Empat

Our Little Sister

CAMPING DAY

            Raekyo turun dari mobil menggendong tas ranselnya yang lumayan besar. Kakaknya bersikeras untuk mengantarnya sampai ke tempat camping walaupun sudah dilarang olehnya. Namun gadis itu tidak mengeluh, ini adalah waktu yang sudah ia nanti-nantikan. Harinya untuk pergi camping. Masih teringat jelas petuah-petuah semua kakaknya tadi pagi sebelum ia berangkat. Hampir sejam mereka memberikan nasihat dan peringatan untuk selalu menjaga kesehatan sampai-sampai ia kesal. Kakak-kakaknya itu selalu terlalu berlebihan. Belum lagi Siwon oppanya yang bersikeras untuk bertemu dengan guru-guru yang ikut dan ketua klubnya. Namun semua itu sudah terlewati, kini Raekyo bisa bebas mengikuti acara seperti yang selalu ia inginkan.

            “Raekyo! Akhirnya kamu beneran ikut juga.” Suara seorang pemuda menyadarkan Raekyo dari lamunanya. Dilihatnya pemuda itu adalah kakak kelasnya, temen sekelas Kyuhyun, Kim Woobin.

            “Eh, iya oppa. Akhirnya oppa-deul memberikan ijin. Sejak kapan oppa ikut club ini juga?”

            “Aku juga baru bergabung. Kudengar club ini sangat mengasyikkan, makin tertarik karena kudengar kamu juga ikut.”

            “Eh?” Woobin hanya tertawa sambil mengelus kepala Raekyo pelan. Tiba-tiba terdengar suara dehaman sambil Raekyo merasa seseorang menarik tangannya.

            “Maaf ya, aku ada perlu sama Raekyo.”

            “Choi Minho! Kenapa kamu ada di sini juga? Sejak kapan kamu ikut club ini? Jangan-jangan Kyu oppa yang nyuruh ya?” Raekyo berdecak kesal menatap anggota geng Kyuhyun di hadapannya itu. Sama sekali tidak memperhatikan Woobin yang diam-diam menyingkir di bawah pelototan Minho.

            “Yak, kau ke mana saja. Aku memang anggota tetap club ini. Tapi memang Kyu-hyung menitipkanmu padaku. Ngomong-ngomong apa yang dilakukan Woobin-ssi di club ini juga?”

            “Aku juga tidak tahu. Tadi dia bilang ikut karena dia tahu aku akan ikut camping kali ini.”

            “Mwo? Jadi dia beneran mau ngejar kamu? Ckck. Jangan dekat-dekat dia, Rae-ah.”

            “Maksudnya? Ah, jangan suka ngada-ngada ah. Sudah lupakan saja. Ngomong-ngomong kau tidak disuruh laporan setiap saat ke oppaku kan?” Raekyo menyipitkan matanya curiga.

            “Ah, itu.. Sebenarnya iya. Kamu sudah dititipkan padaku, itu artinya kamu sekarang di bawah tanggung jawabku.”

            “Aish, awas saja evil itu.” Raekyo berkata kesal. “Tenang saja Minho, aku bisa jaga diri. Ayo kita ke sana, sepertinya kita sudah disuruh berkumpul.” Raekyo menunjuk ke arah kanan di mana ketua club sedang berteriak-teriak memanggil semua peserta untuk berkumpul. Raekyo pun merangkul lengan sahabat kakaknya itu ke sana sementara Minho hanya geleng-geleng kepala.

            Malam harinya, suasana menjadi cukup sunyi. Hari itu Raekyo merasa sedikit lelah namun tetap bersemangat. Ia berkali-kali memuji panitia acara karena mengemas acara dengan rapi dan seru. Berkali-kali Minho mencoba memperingatinya untuk hati-hati namun tetap tidak menyurutkan semangat gadis itu. Ia tidak pernah tau camping bisa begitu mengasyikan. Setelah kejadian pagi tadi, Raekyo sadar Minho terus saja membuntutinya sehingga membuat Woobin tidak lagi berani bahkan untuk sekedar menyapa. Pemuda itu hanya terus tersenyum dan melambai bila tidak sengaja pandangan mereka bertemu. Tapi Raekyo justru bersyukur akan hal itu, ia sebenarnya risih juga dengan perkataan Woobin tadi pagi apalagi pemuda itu dengan seenaknya berani mengelus kepalanya. Memang dia pikir dia itu siapa?

            Raekyo menutup resleting kantung tidurnya rapat-rapat. Ia mencoba terlelap namun sepertinya matanya belum mau bekerja sama. Udara memang tiba-tiba menurun drastis, Raekyo mengedarkan pandangan pada teman-temannya yang kini sudah terlelap di dalam kantung tidur masing-masing. Terutama sahabatnya yang pastinya sangat cape setelah mengatur acara dari pagi. Tiba-tiba terdengar garukan di samping kanan tendanya. Raekyo awalnya tidak sadar, namun garukan itu terus berulang, ia mengerutkan keningnya bingung. Siapa yang menggaruk-garuk tendanya malam-malam? Apakah binatang buas? Raekyo mencoba mengabaikan namun garukan itu terus berulang. Meyakinkan diri bukan pengecut, juga karena penasaran, akhirnya Raekyo memutuskan untuk memeriksa. Ia mengambil senter dari tasnya dan beranjak keluar tenda.

            Angin dingin langsung menyambut kehadirannya. Raekyo merapatkan jaket dan syal tebalnya, ia mengarahkan senter ke sisi tenda di mana suara garukan itu terdengar. Namun tidak didapatinya apapun. Ia mengerutkan kening bingung. Tadi bukan cuma khayalannya kan? Tiba-tiba terlihat gerakan dari belakang pohon di belakang tendanya, seseorang nampak berdiri di sana. Menahan jeritannya, Raekyo mengarahkan senter pada sosok tersebut, berharap setengah mati itu bukan sesosok arwah penasaran. Desahan lega terdengar begitu sinar senternya menangkap topi dan jaket yang dipakai sosok itu, itu milik Minho. Raekyo bingung sedang apa Minho di sana. Minho nampak tidak menyadari sinar senter yang diarahkan padanya, pemuda itu kini berjalan lebih jauh memasuki deretan pepohonan. Raekyo yang penasaran kini mengikuti, ia ingin tahu apa yang dilakukan pemuda itu malam-malam, lagipula ia tidak bisa tidur, jadi mendapatkan teman ngobrol lumayan juga.

            Raekyo mempercepat langkahnya, berharap menyusul Minho. Saat ia menyibak rerumputan di hadapannya, sosok Minho menghilang, ia malah mendapati dirinya berdiri di pinggiran sungai. Raekyo mengarahkan senter ke sekelilingnya namun sahabat kakaknya itu tidak ada di mana-mana. Aneh, ke mana perginya pemuda itu? Raekyo kini menghampiri pinggiran sungai, airnya nampak tenang berkilau terkena cahaya bulan. Seekor ikan meloncat ke permukaan, menimbulkan riak-riak dalam prosesnya.

            “Hya, Donghae oppa, apa yang oppa lakukan di sana meloncat-loncat? Airnya pasti dingin, tidurlah ikan! Ah kalau saja oppa ada, pasti dia sudah marah-marah.” Raekyo terkekeh geli sendiri sambil membayangkan oppa ikannya itu.

            “Airnya memang dingin. Bagaimana kalau kau coba rasakan sendiri?” Suara dari arah belakangnya mengagetkan Raekyo. Belum sempat berbalik, sepasang tangan mendorong tubuhnya ke depan. Tidak siap, Raekyo sukses tercebur ke dalam sungai. Dinginnya air sungai di pegunungan sukses merajam ke semua tubuhnya. Ia menggerakan kaki tangannya dengan panik. Raekyo tidak menyangka sungainya begitu dalam. Jaket dan syal tebalnya juga sama sekali tidak membantu, malah membuatnya semakin susah naik ke permukaan karena berat.

            Raekyo mulai panik, ia mencoba mengayunkan tangannya agar mencapai ke tepian namun gagal, tubuhnya terasa sulit digerakan. Kini paru-parunya mulai sakit, ia mulai berpikir apakah ini akhir hidupnya. Raekyo sudah tidak lagi berusaha, ia mulai lelah dan menggigil kedinginan, pandangannya mulai buram. Tiba-tiba terdengar suara memanggil namanya. Raekyo berusaha melihat namun pandangannya buram. Siapa itu? Sepasang tangan melingkari tubuhnya, membawanya ke atas permukaan. Orang itu kemudian berenang ke tepian, mencoba mengangkat tubuh Raekyo dan membaringkannya ke rumput di pinggir sungai. Raekyo terbatuk, mencoba memuntahkan semua air sungai yang terlanjur ia telan. Ia ingin bertanya namun bibirnya kelu, tubuhnya terasa mati rasa.

            “Rae! Rae! Sadar Rae! Raekyo!” Orang itu menampar-nampar pipi Raekyo berharap gadis itu fokus dan menjawab panggilannya.

            “M..m..minho?” Raekyo berusaha memanggil sosok yang kini ia kenali. Minho memeluknya yang setengah berbaring, Minho juga basah kuyup seperti dirinya. Raekyo ingin mengatakan dirinya tidak apa-apa namun tubuhnya mengkhianatinya. Paru-parunya serasa mau meledak, tiap hembusan nafas menyakitinya. Tidak sadar, Raekyo menangis. Ini sudah lebih daripada yang bisa ia tanggung. Di saat-saat seperti ini ia merindukan semua kakaknya.

            “Rae! Jangan tutup matamu, oke? Rae! Kau dengar aku? Kita akan ke rumah sakit, bertahanlah, jebal!” Minho sadar Raekyo tidak baik-baik saja. Tubuhnya amat dingin dan menggigil. Bibirnya berwarna biru dan terdengar nafas gadis itu tidak normal. Minho tahu adik sahabatnya itu kambuh. Tanpa berpikir panjang, Minho menggendong Raekyo dan berlari menuju ke tempat mereka camping. Dalam hati Minho berdoa agar Raekyo baik-baik saja. Sebenarnya dirinya tidak sengaja melihat Raekyo berjalan menuju ke arah sungai saat mencari jaket dan topinya yang tiba-tiba menghilang. Saat ketemu, ia sudah melihat Raekyo setengah tenggelam di sungai. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Bagaimana Raekyo bisa masuk ke dalam sungai?

            “O..oppa.. S.. sa.. sakit..” Raekyo terus saja menangis dalam gendongan Minho. Mendengar itu Minho mempercepat larinya. Rupanya ia menimbulkan keributan karena hampir setengah peserta camping keluar tenda untuk melihat apa yang sedang terjadi. Beberapa guru yang memang ditugaskan untuk ronda malam lari menyongsong mereka, menanyakan apa yang terjadi, namun Minho tidak sempat menjawab. Ia segera mengambil kunci mobilnya, berteriak meminta meminjam beberapa selimut, kemudian segera membaringkan gadis itu di jok mobil. Beberapa siswa yang cepat tanggap segera menghampirkan selimut di atas tubuh Raekyo. Minho segera masuk ke bangku pengemudi dan menjalankan mobilnya dengan kecepatan penuh. Sudah tidak ada waktu untuk mengganti baju gadis itu dan bahkan menelepon ambulance. Rumah sakit yang ia tuju jaraknya satu jam perjalanan namun Minho tahu ia bertarung dengan waktu, maka ia menginjak pedal gas dengan kuat, berharap jalanan cukup sepi dan tidak ada yang menghalangi dirinya.

            “Rae! Berbicaralah! Jangan tidur! Rae! Jebal jangan tutup matamu.” Minho menyetir sambil sesekali menampar pipi Raekyo. Mencegah gadis itu tertidur. Untung baginya, Raekyo masih terus merintih sambil menangis, menandakan gadis itu masih sadar walaupun seiring waktu makin terdengar pelan.

            “Oppaa... Oppaa..” Racauan Raekyo membuat Minho sadar, ia harus memberi kabar pada kakak-kakak Raekyo. Ia memencet tombol panggilan di radio mobilnya lalu memasang headset bluetooth pada telinganya, mendengarkan ringtone yang mengalun di sana.

            “Yeoboseyo?” Akhirnya terdengar sapaan Heechul di seberang telepon.

            “Hyung! Ini aku Minho! Hyung di rumah sakit?”

            “Ne, Minho-ya. Wae? Aku lembur hari ini.”

            “Hyung aku sedang menuju ke sana. Siapkan semuanya hyung.”

            “Mwo? Memang siapa yang sakit? Siapkan semua itu apa maksudnya?”

            “Raekyo hyung! Kondisinya saat ini sangat tidak baik-baik saja. Aku sedang berusaha menuju ke sana secepat mungkin. Jarakku ke rumah sakit mungkin 15 menit lagi.”

            “MWO???? Raekyo kenapa??? Minho Raekyo kenapa?!!!” Minho mengernyit mendengar teriakan Heechul.

            “Dia jatuh ke sungai hyung. Sekarang badannya menggigil dan aku yakin ia kambuh hyung. Dia menangis kesakitan hyung. YAK! CHO RAEKYO JANGAN TERTIDUR! BANGUN RAEKYO!” Minho panik saat melihat Raekyo kini menutup matanya.

            “MINHO!! APAYANG TERJADI????” Heechul ikutan panik mendengar teriakan Minho, perasaanya sungguh tidak tenang.

            “Hyung! Segera siapkan semua! Aku akan segera sampai! Cepat hyung!” Minho pun menutup teleponnya memberikan waktu agar Heechul bisa segera mempersiapkan perawatan bagi Raekyo. Sementara itu Raekyo masih berusaha keras mempertahankan kesadarannya, semuanya nampak timbul tenggelam. Ia ingin menyerah namun Minho terus mencegahnya. Maka ia berusaha keras untuk itu walau rasa sakitnya tidak tertahankan lagi. Beginikah rasanya sekarat?

 

DI RUMAH SAKIT 

            Heechul tertegun menatap ponselnya. Semua ini hanya mimpi kan? Malam itu entah kenapa Heechul merasa harus tetap diam di rumah sakit, membereskan semua pekerjaannya walau sebenarnya masih bisa keesokan harinya. Ia terus saja mereka ulang percakapannya dengan Minho. Sahabat Kyuhyun itu terdengat begitu panik, sebegitu parahnyakah adiknya? Sebenarnya apa yang telah terjadi?

            “Sajangnim, apa yang terjadi?”Sekertaris Heechul masuk ke dalam ruangan setelah mendengar atasannya berteriak-teriak di telepon. Mendengar itu Heechul langsung sadar, ia berlari keluar ruangannya menuju ke bawah sambil meneriakkan beberapa perintah pada sekertarisnya. Awalnya wanita itu terkejut, namun segera melaksanakan perintah dengan patuh, ia tahu sesuatu telah terjadi dengan si bungsu keluarga Cho, mau tidak mau ia juga merasa khawatir sebab ia tahu seberapa parah Raekyo bila kambuh.

            Tidak lama kemudian, sebuah mobil hitam memasuki pelataran rumah sakit dengan kecepatan yang membuat orang lain jantungan. Di depan pintu masuk rumah sakit, Heechul sudah menanti ditemani beberapa pria yang diyakini adalah dokter dan beberapa suster. Mereka menanti dalam diam bersama dengan peraralatan berupa masker oksigen dan ranjang rumah sakit. Begitu mobil berhenti, Minho segera keluar dari mobil dan menuju ke tempat penumpang.

            Heechul kaget melihat Minho basah kuyup, namun ia juga berlari mengikuti Minho. Saat pintu mobil dibuka, hati Heechul mencelos. Pemandangan di depannya sungguh membuat ia ingin menangis. Adik bungsunya meringkuk dengan gigilan di tubuhnya, bibirnya membiru, ia menangis sambil merintih. Tidak menunggu lama, Heechul menggendong tubuh adiknya yang masih basah dan sangat dingin itu. Membaringkannya di ranjang dan menyingkir membiarkan para dokter dan suster mengambil alih. Rombongan kecil itu segera memasuki rumah sakit, dengan cekatan para suster memasangkan masker oksigen menutupi mulut dan hidung Raekyo sambil mengimbangi kecepatan mereka berlari. Hingga akhirnya rombongan itu memasuki ruang UGD, menyisakan Minho, Heechul beserta sekertarisnya menunggu di luar.

            “Sajangnim, saya sudah menelepon semua saudara anda. Ada lagi yang anda butuhkan?”

            “Sementara belum, kau boleh pergi. Terima kasih sudah menghubungi yang lain. Oh iya, satu lagi bisakah kau ambilkan selimut dan pakaian kering untuk Minho?” Sekertaris itu membungkuk pamit pada Heechul dan Minho, menatap iba ke arah ruangan di mana Raekyo berada lalu berlalu untuk mengambil pesanan Heechul. Minho menghembuskan nafas sambil terduduk di lantai.Melihat hal itu Heechul segera menghampiri Minho. “Kau tidak apa-apa? Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kalian bisa basah kuyup? Memang club pecinta alam itu gila hah menyuruh kalian berenang tengah malam begini?!”

            “Aku juga tidak mengerti hyung. Tiba-tiba jaket dan topiku hilang, saat sedang mencari aku melihat Raekyo berjalan ke arah sungai. Kupanggil namun ia tidak mendengar, akupun mengikutinya. Saat ketemu, ia sudah setengah tenggelam di sungai.”

            “Mwo?? Kenapa bisa begitu??”

            “Hyung, aku takut. Kau harus lihat saat Raekyo berada di mobil. Dia sekarat hyung, dia menangis terus sambil memanggil-manggil kalian. Dia.. tidak akan kenapa-napa kan hyung?” Minho memeluk lututnya, Heechul sadar Minho sedang panik. Tiba-tiba sekertaris Heechul datang kembali, ia menyerahkan selimut dan baju ganti rumah sakit pada Minho sambil dengan pelan membimbing anak itu untuk mengganti bajunya di toilet. Heechul mengangguk berterima kasih pada sekertarisnya dan kembali memusatkan perhatiannya pada kesibukan yang sedang terjadi di ruangan UGD.

            “HEECHUL-AH!!”

            “HYUNG!!”

            “Hyung! Sebenarnya apa yang terjadi?” Heechul berpaling mendengar Leeteuk dan semua adiknya datang. Semua nampak berantakan, Heechul tahu mereka amat khawatir dan buru-buru datang ke sini. Namun bukan Heechul namanya bila ia tidak marah-marah, ia menghampiri kakak tertuanya dan menarik baju kakaknya itu keras.

            “SUDAH KUBILANG JANGAN MENGIJINKANNYA PERGI KE GUNUNG SIALAN ITU!! LIHAT SEKARANG APA JADINYA EOH??!!” Leeteuk mendengar itu hanya mampu terdiam. Shindong dan Sungmin sempat kaget dengan luapan amarah hyung tercantik mereka, namun mereka dengan sigap segera melerai keduanya. Yang lainnya juga terdiam mendengar Heechul, sementara Donghae sudah menangis di pelukan Eunhyuk.

            “Hyung, tenanglah dulu. Sebenarnya apa yang terjadi? Raekyo kenapa?” Siwon berkata dengan nada khawatir. Dirinya sungguh jantungan mendapat telepon dari sekertaris Heechul bahwa Raeko ada di rumah sakit.

            “Aku juga tidak tahu. Minho hanya berkata bahwa ia menemukan Raekyo tenggelam di sungai.” Heechul mengusap wajahnya lelah. Ia hanya mampu berharap semua ini hanya mimpi buruk.

            “Mwo?? Minho? Dia di mana sekarang, hyung?” Kyuhyun nampak mencari-cari Minho. Pandangannya tertuju pada namja yang sedang berjalan ke arah mereka memakai baju rumah sakit.

            “Kyu hyung.” Minho segera berlari ke arah Kyuhyun. Ia menangis sambil memeluk lengan sahabatnya, “Maafkan aku hyung, aku tidak bisa menjaga adikmu dengan baik. Raekyo.. Dia.. Hiks.” Minho menangis meluapkan semua ketakutannya. Ia juga menyesal tidak mampu memenuhi janjinya pada Kyuhyun. Mendengar itu Kyuhyun mengusap-usap punggung Minho menenangkannya. Tiba-tiba teriakan Raekyo terdengar dari dalam ruang UGD, sontak mereka semua berdiri di depan pintu mencoba melihat keadaan si bungsu dari pintu kaca yang transparan.

            Di dalam, tubuh Raekyo disambung dengan berbagai macam peralatan medis. Pendeteksi detak jantung, infus, masker oksigen semua dengan setia menempeli tubuhnya. Seorang dokter terlihat memegang suntikan dengan ukuran yang cukup besar, ia terus saja menyuntik ke arah paru-paru Raekyo mencoba mengeluarkan semua cairan agar gadis itu bisa bernafas kembali. Setiap suntikan rupanya terasa amat menyakitkan, membuat Raekyo terus menggeliat mencoba melepaskan diri namun semua suster menahan tubuhnya. Gadis itu berteriak melepaskan rasa tersiksanya memanggil kakak-kakaknya sambil terus menangis. Melihat itu mereka semua menangis tidak tega. Heechul memalingkan mukanya, ia tidak sanggup menyaksikan pemandangan di depannya lebih lama lagi.

            Entah sudah berapa lama mereka menunggu hingga akhirnya pintu ruangan dibuka dan dokter yang menangani keluar. Semua segera menghampiri dokter yang usianya sudah tidak muda lagi itu.

            “Bagaimana keadaan Raekyo, dok?” Yesung bertanya.

            “Dia tidak kenapa-kenapa kan dok?” Ryeowook menimpali.

            “Kalian tenanglah dulu. Raekyo-ssi memang kambuh cukup parah, paru-parunya kemasukan banyak air hingga membuatnya sulit bernafas, selain itu ia juga terkena radang dingin. Untung saja ia tidak sempat tertidur karena itu akan membahayakan nyawanya. Sekarang kondisinya mulai stabil, kalian bisa menjenguknya setelah dipindahkan ke ruang rawat.” Setelah mengucapkan terima kasih, dokter itu pergi meninggalkan mereka. Tidak berapa lama kemudian para suster memindahkan Raekyo ke ruang rawatnya.

            “Rae, di mana yang sakit?” kesebelas orang mengerumuni Raekyo di kamar rawatnya sementara Minho sudah dijemput pulang oleh kakaknya. Anak itu juga butuh istirahat. Semua khawatir melihat seberapa pucat wajah adiknya itu.

            “Oppa mianhe.” Air mata itu menetes lagi. “Oppa, jangan menangis, Aku baik-baik saja.”

            “Apanya yang baik-baik saja eoh?! Kamu itu ya senang sekali membuat kami jantungan!” Heechul memarahi adiknya, mencoba mengalihkan perhatian dirinya agar tidak ikut menangis.

            “Mianhe, Chullie-oppa.”

            “Sudah, sudah. Tidak apa-apa, Rae. Kau istirahat, ya. Sudah jangan pikirkan apa-apa. Kami semua akan menjaga kamu di sini.” Sungmin mengelus kepala adik bungsunya itu.

            “Kyu oppa..” Raekyo mengangkat tangannya yang segera disambut Kyuhyun. Pemuda bermata bulat itu duduk perlahan di ranjang adiknya. “Bukan salah oppa. Bukan salah Minho juga. Jangan menyalahkan diri lagi, oppa.”

            Kyuhyun tertegun. Raekyo memang paling mengerti dirinya. Dari tadi ia hanya diam saja karena merasa semua apa yang terjadi pada Raekyo adalah karena kesalahan dirinya tidak bisa menjaga gadis itu dengan lebih baik. Walau Raekyo sudah berkata bahwa itu bukan salahnya, namun Kyuhyun bertekad mencari tahu sebenarnya apa yang telah terjadi dan siapa yang begitu tega mencelakakan adiknya.

            “Rae, sebenarnya apa yang terjadi? Ceritakan pada oppa, ne?” Raekyo pun menceritakan kembali kejadian yang baru saja ia alami. Semua kakaknya mendengarkan dnegan serius, sesekali menyela untuk bertanya detail.

            “Kim Woobin.” Kyuhyun menyebutkan nama teman sekelasnya yang ia curigai pertama kali.

            “Itu hakseng yang kamu pernah bilang mau mengejar Raekyo, Kyu?” Kibum bertanya.

            “Iya, hyung. Dia orangnya. Mungkinkah dia yang melakukan semua ini? Tapi motifnya apa?” Otak jenius Kyuhyun nampak berpikir keras.

            “Kamu jangan main tuduh saja, Kyu. Lagipula tidak ada bukti apapun. Bisa-bisa kamu yang kena masalah nanti.” Leeteuk mencoba menasihati Kyuhyun.

            “Iya benar, Kyu. Kita akan selidiki tapi diam-diam. Aku dan Kibum akan membantumu.” Ryeowook menawarkan, ditanggapi anggukan dari saudara kembarnya, Kibum.

            “Baiklah. Tapi aku akan benar-benar usut tuntas ini, hyung. Siapapun yang berani melukai Raekyo akan berurusan denganku.” Kyuhyun menjawab mantab, tekadnya sudah bulat.

            “Psst! Sudah, kita lanjutkan di luar saja, Raekyo sudah tertidur.” Sungmin menyadarkan diskusi mereka, tanpa terasa Raekyo sudah terlelap. Walau wajahnya masih pucat namun terikan nafasnya sudah terlihat normal. Satu per satu mereka memutuskan untuk keluar dari kamar rawat, membiarkan si bungsu bersitirahat dengan tenang.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
putripdian #1
Chapter 10: Please update
Taeyeon_ssJH
#2
Daebak!!!!!♡♡♡♡♡