tersenyum pada Sehun yang masih menatapnya.

”Apakah ini ada hubungannya dengan Seokjin?”

Serena terdiam sesaat, kemudian menggeleng kaku. Sehun mengungkit Seokjin, pria yang pernah singgah di kehidupannya selama hampir lima tahun. Seokjin dan dirinya pernah bertunangan meskipun segalanya kandas, setahun sebelum pernikahan mereka terwujud.

”Aku tidak benar-benar mengerti maksud lain di balik idemu ini Na, tapi satu yang aku ingin kau pikirkan lagi adalah—pandangan orang lain terhadap keputusanmu ini..”

Serena terdiam, mencerna kalimat demi kalimat yang Sehun lontarkan. Serena tahu, Korea Selatan masih menganut adat ketimuran yang kental meskipun separuh orang-orangnya kini menyadur kehidupan bebas Amerika Serikat. Serena yakin dia akan menjadi bulan-bulanan tetangga dan menjadi bahan gosip segar jika saja kehamilan terjadi setelah Inseminasi ini dilakukan.

Tapi,

Serena sudah tahu konsekuensi yang harus dia hadapi karena ide gilanya tersebut. Dia sudah siap. Dan, memang seharusnya dia siap.

”Aku tidak peduli apa kata orang lain, Sehun.. Yang kupedulikan hanyalah bagaimana kehidupanku, biarkan mereka berbicara buruk tentangku. Bukankah manusia seperti itu? Biarkan mereka berkhianat di belakangku, setidaknya, aku tidak akan di khianati oleh anakku sendiri suatu hari nanti..”

Dan kalimat tersebut menutup obrolan panjang antara Sehun serta Serena mengenai pro dan kontra pandangan mereka tentang Inseminasi. Yang harus di lakukan Serena sekarang hanyalah meminum obat penguat dengan teratur dan juga menjaga asupan makanan serta gizi yang masuk ke dalam lambungnya. Dokter sudah menjadwalkan dia untuk kembali ke Rumah Sakit untuk suntik penguat kandungan dan di minta tes urine jika haidnya tidak datang dalam 16 hari.

 

∞∞∞∞

Serena Oh adalah seorang wanita yang mandiri. Sejak berusia lima tahun dia sudah terbiasa membantu ibunya mengurus Sehun yang saat itu masih bayi berusia dua bulan. Serena tidak pernah sekalipun terdengar protes ketika ibu menginterupsi kala ia tengah bermain hanya untuk mengambilkan popok baru untuk Sehun ataupun menunggui adiknya di dalam box selagi sang ibu mandi.

Serena benar-benar menyukai Sehun, baginya, kehidupan berpusat pada adik kecilnya tersebut. Semenjak kelahiran Sehun, ibu jadi lebih banyak tertawa dan Serena berpikir bahwa satu-satunya pembawa kebahagiaan bagi ibu adalah Oh Sehun. Entah karena Sehun lebih terlihat seperti ayah mereka atau karena Sehun berjenis kelamin laki-laki. Maka dari itu, Serena sangat menjaga Sehun.

Suatu hari, ketika Serena mendapati Sehun menangis saat kembali dari taman kanak-kanak dia terkejut. Sehun berkata bahwa ia baru saja di ejek oleh teman-temannya karena tidak memiliki seorang ayah, Serena ingin memarahi anak-anak tersebut, namun ibu menentangnya. Ibu berkata, apa yang di katakan anak-anak itu ada benarnya, kali ini mereka memang tidak mempunyai ayah. Bukan karena ayah menelantarkan mereka, tapi karena ayah ingin membahagiakan mereka dengan bekerja sejauh mungkin agar pendapatannya lebih besar.

Serena tumbuh dewasa tanpa seorang ayah, dia dan Sehun hanya di asuh oleh sang ibu yang bekerja sebagai seorang Florist di toko bunga milik Mr. Dreu, selama hidupnya Serena tidak pernah merindukan ayahnya, berbeda dengannya Sehun lebih banyak bertanya bagaimana kabar ayah kepada ibu dan beberapa kali saling surat menyurat sebagai bentuk pelepas rindu.

Sehun selalu bangga pada ayah, sedangkan Serena selalu tidak peduli, dia bahkan selalu berusaha menekan rasa kesalnya tatkala bibir mungil Sehun terus bercerita tentang ayah.

Suatu petang,

Di ulang tahun Serena ke 17,

Seseorang dari Texas mengetuk pintu rumah tepat sebelum Serena meniup lilin ulang tahun yang sengaja ibu dan adiknya persiapkan. Orang itu membawa kabar buruk mengenai ayahnya. Seingat Serena, ibu terduduk lemas di depan pintu dengan airmata yang mendadak mengalir, Sehun menjerit, bertanya pada orang-orang dari Texas tersebut tentang kematian ayah dan dirinya sendiri terduduk di pojok ruangan. Serena berpikir, apakah dia harus bersedih? Menangis? Untuk siapa? Untuk orang yang selama 13 tahun hidupnya tidak pernah dia lihat lagi?

Ibu menangis tersedu-sedu ketika keesokan harinya peti mati ayah datang, perlahan orang-orang dari Texas yang mengaku sebagai bawahan ayahnya itu membuka peti dan Serena membeku ketika melihat bagaimana penampakan ayahnya disana, setahu Serena ayahnya dulu terlihat tampan, tegap, dengan hidung mancung dan bibir mungil. Ayah yang ada di benak Serena adalah ayah yang tidak pernah menumbuhkan jenggot maupun kumis di wajahnya, wajahnya muda dan tidak ada kerutan.

Namun, 13 tahun benar-benar berlalu tanpa Serena sadari. Ayah yang terlihat gagah itu kembali ke rumah dengan keadaan kaku tanpa suara, wajahnya seperti seorang kakek-kakek berusia 50 tahun dengan rambut memutih, kumis dan jenggot yang lebat serta kulit yang keriput.

Tapi,

Serena tidak menangis. Dia tidak merasakan apapun dari hatinya. Dia tidak merasa bersedih, kasihan atau apapun itu. Hatinya sudah terlalu mati rasa. Baginya kematian ayahnya tidak mengubah apapun, hidupnya akan terasa sama seperti yang lalu-lalu. Serena juga sudah menyiapkan hati kalau-kalau seseorang datang setelah pemakaman ayahnya, mengklaim bahwa dirinya adalah istri simpanan atau istri kedua ayah dengan beberapa orang anak.

Namun,

Tidak ada seorangpun yang datang, Bahkan sampai hari ke empat puluh sembilan kematian ayahnya.

Ah, mungkin mereka sudah di beri beberapa warisan oleh ayah. Pikirnya.

Satu hal yang tidak pernah Serena tahu adalah, Ayahnya tidak memiliki wanita lain di dalam hidupnya selain Marquesa, istri pertama dan terakhirnya, ibu dari Serena serta Sehun.

Setelah kematian ayahnya yang mendadak, ibu berhenti bekerja dan lebih banyak diam di rumah, mereka hidup dengan uang pensiun ayah yang ternyata selama ini menjabat sebagai wakil presdir sebuah perusahaan mobil besar. Serena bisa melihat bagaimana perubahan drastis ibu setelah kematian ayah, ibu sering melamun, terkadang Evelyn memergoki ibu menangis sambil memandangi foto ayah. Serena tidak mengerti, entah ibunya menangis karena sedih, menyesal atau bahkan terlalu senang?

Ibu kemudian menjadi sakit-sakitan, ibu sering melupakan makan siang dan makan malam, rambut merah marunnya menjadi tidak bercahaya, bola mata kecoklatannya memudar, dan ibu meninggal tepat setahun setelah kepergian ayah.

Serena masih berusia delapan belas tahun ketika ibunya meninggal, pengacara keluarga mengatakan bahwa Evelyn dan Sehun harus kembali ke Korea—Tanah kelahiran ayahnya— karena Keegan Oh —Ayah Serena dan Sehun— meninggalkan beberapa properti yang harus di gunakan sebaik-baiknya oleh mereka. Dan seminggu kemudian, Serena serta Sehun menginjak tanah Korea Selatan dengan bahasa Korea yang terbatas Serena tidak begitu saja menyerah.

Sesuai dengan pemikirannya sejak kecil bahwa kebahagiaan ibunya adalah Sehun, Serena berusaha sebisa mungkin untuk belajar menjadi seorang florist demi membiayai sekolah Sehun. Seluruh harta ayahnya dia simpan dan di pergunakan seperlunya dalam keadaan terdesak. Serena membentuk kepribadian yang mandiri dan penuh kerja keras dalam hidupnya, maka dari itu ketika ia terpuruk untuk pertama kalinya karena cinta, dia bertekad bahwa hidupnya akan baik-baik saja meskipun ia tidak memiliki seorang pendamping di sampingnya.

Dan begitulah, bagaimana akhirnya sebuah keputusan datang padanya di suatu pagi saat ia baru saja membereskan seluruh pot bunga di kebun belakang toko bunganya.

Serena mendengar percakapan salah satu pelanggannya yang bercerita tentang menantu tersayangnya melakukan Inseminasi untuk mendapatkan seorang bayi. Ide itu masuk dengan santai melalui telinga dan menyusup ke otaknya untuk di proses.

Setidaknya, anakku tidak akan mengkhianatiku suatu hari nanti. Pikirnya.

 

∞∞∞∞

Sehun turun ketika bis berhenti di halte, melirik jam tangan yang melingkar ketat di tangan kanannya, ia menguap dengan lebar, meregangkan tubuhnya sedikit, tidak perduli beberapa siswi SMA berbisik di belakang punggung Sehun ketika melihat betapa tampan wajahnya. Hari mulai beranjak malam ketika Sehun berjalan menyusuri pertokoan, memainkan tali tas selempang yang sejak empat tahun lalu ia pakai. Hadiah ulang tahun dari Serena.

Seperti Serena, Sehun juga sangat menyayangi kakaknya. Sehun tidak bisa berlama-lama jauh dari perempuan itu, bahkan ketika sedang kuliah Sehun akan terus mengirimkan pesan melalui media chat bertanya apa yang tengah Serena lakukan, atau mengingatkan Serena untuk memakan makan malamnya.

Bagi Sehun, Serena adalah saudara yang harus dia lindungi, sebagai seorang adik laki-laki dia tidak ingin melihat Serena terluka. Terutama setelah ia melihat bagaimana Serena menangis karena Seokjin mencampakannya di tengah kesibukan persiapan pesta pernikahan mereka. Sehun merasa gagal menjadi seorang adik yang seharusnya sudah mengantisipasi hal semacam itu terjadi dan bersiap menghibur sang kakak. Overprotective adalah jalur yang di pilih Sehun untuk melindungi kakaknya, mengawasi setiap pembeli bunga dengan tatapan tajam dan mengancam menjadi andalannya. Sehun mencoba agar Serena di jauhi oleh pria-pria yang terlihat seperti hidung belang, dia hanya tidak ingin Serena tersakiti sekali lagi.

”Hai..” Sehun bersandar di pintu toko bunga, menatap Serena yang tengah menunduk, sibuk mengamati beberapa lembar tagihan yang baru saja datang sore tadi.

”Hai..” Serena mengangkat wajahnya, menoleh ke arah jam dinding, pukul 9 malam.

”Kau lebih cepat dua jam hari ini, ada apa?” Tanya wanita itu, kembali menenggelamkan pandangannya pada lembar-lembar tagihan dan juga sebuah kalkulator.

Sehun tersenyum kecil, duduk di ujung meja kerja Serena, menatap ke arah ubun-ubun kepala kakaknya.

”Aku menyelesaikan tesis terakhirku, kurasa tahun ini aku benar-benar akan lulus..”

Serena mengalihkan tatapannya, kedua maniknya bertemu dengan manik milik Sehun. Berkedip, berkedip.

” Benarkah?” Tanyanya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa apa yang di dengarnya bukanlah ilusi.

Sehun mengangguk, memasukkan kedua tangannya kedalam saku sweater yang tengah ia pakai.

”Kau benar-benar akan menjadi seorang Dokter hewan? Sungguhan?”

Dan Sehun kembali mengangguk. Serena memekik dan berjingkat dengan riang, memeluk Sehun yang ikut terkekeh pelan.

”Ini harus di rayakan!” Pekiknya.

”Tidak, tidak perlu.. Aku tidak ingin ada perayaan apapun, seminggu lalu kau baru saja melakukan Inseminasi, Na.. Tidak usah membuang tenaga untuk hal-hal yang tidak terlalu penting atau kau akan menggagalkan Inseminasi itu..”

Serena mengerutkan keningnya, menatap Sehun dengan tatapan aneh.

”Kupikir kau tidak setuju dengan Inseminasi itu..”

”Aku tidak setuju, sampai kapanpun aku tidak akan pernah setuju tentang ide Inseminasi itu. Hanya saja uang 40 juta yang kau keluarkan akan sia-sia jika inseminasi itu gagal. Mengerti?”

Serena mendengus, mencibir jawaban yang terlontar dari mulut Oh Sehun.

”Lagipula setelah wisuda aku harus menjalani tugas praktek..” Ujar Sehun, berjalan ke arah kulkas di belakang Serena, mengecek apakah ada sesuatu yang bisa masuk ke dalam mulutnya malam ini selain sandwich tuna buatan Zitao yang tadi pagi hampir membuatnya keracunan.

”Kemana?” Serena bertanya, melipat kertas-kertas tagihan yang sudah selesai ia hitung.

”Entahlah, berdoa saja supaya tidak di luar Korea..”

”Kalau itu terjadi, aku akan menangis paling kencang..” Keluh Serena, Sehun terkekeh, menjitak kepala Serena dengan punggung tangannya, bersandar pada kulkas dan mengigit apel yang dia dapatkan di kulkas.

”Cepat bereskan tokonya, aku ingin makan, dari pagi aku belum makan apapun selain sandwich tuna buatan Zitao..” Sehun berkata, menggantikan Serena duduk di kursi ketika kakak perempuannya itu telah beranjak menuju laci kecil di atas kulkas, menyimpan lembaran tagihan disana.

”Zitao bisa membuat sandwich?” Tanya Serena, dia mengenal Zitao. Huang Zitao tepatnya. Seorang mahasiswa kedokteran berasal dari China, teman dekat adiknya meskipun mereka berbeda jurusan.

”Tidak, dia membuat sandwich dari tuna kalengan dan aku berterima kasih pada Tuhan telah berbaik hati tidak mengambil nyawaku ketika selesai memakan segigit sandwich keparat itu..”

Dan tawa Serena terdengar seketika, mendengar bagaimana adik kecilnya bercerita bagaimana Zitao sangat bangga akan Sandwich Tuna yang dia buat, ketika Sehun memakan Sandwich tersebut dan memuntahkannya Zitao jadi takut untuk memakan Sandwichnya. Serena terus mendengarkan gerutuan Sehun tentang Zitao sambil memasukkan beberapa pot ke dalam toko bunganya, beberapa kali ia terkekeh karena ucapan adiknya.

Hal-hal seperti ini telah mereka lalui selama hampir sembilan tahun sejak keduanya menginjak tanah Korea Selatan. Namun, hari-hari seperti ini tidak pernah terasa bosan di lalui untuk Serena dan Sehun. Setiap harinya Sehun selalu membawa cerita baru tentang sekolah atau lingkungan kampusnya, terkadang Serena bercerita bagaimana hari ini para pelanggannya berkomentar mengenai bunga-bunga yang baru saja di datangkan oleh supplier dan sebagainya.

”Kau terdengar semakin akrab bersama Zitao..” Komentar Serena ketika Sehun menyelesaikan ceritanya, menggigit seperempat apel yang sudah tandas.

”Jangan berpikir yang tidak-tidak, bagaimana aku bisa akrab dengan si bodoh itu. Dia menyebalkan..” Keluh Sehun.

Serena hanya tersenyum, tipikal Sehun sekali jawaban yang di lontarkan anak itu. Sehun selalu berkata kasar untuk menutupi rasa sukanya terhadap sesuatu.

”Permisi..” Sebuah suara berat menginterupsi obrolan kedua kakak adik tersebut, Sehun melirik ke arah pintu toko dan mendapati seorang pria berambut hitam berdiri dengan napas satu-satu dan peluh yang lumayan membuat bajunya basah.

”Toko kami sudah tutup..” Sehun berkata dengan agak kencang dari meja kasir tersebut.

”Kalian sudah tutup? Tapi aku sedang butuh bunga.. Aku serius..” Pria tinggi itu masuk dengan tergesa, wajahnya sangat merah, mendekat ke arah Sehun tanpa permisi.

Serena menatap pria itu dari balik pot besar, dia masih memetik daun berwarna kecoklatan dari pohon yang ada di hadapannya.

”Tapi kami sudah tutup..” Ujar Sehun lagi, menatap tidak suka pada pria dengan suara berat itu.

”Beri aku lima menit, kumohon, kalau tidak kak Yifan akan membunuhku karena lupa membeli bunga ini..” Suara pria itu terdengar memelas. Serena kemudian berjalan dan mendekat pada pria tinggi tersebut, dia harus sedikit menengadahkan kepalanya hanya untuk melihat wajahnya. Melihat dari cara berpakaiannya, dia mungkin salah satu pegawai Club yang jauhnya dua blok dari toko bunga Serena.

”Anda ingin bunga apa?” Serena bertanya, mengalihkan pandangan pria itu dari wajah Sehun ke wajahnya. Pria itu terdiam sebentar, membeku di tempat beberapa saat setelah matanya beradu pandang dengan Serena.

”Tuan—Park Chanyeol?” Serena berkata sekali lagi, pria itu mengerjap.

”Bagaimana kau tahu namaku?” Tanyanya polos, Serena tertawa mendengarnya dan menunjuk tag nama pegawai yang tersemat di kemeja putih pria dengan telinga lebar tersebut. Chanyeol tersenyum kaku dan menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

Sehun mendengus melihat tingkah pria yang menjadi lebih sok manis di depan Serena. Apa-apaan.

”Jadi, apa yang kau butuhkan, tuan Park?” Tanya Serena.

”A-ah, aku butuh dua puluh tangkai bunga mawar kuning..” Ujarnya.

Serena mengangguk dan meminta pria itu menunggu sementara ia menghilang ke belakang untuk mempersiapkan pesanannya. Chanyeol menatap punggung Serena yang menghilang, dia terpesona seketika ketika melihat Serena. Tentu saja, siapa yang tidak suka melihat wajah cantik seorang Serena Oh.

”Jangan pandangi kakakku..” Suara Sehun membuat Chanyeol menoleh.

”Siapa?”

”Aku adiknya, dia kakakku..” Sehun berkata.

”Oh, kau adiknya. Maaf, aku lebih tertarik dengan kakakmu, aku normal..” Jawab Chanyeol.

Sehun rasanya ingin menjitak kepala pria dengan wajah dungu ini begitu mendengar jawaban konyol yang terlontar dari mulutnya. Namun niatnya itu tidak akan pernah bisa ia salurkan, bagaimanapun pria menyebalkan itu adalah pelanggan Serena. Jadi, ia harus bersikap ramah.

”Sepertinya aku tahu siapa yang memesan bunga ini..” Serena keluar dari salah satu pintu di pojok ruangan toko bunga tersebut dengan tangan penuh mawar kuning. ”Yifan yang kau maksud adalah Wu Yifan pemilik Galaxy Cafe di ujung blok ‘kan?” Melanjutkan ucapannya, Serena mulai memotong ujung tangkai bunga-bunga tersebut.

”Ya, kau mengenalnya?” Chanyeol berbalik tanya. Serena mengangguk dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya.

”Dia sering kemari untuk memesan dua puluh tangkai bunga mawar kuning ini ..”

”Hari ini dia tutup lebih awal untuk ke bandara karena itu aku yang harus menggantikannya membeli bunga ini..” Chanyeol menjelaskan tanpa Serena minta, perempuan itu mengangguk dengan sesekali tersenyum menanggapinya. Selesai memotong seluruh ujung tangkainya, Serena mulai membungkus bunga-bunga tersebut dengan kertas.

”Kurasa ini bisa di masukkan dalam tagihan kak Yifan, iya ‘kan? Karena aku benar-benar tidak membawa sepeserpun uang kemari..” Kata Chanyeol ketika tangannya sudah menggenggam bunga-bunga tersebut.

Serena mengangguk sekali lagi tanpa berkata apapun, Chanyeol membungkuk padanya dan mengucapkan terima kasih kemudian berlalu pergi. Sehun hanya memutar bola matanya dengan rasa kesal membuncah di dadanya, ah, dia memang tidak suka jika Serena harus berinteraksi dengan laki-laki selain dirinya.

”Ayo tutup, aku akan membantumu, kau lelet sekali..” Ujarnya, Serena hanya mencibir kesal karena selalu menjadi sasaran kemarahan Sehun.

Ponsel Chanyeol berdering ketika ia mulai masuk ke Apartemennya. Yifan. Nama itu terpampang di layar ponselnya.

”Aku sudah membelinya, Kak..”

”Ah, bagus.. Aku akan kembali satu jam lagi..” Ujar pria di seberang sana.

”Kau sudah bertemu dengan kak Yixing?” Tanya Chanyeol lagi, menyalakan seluruh lampu Apartemen.

”Dia berada di kantor polisi..” Yifan berkata. Chanyeol terdiam sebentar dan kemudian tawa terdengar ke setiap sudut Apartemen besar dengan tiga kamar itu.

”Jangan bilang padaku dia tersesat!” Chanyeol berkata, berusaha mengendalikan tawanya. Yifan mendengus, dan Chanyeol kembali terbahak ketika tebakannya benar. Menurut Yifan, Yixing sampai pukul 7 malam tadi dari Changsa setelah mendapat jatah libur panjang dari Perusahaan Musik tempatnya bekerja dan naik taksi dengan menunjukkan alamat yang salah (alamat Perusahaan Musik) ketika sudah sampai disana, ia protes pada supir taksi dan tidak mau membayar tagihan ongkos taksi, menuduh supir taksi menculiknya. Supir taksi yang kesal meninggalkannya dan Yixing berjalan kaki tanpa arah (karena dia benar-benar buta arah) kemudian berakhir ke kantor polisi meminta bantuan untuk menelepon Yifan berharap di jemput setelah ia kelelahan mencari Apartemen mereka.

”Sudah kubilang padamu untuk tidak percaya ucapannya, ketika dia bilang akan sampai pukul 8 itu berarti satu atau dua jam sebelumnya dia sudah sampai lebih dulu.” Chanyeol sudah menghentikan tawanya sekarang, mengusap airmata yang keluar sedikit di sudut matanya.

”Dia sudah bertahun-tahun tinggal disini tapi tetap buta arah, anehnya dia tetap mengingat dengan baik jalan-jalan di Changsa meskipun sudah banyak yang berubah semenjak dia pergi meninggalkan kampung halamannya..” Keluh Yifan di telepon, Chanyeol hanya terbahak sekali lagi mendengar keluh kesahnya.

”Sudah, berhenti mengoceh dan cepat kembali. Aku akan memasak sesuatu untuk kalian makan malam ini..”

Dan Yifan menutup teleponnya.

 

 

Continued—

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
shipwreckedeva
#1
Ini sehun fanfic berarti main cast nya sehun ya