Chapter 25

With You
Please Subscribe to read the full chapter

Jessica termangu seorang diri di kamarnya. Dia enggan untuk bangun dan memulai hari setelah semalam ia bertengkar hebat dengan Amber. Kamar yang sunyi dan sedikit redup itu menjadi bising saat alarm di ponselnya berbunyi. Tak biasanya Jessica bangun lebih awal seperti itu, dia tersenyum tipis karena menganggap dirinya sangat menyedihkan. Selama ini dia mencoba kuat seorang diri. Namun, nyatanya dia tak sekuat itu.

Air mata yang semalaman ia tahan sejak semalam itu akhirnya pecah juga. Mengingat ucapan Amber membuat hatinya kembali teriris, dia sadar jika dirinya memang tak sesuci itu, dan ia sangat membenci dirinya sendiri. Jessica menutup tubuh wajahnya dibalik selimut, menangis sekaras mungkin dengan harapan agar semua rasa sakitnya segera hilang.

Amber berjalan menuruni anak tangga di rumahnya dengan wajah datar tanpa ekspresi. Niatnya untuk pergi ke kampus entah mengapa hilang saat mendengar suara cekcok yang setiap hari ia dengar. Dia menatap datar kedua orangtuanya yang sedang bertengkar di ruang tamu itu. Seandainya mereka sudah tidak saling menyukai dan cocok kenapa masih saja mempertahankan hubungan itu. Mengapa mereka tidak melanjutkan rencana perceraian yang mereka rencanakan dulu dan malah merobek berkas-berkas itu dan kembali bersama.

Amber menghela nafas, kemudian kembali melanjutkan langkahnya. Pergi ke tempat yang sudah lama tak ia singgahi, yaitu perpustakaan kota. Dia tak berniat belajar karena pada dasarnya dia sedang membolos kuliah, yang dia inginkan disana hanyalah tidur. Tidur di tempat kesayangannya saat SMA dulu karena semalaman penuh dia tak bisa tidur. Mencoba menenangkan hati dan pikiran dengan berbagai buku yang berada disekitarnya.

Tatapan Amber kosong, konsentrasinya pecah hingga membuat dirinya merasa frustasi. Frustasi akan dirinya sendiri yang masih mencoba menolak semua kejadian kemarin. Namun, otaknya tetap saja tak memberbolehkan hatinya berputar arah untuk mencoba memahami dan memaafkan Jessica yang sempat berbohong dan tak mengatakan yang sebenarnya.

Amber mengistirahatkan kepalanya. Menunduk di atas meja dengan tangan yang ia jadikan bantalan. Tangis yang sedari kemarin tak keluar itu menetes begitu saja hingga membasahi meja tempatnya mengistirahatkan kepala. Dia tak ingin memiliki pikiran buruk tentang Jessica, tapi semua hal yang ia dapat kemarin mau tidak mau membuatnya berpikir demikian. Amber ingin jika semua itu hanya mimpi yang akan hilang ketika dia terbangun.

~

Jessica ragu untuk turun dari mobilnya. Dia ingin kembali melajukan mobilnya kesuatu tempat. Namun, dia tak bisa karena merasa tak pantas dan itu adalah hal yang terbaik.

Setelah berkutat dengan pikirannya Jessica turun, melangkahkan kaki masuk ke dalam gedung dan melakukan pekerjaan yang dibenci oleh Amber.

"Selama ini aku baik tanpa dia. Jika dia tidak ada pun aku pasti juga bisa kembali seperti dulu. Aku akan baik-baik saja." pekik Jessica dalam hatinya ketika mencoba untuk bersikap dewasa dan tak mudah termakan oleh keadaan hanya karena cinta.

Jessica berjalan menuju ruangan pelanggannya dengan sebuah nampan berisi beberapa botol minuman keras. Dia tersenyum dengan lebar meskipun hatinya merintih kesakitan.

Sunny yang saat itu juga berada di ruangan yang sama dengan Jessica menatap heran pada sang teman yang nampak tak seperti biasanya. Jessica yang selama ini memilih untuk duduk dan bersikap tenang itu kini malah dengan semangatnya menari dan menyanyi dihadapan para pelanggan prianya. Namun, setiap kali ada pria yang ikut berdiri dan menari dengannya Jessica akan terlihat marah, karena tangan dan ucapan pria itu akan menjurus pada semua hal yang ia benci.

Dibuat penasaran akan perubahan temannya Sunny pun menghampiri Jessica dan bertanya. Namun, dia hanya menggeleng sambil mengatakan jika tak ada yang salah.

"Kau juga punya teman."

"Aku tahu." jawab Jessica santai pada kekhawatiran Sunny.

"Ceritalah, jangan kau pendam sendiri. Apa karena Amber? seminggu terakhir aku tidak melihat kalian jalan bersama."

Jessica terdiam mendengar nama Amber. Sesaat kemudian dia mengangkat kepala dan tersenyum pada Sunny.

"Apakah kami harus selalu laporan padamu setiap mau jalan bersama? Sudahlah, aku pergi dulu."

Sunny menatap iba pada Jessica. Dia tahu jika temannya itu sedang berbohong, tapi dia juga tak berhak memaksa jika Jessica ingin menyimpan semuanya sendiri. Meskipun itu tak baik untuk dirinya.

Ada keinginan dalam hati Jessica untuk menemui Amber. Namun, rasa takutnya ditolak dan dibenci lebih besar timbang rasa rindunya. Dia hanya bisa melihat Amber tersenyum kepada para pelanggannya dari balik meja kasir. Jessica ikut tersenyum, ketika menyadari jika hidup Amber ternyata baik-baik saja tanpa dirinya.

Kesunyian dalam mobil yang ditumpangi Jessica itu pecah ketika mendapat telfon. Jessica segera mengangkatnya, dan pergi untuk menemui orang itu karena dia sudah terlalu lama membawa pergi mobil temannya itu.

Setelah membantu beberapa pekerjaan di kafe Amber pun melanjutkan kegiatannya sebagai seorang mahasiswa. Dia duduk seorang diri disebuah meja yang ada ditaman kampus dengan sketchbook berisi sketsa yang selama ini ia gembar gemborkan akan menjadi bangunan pertama yang akan ia bangun sebagai seorang arsitek profesional.

Ingin rasanya dia meremas dan merobek lampiran itu. Namun, semua tak bisa dia lakukan hingga akhirnya ia kembali menyimpan bukunya itu kedalam tas yang selalu menggantung di lehernya.

"Bodoh. Apa yang kau harapkan? Semuanya sudah selesai, dia hidup untuk dirinya sendiri. Maka kau juga harus hidup untuk dirimu sendiri." gumam Amber yang merasa heran pada dirinya karena seakan tak bisa dan tak ingin hidup seorang diri seperti yang selama ini ia inginkan.

Lamunan Amber buyar ketika ada seseorang yang menyodorkan sebuah minuman untuknya. Ekspresi Amber datar, tidak benci ataupun senang ketika melihat wajah itu, hanya saja ia merasa sedikit terganggu karena waktu sendirinya terganggu oleh kehadiran orang itu.

"Apa yang kau lakukan duduk disini sendirian?"

"Mencari inspirasi."

"Inspirasi? Dengan melihat gendung kampus yang sudah tahunan kau lihat?"

"Apa yang kau mau? Kau tidak punya kelas ya?"

"Punya, tapi aku sedang kabur. Aku bosan menyuntik dan membedah perut tikus percobaanku."

"Kau itu calon dokter hewan atau manusia?"

"Itu dia, aku juga tidak paham kenapa Prof. Park menyuruh kami melakukannya. Amber, aku sedang bosan. Temani aku pergi."

Amber menggeleng pada ajakan Irene. Dia segera mengemasi barangnya dan berniat pergi.

"Tidak bisa, tugasku masih banyak." tunjuk Amber pada tabung bewarna hitam dengan beberapa strip merah.

Irene mengendus kesal, kemudian ia tersenyum senang ketika Amber mulai membujuknya untuk mengembalikan tabung itu. Irene berlari sekuat tenaga, keluar area kampus karena Amber tak henti-hentinya mengejar.

Jessica tersenyum kecut di dalam mobilnya. Dia datang ke kampus itu bukan berniat untuk melihat Amber berlarian dengan mantannya seperti tadi. Namun, ketidak sengajaan itu membiatnya sakit dan sadar jika mungkin lebih baik Amber tak mendapatkan dirinya yang kotor itu.

Jessica segera mengel

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
llamaber18 #1
Chapter 3: mntepp thorr
khezzia09 #2
Chapter 1: english version of this please
Ayanmorelos123 #3
Chapter 34: English ver. Please ?
Ayanmorelos123 #4
English version pleaseeee author?
myhh92
#5
Chapter 34: Great ending!very good job authorr~!
Aapark #6
Amazing
myhh92
#7
Chapter 27: awwww
myhh92
#8
Chapter 23: Wait wtf what?
myhh92
#9
Chapter 20: AAAAAAAAAAAAAAAAA SO CUTEEEE