Langit terlihat cerah tanpa satupun awan yang melintas. Cuaca pagi ini sangat bersahabat, dan Junho memanfaatkannya untuk berolahraga di taman dekat coffeshop miliknya. Semalam ia tidak pulang kerumahnya dan memilih untuk tidur diruangan pribadinya di belakang coffe shop itu setelah Taecyeon pamit untuk pulang. Rumahnya memang tidak terlalu jauh dari coffeshop miliknya, tapi ia terlalu malas untuk berjalan pulang kemarin malam. Ia hanya ingin segera merebahkan tubuhnya setelah perbincangan panjangnya dengan Taecyeon semalam.
Junho baru saja berniat untuk berlari satu putaran lagi saat ia mendengar ponselnya berdering. Ia merogoh saku celananya dan segera mengangkat telfon tersebut.
"Kau dimana Nuneo? Aku kerumahmu tapi kau sudah tidak ada. Lalu aku ke coffeshop, dan ternyata masih tutup. Kau juga menguncinya. Sebenarnya kau ini ada dimana? Aku mengkhawatirkanmu." omelan segera mengalir dari ujung sambungan telefon.
"Aku sedang berolahraga di taman Hyung. Aku pulang sekarang." Junho segera mematikan sambungan telfonnya sebelum omelan kembali mengalir dari orang di seberang telefon.
Nichkhun segera mengangkat wajahnya saat ia mendengar seseorang memanggil namanya. Ia memang sedari tadi menunduk untuk melihat ponselnya. Ia melemparkan senyumnya pada laki-laki chuby yang berjalan perlahan kearahnya.
"Apa yang kau lakukan disini Hyung? Kau tidak ada jadwal?" tanya laki-laki itu dengan alis yang mengkerut, membuatnya terlihat semakin imut.
"Aku sedang menunggu Junho. Lalu kau sendiri? Bukankah harusnya kau mengajar Woo?"
Nichkhun terlonjak kaget saat seseorang mengejutkannya dari belakang. Ia menolehkan kepalanya dan melihat Junho tengah menampilkan cengirannya. "Kau mau aku mati muda karena serangan jantung Lee Junho?!" Nichkhun mencoba meraih tubuh Junho untuk memitingnya, tapi Junho lebih gesit dan ia segera bersembunyi dibalik tubuh Wooyoung. "Ya! Kemari kau setan kecil!" teriakan Nichkhun hanya dibalas juluran lidah oleh Junho.
"Hei hei hei! Sudahlah. Kalian tidak sadar menjadi pusat perhatian hah?" Wooyoung akhirnya membuka suaranya saat melihat orang-orang disekitar mereka melihat mereka dengan tatapan aneh.
Nichkhun dan Junho menghentikan aksi kekanakan mereka dan melihat sekeliling. Wajah mereka tersipu malu karena orang-orang disekitar mereka melihat mereka dengan tatapan 'apa-yang-sedang-mereka-lakukan?'. Junho segera mengajak mereka untuk masuk kedalam coffeshop miliknya sebelum mereka semakin mempermalukan diri mereka sendiri.
"Bukankah pagi ini kau ada jadwal pemotretan Hyung?" Junho segera melemparkan pertanyaan saat mereka bertiga telah duduk dibangku coffeshop miliknya.
"Ditunda." Junho hanya ber'oh'ria menanggapi jawaban Nichkhun. "Aku ingin mengatakan sesuatu padamu Junho. Ini tentang kasus kecelakaan orangtua kita."
Wooyoung tiba-tiba berdiri dari kursinya, "sepertinya pembicaraan ini sangat penting. Aku bisa menunggu diluar."
Wooyoung beniat untuk melangkah pergi saat pergelangan tangannya ditarik oleh Nichkhun. "Kau bisa tetap berada disini dan mendengarkan apa yang aku katakan Woo. Kau juga telah mengenal orangtua kami sejak lama. Apalagi kau sudah mengenal Ayah Junho sejak kau masih kecil. Jadi kau juga berhak tahu tentang hal ini."
Wooyoung sempat ragu sesaat, tapi melihat kesungguhan yang terpancar di mata Nichkhun membuatnya luluh dan akhirnya mendudukan kembali pantatnya di kursi. Ia memang tak pernah bisa menang apabila bertatapan langsung dengan lelaki thailand tersebut.
"Jadi?" tanya Junho akhirnya.
Nichkhun kembali mengalihkan perhatiannya pada Junho. Ia menarik nafas sejenak sebelum menghembuskannya perlahan. "Semalam aku menemui petugas Lee di kantor kepolisian Seoul." Nichkhun mulai mengurai. "Ia mengatakan saat itu ialah yang pertama kali datang di lokasi kecelakaan. Setelah Ayah dan Ibu dibawa oleh ambulans, ia melihat tas milik Ayah didalam mobil itu. Petugas Lee mengatakan bahwa ia melihat sebuah undangan berwarna merah maroon didalam tas Ayah. Dan ia mengatakan bahwa waktu dalam undangan itu bertepatan dengan waktu saat kecelakaan terjadi." Nichkhun menghentikan ceritanya sejenak untuk melihat ekspresi Junho dan Wooyoung. Nichkhun bersumpah ia melihat sorot kekhawatiran yang ditampilkan oleh mata sipit Junho walau hanya sesaat, sebelum digantikan dengan sorot mata terkejut.
"Lalu, undangan apa itu Hyung?" bukan Junho, melainkan Wooyoung yang bertanya. Dan hal itu membuat Nichkhun sedikit curiga. Nichkhun mengalihkan pandangannya pada Wooyoung. Ia terdiam sesaat.
"Petugas Lee tidak begitu yakin. Tapi sepertinya itu adalah undangan pertemuan." Nichkhun kembali menatap Junho untuk melihat ekspresinya. Tapi Junho terlihat menundukkan kepalanya.
"Kumohon hentikan semua ini Hyung." suara Junho terdengar sedikit bergetar. Dan Nichkhun tahu, Junho pasti tengah berusaha sekuat mungkin menahan tangisnya. Ia bisa melihat tangan Junho yang mengepal erat diatas pahanya.
"Tidak Junho. Aku tidak akan pernah berhenti sebelum aku mengetahui kebenarannya."
"Kau akan terluka Hyung!" Junho tak bisa lagi menahan emosinya. Nada bicaranya meninggi dan ia menatap langsung kedalam mata bulat Nichkhun.
"A-apa maksudmu Junho? Kau mengetahui sesuatu?!" nada bicara Nichkhun menjadi sedikit meninggi sekarang. Ia menatap Junho dengan tatapan curiga.
"Aku tidak mengetahui apapun!" nada bicara Junho bahkan terdengar semakin meninggi sekarang, dan hal itu membuat Nichkhun semakin mencurigainya.
"Hei, tenanglah. Kalian berdua bisa membicarakan hal ini baik-baik. Jangan menggunakan emosi kalian." Wooyoung akhirnya angkat bicara setelah mendengar pertengkaran kakak beradik itu.
Nichkhun dan Junho akhirnya menghela nafas masing-masing, menyesali emosi mereka yang tak terkontrol. Mereka saling menatap dengan tatapan menyesal satu sama lain. Tanpa kata maaf yang terucap pun, mereka tahu bahwa masing-masing dari mereka telah menyesal dan memaafkan satu sama lain.
"Aku jadi teringat, seminggu sebelum orangtua kalian pergi ke pulau Jeju, aku melihat seorang laki-laki bersetelan rapi menemui Tuan Lee di depan rumah lama kalian. Laki-laki itu menyerahkan sebuah amplop berwarna coklat pada Tuan Lee." Wooyoung kembali membuka suaranya. Dan kalimatnya sukses membuat Nichkhun dan Junho mengalihkan pandangannya pada Wooyoung.
"Kau masih ingat bagaimana wajah laki-laki itu?" Nichkhun segera melontarkan pertanyaannya.
"Aku tidak terlalu mengingatnya, tapi yang jelas ia memiliki sebuah tato berbentuk simbol yang sangat rumit di belakang telinganya." penjelasan Wooyoung sukses membuat mata sipit Junho melebar terkejut. Tapi ia segera mengembalikan ekspresi wajahnya menjadi datar sebelum Nichkhun menyadari perubahan ekspresinya. Beruntung Nichkhun terlalu fokus pada penjelasan Wooyoung, sehingga ia tak melihat perubahan ekspresi Junho.
"Apa ada ciri-ciri lain yang kau ingat?" tanya Nichkhun, yang hanya dibalas dengan gelengan lemah oleh Wooyoung. Nichkhun berniat untuk kembali melontarkan pertanyaannya saat suara lonceng menginterupsinya.
KLINING~
"Boss-hyungie! Aku datang~" suara lonceng dan teriakan bersemangat membuat mereka bertiga sedikit terlonjak kaget dan mengalihkan pandangan mereka ke pintu masuk coffeshop kecuali Nichkhun. Seorang pemuda dengan style cassual melambaikan tangannya seperti anak kecil dengan penuh semangat. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya.
"Oh, Jack! Kau datang pagi?" tanya Junho.
"Hari ini sekolahku diliburkan, jadi aku bisa bekerja disini full time untuk hari ini Boss-hyungie." Jackson berjalan dengan penuh semangat menghampiri mereka.
"Kenapa kau memanggil Junho seperti itu?" tanya Wooyoung.
"Boss menyuruhku untuk menganggapnya sebagai teman atau kakak. Tapi walau bagaimanapun dia tetap adalah bossku. Jadi aku panggil saja dia Boss-hyungie." Jackson mengakhiri kalimatnya dengan senyum lebarnya. Sedangkan Wooyoung hanya menggelengkan kepalanya mendengar penjelasan Jackson.
"Coffeshop masih akan buka 2 jam lagi dari sekarang, jadi kau bis-"
"Woah! Daebak! Nichkhun Horvejkul? Aktor yang terkenal itu?! Daebak!" ucapan Junho terpotong oleh teriakan antusias Jackson saat ia menyadari orang ketiga yang tengah duduk dibangku itu ternyata adalah seorang aktor terkenal.
Wooyoung hanya memutar bola matanya melihat kelakuan udik anak didiknya. Sedangkan Nichkhun hanya tersenyum kikuk sementara Junho tersenyum geli melihat kelakuan karyawan barunya.
"Dia kakakku." ucapan Junho sukses membuat Jackson melebarkan matanya terkejut. Mulutnya bahkan terbuka lebar saking terkejutnya.
"Woah! Daebak! Apa aku menyelamatkan sebuah negara dimasa lalu sehingga aku bisa mendapatkan Boss yang imut dan baik hati yang tenyata adalah adik dari seorang aktor terkenal? Woah, aku tidak bisa mempercayainya. Aku benar-benar beruntung!"
"Maka dari itu kau harus bekerja dengan baik anak nakal!" Wooyoung memukul kepala Jackson main-main.
"Kenapa kau sering sekali memukul kepalaku Hyung?! Aku bisa jadi bodoh karena kau." kalimat Jackson sukses membuat yang lain tertawa, termasuk Nichkhun.
"Jadi, kau karyawan baru di coffe shop adikku?" tanya Nichkhun setelah tawanya mereda.
"Y-ya." Jackson terlihat sedikit gugup menjawab pertanyaan tiba-tiba dari Nichkhun.
"Tolong bantu dia Jack. Jangan biarkan setan kecil ini memaksakan diri untuk bekerja dan akhirnya kelelahan."
"Hyung! Aku bukan setan kecil! Berhenti memanggilku seperti itu." Junho mengerucutkan bibirnya sebal.
"Kau memang setan kecil yang suka mengganggu orang-orang disekitarmu saat kau sedang bosan Nuneo. Kau tak ingat saat kau membuat Suzy menangis karena kau menyembunyikan bonekanya diatas lemari?" Nichkhun mencubit pipi Junho kemudian mengacak-acak rambutnya, membuat Junho semakin mengerucutkan bibirnya karena diperlakukan seperti anak kecil.
"Itu saat aku masih kecil Hyung. Sekarang aku sudah dewasa. Jadi berhenti memanggilku seperti itu!"
"Bagiku kau masih adik kecilku yang manis dan menggemaskan Nuneo. Sampai kapanpun akan tetap seperti itu." Nichkhun kembali mengacak-acak rambut Junho dan menampilkan senyum indahnya.
Jackson terlihat merona melihat adegan manis kakak beradik dihadapannya. Sedangkan Wooyoung hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat adegan yang sudah terlalu sering dilihatnya itu.
~2PM~
Comments