Tujuh

Our Little Sister

Di sebuah pemakaman umum, nampak seorang gadis duduk di antara dua gundukan besar yang berada di pinggir area pemakaman. Gadis cantik itu tidak terlalu memperdulikan celananya yang kotor karena duduk di tanah, ia nampak sedang asyik memandangi dua gundukan di kiri kanannya. Gadis itu tidak lain adalah Raekyo.

            Pagi tadi, ia bangun entah dari tertidur atau jatuh pingsan. Yang ia ingat terakhir adalah nafasnya yang sesak dan cerita yang Yura katakan padanya. Semua terasa begitu membebaninya, merasa tidak tahan lagi, Raekyo memutuskan untuk pergi sejenak dari rumah. Ia merasa tidak sanggup berhadapan dengan semua oppa-nya. Karena masih pagi dan tidak ada tujuan, Raekyo memutuskan untuk menemui kedua orangtuanya. Maka dari itu di sinilah ia sekarang duduk di antara makam kedua orangtuanya.

            “Appa.. Eomma..” Raekyo berbicara sambil tersenyum, pandangannya menerawang, “Aku merindukan kalian. Apa kalian juga merindukanku?”

            Ucapannya hilang terbawa angin. Hanya kicauan burung yang menjawab pertanyaannya. Nafas gadis itu masih sesak, namun ia berusaha menahannya, lagipula memang tidak ada yang bisa dilakukan, obatnya ketinggalan di kamar begitu pula dengan handphonenya. Ia keluar rumah hanya dengan membawa sejumlah uang di kantong celananya. Sungguh bodoh, rutuknya dalam hati. Raekyo pun mengatur nafasnya perlahan berharap sakitnya segera hilang. Tarik. Hembuskan. Tarik. Hembuskan.

            “Appa, eomma, benarkah semua ini salahku? Apa aku anak yang seharusnya tidak lahir? Appa, kau sesungguhnya membenciku kan? Gomawo appa sudah memberiku kasih sayang yang sama seperti kepada oppa-deul. Appa.. Mianhe, appa… hiks.” Raekyo tidak tahan lagi, air matanya mengalir deras. Hidupnya jungkir balik dalam semalam. Apakah ini semacam hukuman yang harus ia terima? Apa yang sebenarnya pernah ia lakukan hingga harus menghadapi semua ini?

            “Appa, kubawakan soju kesukaan appa.” Raekyo mengeluarkan beberapa botol soju dari plastik yang ia beli sebelum datang ke pamakaman beserta dua buah gelas plastik kecil. Raekyo membuka satu botol soju, menuangkan pada gelas pertama lalu menaruhnya di depan makam ayahnya, kemudian ia menuangkan lagi segelas yang ia minum sendiri.

            “Appa, kenapa kau menyukai minuman pahit ini? Orang bilang soju bisa membuat orang melupakan masalah, orang bersedih bisa jadi tertawa, apakah itu yang kau tuju saat meminum ini, appa? Apa kau ingin melupakan rasa sakit dan kekecewaanmu hingga kau begitu mengidolakan minuman ini? Kalau semua soju ini kuminum apa aku juga bisa jadi bahagia seperti dulu lagi, appa? Eomma, oppa-deul selalu melarangku minum ini, mereka bilang tubuhku tidak akan kuat diisi dengan minuman keras, tapi apa yang bisa kulakukan? Eomma, aku egois tidak bila aku berdoa agar oppa semua tidak mengetahui kebenaran semua ini? Aku takut mereka akan membenciku, tapi aku lebih takut mereka akan merasa terluka dengan kebenaran itu.” Raekyo berbicara sambil sesekali terus menenggak segelas soju. Namun, perasaannya tidak kunjung membaik, malah air matanya terus menerus keluar.

            “Raekyo? Cho Raekyo?” Sebuah suara membuat Raekyo berpaling. Melihat pemuda di hadapannya, Raekyo buru-buru menghapus air matanya.

            “Woobin oppa?” Woobin terliht terkejut. Memang hari ini adalah jadwal dirinya menengok makam keluarganya. Ia terbiasa datang pagi-pagi karena menurutnya waktu paling pas karena belum ada banyak orang di pemakaman. Namun ia tidak sengaja melihat sesosok gadis yang nampak ia kenali. Gadis itu memunggunginya namun suara isakan tangisnya terdengar jelas maka dari itu ia memutuskan untuk menghampiri. Sebelum menegur gadis di hadapannya, ia tidak sengajak mendengar beberapa kalimat yang Raekyo ucapkan. Suatu perasaan aneh meliputinya.

            “Yak, apa itu yang kau minum? Bukankah kamu tidak boleh minum minuman keras?” Woobin segera menghampiri Raekyo begitu dilihatnya Raekyo sudah menghabiskan satu botol soju. Pemuda itu melepaskan gelas yang masih digenggam Raekyo dengan pandangan menegur, Namun gadis itu hanya tersenyum.

            “Aku hanya ingin mencobanya, oppa. Bukan apa-apa kok. Oppa juga apa yang oppa lakukan di sini?” Raekyo mentap Woobin dengan pandangan penasaran.

            “jangan mengalihkan pembicaraan, Rae. Sebenarnya kau itu kenapa? Apakah ini makam kedua orangtuamu? Kenapa kamu malah minum soju di sini? Dan matamu kenapa? Kamu habis menangis?”

            “Oppa bisa cerewet juga ya.” Raekyo tertawa pelan, “Aku tidak apa-apa, oppa. Hanya tiba-tiba kangen dengan appa dan eomma.”

            “Kamu sendirian? Oppa mu ke mana semua? Kamu punya oppa sebelas orang masa tidak ada satupun yang bisa menemani kamu? Apa terjadi sesuatu di rumah?” Woobin menyipitkan matanya curiga. Raekyo terlihat tertegun mendengar pertanyaan Woobin. Tanpa terasa air mata gadis itu mengalir kembali. Melihat itu, Woobin duduk di hadapan Raekyo dan mengelus punggung gadis di hadapannya. Memberikan ketenangan.

            “Oppa, kenapa harus aku? Kenapa harus aku?” Raekyo menangis semakin kencang. Woobin memeluk Raekyo, membiarkan gadis itu mengeluarkan semuanya. Raekyo balas memeluk Woobin dengan sepenuh kekuatannya, berharap mendapatkan kekuatan dari pemuda itu.

            Beberapa saat kemudian, tangis Raekyo sudah mereda menjadi isakan kecil. Namun suara lain terdengar oleh Woobin, sontak pemuda itu melepaskan pelukannya dan memandang Raekyo. Dirinya kaget bukan main, wajah gadis di hadapannya sangat pucat dengan nafas yang tersendat-sendat. Woobin paham gadis itu kambuh. Menekan rasa paniknya, ia mencari-cari tas Raekyo untuk mengambil obat, namun tidak ditemukannya di mana-mana.

            “Aku tidak bawa oppa. Bahkan handphone pun tidak. Tapi aku baik-baik saja oppa, ini tidak akan membunuhku.” Raekyo menyela apapun yang tadinya akan Woobin tanyakan.

            “Kita ke rumahmu ya, Rae. Kuantar kau pulang, aku takut nafasmu semakin sesak.”

            “Ani. Aku.. aku sedang malas pulang, oppa. Kita makan saja, ne? Aku lapar belum sarapan. Tadi di jalan kulihat ada kedai nasi di dekat sini.”

            “Kita pulang dulu, ne? minum dulu obatmu baru setelah itu kita pergi makan. Otte?” Woobin berusaha membujuk Raekyo.

            “Aniiiiiii. Aku mau makan sekarang. Oppa mau aku kelaparan terus pingsan terus busung lapar?” Raekyo mengerucutkan bibirnya membuat Woobin geleng-geleng kepala. Gadis ini benar-benar keras kepala. Mengalah, akhirnya Woobin pun menuruti keinginan Raekyo. Mereka membereskan botol-botol soju yang berserakan, mengunjungi makan keluarganya Woobin lalu kemudian menuju ke tempat makan yang ditunjuk oleh Raekyo.

            “Pelan-pelan Rae makannya. Aku tidak akan mengambilnya darimu.” Woobin menegur Raekyo yang makan dengan lahap. Gadis itu terus saja memasukkan makanan ke mulutnya walaupun ia belum selesai mengunyah.

            “Oppa bawelnya sudah seperti oppaku di rumah.”

            “Hahaha. Benarkah? Habis kamu memang selalu mengkhawatirkan sih.” Mendengar perkataan Woobin, Raekyo menghentikan makannya tiba-tiba. Muka gadis itu menjadi mendung kembali.

            “Rupanya memang aku hanya bisa jadi beban.” Raekyo berbicara sendiri.

            “Hah? Apa katamu tadi, Rae?”

            “Ah, tidak apa-apa oppa. Ayo kita makan lagi. Uhuk!” Raekyo terbatuk. Buru-buru ia menegak segelas air yang disorokan Woobin. Pemuda itu kembali menatapnya khawatir.

            “Habis ini pulang ya, Rae. Tidak ada alasan dan bantahan lagi. Kamu tidak sadar wajahmu sudah pucat seperti hantu? Kamu harus minum obatmu. Memang kamu mau masuk rumah sakit lagi?” Woobin tersenyum saat Raekyo mengangguk walau wajah gadis itu nampak ragu-ragu. Mereka pun menghabiskan sisa makanan dalam diam.

            “….. Rae? Woi, Cho Raekyo! Diajak ngomong kok malah ngelamun sih?” Woobin berkata kesal menyadarkan Raekyo dari lamunannya. Mereka tengah dalam perjalanan pulang menuju rumah Raekyo.

            “Eh? Oppa tadi ngomong apa?”

            “Ah sudah lupakan.”

            “Hahaha. Mian oppa. Jangan marah-marah, jelek tau. Eh, oppa tumben membawa mobil?”

            “Hya, kamu dari mana saja, memang dari tadi kamu naek apa hah?” Woobin melirik gadis di sampingnya dengan sebal, “ini mobil noona-ku. Kebetulan ia tidak pulang ke rumah semalam, jadi kupakai saja mobilnya.”

            “Oh oppa punya noona? Kupikir oppa anak tunggal.”

            “Kamu sih kurang perhatian, makanya tanya donk.” Woobin menggoda Raekyo yang dibalas gadis itu dengan juluran lidah. Mereka berdua tertawa sebelum kesunyian kembali melingkupi mereka berdua. Nampak Raekyo memandang keluar jendela sambil tangannya mengurut dadanya perlahan. Melihat itu Woobin melajukan mobilnya lebih cepat.

            Tidak terasa perjalanan berlalu begitu singkat. Woobin memarkirkan mobilnya di depan gerbang rumah Raekyo. Tadinya Woobin mau memasukkan mobilnya ke dalam namun Raekyo mati-matian melarang. Dengan berat hari Woobin menuruti keinginan gadis itu.

            “Oppa, terima kasih. Aku masuk duluan ya.”

            “Cheonma, Rae. Jangan lupa minum obatmu.”

            “Siap boss!” Raekyo menirukan gerakan hormat tentara membuat tawa mereka berdua kembali lepas. Raekyo pun turun dari mobil, tidak lupa ia melambaikan tangan pada Woobin sebelum akhirnya masuk ke dalam rumah. Raekyo ragu-ragu sejenak, ia menghela nafasnya kemudian masuk ke dalam rumah.

            “RAE!!” Sungmin dan Yesung langsung menghampiri Raekyo begitu dilihatnya gadis itu berjalan masuk ke rumah.

            “Kamu dari mana saja? Kenapa handphone mu tidak dibawa? Kau tidak apa-apa kan? Mukamu pucat sekali.” Sungmin bertanya. Nada pemuda itu mengisyaratkan khawatir. Yesung segera meraba kening Raekyo, mengecek apakah gadis itu demam. 

            “Ani oppa. Aku baik-baik saja.” Raekyo tersenyum sambil melepaskan tangan Yesung perlahan. Ia bersyukur dalam hati ia tidak demam. Raekyo berusaha mengatur nafasnya agar terdengar normal agar oppanya tidak tahu ia kambuh lagi.

            “Rae?! Kamu dari mana saja hah? Membuat kami semua khawatir setengah mati!” Heechul tiba-tiba muncul diikuti Leeteuk dan Yura beserta oppa-nya yang lain. Tidak terlihat Kyuhyun dan Kibum di antara mereka.

            “Iya, kamu ke mana saja? Kenapa tidak ijin dulu sama oppa?” Donghae menambahkan.

            “Kamu pucat, Rae. Kamu baik-baik saja?” Eunhyuk mengerutkan kening melihat warna wajah adiknya.

            “Mian oppa. Aku tadi ada janji sebentar. Kalian belum bangun jadi aku tidak pamit. Aku baik-baik saja kok, oppa.”

            “Rae, duduklah. Ada yang oppa ingin tanyakan padamu.” Leeteuk mengisyaratkan Raekyo untuk duduk di sofa ruang tamu. Tiba-tiba aura ruangan menjadi serius. Yura duduk di sebelah Leeteuk, mukanya tertunduk. Semua oppa-nya yang lain ikut duduk dan menatapnya dengan tatapan aneh. Raekyo merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ragu, ia duduk di seberang oppa tertuanya.

            “Wae oppa? Apa ada yang terjadi? Kenapa kalian serius sekali dan apa-apan dengan pandangan kalian itu?” Raekyo menatap semua oppanya yang sama sekali tidak memberikan jawaban.

            “Rae, semalam apa yang sudah kamu lakukan? Benar kamu memarahi Yura bahkan menyuruhnya tidur di lantai? Kok kamu bisa bertindak seperti itu? Oppa tidak menyangka. Oppa harap kamu berubah dan minta maaf pada Yura.” Ucapan Leeteuk membuat Raekyo terkejut setengah mati. Apa yang sebenarnya terjadi? Gadis itu diam tidak percaya, oppanya menuduhnya berbuat sesuatu yang memang tidak ia lakukan. Tiba-tiba terdengar isak tangis Yura, Reakyo pun mengerti. Entah bagaimana, Yura menceritakan kebohongan pada semua oppanya. Bukankah ia yang tidur di lantai? Raekyo menatap Yura dengan pandangan tidak percaya.

            “Benarkah itu, Rae? Kenapa kmu bisa berbuat seperti itu? Bagaimana kalau kami semua punya kekasih, apa semua kekasih kami akan kamu perlakukan begini juga?” Heechul berkata kesal.

            “Kamu seharusnya jangan begini, Rae. Walau kami punya kekasih, tapi kasih sayang kami kepadamu tidak akan berubah. Jadi sekarang minta maaflah pada Yura noona.” Shindong menimpali. Raekyo menatap semua oppanya dengan pandangan tersakiti. Bagaimana oppanya bisa dengan mudah percaya pada kebohongan yang Yura ucapkan?

            “Rae, jawab oppa. Benar kamu melakukan semua itu?” Leeteuk mengulang kembali pertanyaannya sebab Raekyo hanya terlihat diam saja.

            “Oppa, aku tidak…” Sangkalan Raekyo terhenti di tengah jalan. Ia melihat Yura diam-diam tersenyum sinis padanya. Pandangan matanya mengisyaratkan ancaman. Raekyo tahu Yura mengancam akan memberitahukan semua kebenaran tentang orang tua mereka bila Raekyo mengadu. Gadis itu menelan ludah, “N..ne oppa. Mianhe.”

            Semua di sana diam terpaku. Raekyo menundukkan kepalanya, ia tidak sanggup melihat pancaran mata semua oppa-nya. Hanya terdengar isak tangis Yura yang masih berlanjut, membuat Raekyo merasa muak. Ia kepalkan tangannya kuat-kuat menahan rasa marah dan sakit pada paru-parunya. Semua tekanan ini membuatnya hampir kewalahan.

            “Rae, oppa tidak menyangka kamu bisa sejahat itu. Apa sih yang kamu sirikkan? Oppa semua selalu berusaha menuruti keinginan kamu. Memang kamu pikir oppa semua akan selalu ada hanya untuk kamu? Bagaimanapun oppa-deul juga punya kehidupan sendiri, Rae.”  Leeteuk menegur si bungsu sambil memeluk kekasihnya. Raekyo tidak sadar ia kembali menangis. Air matanya jatuh ke pangkuannya tanpa bisa ia tahan. Kepalanya masih tertunduk.

            “Rae, cepat minta maaf pada Yura noona.” Heechul menepuk bahu Raekyo.

            “Noona.. Mianhe.”

            “Kalau minta maaf yang sopan donk, Rae! Angkat kepalamu. Kamu itu seperti tidak pernah diajari sopan santun saja.” Leeteuk terdengar marah. Dengan cepat Raekyo menghapus air matanya, ia menegakkan kepala dan mengulangi permintaan maafnya pada Yura.

            “Tidak apa-apa Rae. Aku sudah melupakannya. Mulai sekarang, kamu mau kan menerimaku?” Yura menghampiri Raekyo. Tangannya menggengam tangan gadis itu.

            “Ne, eonni.”

            “Chaa, sudah hapus air matamu.” Yura dengan penuh kelemahlembutan menghapus air mata di pipi Raekyo. Gadis itu hanya terdiam tidak tahu harus bagaimana.

            “Rae, sekarang kamu masuk ke kamarmu. Kamu akan oppa hukum. Jangan keluar dari kamar sebelum oppa perbolehkan, mengerti?” Raekyo mengangguk pada Leeteuk. Perlahan ia bangkit berdiri lalu berjalan pelan ke kamarnya.

            “Hyung, apa tidak keterlaluan menghukumnya? Kan Raekyo sudah minta maaf.” Ryeowook memprotes.

            “Iya benar, hyung. Lagipula ia belum tentu sudah makan, hyung. Bagaimana kalau ia sakit?” Siwon berkata sambil beranjak menyusul si bungsu.

            “Siwon stop! Jangan ada di antara kalian yang berani menyusulnya atau pun masuk ke dalam kamarnya. Dia itu harus didisiplinkan, lihat karena terlalu kita manjakan tingkah lakunya jadi kekanak-kanakkan. Sudah, tidak ada bantahan lagi. Kalau sampai aku tahu ada di antara kalian yang menghampirinya, aku tidak akan segan-segan menghukum kalian juga. Mengerti??!”Leeteuk pun meninggalkan ruangan sambil menggandeng kekasihnya. Sementara yang lainnya hanya diam tanpa bisa berbuat apa-apa.

 

* * *

 

            “Hyung, aku akan ke kamar Raekyo. Aku tidak peduli Teuki hyung akan menghukumku juga.” Kyuhyun lagi-lagi ditahan oleh yang lain. Dirinya sudah berpuluh-puluh kali mencoba ke kamar adiknya, namun selalu ditahan oleh yang lain. Ia dan Kibum sedang mencari ke daerah taman dekat rumah ketika Siwon menelepon dan mengabarkan bahwa Raekyo sudah pulang. Begitu sampai di rumah, mereka berdua langsung diceritakan kejadian yang baru saja terjadi. Kyuhyun masih tidak percaya maka dari itu ia memaksa ingin menemui Raekyo. Sampai saat ini usahanya belum membuahkan hasil.

            “Kyu, lebih baik kamu tidak membantah Teuki hyung. Kamu tahu sendiri kan bila ia sudah marah akan bagaimana.” Siwon berusaha membujuk Kyuhyun.

            “Tapi aku tidak bisa tenang sebelum melihat ia baik-baik saja hyung. Ini sudah sore, sudah lebih dari 5 jam Raekyo belum diijinkan keluar dari kamarnya. Memang hyung yakin dia tidak kenapa-kenapa?” Kyuhyun berkacak pinggang sambil menatap semua hyungnya dengan kesal. Sementara Kibum hanya diam sambil terus mondar-mandir di ruangan. Sesekali tatapannya terarah pada pintu kamar adik bungsunya.

            “Kami juga khawatir, Kyu. Tapi perintah Teuki hyung sangat jelas. Lagipula kamu juga tetap tidak akan bisa menemui Raekyo. Pintu kamarnya dikunci oleh Teuki hyung dan kuncinya dibawa.” Ryeowook berkata pasrah. Dirinya juga takut Raekyo kenapa-kenapa, tapi di sisi lain ia juga takut pada si sulung.

            “Chullie hyung! Kau biasanya tidak bisa diperintah, sekarang hyung hanya diam saja melihat Raekyo dihukum begini?” Kyuhyun menatap Heechul.

            “Awalnya aku tidak menolak, karena kupikir ada baiknya sekali-kali Raekyo didisiplinkan. Lihat kelakuannya sampai sejahat itu pada Yura noona. Itu karena kita terlalu memanjakannya, Kyu. Tapi, sekarang aku mulai khawatir juga, tapi mau bagaimana lagi. Apa lagi yang bisa kita perbuat?”

            “Haiishhh.” Kyuhyun menghempaskan tubuhnya ke sofa dengan kesal.

            “Jangan mengumpat pada hyungmu, Kyu.” Donghae menegur, “Sekarang yang bisa kita lakukan hanya berdoa semoga Teuki hyung tidak emosi lagi dan segera memaafkan Raekyo. Semoga Rae juga tidak kenapa-kenapa.”

            “Tadi Teuki hyung hanya menyuruh kita tidak menemui Raekyo, tapi kalau kita berbicara di depan pintu kamarnya saja tidak apa-apa kan?” Siwon menatap penuh harap pada semuanya. Kenapa hal ini tidak kepikiran dari tadi? Semua sontak menatap Siwon dengan pandangan bersengkongkol.

            “Hyung, tumben otakmu encer!” Kibum tersenyum sambil memberikan jempol pada Siwon.

            “Teuki hyung sekarang ada di mana?” Kyuhyun bertanya dengan semangat baru.

            “Tadi sih terakhir dia pergi dengan Yura noona membawa mobil.” Yesung menjawab.

            “Kalau begitu tunggu apa lagi, hyung. Ayo!” Kyuhyun segera berlari ke depan pintu kamar adiknya diikuti yang lain. Mereka satu per satu menempelkan telinga ke pintu kamar Raekyo namun tidak lama menggelengkan kepala mereka. Tidak terdengar suara apapun dari sana.

            “Rae? Rae?” Eunhyuk mengetok pintu kamar Raekyo perlahan sambil memanggil-manggil gadis itu. Mereka saling pandang, ke mana sebenarnya gadis itu dan apa yang sedang dilakukannya?

            “Rae? Ini oppa Rae. Kamu baik-baik saja?” Heechul tidak tahan lagi, ia mengetuk pintu dengan keras berharap Raekyo menjawab. Tidak lama kemudian terdengar balasan ketukan dari balik pintu. Terdengar amat pelan hingga mereka menyangka itu hanya khayalan mereka saja.

            “Chullie oppa?”

            “Rae! Akhirnya kamu jawab juga. Kamu sedang apa? Kamu tidak apa-apa kan?” Semua terdengar lega. Setidaknya suara Raekyo terdengar stabil.

            “Apa yang oppa lakukan di depan kamarku? Memang oppa tidak dengar ancaman Teuki oppa?” suara Raekyo terdengar khawatir.

            “Jangan khawatir, Rae, Teuki hyung sedang pergi. Justru kami yang khawatir padamu. Apa benar kamu yang melakukan semua itu, Rae?” Kibum bertanya. Lama hanya terdengar kesunyian, Raekyo nampaknya tidak berniat untuk menjawab.

            “Yak, Cho Raekyo! Benar kamu melakukan semua itu pada Yura noona karena cemburu? Jawab Rae, kalau memang tidak oppa akan bantu meluruskan semuanya pada Teuki hyung. Ne?” Kyuhyun mencoba membujuk Raekyo. Lagi-lagi hanya kesunyian yang mereka dapatkan.

            “Jadi, memang benar semua itu, Rae?” Shindong memecah kesunyian. Masih tidak ada jawaban, namun kemudian terdengar isak tangis pelan di dalam sana. Semua nampak terkejut, adik bungsu mereka menangis.

            “Rae? Jangan menangis, Rae.” Sungmin menyenderkan kepalanya ke pintu, sepertinya adiknya itu duduk bersandar di balik pintu sambil menangis. Ingin rasanya ia masuk dan menenangkan Raekyo.

            “Rae, sudah, sudah jangan menangis. Bersabarlah sedikit lagi, kami akan bujuk Teuki hyung untuk melepaskanmu dari hukuman. Yang penting kamu sudah menyesal dan tidak akan mengulanginya lagi kan?” Siwon menambahkan.

            “Oppa.. hiks.. Oppa selalu akan menyayangiku kan? Apapun yang terjadi nanti oppa selalu ada untukku kan?”

            “Yak! Cuma menghukum kamu sekali bukan berarti kami tidak lagi sayang padamu, Rae.” Heechul geleng-geleng kepala. Kadang adiknya itu terlalu polos atau apa.

            “Tapi aku takut, aku takut oppa meninggalkanku.” Raekyo makin menangis sesenggukan.

            “Sudah jangan berpikir macam-macam, Rae. Yang penting kamu tidak kambuh lagi kan?” Kyuhyun bertanya sekali lagi memastikan adiknya itu tidak kambuh.

            “Apa yang kalian lakukan di sini?” Tiba-tiba suara Leeteuk mengagetkan mereka semua. Leeteuk datang tanpa mereka sadari dan tengah berdiri menghadap kerumunan di depannya. Tangannya menimang-nimang kunci pintu kamar Raekyo. Sementara Yura tidak terlihat di mana-mana.

            “Ah.. hyung.. kami hanya mau memastikan Raekyo baik-baik saja. Dia.. dia sudah dikurung 5 jam lebih, hyung.”Yesung mencoba menjelaskan sambil mempelajari raut muka si sulung. Leeteuk tidak berekspresi apa-apa, ia membukakan pintu kamar Raekyo sambil diam.

            “Hyung.. hyung marah?” Shindong berkata takut-takut. Leeteuk membuka pintu kamar Raekyo lebar-lebar. Sang pemilik kamar keluar perlahan, jejak air mata masih terdapat di wajah cantiknya. Raekyo memberanikan diri menatap pandangan mata kakak sulungnya, dan hatinya remuk redam. Raekyo bisa melihat bahwa Leeteuk sudah tahu semuanya. Kakak sulungnya itu menatap Raekyo tanpa ekspresi, tidak ada lagi jejak pancaran kasih sayang di mata Leeteuk untuknya. Yang tersisa hanya kekosongan dan… amarah?

            “Oppa..” Raekyo memegang tangan Leeteuk, namun segera ditepis kasar oleh si sulung. Semua yang di sana menatap terkejut, ada apa lagi ini?

            “Hyung, sebenarnya ada apa?” Donghae bertanya pada Leeteuk.

            “Teuki hyung, kau membuat kami takut. Ada apa hyung?” Ryeowook menimpali.

            “Hyung, Raekyo kan sudah dihukum. Kenapa hyung masih marah pada Raekyo?” nada suara Kyuhyun nampak kesal.

            “Kau..” Leeteuk tidak menghiraukan semua pertanyaan dongsaengnya. Matanya terpaku pada Raekyo. “Aku berharap kau tidak pernah lahir saja.”

            Cukup satu kalimat, hanya cukup satu kalimat yang bisa membuat dunia Raekyo bagai hancur berkeping-keping. Raekyo jatuh berlutut sambil menangis. Tidak pernah sekalipun dalam hidupnya ia membayangkan sosok oppanya, seseorang yang sangat ia percayai dalam hidupnya, mengharapkan ia tidak pernah terlahir ke dunia. Raekyo sudah siap dicap egois, dirinya berharap dapat menyembunyikan kebenaran dari semua oppanya, karena ia tahu ia tidak akan sanggup menghadapi semuanya. Walau sudah mengantisipasi, ia tidak pernah menyangka rasanya akan sesakit ini.

            “Hyung! Apa maksud ucapanmu? Hyung sadarlah! Hyung sadar apa yang baru saja hyung ucapkan??!” Heechul menarik kerah kemeja Leeteuk. Ia berharap dirinya salah dengar, namun ekspresi Leeteuk membuatnya ragu. Ia punya feeling apapun yang nanti akan Leeteuk jelaskan, mereka semua tidak akan suka.

            “lepaskan, Chullie-ah.” Leeteuk menepis tangan Heechul dari bajunya.

            “Kalau begitu jelaskan! Apa maksud semua ini?!”

            “Dia..” Leeteuk menunjuk Raekyo yang masih berlutut di lantai, “dia bukan adik kita. Dia hanya anak haram, dia yang membuat orangtua kita meninggal. Gara-gara dia kita semua kehilangan sosok orangtua. Kalian tahu orangtua kita bunuh diri bukannya kecelakaan. Ini semua gara-gara dia!!”

            Suasana menjadi sunyi mencekam. Tidak ada yang berani berbicara duluan. Mereka semua butuh waktu untuk menyerap informasi yang baru mereka dengar. Sementara Raekyo sudah berhenti menangis, ia kini menatap kosong lantai di hadapannya. Tubuhnya bergetar hebat, mendengar sendiri semua itu dari mulut seseorang yang paling ia sayang sudah cukup untuk membuatnya mati rasa.

            “Hyung.. Be.. benarkah semua itu?” Siwon menatap Leeteuk mencari-cari kebenaran dari sorot matanya.

            “Ini.. ini lelucon kan, hyung?” Eunhyuk mencoba mencairkan suasana namun gagal. Pandangan Leeteuk tetap seperti semula.

            “Kalau kalian tidak percaya, tanya saja pada anak itu.” Leeteuk menjawab dingin. Anak itu. Raekyo berjengit mendengar panggilan Leeteuk padanya. Sebegitu cepatnyakah kebencian itu menyebar?

            “Rae, apa, semua itu bohong kan?” Sungmin membantu Raekyo berdiri sambil menatap gadis itu. Berharap penyangkalan. Namun Raekyo tidak bisa. Ia tidak tahu harus menjelaskan apa pada ke semua kakaknya. Ia setengah mati ingin semua segera berakhir.

            “Jadi, itu semua benar?” Kibum memastikan.

            “Kamu sudah tahu semuanya, kenapa kau masih punya harga diri untuk tetap di sini? Kau senang eoh menipu kami semua? Ah, benar, aku lupa, kau pasti mengincar warisan dari appa dan eomma kan?” Leeteuk berkata dingin. Semua terperanjat mendengar penuturan si sulung.

            “Oppa.. aku tidak..”

            “Sudah! Aku tidak perlu penjelasan hasil karanganmu. Untung Yura memberitahuku, kalau tidak kita semua hidup dibohongi olehmu. Kau puas? Pantas saja kau menjahati Yura. Baik, semua kebutuhanmu, pendidikanmu, bahkan warisanmu akan kuberi untukmu. Itu kan yang kau incar? Uang? Tapi, hiduplah di rumah ini bagai hantu, aku tidak mau melihat mukamu lagi. Dan, jangan pernah panggil kami oppa, kami bukan kakakmu!” Raekyo terhenyak mendengar kata-kata oppa tertuanya. Demi apapun dia tidak pernah berpikiran seperti itu. Bagaimana Leeteuk bisa sampai beranggapan seperti itu?

            “Hyung, jadi hyung tahu semua ini dari Yura noona? Kenapa Yura bisa tahu?” Heechul penasaran.          

            “Tentu saja Yura tahu, dia adalah anak Kim Ahjussi, sahabat appa kita. Kalian ingat kan? Sudah, semua ini membuatku muak. Kalian juga jangan lagi bicara pada anak itu. Anggap saja tidak ada. Kalau kulihat kalian berinteraksi dengannya, maka kalian juga akan kuanggap anak haram seperti dia. Kalian mengerti?!” Leeteuk pun turun ke bawah menuju kamarnya. Sementara yang lain hanya diam tidak mampu berbuat apa-apa. Sebagian dari mereka menatap marah pada Raekyo sementara yang sisanya dengan pandangan kasihan. Namun ancaman si sulung telak, maka dari itu satu per satu dari mereka pergi tanpa berkata apa-apa. Hanya tertinggal Raekyo yang masih berdiri diam di tempatnya semula. Gadis itu melihat ke sekeliling rumahnya, dalam kurang dari sejam ia sudah merasa asing di rumah ini. Raekyo pun masuk ke dalam kamarnya, menutup rapat-rapat pintu kamarnya berharap memblokir ingatan akan apapun yang barusan saja terjadi. Ia tahu mulai detik ini hidupnya tidak akan sama lagi.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
putripdian #1
Chapter 10: Please update
Taeyeon_ssJH
#2
Daebak!!!!!♡♡♡♡♡