THE THINGS Series - bag. 1 : Hunch

Description

Perjalanan enam orang sahabat yang berujung petaka. The Things Series - Bagian Pertama : Hunch


“Aku nggak setuju. Aku sedikit tau tentang hutan ini, dan aku rasa bukan ide yang bagus pergi liburan kesana.”

“Kau takut?.” 

“Aku hanya nggak ingin ambil resiko.”

“Aku rasa cerita tentang hutan itu bukan bull.”

“Baiklah aku ikut. Aku bersumpah kalian akan menyesal.” 


Meanie couple, Seventeen fic, BL, Adventure, Horror. 

Warning : Fict ini mengandung kata-kata kasar

Foreword

THE THINGS – bag. 1 : Hunch

Created by : Crypt14

Seventeen Fic : Mingyu x Wonwoo


 

Octagon Club

Seoul, South Korea

 

Dentuman music terdengar begitu keras memenuhi setiap sudut club malam dipusat jantung ibu kota Korea Selatan itu. Kota Seoul masih enggan untuk tertidur meski malam sudah semakin larut. Tawa riuh dari pengunjung club samar terdengar diantara dentuan music yang dimainkan oleh DJ. Beberapa penari wanita nyaris telanjang tampak masih heboh meliukkan tubuhnya dipanggung utama pertunjukkan club.

 

Soonyoung benar-benar kacau. Kau nggak berniat menegurnya, Jihoon-ie?” pria bersurai merah itu menatap jengah kearah pria lainnya yang berada tak jauh dari tempatnya dan pria bertubuh mungil itu duduk. “Biarkan saja, aku punya rencana lain untuk si brengsek itu.” Pria bertubuh mungil yang duduk tak jauh dari Junghan –pria dengan surai merah tadi- meneguk cocktail yang sedari tadi belum sempat disentuhnya. Jihoon berdecih pelan, manik matanya masih menatap kearah sang kekasih yang tampak menari liar bersama beberapa wanita dengan pakaian minim. Kedua pria cantik itu masih berada pada posisinya, menatap kerumunan orang yang kelihatan semakin menggila dibawah siraman music keras.

Anyway Junghan-ie, kau sudah coba menghubungi Mingyu dan Wonwoo?, Mereka lama sekali.” Junghan menoleh, sedetik kemudian meraih ponselnya yang berada diatas meja. Tangannya bergerak lincah diatas layar ponselnya, mencari kontak seseorang yang namanya disebut oleh Jihoon.

 

Other Side

“Kita mau kemana sebenarnya, Mingyu?. Sudah hampir jam 2 pagi.” Pria bersurai coklat tersenyum tipis sejenak, menunjukkan deretan giginya yang tersusun rapih. Manik tajamnya masih menatap lurus kearah jalan kota Seoul yang tampak lengang. Nyaris subuh, dan Mingyu pria itu menghubungi Wonwoo memintanya untuk keluar bersamanya. Wonwoo masih menatap kearah pria yang berada di bangku kemudi itu, menunggu jawaban darinya. “Octagon club, yang lainnya sudah menunggu disana.” Sejenak Wonwoo menghela nafas panjang. Ia mengalihkan pandangannya menuju jendela yang berada disisi kanannya. “Kau mengajakku keluar untuk clubbing lagi?. Berapa kali aku katakan aku nggak tertarik dengan hal seperti itu, Mingyu.” Mingyu menoleh sejenak dan kembali memandang jalanan kota Seoul. Hening, hanya suara deru mesin mobil yang terdengar samar yang menjadi pemecah diantara keduannya.

Dentuman music keras yang berasal dari dalam club itu menyapa pendengaran kedua ramaja pria tadi. Wonwoo memandang malas kearah pintu masuk club sebelum melangkahkan kakinya menuju pintu itu, mengikuti Mingyu yang sudah terlebih dulu beranjak. Dentuman music terdengar jauh lebih keras saat keduanya sudah memasukki lorong menuju ruang utama club malam tersebut. Mingyu tampak mengedarkan pandangannya, sedetik kemudian menarik pergelangan tangan Wonwoo menuju meja yang tak jauh dari panggung utama pertunjukkan.

“Nah! Kalian terlambat. Mampir dulu ya?. Hai Wonwoo.Junghan, pria bersurai merah itu melemparkan senyum tipis seraya mengangkat tangannya guna menyapa sahabatnya itu. Wonwoo balas melemparkan senyuman tipis kearah Junghan dan pria mungil disebelahnya. “Yap kau benar. Aku mampir untuk menodai Wonwoo dulu.” Mingyu tertawa ringan dengan candaannya. Sementara ketiga pria lainnya hanya memandangnya dengan tatapan muak. Junghan menarik pergelangan tangan Wonwoo, menempatkan tubuh pria bersurai caramel itu sisi kanannya. “Mau minum?”. Wonwoo menggeleng pelan, menolak halus tawaran Junghan. “Jihoon wajah mu kenapa?.” Jihoon menatap tajam kearah Mingyu sejenak sebelum kembali mengalihkan pandangannya kearah kerumunan orang tepatnya kearah kekasihnya yang masih sibuk dengan beberapa penari wanita di sekelilingnya. “Abaikan saja. Dia sedang dalam mood yang kurang baik. PMS mungkin.” Junghan terkekeh pelan seraya menyenggol lengan pria mungil itu. Mingyu tampak hanya tersenyum tipis menanggapi candaan konyol dari sahabatnya. “Soonyoung dan Seungcheol dimana?.” Kedua pasang mata menatap tepat kearah Wonwoo. Mingyu tampak mengendikkan bahunya tidak tau sementara Junghan menunjuk kearah pria yang berada didalam kerumunan dengan dagunya.

“Ah, aku tau penyebab Jihoon kelihatan seperti itu.” Mingyu beranjak, melangkah menuju kerumunan orang yang terus menggerakkan tubuhnya seiring dengan hentakkan music. Tangan besarnya merangkul bahu pria bersurai blonde yang berdiri tak jauh darinya. “Oh, Mingyu. Kau mengagetkan saja.” Soonyoung, pria bersurai blonde itu memukul pelan lengan sahabatnya. Mingyu terkekeh ringan. Beberapa wanita yang sedari tadi berada disekitar Soonyoung menatap kearah Mingyu dengan pandangan nakal. Salah seorang dari wanita itu mendekat kearah Mingyu dan berdiri tepat disampingnya, Menggelayut manja dilengannya. “Kau temannya Soonyoung ya?.” Mingyu menatap lekat kearah wanita yang hanya mengenakan bra dan hot pants itu. Seringaian tercetak jelas diwajah nyaris sempurna miliknya. Wanita tadi masih bergelayut manja dilengannya, sesekali salah satu tangannya mencoba meraba dada bidang miliknya yang terbalut oleh t-shirt. Soonyoung yang masih berdiri disampingnya menyenggol pelan lengan Mingyu, membuatnya mengalihkan pandangannya sejenak kearah Soonyoung. “Kau mau mampus ditangan Wonwoo?.” bisik Soonyoung pelan yang dihadiahi kekehan darinya. Wanita tadi kembali meraba dada bidang Mingyu sebelum melingkarkan kedua lengannya dipinggang Mingyu, mencoba menarik perhatian remaja itu yang sebelumnya teralihkan. Mingyu kembali menatap kearah wanita itu, melingkarkan sebelah tangannya kearah bahu si wanita. Menariknya lebih dekat.

“Cih! Mereka sama saja. Wonwoo-ya, kau mau ikut rencana ku untuk membuat kedua itu jera?.” Jihoon mendecih kesal, matanya menatap tajam kearah Mingyu dan Soonyoung yang masih dikelilingi oleh beberapa wanita. Wonwoo tak bergeming, masih menatap tanpa ekspresi kearah Mingyu yang kini tampak merangkul mesra wanita disampingnya. Baik Junghan maupun Jihoon mengalihkan pandangannya kearah Wonwoo. “Mampus kau, Mingyu.” Gumam Junghan yang terdengar seperti bisikkan. “Dia benar-benar dalam masalah besar.” Bisik Jihoon.

Mingyu-ah, aku rasa Wonwoo memperhatikan mu.” Bisik Soonyoung. Mingyu tampak tak menghiraukan warning yang diberikan oleh Soonyoung. Ia masih sibuk menanggapi perlakuan nakal dari wanita yang kini masih memeluk seduktif pinggangnya. “Jadi kau si Mingyu itu. Kau benar-benar tampan, aku bahkan rela tidur dengan mu walaupun tidak dibayar.” Mingyu menyeringai mendengar pernyataan menjijikan yang keluar dari mulut wanita itu. “Begitu kah?” wanita itu mengangguk, semakin mengeratkan pelukkannya dan menyandarkan kepalanya dilengan remaja pria itu. Mingyu terkekeh ringan, merendahkan tubuhnya, mendekatkan bibirnya pada telinga wanita disampingnya. Membisikkan sesuatu yang membuat wanita itu segera melepaskan pelukkannya dan memandang jijik kearahnya. “Cih! Kau ternyata nggak sesempurna itu. Menjijikan.” Ucap wanita itu sebelum berlalu pergi dari kerumunan. Seluruh pasang mata yang berada disekitarnya memandang bingung kearah Mingyu tak terkecuali Soonyoung, sahabatnya yang menatapnya dengan pandangan penuh tanya. Mingyu hanya tersenyum seraya mengangkat bahunya, merangkul Soonyoung dan membawanya ketempat dimana kelompoknya berada.

“Kau bilang apa padanya tadi?.” Ucap Soonyoung sesaat setelah menjatuhkan tubuhnya disamping Jihoon yang masih menatapnya dengan pandangan tak bersahabat. Ia masih belum menggubris ucapan Soonyoung, sebelah tangannya meraih segelas cocktail yang sebelumnya telah dipesannya. Menegukkan dalam sekali tegukkan. “Bukan apa-apa, hanya candaan klasik.” Balasnya masih dengan cengiran. Mengalungkan sebelah tangannya ,kearah bahu Wonwoo yang sesegera mungkin ditepis oleh pemiliknya. Mingyu menatap bingung kearah Wonwoo sejenak. “Ah, kau salah paham.” Wonwoo tak bergeming, masih menatap kearahnya dengan pandangan tajam.

“Hoi!” keempat pasang mata itu menoleh sejenak kearah sumber suara. Seorang remaja pria bersurai hitam pekat melangkah menuju tempat yang tengah mereka gunakan. “Kau sudah selesai shift?.” Pria itu  mengangguk, mengambil tempat disamping Soonyoung. “Mingyu, kau belum berubah ternyata.” Lagi, keempat pasang mata itu menatap kearah Seungcheol –pria bersurai hitam-. “Berhenti mengganggu pekerja disini atau kau aku usir.” Warning Seungcheol sebelum meneguk cocktail milik Soonyoung. “Ini soal wanita penari tadi?.” Seungcheol mengangguk, meng-iya-kan pertanyaan Junghan. “Memang bocah tengik ini bilang apa?.” Tanya Soonyoung antusias, masih belum menyadari tatapan tajam yang sejak tadi di lontarkan oleh Jihoon. “Kau tetap ingin tidur dengan ku meski ukuran p*nis ku hanya sebesar jari kelingking mu, Noona.” Tawa Soonyoung pecah sesaat setelah Seungcheol menyelesaikan kalimatnya. “Woah! Kau benar-benar yang terbaik Mingyu.” Ucapnya seraya melakukan high- five dengan si pelaku – Mingyu -. Sementara yang lainnya hanya menatap keduanya dengan tatapan malas, terkecuali Wonwoo yang masih menatap kekasihnya dengan pandangan tajamnya. “Kalian berdua benar-benar kelihatan seperti si brengsek bersaudara tau nggak.” Ucap Jihoon sarkastik. Ia kembali memandang keduanya dengan tatapan tajamnya. Menepis segala macam sentuhan yang Soonyoung coba lakukan. “Kau benar-benar membuat ku jijik. Aku rasa yang kelihatan seperti itu bukan mereka, tapi kau Kwon Soonyoung!.” Ujar Jihoon kejam. Soonyoung tampak menelan salivanya sulit, menatap Jihoon dengan pandangan bersalah. “Aku minta maaf, Jihoon-ah. Aku hanya main-main dengan mereka sungguh.” Jihoon hanya berdecih sebagai jawaban untuk ucapan Soonyoung. Sementara Mingyu, pria itu tampak tidak berniat membuka suaranya untuk menjelaskan kesalahaan yang dibuatnya. Bagi seorang Kim Mingyu, Wonwoo merupakan seseorang yang sangat ditakutinya setelah ibu dan neneknya. Wonwoo menghela nafas panjang, menyandarkan punggung kecilnya kearah bangku dibelakangnya, tidak berniat untuk membuka suara.

“Sudahlah, lupakan hal tadi. Kita kesini untuk membahas soal liburan ‘kan.” Junghan mencoba memecah keheningan yang sebelumnya sempat mengukung mereka. Soonyoung masih tampak memandang Jihoon dengan tatapan memelasnya, berharap Jihoon akan melunturkan ekspresi kesalnya sedikit. “Junghan benar, jadi liburan kali ini ingin kemana?.” Seungcheol membuka suara. Menatap teman-temannya mencoba meminta ide untuk liburan kuliah yang sebentar lagi akan mereka hadapi. Namun tidak ada satu pun dari temannya berniat memberikan ide, mereka hanya terdiam sibuk dengan pikiran masing-masing. “Nggak ada yang mau memberi choice?.” Ucap Seungcheol lagi. Semua masih terdiam, tidak berniat membuka suara. Seungcheol menghela nafas sejenak, meraih sesuatu dari dalam saku jaket varisty-nya. Sebuah brosur dari agent perjalanan. Soonyoung yang pertama kali menyadari benda tersebut adalah brosur perjalanan menatap Seungcheol dengan pandang tidak percaya. “Kau nggak bermaksud liburan menggunakan jasa agent perjalanan ‘kan, Seungcheol?” pria bersurai hitam itu kembali menghela nafas panjang. “Aku menunjukkan brosur ini bukan mengajak kalian untuk menggunakan jasa agent perjalanan, tapi tempat yang dituju agent perjalanan itu.” Jelas Seungcheol. “Hoia forest.” Seungcheol mengagguk sesaat setelah Jihoon membaca tempat yang menjadi destiny dari agent perjalanan itu. “Bagaimana kalau kita kesana?. Aku sudah mencari info tentang hutan itu, dan aku rasa kalian akan tertarik.”

“Aku nggak setuju.” Seluruh mata menatap tepat kearah Wonwoo yang sedari tadi tampak terdiam. Ia mengangkat punggungnya, menunjuk kearah brosur itu. “Aku sedikit tau tentang hutan ini, dan aku rasa bukan ide yang bagus pergi liburan kesana.” Ucapnya serius. Seungcheol terkekeh ringan, menatap Wonwoo dengan pandangan merendahkan. “Kau takut?.” Ucapnya. Wonwoo mengernyitkan dahinya, balik menatap Seungcheol tajam. “Aku hanya nggak ingin ambil resiko.”

“Itu artinya kau takut, Jeon.” Balas Seungcheol dengan seringaian tipis diwajahnya. Sementara keempat orang lainnya memandang bingung kearah Seungcheol dan Wonwoo. Mereka tidak memahami apa yang menjadi bahan perdebatan kedua orang itu. “Tunggu sebentar, memang ada apa dengan hutan ini?.” Ujar Soonyong, ia merasa terlalu bertele-tele untuk menerka sendiri permasalahan mengenai hutan itu. Baik Seungcheol maupun Wonwoo masih terdiam, belum berniat menjawab pertanyaan yang diajukan Soonyoung. “Kau nggak ingin menjelaskannya, Wonwoo?.” ujar Seungcheol masih dengan seringaian diwajahnya. Wonwoo tak menggubris, hanya menatap datar Seungcheol. “Baiklah, aku artikan tidak. Aku yang akan menjelaskannya.”Seungcheol menggantung ucapannya. Meraih brosur yang tergeletak dimeja dan mengangkatnya ke udara. “Hoia forest, dari informasi yang aku terima hutan ini disebut-sebut sebagai segitiga bermudanya daratan karena penduduk sekitar hutan bilang hutan ini merupakan pintu masuk menuju dunia lain. Selain itu banyak yang bilang hutan ini sangat angker, banyak penampakkan hantu dan sebagainya. Intinya Hoia forest seperti hutan supernatural.” Jelasnya. Ia kembali meletakkan brosur itu diatas meja, menggaruk pelipisnya yang sedikit tertutupi oleh poni rambutnya. “Tapi aku nggak percaya dengan bull seperti itu. Ayolah, ini cuma hutan. Pintu menuju dunia lain apanya, konyol.” Ia terkekeh. Sementara keempat temannya kecuali Wonwoo tampak tertarik dengan penjelasan yang diberikan Seungcheol sebelumnya. “Aku rasa cerita tentang hutan itu bukan bull.” Ucap Wonwoo, berusaha menyanggah presepsi Seungcheol mengenai hutan yang menjadi bahan perdebatan. Seungcheol tertawa ringan. “Kau hanya takut, Wonwoo. karena itu kau bilang cerita itu bukan sebuah bull konyol yang dibuat oleh orang setempat. Ayolah, pemikiran mereka masih old-style menganggap mitos itu fakta, stupid.”

Old-style? Terkadang hal yang old-style justru yang sebenarnya, Choi. Dan aku rasa kau harus meralat mengenai hal yang kau sebut ‘mitos’”. Wonwoo menekankan kata mitos pada ucapannya. Seungcheol kembali terkekeh. “Begini saja, kita gunakan voting siapa yang setuju untuk liburan kesana dan siapa yang tidak. Kita mulai dari yang setuju. Aku minta kalian mengangkat tangan jika kalian setuju untuk liburan kesana.” Ujar Seungcheol. Ia dan keempat orang lainnya kecuali Wonwoo mengangkat tangannya, menandakan bahwa mereka setuju dengan ide Seungcheol. Wonwoo menatap Mingyu tidak percaya. “Lihat, bahkan pacar mu setuju untuk liburan kesana.” Seungcheol kembali menyeringai, menyandarkan punggungnya kebadan bangku. “Aku nggak akan pergi.”

“Oh ayolah Wonwoo, kau takut?” ejek Junghan dengan decihan yang terdengar jelas keluar dari mulutnya. Begitu pula Jihoon dan Soonyoung yang tertawa kecil. “Terserah kalian, aku tetap nggak akan ikut.” Balas Wonwoo, pria itu bangkit berniat untuk pergi dari kelompoknya sebelum perkataan Jihoon menghentikan langkahnya. “Sayang sekali Wonwoo nggak bisa ikut, aku akan mengundang Seungkwan untuk menemani Mingyu.” Ujar Jihoon dengan seringaian jelas diwajahnya. Mingyu hanya terdiam, menatap kearah punggung kekasihnya. Wonwoo mengepalkan tangannya geram. Seungkwan, salah satu teman sekelas mereka yang sangat terobsesi dengan Mingyu. Menganggap Mingyu adalah kekasihnya juga. Orang yang selalu berusaha untuk membuatnya dan Mingyu putus. Wonwoo menghela nafas kasar. Sementara keempat orang lainnya kecuali Mingyu menyeringai penuh kemenangan. Semua orang terdekat Wonwoo tau bahwa segala hal yang berhubungan dengan Mingyu adalah hal yang sangat kritis bagi Wonwoo. Pria kurus itu seakan tidak rela jika Mingyu-nya bersama orang lain terlebih itu adalah Seungkwan. Ia berbalik, kembali mengambil tempat disamping Mingyu. “Baiklah aku ikut. Aku bersumpah kalian akan menyesal.”

.

.

Mingyu masih melajukan kendaraannya dijalan kota Seoul. Langit tampak mulai mencerah diluar sana. Hening, pria berkulit tan itu tidak berniat membuka suara. Ia hanya melirik sesekali kearah kekasihnya yang tampak sibuk menatap kearah jalan dari balik jendela mobil. Mingyu tau bahwa Wonwoo merasa sedikit resah. “Kau baik-baik saja?.” Ujar Mingyu memecah keheningan. Wonwoo masih belum bergeming, ia menghela nafasnya seakan beban yang berada dipundaknya cukup berat. Ia mengalihkan pandangannya kearah Mingyu, menatapnya dengan pandangan resah. “Aku nggak ingin pergi kesana, Mingyu-ah.” Balasnya lirih. Mingyu kembali melirik kearahnya, tersenyum tipis sejenak. “Kau nggak perlu takut, aku janji kita pasti pulang dengan selamat.” Ucapnya seraya mengelus lembut surai caramel Wonwoo. sejenak, perasaan resah itu menguar dari dalam dada Wonwoo. pria itu tau, Mingyu-nya pasti akan menjaganya. Ia tersenyum tipis, hal yang sangat jarang ditunjukkannya pada orang lain terkecuali Mingyu.

“Aku harap ucapan mu benar, Mingyu.”


Please leave some review. Thanks

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet