-Chaerin-

Without You

Senyuman ceria nan menggoda. Gerakan selembut ‘pohon’ gossypium, woah.. Chaerin benar-benar dibuat terperangah. Pantas saja ia bisa menjadi seperti sekarang, beberapa kenalan designer asal bulgaria (yang chaerin tau) menghampirinya dan menghabiskan beberapa menit untuk berbagi tawa dan ‘bercanda’ dengan tangan dan beberapa sentuhan. Menggelikan. 

Mata awas chaerin bagaikan sepasang mata elang yang tengah mengincar kijang yang sedang bergumul dipadang rumput. Tidak lepas sepersekian detikpun dari berbagai aktivitas yang dilakukannya. Sampai sesuatu yang seharusnya tidak boleh ia lihat terfilmkan dalam memorynya. 

--------------------------------------------------------------

 

Beberapa jam lagi ia akan tiba di tempatnya menetap untuk sementara. Atau untuk selamanya? Entahlah ia belum memutuskan seserius itu. Yang Chaerin ingin adalah mengistirahatkan saraf-saraf otaknya yang telah bekerja begitu keras demi keinginan gilanya. Atau hanya mencari ispirasi atau memberi istirahat pada hati satu-satunya ini. 

Auckland international airport menyambutnya hangat. Ah bukan tapi sedikit dingin ah tidak ini benar-benar dingin. “Chaerin aah..!” suara berat yang sedikit ia rindukan bukan sedikit tapi banyak banyak sangat banyak. Chaerin tersenyum cerah, segera ia berlari dan menghambur kedalam tubuh yang tidak begitu tinggi dan bau amis(?)

“Nemse neun...?” ditutup kedua lubang hidung miliknya sebelum semua udara yang menguar dari tubuh yang baru saja ia peluk menguasai rongga hidung. 

“Haa.. haa.. Anakku kau baik-baik saja.” Tidak dipedulikan sikap tidak sopan yang ditunjukkan anak pertamanya itu. Pria ditengah umur 50 tahunan itu segera membawa koper yang menggandeng mesra telapak tangan mungil Chaerin. 

 “Kehidupan disini menyenangkan?” 

 

“Ya kau lihat sendiri sudah berapa kilo ayah naik berat badan? Ha ha haa...” Mereka menyusuri jalanan basah yang berusaha untuk mengering dengan bantuan alami dari angin menjelang sore.

 

--------------------------------------------------------------

 

Chaerin memutar gagang jendela sekuat tenaga, dirematnya pemutar jendela dengan tangan kanan sembari tangan kirinya menurunkan kaca nan berdebu. Van bak terbuka yang digunakan sebenarnya cukup "wah" jika saja dirawat oleh sang pemilik. 2 kursi depan dan 3 kursi belakang yang tidak tampak seperti kursi penumpang tapi beralih fungsi menjadi gudang alat pancing. Chaerin heran kenapa tidak diletakkan di bak belakang yang memang menjadi tempat seharusnya barang barang itu bersemayam. Van bak terbuka keluaran tahun 90 an ini sudah setua ayahnya... Yah baiklah lebih tua ayahnya tapi berkat sifat ayahnya yg sangat 'sayang' akan kenangan dengan van hitam ini, si benda pemakan bensin milik sang ayah menjadi terlihat lebih dewasa dari semestinya. Sampai suara berdecit menusuk telinga harus terdengar saat menurunkan jendela. 
"Tenagamu kurang," canda ayahnya yang sempat melirik usaha chaerin menurunkan jendela. 
"Ayah kenapa tidak membeli yang baru?" 
"Bukan masalah baru atau tidak sayang. Tapi history nilai sejarahnya... Kau tidak ingat saat kita tinggal untuk pertama kali disini saat itu kau senang sekali menaiki 'josh' sampai kau berusaha keras ingin tidur dibak belakang, katamu biar bisa melihat bintang saat malam kau sangat lucu waktu itu dan saat kita mengendarai menyusuri sungai..."

Dan setelahnya Chaerin tak dapat mendengar 'kidung' sang ayah yang selalu saja menceritakan masa lalu mereka bersama dengan 'josh' sang kuda hitam eh van hitam, tapi yaah harus chaerin akui itu menyenangkan. Berkelebat kenangan yang sudah sangat lama tidak Chaerin pikirkan kini hadir kembali dan menjadi sebab sepoles senyuman muncul menghiasi wajah lelahnya.

 

Setelah berhasil menang melawan sulitnya membuka sang jendela, Chaerin mengulurkan hampir setengah tangan kanannya keluar mobil dan mulai merasakan angin khas kota tua ini. Rasa angin yang membawa sisa sisa bulir air menerpa telapak tangannya, harum rumput yang hijau jalanan sepi nan tenang. Pemandangan khas desa peternak memanjakan seluruh panca indranya.  -Welcome home- batinnya pada diri sendiri.

 

Sudah hampir 10 tahun ia tidak pulang ke sini. Pulang? Tunggu bukannya ia orang korea lalu kenapa pulang ke auckland? Ia masih harus membayar visa dipulau yang termasuk ke negara australia ini dan ia merasa 'pulang'? Merasa 'home' Chaerin tak mengerti bagaimana cara berpikirnya.

 

Sambutan hangat sang ibu dengan ciri khas senyuman yang selalu dirindukan olehnya, membenamkan semua masalah dan rasa lelah yang ia geret semenjak dari korea. Jus pisang susu dan kue madu (entah nama sebenarnya apa) berbentuk cup mungil berjejer apik di meja kayu besar ruang keluarga. Tidak banyak yang berubah hanya beberapa furniture baru atau lama(?) yang baru pertama Chaerin lihat menghiasi rumah khas gaya peternakan.  sebuah pajangan bertulisan "menjadi baik itu penting tapi menjadi berkat untuk sesama adalah keharusan" dalam bahasa korea bertengger diatas sebuah bufet pendek tempat televisi. Sejak kapan ada televisi(?) 
 

"Kami perlu lihat kalau kalau kau terkenal dan ibu akan mengundang semua orang disini untuk melihat mu di televisi" Jelas ibu yang sedari tadi memperhatikan keheranan Chaerin. Ibu tetap cantik meski sudah ditengah usia 50 an dan yang pasti modis untuk seukuran wanita sepertinya, kini Chaerin tau dari mana bakat fashionnya diturunkan. 
 

"Ayah mu yang buatkan tempat duduk aneh ini, tapi... Lucu kan?" Sang ibu menunjuk 2 buah kursi yang bergelantung layaknya ayunan ditaman bermain sebelah kanan meja yang ia jadikan tumpuan tangannya sedari tadi. 'Woah!' Chaerin tidak dapat menyembunyikan kerterkejutannya. Unik, aneh, atau malah stylist? Entah yang jelas sepanjang ingatannya ayahnya memang multitalent dan bisa merubah atau membuat sesuatu dari awalnya hanya segelonggongan kayu tak terpakai menjasi sesuatu yang hem... Indah(?) hhaa entahlah.

 

Harin lee adik satu satu dan kesayangannya kini telah tinggal di Hongkong. Hampir 5 tahun kebelakang Chaerin harus bolak balik korea-hongkong atau bahkan jepang-new york untuk keperluan bekerja (tentu saja) dan bersua dengan adiknya yang kini tengah berbisnis supermarket organik. Jiwa bisnis yang entah datang darimana membuat peluang membuka usaha baru bagi Harin untuk terus mengembangkan usahanya.

 

Well tidak ada yang perlu di khawatirkan lagi. Ayah Ibunya telah tinggal dengan nyaman, begitu juga dengan adiknya. Chaerin tidak perlu lagi terlalu mengkhawatirkan keadaan mereka. Yang harus Chaerin tangani saat ini adalah -kwon jiyoung- tunggu kenapa nama itu hadir lagi? Chaerin sudah sejauh ini, sudah beribu kilometer ia tempuh tapi kenapa nama pria itu hadir kembali? 
 

Tidak Chaerin kau bertekad untuk melupakannya!

 

Asap mengepul dari segelas susu hangat coklat didepan Chaerin. Asapnya membawa harus manis menggoda untuk mencicipnya.

 

--------------------------------------------------------------

 

"Kau suka coklat? Ini, untuk mu" Tanpa melihat ke arah Chaerin sebuah coklat batang berbungkus plastik hijau bertuliskan -matcha flavour- digeser oleh Jiyoung ke depan Chaerin. 
Chaerin meliriknya sebentar sebelum menyunggingkan senyum,

"Siapa yang tidak suka jika diberi? Ya meskipun aku tidak terlalu suka sih.." 

"Jangan bercanda, lalu itu -menyebutkan merek coklat- berkotak kotak di tas mu apa namanya." Chaerin akhirnya memamerkan deretan giginya "Dasar tukang intip."

"Hyung apa apaan ini?" Jiyoung mengomentari penampilan jaket retro yang menurutnya aneh "ini gaya masa kini, kau saja yang tidak tau." 

 

"Hahaa jangan bercanda, aku ini ikon fashion korea selatan." Cih, sombong sekali dia, tapi ya memang harus dipercayai jiyoung adalah cover fashion negara ini. Jadi pantas saja. Chaerin tidak bisa melepas pandangannya dari reka kerjanya yang satu ini. Rekan yang kerjanya yang ia sayangi. 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet