---

About Time & Distance

If you trust me again, we can last forever

If you give me a chance, we can last forever

(Face - got7)

 

 

 

Bandara.

Ruang keberangkatan.

Langkah calon penumpang penerbangan ke LA itu lebih mantap dari yang Jinyoung kira, membuatnya tidak bisa berhenti berpikir bila rencana yang dieksekusi semalam telah dimatangkan sejak lama. Jangan pergi, teriak seseorang dalam kepalanya. Terlalu kecil untuk disuarakan seiring menghilang sosok itu dari pandangan.

 

*

 

“IGOT7 mungkin siap bergunjing.”

Jinyoung berbalik, kembali dari lamunan, dan menemukan secangkir kopi Americano diangsurkan padanya. Ia mengambil pemberian itu dan mendongak pada pemberinya untuk mengucapkan terima kasih. “Bukankah reuni dua anggota harusnya mengharukan?” Ia menyesap minuman hangat itu dan tersenyum. Mengenyampingkan 9 tahun perpisahan mereka, Mark masih ingat preferensinya soal dua sendok tambahan krimmer, tolong jangan kurang atau lebih; sebuah tanda kefamiliaran yang dipertahankan—bertahan.

“Rumor merebak dengan cepat.”

“Ingin lihat seberapa ampuhnya. Kita tunggu headline besok pagi.”

Mark tidak menjawab.

Jinyoung bertanggung-jawab menyambung pembicaraan. “Aku senang akhirnya kita ditinggalkan berdua saja.” Ya, mereka telah bersama selama seminggu, berkeliling ke kota-kota besar di Cina dan Amerika dan sepanjang waktu Mark setia di samping Jinyoung, menerjemahkan kalimat-kalimat asing yang dilontarkan peserta, sebagian besar jurnalis atau fans, tentang film yang sedang dipromosikan. “Akhirnya, bukan tentang pekerjaan.”

Mereka terdiam menyesap minuman masing-masing. Begitulah rutinitas mereka bila bersama. Keheningan yang menyamankan. Sembilan tahun lalu terasa baru terjadi kemarin.

Apa kabar yang lain?” Mark bertanya setelah lima menit yang sibuk dengan kopi dan pemandangan sekitar yang didominasi warna hijau pepohonan. Apalagi yang bisa diharapkan dari taman kota? Musim semi sedang di puncaknya. Sinar matahari terasa sejuk di kulit namun Mark tidak ingin bohong, Jinyoung menyumbang banyak kepada kehangatan yang ia rasakan di sekujur tubuh.

Jinyoung mengangguk atas pertanyaan yang diajukan padanya. “Jackson hyung masih mengirim kartu pos dari setiap negara yang dikunjungi. Fotonya... bagaimana, ya... spektakuler? Ia mengaku sampai mempertaruhkan nyawa untuk berfoto bersama buaya. Tidak aneh, ‘kan?

Mark setuju. “Jaebum?”

Jinyoung bergumam, “JB—sang superstar.” Tur global. Empat benua dan lebih dari 30 negara disambangi. Pengarang lagu garis miring solois garis miring dancer garis miring bintang CF garis miring generasi muda berbakat mereka itu lupa caranya berhenti sekali memulai. Di blognya, JB memajang foto bersama Bambam saat mampir ke Thailand. Sebuah promosi bagus untuk cabang ke-3 restoran Korea Kumpimook yang baru buka sebulan. Makanannya lumayan. Aku tidak pernah tahu Bambam bisa masak seenak itu. Bambam dan memasak kukira padanan yang menakutkan.

Mark meletakkan gelas kopinya di dudukan kursi. “Lalu... Youngjae?”

Vokalis kita menemukan pekerjaan yang sangat cocok meski tidak lagi berada di atas panggung. JYP entertainment sudah seperti rumah baginya. Hanya saja, sulit membayangkan Youngjae mengajar. Pasti ada saja murid kurang ajar yang memanfaatkan kelembikan hatinya.

Youngjae akan baik-baik saja. Masih ada Yugyeom, kan?”

“Dua tahun lalu kami sempat bertemu. Salah satu co-starku diceritakan seorang penari jalanan berbakat. Yugyeom-ie adalah gurunya. Yah~ aku kaget sekali melihatnya. Selain penampilan—ia menumbuhkan janggut tipis—tidak ada yang berubah. Ia masih maknae raksasa kita yang menyebalkan. Kami pergi minum-minum selepas syuting. Yugyeom-ie mengenang cerita lama dengan mata berkaca-kaca. Karakter mudah terharu telah lekat dalam jiwanya. Pada akhirnya aku mengantarnya pulang karena terlalu mabuk. Kau menerima pesan darinya?”

Mark ingat lirik lagu ‘Forever Young’ dipajang di fansite resmi GOT7, diposting langsung oleh giant_GYEOM97, akun Yugyeom. Percaya atau tidak masih ada yang tertarik dengan laman itu; setidaknya ada yang bergabung menjadi member baru meski digantung ketidakpastian. Saat melihat seorang anggota menunjukkan kehadiran, isu comeback menggema ke mana-mana. Mark senang masih ada yang menginginkan GOT7.

Sayang, grup beranggotakan 7 orang itu tidak lagi mungkin disatukan walaupun mereka mau. Terlalu banyak yang harus diluruskan lebih dulu. Simpul itu terlilit rumit, entah harus mulai diurai dari mana. GOT7 tumbuh besar bersama benih masalah yang semakin pelik setiap harinya. Semakin tinggi, langkah mereka goyah dan sekali goncangan menerpa, pondasi rapuh itu tidak kuat menanggung beban yang menumpuk setangguh gletser raksasa di kutub.

Mark tahu ia memainkan pion penting. Bagaimana pun, ia yang mengambil langkah purna: anggota pertama yang angkat kaki.

Berada di GOT7, ia tidak pernah berhasil diyakinkan. Tidak dengan puluhan penghargaan, ratusan pengakuan, ribuan penampilan, dan jutaan dukungan dari berbagai pihak. Ia mungkin pernah menikmati masa-masa menyenangkan tergabung dalam grup 7 orang yang vokal menyebarkan gelombang Hallyu ke seluruh dunia tapi seperti penyakit kambuhan yang menolak disembuhkan, ia kerap terserang perasaan tidak nyaman. Kenikmatan berada di panggung penuh sorot lampu, diterpa kilatan blitz, ditodong lensa kamera, diteriaki setiap inci perubahan gerak, dan dielu-elukan bahkan untuk cela sekalipun (ia ingat betul semua membelanya mati-matian saat tersandung kasus pemukulan saat mabuk di klub malam) dirasa semu. Ia tidak menginginkan semua itu. Ia ingin hidup seperti orang normal. Bebas mengambil keputusan, bebas pergi ke mana suka tanpa takut dihakimi, dan bebas menjadi diri sendiri.

Cedera berulang akibat keras kepala mempertahankan pesona grup mereka—martial arts tricking—sambil bermain curang melawan pertambahan usia menjadi titik balik.   

Mark bicara dengan anggota—perlu usaha ekstra mengumpulkan orang-orang yang memiliki kesibukan masing-masing untuk duduk semeja—tentang keinginannya. Jackson langsung meninggalkan tempat, membanting pintu. Sisanya cukup kompak memasang aksi bungkam. Mark tahu, keinginannya memancar kuat seperti radiasi sehingga semua orang bisa tahu sebelum ia mengungkapkan niat. Jinyoung mengambil langkah pertama, pindah ke samping Mark dan merengkuh sang anggota tertua dalam pelukan. Di sanalah, Mark menumpahkan tangis, melepas semua kepenatan yang dipendam selama ini. Sampai hari ini, Mark menyimpan terima kasih atas perlakuan Jinyoung tersebut.

Selanjutnya, seperti kehilangan pegangan, satu per satu bagian itu terlepas dari ikatan.

Jackson, tidak lagi fokus dalam grup setelah bergabung dalam variety show bertema alam keliling dunia. Awalnya hanya alasan ketidakhadiran di satu-dua penampilan. Kemudian, sang rapper terbiasa memilih absen di banyak kesempatan. JB, mencoba menunjukkan kepemimpinan sebagai leader, lepas kendali saat Jackson memilih pergi ke Hawaii dibanding bergabung bersama GOT7 di perayaan ke-10 tahun grup mereka. Pilihan diberikan, tinggal atau tinggalkan. Jackson, tanpa pikir panjang, memilih petualangan di alam bebas.

Ditinggal dua kompanion, perahu kehilangan kendali. Tinggal menunggu waktu saja hingga sisa awak tercerai-berai.

JB menerima proposal solo—sesuatu yang diidam-idamkan sejak lama. Jinyoung kebanjiran tawaran berakting sejak diakui sebagai aktor mumpuni berkat membintangi film bertema sci-fi romantis (tidak bisa mengelak dari kata ‘romantis’ sebab Jinyoung memerankan seorang ilmuwan pembuat ‘vaksin cinta’ yang kemudian menyelamatkan dunia serba android dari kehilangan sentuhan kehangatan hubungan manusia sepenuhnya) yang tayang hampir di 34 negara termasuk di benua Amerika dan Eropa. Di masa vakum grup, Bambam memilih pulang ke negara kelahiran dan membantu di restoran ibunya. Dua anggota lain menetap di agensi sebagai penasihat grup baru JYP yang akan debut selanjutnya. Mereka diberi nama Next Boyz; Yugyeom merancang koreo sementara Youngjae mendampingi di banyak variety show sebagai sunbae berpengaruh.

GOT7 benar-benar mencapai nadir di tahun ke-12.

JB berhasil membesarkan namanya sendiri di panggung pertunjukan. Album solo keduanya sold out kurang dari 24 jam pasca liris dan langsung diberangkatkan tur keliling Asia. Ketik nama JB di kolom pencarian maka hasil teratas merujuk pada superstar Korea Selatan yang goyangan pinggulnya menggetarkan hati wanita. GOT7 sekedar tercantum di sub bab discography—batu loncatan karir yang menggunakan atribut lampau.

Hal serupa dengan nama panggung Junior. Ia bebas menggunakan nama lahirnya tanpa takut rancu identitas dengan JYP, bos kharismatik mereka berjuluk Asian-Soul tersebut. Park Jinyoung, sang aktor papan atas.

Bambam tidak pernah kembali, mengucapkan salam perpisahan pada fans melalui video call sambil terisak di aula restoran masa depannya. Yugyeom, setelah perenungan panjang yang melibatkan alkohol dan racauan di corong ponsel (terutama kepada Bambam sang sahabat baik selamanya), akhirnya memutuskan mengikuti yang lain. Karirnya berlanjut di belakang layar. Ia bersumpah hanya akan menari di atas panggung sebagai GOT7. Bersama Youngjae, ia bergabung di JYP, diangkat menjadi staf eksekutif yang bertugas melatih para trainee sambil menjalin kedekatan khusus dengan Next Boyz (orang-orang menyebutnya renkarnasi—kecuali IGOT7 yang lebih suka menyebut mereka peniru—GOT7: 7 anggota, 3 anggota berkebangsaan asing, bergenre hip-hop, dan lebih dulu diperkenalkan sebagai unit duo), debutan terbaik dari agensi, di tahun mereka dilepas ke pasaran. Banyak yang percaya Yugyeom ikut menanam saham di perusahaan dan bersiap menikmati manis investasinya beberapa tahun mendatang.

Tanya apa yang Mark lakukan. Ia kembali ke LA, sempat menetap selama setahun, sebelum menyadari betapa ia merindukan Korea Selatan. Sebuah chemistry kuat dibangun dengan negara ginseng dalam tahun-tahunnya bersama GOT7. Ia kembali sebagai Tuan Yi Eun, penerjemah Korea-Cina-Inggris-Jepang profesional, meski orang-orang latah menyebut ‘Mark GOT7’ di pertemuan pertama. Ia membiasakan diri menikmati perhatian—sisa-sisa kejayaan di panggung hiburan selama belasan tahun—sebelum berangsur memudar setiap harinya. Ia suka dengan hidupnya sekarang. Ia bisa pergi ke tempat-tempat yang dulu hanya dapat dibayangkan dan menikmati waktu berbaur bersama keramaian meski sesekali harus meladeni fans yang masih rindu bernostalgia dengan idola mereka.  

Hingga kemudian agensi Park Jinyoung, sang aktor papan atas, menghubunginya.

Mark selalu mengikuti kabar Jinyoung. Berada di Seoul, ia selalu menyempatkan diri menonton karya terbaru nama itu; entah film bioskop, drama sore hari di slot golden time, atau iklan 30 detik kopi hitam—menggelikan, sebab imej Jinyoung sangat lekat dengan Americano, semua tahu—dan banyak iklan lainnya di jeda acara TV. Bintangnya bersinar terang. Jinyoung terlahir sebagai aktor, bahkan lebih pantas berakting ketimbang menyanyi dan menari.

Mark selalu tahu GOT7 adalah halangan terbesar karir akting Jinyoung. Jinyoung terlalu mencintai GOT7 hingga rela menahan diri untuk berkembang maksimal di ranah lain. Mark tidak berharap mendapat ucapan terima kasih, hyung, keputusan egoismu membuka mataku untuk melangkah maju namun di pertemuan pertama mereka, sang aktor menyiratkan hal itu dengan melontarkan, “Lihat apa yang kau perbuat padaku?”, dalam canda tawa basa-basi tidak lebih dari 5 menit, sebelum sang aktor ditarik masuk ke dalam mobil berpenjagaan ketat.

Menyambung komunikasi setelah 9 tahun berpisah tidaklah sulit. Demi Tuhan, itu hanyalah Jinyoung—tidak lagi Junior sejak perayaan tahun ketiga. Mark selalu berada di sampingnya selama acara fanmeeting berlangsung, menjadi perpanjangan mulut sang bintang menyambung asa menyambut cinta para fans di Cina, Jepang, dan negara pengguna bahasa Inggris. Hanya Tuan Yi En sang penerjemah dan Park Jinyoung sang aktor; sebisa mungkin GOT7 dihilangkan sejenak. Mark agak kecewa betapa Jinyoung menikmati hidup barunya. Ia tahu semua harus tetap berjalan dengan atau tanpa GOT7. Mark sendiri bahagia, kan? Tapi selama seminggu kebersamaan, Jinyoung tidak pernah menyebut-nyebut masa lalu.

Kini, setelah akhirnya bisa duduk berdampingan, ia tahu Jinyoung sama merindukan GOT7 seperti dirinya. Jinyoung memasang ‘Forever Young’ sebagai nada panggilan masuk ponselnya; komemorasi yang juga Yugyeom tekankan pada para hyung. GOT7 itu selalu ada pada diri mereka.

Selamanya.

 

*

 

Hyung, mungkin kita harus mengadakan reuni,” kata Jinyoung, setelah menerima panggilan ponsel—seseorang, tentang kontrak iklan parfum. “Kita bisa saling bertanya kabar masing-masing tanpa perlu menebak-nebak liar seperti ini. Kau tahu, berkumpul di satu tempat, memutar kumpulan sejarah... mengenang masa lalu.”

Mark hanya menggumam. Tidak banyak kata, seperti biasa. Di kalangan fans Mark disebut si tampan misterius. Diam itu berarti memang tidak ada yang ingin dikatakan. Aneh, makanya, mengapa profesi penerjemah yang dipilih? Tidak ingin Mark tersinggung, maka Jinyoung menyimpulkan sendiri. Mark sulit merangkai kata yang berasal dari pemikiran sendiri namun bukan berarti kesulitan merangkaikan milik orang lain.

 Terkait rencana fanmeeting di luar Korea Selatan sehubungan film terbaru yang diperkirakan menyedot animo sebanyak judul terdahulu, Jinyoung dikirimi daftar nama staf promosi. Artis sebetulnya tidak perlu mengurusi hal-hal semacam ini, tinggal terima dan menjalani, namun karena manajernya—mantan noona cordi GOT7—mengerti betul artisnya luar dalam maka dokumen itu sempat berhenti dalam kotak email Jinyoung. Senyum Jinyoung merekah lebar menemukan nama yang sangat-sangat-sangat familiar di kolom penerjemah. Ia berpikir, fanmeeting di luar Korea akan terasa seperti rumah sendiri.

Dan selama seminggu ia tidak dikecewakan oleh pengharapannya.

Mark masih diam. Tidak ada yang berubah. Seperti hari-hari lama. Jinyoung setengah berharap ia kembali ke masa lalu—GOT7 dan segala kejayaannya. Pencapaian apa yang telah diraih GOT7 saat ini jika masih ada? Keliling dunia seperti JB? Merajai chart tanpa keringat? Dianugerahi gelar idola nasional oleh presiden?

Jinyoung melihat Mark memandang ke pangkuan sedang memainkan cincin di jari manis tangan kanan. Ia tersenyum sendiri. “Kau harus mengenalkannya padaku, hyung.” Satu mata Jinyoung mengerling pada Mark. “Wanita beruntung yang mengubahmu menjadi pria seutuhnya.”

Mark tertawa. “Justru akulah yang beruntung.”

Senyum Jinyoung sedikit memudar. Mark bahagia.

“Hwisoon jago membuat sup ayam yang enak. Kau harus coba sekali-sekali.”

“Sup ayam?” Jinyoung—Park Jinyoung, sang aktor papan atas—menyahut netral. “Joha. Secepatnya?”

“Pastikan dulu jadwalmu. Kau punya nomorku, kan?”

Arasseo. Janji?”

“Ini bukan tentang reuni, kan?”

“Dua hal berbeda. Jangan mengejutkan isterimu dengan gerombolan pria paruh baya yang bercandanya tidak tahu situasi dan kondisi. Kita pikirkan itu nanti sambil menyantap sup ayam buatan Ny.Tuan.” Jinyoung senang Mark memperlihatkan gigi taringnya—selalu terlihat jika ia tertawa dari dalam hati (kalian paham maksudnya). Reaksi Jinyoung mengena tepat di sasaran. “Jadi, siapa jagoan kecil kita?”

“Jagoan? Semuanya perempuan.”

Ey~ dasar serakah! Tidak puaskah hyung menjadi yang tertampan di dorm dulu?”

Si rendah hati Mark tidak suka talentanya dinilai berdasarkan kerupawanan fisik namun telah terbiasa menerima pujian bernada demikian. Mark tidak ingin disebut tergabung di GOT7 karena wajah tampannya, ditasbihkan lagi lewat julukan ‘visual’. Jinyoung kehilangan hitungan mendengar Mark mengeluhkan frekuensi jadwal tampil di variety show. Ia bukan pribadi penghibur—jiwa menghibur orang lain tidak mengalir dalam darahnya, itu Jackson—dan muak dipajang menjadi pemanis layar kaca. Protes Mark diabaikan, menumpuk—menggunung—menjadi puncak iceberg yang mengirim Titanic ke dasar samudera. Jika orang di atas mau mendengar sedikit saja, mungkin GOT7 masih gagah melanjutkan kiprah.

Jinyoung telah bertemu Yugyeom di tempat syuting drama, Youngjae di gedung JYP—mampir sejenak saat syuting di sekitar lokasi, dan JB kala diundang hadir di booth VIP konser di Busan. Tentu, ia bahagia bersua kembali dengan ketiganya, namun dengan Mark berbeda. Ia pikir ia tidak akan bertemu Mark lagi. Ia pikir, Mark, yang memulai perpecahan dalam grup, membenci GOT7 dan segala yang berkaitan dengan pengalaman itu. Mendengar Mark berkeinginan menyatukan mereka lagi, Jinyoung sadar kebencian Mark hanya bagian dari intusi kelirunya membaca situasi.

“Lihat yang kutemukan di Beijing.” Mark memperlihatkan gambar di layar ponsel. Baik, perbincangan baru. Jinyoung melihat sepasang kaus kaki dan sarung tangan berwarna pink bermotif polkadot penuh warna. “Perlu berkeliling ke banyak toko untuk mendapatkan persis yang sewarna dengan baju yang diberikan Jackson,” tambah sang penerjemah. Rasa bangga terdengar kentara. Sebuah pujian dari Hwisoon, sang isteri, jelas dinantikan setibanya di rumah.

“Manis sekali, hyung.”

“Semoga dua kakaknya tidak iri.” Mark menyimpan kembali ponselnya ke kantung jas. Kaki jenjangnya diluruskan dan ia tersenyum. Bercerita, puteri bungsunya yang bernama Mimi, di usianya yang menginjak 6 bulan, sudah bisa meracau seolah mengajaknya bicara. “Jika besar nanti, mungkin Mimi bisa menjadi presenter. Tapi ibunya lebih suka Mimi menari sepertinya.”

Jinyoung menyuarakan rasa iri dalam kepala. Lihat betapa Mark menikmati hidupnya yang sekarang. Tersenyum dan tertawa lepas. Bila masih di GOT7, mungkin sang rapper dan pelaku martial art tricking itu sudah lupa cara mengembangkan senyum formal sekalipun. Angkat kaki dari neraka sebelum semuanya memburuk adalah tindakan yang sangat tepat.

Perbincangan terputus olah kedatangan noona manajer. Perut Jinyoung terasa mual. Tiba saatnya mengucapkan selamat tinggal. Kegiatan promosi di Cina resmi berakhir hari ini. Mereka harus ke bandara, mengejar penerbangan ke Seoul. Sayang, Jinyoung membayangkan malam ini ia tidak bisa tidur nyenyak di ranjangnya sendiri. ‘Rumah’ bukanlah apartemen lantai 23 tempatnya bernaung selama beberapa tahun terakhir.

“Beri aku dua menit!” pinta Jinyoung.

Noona manajer terlihat gelisah. Tidak banyak waktu tersisa.

“30 detik? Noona, kumohon.” Ia bisa saja meminta Mark dibawa serta menggunakan kebutuhan reuni tidak tertahankan untuk melindungi dirinya tapi Park Jinyoung bukanlah si pemberani. Ia bahkan tidak cukup gigih untuk melawan perintah manajernya apalagi meminta Mark ikut dengannya.

Kalau ia pemberani, malam itu ia akan membuka mulut dan—

Noona manajer menyerahkan mantel Jinyoung. “Kutunggu di mobil. Sampai jumpa, Mark.”

Jinyoung dan Mark berpandangan. Jinyoung menyesal telah menyia-nyiakan waktu berharga tdai dalam diam. Ia masih hendak mengatakan banyak hal. Entah kapan waktu luang tersedia. Agensinya sebisa mungkin menyibukkan artis mereka selagi berada dalam masa keemasan.

Jinyoung harus merasa puas dengan memeluk Mark erat-erat, bersama pesan bilang pada para tuan puteri Tuan, paman Jinyoung akan berkunjung selekasnya. Sambil menatap Mark menjauh, ia bertanya-tanya apakah bila malam itu dirinya berani melupakan nalar akan menciptakan perbedaan besar bagi masa depannya yang sekarang.

 

 

 

---
maaf, habis nonton perf ot5 tanpa jb dan jackson tiba-tiba jadi melankolis.. sama sekali nggak ada ill intention, let's hope for got7 forever~ ft. lagu 'FACE' yang saya suka bangeett
 
 
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
MamluahAZ
#1
Chapter 1: wwoow... girl, you got me into that melo vibe!! kadang kalo baca yang begini tuh jadi kepikiran juga gitu, jadi mikir ntar bakal gimana jadinya kalo mereka 'milih' jalan masing-masing?? apa yang bakal gue lakuin? kalo misal gue masih segila ini dan mereka masih sekuat itu pengaruhnya sama idup gue, trus apa yang mesti gue lakuin??? Hufttt... well i don't know.. nikmatin apa yang ada sekarang aja lah ya :) thank you for creating this beautiful story ^^ and wait a minute, ini masih lanjut kan?? blm end kan?? please jawab "YA" *mekso* wkwkw~