Chapter 3

ENERMA

Chansung segera menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi setelah ia memasuki mobilnya. Ia memejamkan matanya dan meletakkan lengan kanannya untuk menutupinya. Ia kembali teringat kejadian siang tadi diruangannya. Seseorang yang sangat tidak ingin ditemuinya mulai sekarang akan sering bertemu dengannya.

 

 

Flashback

 

"Lama tak bertemu Chansung-ah." seorang laki-laki dengan setelan mahal dan wajah angkuh berjalan perlahan mendekati meja kerja Chansung.

 

"Kalau kau hanya ingin mengucapkan kalimat basa-basi seperti 'selamat datang' atau 'selamat atas posisimu' kau tidak perlu melakukannya. Kau bisa melakukannya untuk dirimu sendiri. Katakan apa yang ingin kau katakan, dan segera keluar dari ruanganku wakil direktur Kim Minjun-shi." ucapan Chansung disambut kekehan ringan oleh Minjun.

 

"Ternyata kau telah hafal dengan kebiasaanku Chanie."

 

Chansung berjenggit saat Minjun memanggilnya seperti itu. Ia menggertakkan giginya, berusaha menahan emosinya. Tapi berusaha menjaga ekspresi wajahnya agar tetap datar. Ia tidak mau Minjun melihat emosinya, karena ia tahu, hal itu hanya akan membuat Minjun semakin merasa diatas angin.

 

"Aku hanya ingin memastikan kau tidak melupakan perjanjian kita Channie." Minjun kembali berucap saat ia melihat Chansung tak menanggapi ucapannya.

 

Chansung mengepalkan tangannya diatas pahanya. Keinginan untuk melayangkan pukulan pada wajah tampan yang tengah menyunggingkan senyum miring dihadapannya itu memenuhi otaknya setelah mendengar kalimat terakhir dari pria itu. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan itu."

 

"Bagus kalau begitu. Semoga hari pertama anda bekerja menyenangkan Presdir." senyum miring kembali menghiasi wajah Minjun sebelum akhirnya ia berbalik dan melangkah keluar dari ruangan Chansung.

Flashback end

 

 

Chansung berteriak dan memukul roda kemudi dengan kesal sebelum akhirnya menyalakan mobilnya dan melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan kantor agensi HOT Ent.

 

~2PM~

 
Nichkhun segera keluar dari taxi yang ditumpanginya saat ia telah sampai di depan kantor polisi. Ia mengeluarkan ponselnya dan mendial sebuah nomor di contact listnya.
 
"Aku sedang berjalan memasuki kantor polisi." Nichkhun langsung menutup sambungan ponselnya tanpa menunggu balasan dari ujung sambungan telefon. Ia tahu orang yang dihubunginya pasti sudah mengerti.
 
"Nichkhun-shi!"
 
Nichkhun segera menoleh saat ia mendengar namanya dipanggil. Ia melihat seorang laki-laki bertubuh tinggi dengan seragam kepolisian berjalan menghampirinya. "Kwangsoo-shi."
 
"Sebaiknya kita ke coffeshop di depan kantor saja. Ada banyak mata dan telinga disini." petugas bertubuh tinggi itu melemparkan senyum lebarnya pada Nichkhun. Berusaha mengabaikan tatapan dari rekan-rekan kerjanya yang menatapnya dengan tatapan curiga.
 
"Baiklah."
 
~o0o~
 
"Jadi, bisa kau ceritakan informasi apa yang kau ketahui tentang kecelakaan orangtuaku Kwangsoo-shi?" tanya Nichkhun langsung saat mereka telah duduk di bangku paling pojok coffe shop.
 
"Tentu. Tapi tidak banyak yang aku ketahui Nichkhun-shi, karena saat pertengahan penyelidikan kecelakaan itu, aku tiba-tiba dipindahtugaskan ke Seoul." Kwangsoo menghela nafasnya, sedikit menyesal.
 
"Tidak apa-apa Kwangsoo-shi. Informasi sekecil apapun akan sangat berharga untukku."
 
Kwangsoo kembali menghela nafas sebelum menjelaskan informasi yang diketahuinya. "Saat itu aku yang pertama kali tiba di lokasi kecelakaan karena saat itu aku sedang bertugas lapangan di dekat daerah itu. Aku melihat mobil yang ditumpangi oleh orangtuamu telah hancur tak berbentuk. Keadaan orangtuamu juga tak lebih baik." Kwangsoo menghentikan sebentar penjelasannya untuk melihat ekspresi Nichkhun. Ia melihat kesedihan yang sangat dalam dimata indah aktor tersebut. "Tak lama kemudian ambulans datang untuk mengevakuasi korban dan membawanya kerumah sakit. Saat itulah aku melihat sebuah tas didalam mobil. Saat aku membuka tas itu, aku yakin melihat sebuah undangan berwarna merah maroon. Tapi setelah aku menyerahkan tas itu pada petugas kepolisian yang menangani kasus itu, undangan itu hilang. Undangan itu sama sekali tidak ada dalam daftar barang milik korban kecelakaan. Aku mencoba menanyakannya pada petugas lain yang menangani kasus itu, tapi mereka mengatakan tidak pernah melihat undangan itu. Padahal waktu dalam undangan itu sama persis dengan waktu kecelakaan terjadi. Aku yakin itu."
 
"Apa kau tahu itu undangan untuk acara apa?" tanya Nichkhun.
 
"Aku tidak begitu yakin karena aku tidak membaca undangan itu secara keseluruhan. Sepertinya acara pertemuan atau semacamnya. Tapi saat aku ingin menyelidiki tentang undangan itu, tiba-tiba aku mendapatkan tawaran untuk dipindahtugaskan ke Seoul. Aku yang saat itu memang ingin sekali bertugas di kota besar seperti Seoul segera menyetujuinya. Aku minta maaf Nichkhun-shi. Andai saja waktu itu aku menolak, pasti aku bisa menyelidiki tentang undangan itu." Kwangsoo kembali menghela nafas, merasa menyesal dengan keputusannya.
 
"Kau tidak perlu meminta maaf padaku Kwangsoo-shi. Justru aku berterimakasih padamu karena kau telah memberiku informasi ini." Nichkhun melemparkan senyumannya pada petugas bertubuh tinggi itu.
 
~2PM~
 
Langit terlihat cerah tanpa satupun awan yang melintas. Cuaca pagi ini sangat bersahabat, dan Junho memanfaatkannya untuk berolahraga di taman dekat coffeshop miliknya. Semalam ia tidak pulang kerumahnya dan memilih untuk tidur diruangan pribadinya di belakang coffe shop itu setelah Taecyeon pamit untuk pulang. Rumahnya memang tidak terlalu jauh dari coffeshop miliknya, tapi ia terlalu malas untuk berjalan pulang kemarin malam. Ia hanya ingin segera merebahkan tubuhnya setelah perbincangan panjangnya dengan Taecyeon semalam.
 
Junho baru saja berniat untuk berlari satu putaran lagi saat ia mendengar ponselnya berdering. Ia merogoh saku celananya dan segera mengangkat telfon tersebut.
 
"Kau dimana Nuneo? Aku kerumahmu tapi kau sudah tidak ada. Lalu aku ke coffeshop, dan ternyata masih tutup. Kau juga menguncinya. Sebenarnya kau ini ada dimana? Aku mengkhawatirkanmu." omelan segera mengalir dari ujung sambungan telefon.
 
"Aku sedang berolahraga di taman Hyung. Aku pulang sekarang." Junho segera mematikan sambungan telfonnya sebelum omelan kembali mengalir dari orang di seberang telefon.
 
~2PM~
 
"Khunie-hyung!"
 
Nichkhun segera mengangkat wajahnya saat ia mendengar seseorang memanggil namanya. Ia memang sedari tadi menunduk untuk melihat ponselnya. Ia melemparkan senyumnya pada laki-laki chuby yang berjalan perlahan kearahnya.
 
"Apa yang kau lakukan disini Hyung? Kau tidak ada jadwal?" tanya laki-laki itu dengan alis yang mengkerut, membuatnya terlihat semakin imut.
 
"Aku sedang menunggu Junho. Lalu kau sendiri? Bukankah harusnya kau mengajar Woo?"
 
Wooyoung menggelengkan kepalanya, "hari ini bimbingan belajar diliburkan."
 
"Ah begitu."
 
"Hyung!" 
 
Nichkhun terlonjak kaget saat seseorang mengejutkannya dari belakang. Ia menolehkan kepalanya dan melihat Junho tengah menampilkan cengirannya. "Kau mau aku mati muda karena serangan jantung Lee Junho?!" Nichkhun mencoba meraih tubuh Junho untuk memitingnya, tapi Junho lebih gesit dan ia segera bersembunyi dibalik tubuh Wooyoung. "Ya! Kemari kau setan kecil!" teriakan Nichkhun hanya dibalas juluran lidah oleh Junho.
 
"Hei hei hei! Sudahlah. Kalian tidak sadar menjadi pusat perhatian hah?" Wooyoung akhirnya membuka suaranya saat melihat orang-orang disekitar mereka melihat mereka dengan tatapan aneh.
 
Nichkhun dan Junho menghentikan aksi kekanakan mereka dan melihat sekeliling. Wajah mereka tersipu malu karena orang-orang disekitar mereka melihat mereka dengan tatapan 'apa-yang-sedang-mereka-lakukan?'. Junho segera mengajak mereka untuk masuk kedalam coffeshop miliknya sebelum mereka semakin mempermalukan diri mereka sendiri.
 
"Bukankah pagi ini kau ada jadwal pemotretan Hyung?" Junho segera melemparkan pertanyaan saat mereka bertiga telah duduk dibangku coffeshop miliknya.
 
"Ditunda." Junho hanya ber'oh'ria menanggapi jawaban Nichkhun. "Aku ingin mengatakan sesuatu padamu Junho. Ini tentang kasus kecelakaan orangtua kita."
 
Wooyoung tiba-tiba berdiri dari kursinya, "sepertinya pembicaraan ini sangat penting. Aku bisa menunggu diluar." 
 
Wooyoung beniat untuk melangkah pergi saat pergelangan tangannya ditarik oleh Nichkhun. "Kau bisa tetap berada disini dan mendengarkan apa yang aku katakan Woo. Kau juga telah mengenal orangtua kami sejak lama. Apalagi kau sudah mengenal Ayah Junho sejak kau masih kecil. Jadi kau juga berhak tahu tentang hal ini."
 
Wooyoung sempat ragu sesaat, tapi melihat kesungguhan yang terpancar di mata Nichkhun membuatnya luluh dan akhirnya mendudukan kembali pantatnya di kursi. Ia memang tak pernah bisa menang apabila bertatapan langsung dengan lelaki thailand tersebut.
 
"Jadi?" tanya Junho akhirnya.
 
Nichkhun kembali mengalihkan perhatiannya pada Junho. Ia menarik nafas sejenak sebelum menghembuskannya perlahan. "Semalam aku menemui petugas Lee di kantor kepolisian Seoul." Nichkhun mulai mengurai. "Ia mengatakan saat itu ialah yang pertama kali datang di lokasi kecelakaan. Setelah Ayah dan Ibu dibawa oleh ambulans, ia melihat tas milik Ayah didalam mobil itu. Petugas Lee mengatakan bahwa ia melihat sebuah undangan berwarna merah maroon didalam tas Ayah. Dan ia mengatakan bahwa waktu dalam undangan itu bertepatan dengan waktu saat kecelakaan terjadi." Nichkhun menghentikan ceritanya sejenak untuk melihat ekspresi Junho dan Wooyoung. Nichkhun bersumpah ia melihat sorot kekhawatiran yang ditampilkan oleh mata sipit Junho walau hanya sesaat, sebelum digantikan dengan sorot mata terkejut.
 
"Lalu, undangan apa itu Hyung?" bukan Junho, melainkan Wooyoung yang bertanya. Dan hal itu membuat Nichkhun sedikit curiga. Nichkhun mengalihkan pandangannya pada Wooyoung. Ia terdiam sesaat.
 
"Petugas Lee tidak begitu yakin. Tapi sepertinya itu adalah undangan pertemuan." Nichkhun kembali menatap Junho untuk melihat ekspresinya. Tapi Junho terlihat menundukkan kepalanya.
 
"Kumohon hentikan semua ini Hyung." suara Junho terdengar sedikit bergetar. Dan Nichkhun tahu, Junho pasti tengah berusaha sekuat mungkin menahan tangisnya. Ia bisa melihat tangan Junho yang mengepal erat diatas pahanya.
 
"Tidak Junho. Aku tidak akan pernah berhenti sebelum aku mengetahui kebenarannya."
 
"Kau akan terluka Hyung!" Junho tak bisa lagi menahan emosinya. Nada bicaranya meninggi dan ia menatap langsung kedalam mata bulat Nichkhun.
 
"A-apa maksudmu Junho? Kau mengetahui sesuatu?!" nada bicara Nichkhun menjadi sedikit meninggi sekarang. Ia menatap Junho dengan tatapan curiga.
 
"Aku tidak mengetahui apapun!" nada bicara Junho bahkan terdengar semakin meninggi sekarang, dan hal itu membuat Nichkhun semakin mencurigainya.
 
"Hei, tenanglah. Kalian berdua bisa membicarakan hal ini baik-baik. Jangan menggunakan emosi kalian." Wooyoung akhirnya angkat bicara setelah mendengar pertengkaran kakak beradik itu.
 
Nichkhun dan Junho akhirnya menghela nafas masing-masing, menyesali emosi mereka yang tak terkontrol. Mereka saling menatap dengan tatapan menyesal satu sama lain. Tanpa kata maaf yang terucap pun, mereka tahu bahwa masing-masing dari mereka telah menyesal dan memaafkan satu sama lain.
 
"Aku jadi teringat, seminggu sebelum orangtua kalian pergi ke pulau Jeju, aku melihat seorang laki-laki bersetelan rapi menemui Tuan Lee di depan rumah lama kalian. Laki-laki itu menyerahkan sebuah amplop berwarna coklat pada Tuan Lee." Wooyoung kembali membuka suaranya. Dan kalimatnya sukses membuat Nichkhun  dan Junho mengalihkan pandangannya pada Wooyoung.
 
"Kau masih ingat bagaimana wajah laki-laki itu?" Nichkhun segera melontarkan pertanyaannya.
 
"Aku tidak terlalu mengingatnya, tapi yang jelas ia memiliki sebuah tato berbentuk simbol yang sangat rumit di belakang telinganya." penjelasan Wooyoung sukses membuat mata sipit Junho melebar terkejut. Tapi ia segera mengembalikan ekspresi wajahnya menjadi datar sebelum Nichkhun menyadari perubahan ekspresinya. Beruntung Nichkhun terlalu fokus pada penjelasan Wooyoung, sehingga ia tak melihat perubahan ekspresi Junho.
 
"Apa ada ciri-ciri lain yang kau ingat?" tanya Nichkhun, yang hanya dibalas dengan gelengan lemah oleh Wooyoung. Nichkhun berniat untuk kembali melontarkan pertanyaannya saat suara lonceng menginterupsinya.
 
KLINING~
 
"Boss-hyungie! Aku datang~" suara lonceng dan teriakan bersemangat membuat mereka bertiga sedikit terlonjak kaget dan mengalihkan pandangan mereka ke pintu masuk coffeshop kecuali Nichkhun. Seorang pemuda dengan style cassual melambaikan tangannya seperti anak kecil dengan penuh semangat. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya.
 
"Oh, Jack! Kau datang pagi?" tanya Junho.
 
"Hari ini sekolahku diliburkan, jadi aku bisa bekerja disini full time untuk hari ini Boss-hyungie." Jackson berjalan dengan penuh semangat menghampiri mereka.
 
"Kenapa kau memanggil Junho seperti itu?" tanya Wooyoung.
 
"Boss menyuruhku untuk menganggapnya sebagai teman atau kakak. Tapi walau bagaimanapun dia tetap adalah bossku. Jadi aku panggil saja dia Boss-hyungie." Jackson mengakhiri kalimatnya dengan senyum lebarnya. Sedangkan Wooyoung hanya menggelengkan kepalanya mendengar penjelasan Jackson.
 
"Coffeshop masih akan buka 2 jam lagi dari sekarang, jadi kau bis-"
 
"Woah! Daebak! Nichkhun Horvejkul? Aktor yang terkenal itu?! Daebak!" ucapan Junho terpotong oleh teriakan antusias Jackson saat ia menyadari orang ketiga yang tengah duduk dibangku itu ternyata adalah seorang aktor terkenal.
 
Wooyoung hanya memutar bola matanya melihat kelakuan udik anak didiknya. Sedangkan Nichkhun hanya tersenyum kikuk sementara Junho tersenyum geli melihat kelakuan karyawan barunya.
 
"Dia kakakku." ucapan Junho sukses membuat Jackson melebarkan matanya terkejut. Mulutnya bahkan terbuka lebar saking terkejutnya.
 
"Woah! Daebak! Apa aku menyelamatkan sebuah negara dimasa lalu sehingga aku bisa mendapatkan Boss yang imut dan baik hati yang tenyata adalah adik dari seorang aktor terkenal? Woah, aku tidak bisa mempercayainya. Aku benar-benar beruntung!"
 
"Maka dari itu kau harus bekerja dengan baik anak nakal!" Wooyoung memukul kepala Jackson main-main.
 
"Kenapa kau sering sekali memukul kepalaku Hyung?! Aku bisa jadi bodoh karena kau." kalimat Jackson sukses membuat yang lain tertawa, termasuk Nichkhun.
 
"Jadi, kau karyawan baru di coffe shop adikku?" tanya Nichkhun setelah tawanya mereda.
 
"Y-ya." Jackson terlihat sedikit gugup menjawab pertanyaan tiba-tiba dari Nichkhun.
 
"Tolong bantu dia Jack. Jangan biarkan setan kecil ini memaksakan diri untuk bekerja dan akhirnya kelelahan."
 
"Hyung! Aku bukan setan kecil! Berhenti memanggilku seperti itu." Junho mengerucutkan bibirnya sebal.
 
"Kau memang setan kecil yang suka mengganggu orang-orang disekitarmu saat kau sedang bosan Nuneo. Kau tak ingat saat kau membuat Suzy menangis karena kau menyembunyikan bonekanya diatas lemari?" Nichkhun mencubit pipi Junho kemudian mengacak-acak rambutnya, membuat Junho semakin mengerucutkan bibirnya karena diperlakukan seperti anak kecil.
 
"Itu saat aku masih kecil Hyung. Sekarang aku sudah dewasa. Jadi berhenti memanggilku seperti itu!"
 
"Bagiku kau masih adik kecilku yang manis dan menggemaskan Nuneo. Sampai kapanpun akan tetap seperti itu." Nichkhun kembali mengacak-acak rambut Junho dan menampilkan senyum indahnya.
 
Jackson terlihat merona melihat adegan manis kakak beradik dihadapannya. Sedangkan Wooyoung hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat adegan yang sudah terlalu sering dilihatnya itu.
 
~2PM~
 
Junho memarkirkan skuter merahnya di tempat parkir khusus sepeda motor yang ada di depan mini market langganannya. Ia berniat untuk membeli beberapa bahan yang habis di coffeshopnya. Awalnya Jackson berniat untuk menggantikannya berbelanja, tapi ia melarangnya. Ia menyuruh Jackson untuk membersihkan coffeshop. Nichkhun dijemput oleh Taecyeon tak lama setelah Jackson datang. Dan Wooyoung dengan suka rela membantu Junho di coffeshop karena hari ini ia sama sekali tidak punya kegiatan lain.
 
Junho memasuki mini market itu dengan langkah santai, tapi saat ia hendak mendorong pintu kaca minimarket itu, seseorang menariknya dari arah berlawanan dengan cukup keras, hingga membuat Junho terhuyung kedepan dan jatuh menabrak dada bidang orang itu.
 
Junho segera menarik dirinya. Bukan karena ia malu atau apa, tapi ia merasakan energi yang sangat besar saat bersentuhan dengan orang itu.
 
'E-energi macam apa ini?' tanya Junho dalam hati.
 
"Kau baik-baik saja? Aku minta maaf, aku tidak sengaja melakukannya." orang itu melemparkan senyum menyesalnya pada Junho.
 
Junho sedikit mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah orang yang ditabraknya, karena orang itu memang lebih tinggi beberapa centi darinya. Sesaat ia terpana akan ketampanan laki-laki dihadapannya. Hidungnya mancung, matanya indah, bulu matanya sangat lentik, dan aura yang dipancarkannya begitu hangat. Tapi Junho dapat merasakan energi yang sangat kuat dari laki-laki dihadapannya walaupun ia sama sekali tak menyentuh laki-laki itu. 
 
"Ya. Aku baik-baik saja, dan kau tidak perlu meminta maaf." Junho balas melemparkan senyumnya pada laki-laki bertubuh tinggi di hadapannya.
 
"Kau yakin? Aku benar-benar minta maaf atas kejadian barusan." laki-laki itu mencoba kembali mengkonfirmasi keadaan Junho.
 
"Tidak masalah. Lagipula aku baik-baik saja."
 
"Baiklah kalau begitu. Saya permisi dulu. Sampai jumpa." laki-laki itu sedikit membungkuk dan melemparkan senyum terakhirnya sebelum berbalik meninggalkan mini market itu.
 
Junho hanya bisa memandang punggung laki-laki itu yang menjauh dan akhirnya menghilang dibalik pintu sebuah mobil mewah yang dikendarainya. Junho merasakan suatu gelenyar aneh didadanya. Bukan gelenyar seperti orang yang jatuh cinta atau semacamnya. Hanya sebuah perasaan yang Junho sendiri tak bisa menjelaskannya. Ia masih bisa mengingat dengan jelas energi kuat yang terpancar dari laki-laki itu walaupun laki-laki itu telah pergi.
 
'Sebenarnya siapa dia? Kenapa energinya kuat sekali?' ia kembali bertanya dalam hati sebelum akhirnya berbalik dan memasuki mini market itu.
 
~tbc
 
Huah~ sudah sedikit terkuak kan misteri kematian orangtua Junho-Nichkhun? Dan sepertinya fic ini akan lebih saya tekankan di misteri dan fantasinya daripada di romancenya. Jadi romance hanya akan jadi bumbu disini. Hehe. Salahkan otak saya yang gak konsisten. xD Bagi yang gasuka, saya ga maksa baca kok. ^^
 
Terimakasih~ Annyeong readers-deull~ ^^
 
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
brat2104 #1
Chapter 5: Sambungannya..?
eyessmile14
#2
Chapter 5: Itu.. yg tepuk pundak Junho siapa? Aku yakin pasti Minjun hehe *sotak
Aku suka Enerma. Keren aing, suka sama yg scifi gini mystery dan ada bumbu2 romance nyaaa.
Chansung enerma juga kah? Jangan2 iya, karena ada energi kuat dalam tubuhnya (?)
Jackson sama Suzy pasti nanti cinlok haha
Dan jgn biarkan Nickhun jomblo di sini author (aku harus manggil apa ini._.) biarkan Nickhun has a relationship sama Wooyoung walopun backstreet XD
Update this fic juseyooooo T^T
sabrinanunneo #3
Chapter 5: Ohhoo akhirnya updateee.... itu yg neepuk pundak junho pasti limbat soalnya junho melotot horor. Lol.... iya teerlalu pendek nih thor nim... d chapter sebelumnya ku kira jack bakalan suka amaa junho. Eh ternyata... author berkata lain... lol apa next chap udah bisa liat chanho? Ini kayaknya banyak khunho ya.... brother complex ni..... thor uodate soon yaahh
dehana
#4
Chapter 4: Ohohoho minjun nyaa syeleemmm, dia jd antagonis gini makin lakik sosoknya di kepala aku haha, update soon!!!
Nunneo74
#5
Chapter 4: minjun ...!! , qm harus lbh jhat dr yg aku bayangin nak..!! harus ..!!
dhe_dorayaki
#6
Chapter 4: jngan bilang klo yg nabrak ortunya junho itu chan thor..!!

aaah~ ini krng pnjang thor-nim
dhe_dorayaki
#7
Chapter 3: ya'ampun bang jack ganggu ajh,, org lgi sirius in,,

cwo itu chansung kan thor,, aq bisa ngrasain itu,, *jngan" aku enerma juga sodara kembarnya junho??#plak ngawur*

next chap update kilat thor