Third Again

Second Third [Discontinued]
Please Subscribe to read the full chapter

Beberapa hal banyak berubah selama perjalanan tur, aku dan Yubin yang sekamar dengan Dasom dan Bora merasa hubungan kami semakin dekat, walau hanya sebatas teman sekamar, tak lebih dari itu, tapi kami sangat menikmati kebersamaan kami. Sementara kami mendapat teman baru, ternyata kami justru agak jauh dengan Luhan dan Yixing karena mereka juga menghabiskan waktu bersama teman-teman mereka. Aku tidak cemburu atau semacamnya karena Luhan tidak bersama kami. Hanya saja aku merasa kesepian dan seolah butuh kejelasan. Sejak kejadian di hari pertama saat itu, kami tidak membicarakannya sama sekali karena kebetulan kami juga tidak berkesempatan untuk bersantai bersama.

Aku tak bisa membicarakan hal seserius itu hanya dengan sedikit waktu. Aku butuh banyak waktu untuk membahasnya dengan Luhan. Yubin tahu persis bagaimana gelisahnya diriku−setelah aku menceritakan kejadian di hari pertama saat itu−karena harus berjauhan dengan Luhan, aku ingin terlihat biasa saja, tapi ini sudah di penghujung tur dan aku masih belum bisa menerima kejelasan apapun.

“Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Nikmati saja dan bersenang-senanglah, dia kelihatannya juga sangat menikmati liburan ini, kan? Jangan berpikiran yang tidak-tidak. Cepat makan!” Sarannya, kemudian menunjuk piring berisi makanan di hadapanku untuk segera ku makan.

Aku hanya mengangguk lesu sambil memandangi Luhan yang sedang tertawa lepas bersama teman-temannya di meja makan di seberang ruangan, aku menyuap sesendok nasi ke dalam mulutku. Apa dia benar-benar tidak ingin membicarakannya denganku? Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri. Padahal posisi duduk Luhan berhadap-hadapan denganku, tapi tak ada niatan sedikitpun ia melihat ke arahku. Kukunyah makananku dengan malas.

Sudah berulang kali aku mengeluh pada Yubin kalau aku ingin bicara dengan Luhan. Dengan keadaan seperti ini, aku tak bisa mengelak aku gelisah dan sedih. Aku tidak berpikir Luhan berubah terhadapku dan aku hanya ingin beranggapan kalau dia memang sedang menikmati liburannya, jadi kubiarkan saja. Yang artinya, aku tidak termasuk dalam kesenangan yang ia miliki selama liburan ini.

Kalau Yixing saja bisa sesekali mengobrol denganku, kenapa Luhan tidak bisa?

Apa dia benar-benar tidak ingin membicarakannya denganku? Pikirku lagi.

Aku bahkan tak punya keberanian lebih untuk sekadar menghubunginya lewat telepon atau menyapanya lebih dulu atau memulai pembicaraan dengannya, karena dia yang berubah. Dia yang tiba-tiba seperti menghindar dan tidak bersahabat. Aku tidak melihat tanda-tanda ketidaksenangannya pada Taehyun berlanjut sampai makan malam pertama saat itu. Dia masih baik-baik saja, masih bergurau dan masih berpura-pura pada semua orang. Jadi aku tidak ada gambaran sama sekali mengapa ia tiba-tiba menjadi orang asing.

Apa dia sudah menyadari kalau hubungan kami adalah sebuah kesalahan dan memilih untuk mundur? Entahlah.

Dan baguslah kalau begitu. Aku tidak perlu terjebak dalam hubungan yang rumit ini lagi. Aku berpikir positif, mencoba menyingkirkan pikiran negatifku. Tapi kemudian prasangka-prasangka yang membuatku gelisah muncul kembali, membuat perasaan dan pikiranku bergejolak tak menentu. Selalu begitu setiap saat.

Hanya satu yang ingin ku lakukan saat ini, sebelum semuanya berakhir tanpa adanya kejelasan. Aku harus berbicara dengan Luhan. Harus. Entah seberapa singkat waktu yang hanya bisa kami miliki.

Tawa Luhan yang terdengar sampai seisi ruangan membuatku jengkel. Bisa-bisanya dia berbahagia tanpa diriku dan membuatku menjadi begini. Acara makan malam baru saja dimulai tapi rasanya aku ingin segera mengakhirinya. Aku mulai geram dan seketika saja aku berdiri dari bangku, meletakkan alat makanku agak kasar ke meja. Yubin, Dasom dan Bora yang satu meja denganku terkejut dan memandangiku bingung.

“Haru, kau baik-baik saja?” Dasom bertanya, aku bisa mendengar kekhawatiran dalam suaranya meski aku tak melihatnya. Aku hanya diam dan mendorong kursiku ke belakang, bersiap meninggalkan meja makan. Yubin meraih tanganku dan menggumamkan sesuatu tapi aku mengabaikannya.

Aku harus bicara dengan Luhan.

Aku harus bicara dengan Luhan.

Aku harus bicara dengan Luhan.

Di otakku hanya tersemat kalimat itu dan aku tidak memikirkan yang lain.

“Haru! Haru! Kau gila, ya? Cepat kembali! Hey!” Yubin berseru lirih, masih di bangkunya sementara kakiku melaju melewati meja-meja yang lain.

Jantungku rasanya ingin meledak saking kesalnya pada Luhan, aku ingin memakinya di tempat dan meminta kejelasan tentang hubungan kami, tapi aku tahu aku tak mungkin melakukannya. Saat tersisa beberapa meja sampai ke meja Luhan, akhirnya Luhan dan Yixing menoleh padaku. Wajah Luhan terlihat kebingungan melihat kedatanganku. Yixing mengerutkan keningnya tidak senang, wajahnya seolah berkata, ‘Apa yang sedang kau lakukan?!’

Alis Luhan berkerut, jelas melihat ketidaksenangan di wajahku. Suara Yubin masih lirih dan terdengar jelas, aku tahu ia membuntutiku jadi aku berjalan semakin cepat agar ia tak menghalangiku.

Sialnya, setelah aku hampir sampai di meja Luhan, aku melihat seseorang menyerobot posisi di mana seharusnya aku berada. Luhan langsung menoleh pada orang itu karena ia berdiri tepat di samping Luhan dan membuatnya mengalihkan tatapannya dariku. Langkahku melambat saat Bomi membisikkan sesuatu ke telinga Luhan.

Tanpa menghentikan langkah, aku melanjutkan jalanku dan mengambil haluan ke arah toilet. Aku berjalan sambil menunduk setelah melewati meja Luhan.

“Sial! Sial! Sial!” Aku merutuk lirih sesampainya di dalam toilet.

“Hey! Apa yang terjadi?” Yubin meraih lenganku yang tergolek lemas di sisi tubuhku, wajahnya garang meminta penjelasan tetapi juga penuh perhatian.

Aku memandanginya kesal, lesu dan tak keruan. “Bukan apa-apa, Yubin. Aku hanya kesal.” Dalihku, mencuci tangan di wastafel.

“Jangan lakukan itu lagi. Kau tak lihat aku sangat khawatir?”

“Maafkan aku.”

“Kau hanya perlu berjanji padaku kalau kau tak akan melakukannya lagi. Kau harus memikirkan dirimu, Haru.”

Aku sadar betul perbuatanku sebelumnya sangat gegabah, tapi aku juga tak tahan dengan sikap Luhan yang seperti itu. Siapa yang tahan?

Aku menoleh padanya, “Aku janji. Maaf, aku sangat gegabah.” Kataku tulus. Yubin benar, dan aku tidak ingin membuat masalah yang tidak perlu.

Kuhela napas panjang setelah menenangkan diri selama beberapa menit. Aku dan Yubin keluar dari toilet dan menemukan meja Luhan yang kosong. Untunglah.

Bora melambai pada kami dari kejauhan, aku langsung menghampirinya dan merasa bersalah karena telah mengganggu makan malam mereka. “Kau baik-baik saja?” Dasom masih terlihat khawatir.

“Aku baik-baik saja. Maaf ya kalian jadi khawatir.”

“Syukurlah. Kukira sesuatu terjadi padamu.” katanya.

“Tadi semua orang memandangimu, tahu. Kukira kau akan melabrak seseorang atau siapa, masalahnya kau tiba-tiba memasang tampang seram dan berjalan cepat ke seberang ruangan.” Jantungku menciut, membayangkan kalau aku benar-benar melakukannya, pasti sangat mengerikan dan hancur sudah hidupku.

Aku membuka mulut untuk menjawab Bora, tapi Yubin menyela, “Dia baru saja muntah, makanya dia cepat-cepat ke toilet sebelum membuat semua orang kehilangan napsu makan.” Ia menutupnya dengan senyuman.

Dasom menjadi semakin khawatir dengan jawaban Yubin, “Kau tidak enak badan? Kau sakit?” Ia meletakkan telapak tangannya di dahiku untuk memeriksa suhu tubuhku. “Kurasa badannya panas.” Ia menyimpulkan.

“Kau harus istirahat kalau begitu.” Bora menambahkan.

“Tapi pementasan sebentar lagi akan dimulai.” Kataku, mengingat waktu sudah hampir menunjukkan pukul tujuh malam dan pentas seni mini yang diselenggarakan oleh rekan-rekan seangkatan akan segera dimulai.

“Aku akan memberitahu Mr. Jung kalau kau tidak enak badan dan tidak bisa mengikuti kegiatan malam ini.” Kata Bora berbaik hati.

Sebenarnya aku tak merasa tak enak badan sama sekali atau bahkan sakit, aku tahu badanku panas karena aku merasa marah dan darah di tubuhku seolah mendidih, dalam arti yang sesungguhnya. Aku ingin mengelak dan tetap mengikuti kegiatan malam ini, tapi di sisi lain aku juga enggan bertemu dengan Luhan. Jadi aku memutuskan untuk menurut.

Bora dan Dasom langsung menuju ke aula sementara Yubin bersikeras untuk mengantarku ke kamar meskipun aku sudah menolaknya berkali-kali.

“Maaf, ya. Tadinya aku mencari alasan yang masuk akal tapi justru membuatmu terjebak begini.” Katanya penuh penyesalan.

“Tidak apa-apa, ini bukan salahmu, Yubin. Kalau tadi kau membiarkanku berucap aku yakin ceritanya akan semakin panjang, lagipula aku kehilangan minat untuk mengikuti kegiatan malam ini.” Ucapku, berusaha menghilangkan rasa bersalahnya.

Kami sampai di depan pintu kamar. Ia memanyunkan bibir, “Kau tidak sakit betulan, kan?” Ia meletakkan telapak tangannya di dahiku yang dingin, persis seperti yang dilakukan Dasom.

“Tidak, kok. Sudah sana pergi.”

“Yakin kau tidak apa-apa sendirian di sini? Aku bisa menemanimu, kau tahu?”

Aku tersenyum meyakinkan padanya, “Aku akan baik-baik saja. Jangan terlalu khawatir begitu. Aku jadi terharu.” Aku menoyor lengannya ringan sambil terisak bohongan. Ia menyingkirkan tanganku sinis sambil mengikik lirih.

“Aku pergi, ya.” Pamitnya.

“Sampai nanti.”

“Mm.” Kami saling melambaikan tangan dan aku masuk ke dalam kamar.

Aku menghempaskan diri ke ranjang dan menggulung selimut ke tubuhku. Rasanya nyaman sekali bisa berdiam diri dalam kesunyian. Kusingkirkan pikiran kesal tentang Luhan yang terbayang di kepalaku. Baru beberapa menit aku memejamkan mata mencoba terlarut dalam suasana, perutku meronta minta diisi dan aku menyesal seketika mengapa aku membuang waktu untuk berurusan dengan Luhan, toh juga gagal. Kuraba perutku yang kosong, “Maaf ya, kau harus tahan sampai besok pagi.” Gumamku lirih.

Tatapan mata Luhan saat melihatku berjalan ke arahnya menjadi bayangan terakhir yang terlintas di pikiranku sebelum aku benar-benar terlarut.

-

“Haru… Yong Haru…”

Kudengar seseorang memanggil namaku di kejauhan. Awalnya aku berpikir mungkin aku sedang bermimpi, tapi saat suara itu tak kunjung menghilang, aku membuka mata dan berguling di ranjang sambil mengumpulkan kesadaranku.

Suara itu terus memanggilku dan aku tahu aku harus menjawabnya. “Y-ya…” jawabku lemah. Aku mengecek jam yang masih terpasang di tanganku. Pukul sembilan malam.

“…Yong Haru…” Suara perempuan itu memanggilku lagi.

“Ya, tunggu sebentar…”

Siapa yang menyempatkan diri mampir ke kamarku? Bukannya sekarang pementasan masih berlangsung? Gerutuku dalam hati, langsung tahu kalau suara itu bukan milik Yubin atau Bora atau Dasom yang biasanya langsung masuk ke kamar tanpa memanggil-manggil.

Kuseret kakiku menuju pintu dan membukanya, seorang perempuan yang langsung kukenali adalah Mrs. Ahn berdiri di sana. Aku langsung gelagapan dan membungkuk untuk menyapanya.

“Aku dengar kau sedang sakit?” tanyanya lembut, aku membuka pintu lebih lebar untuk mempersilakan ia masuk.

“Ee..” Belum sempat aku menjawabnya, sesuatu membuatku lebih gelagapan dan terkejut, saat kubuka pintu lebih lebar, aku menemukan seseorang sedang berdiri agak jauh dari Mrs. Ahn membawa beberapa kotak bertuliskan angka dan terbungkus kertas koran. “Tadi Mr. Jung menitipkan ini.” Mrs. Ahn menerabasku yang masih tercengang dan memberiku obat penurun panas.

Please Subscribe to read the full chapter

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
marumero
After more than a year, new chapter is up! Please check it out :)

Comments

You must be logged in to comment
shima3588 #1
Chapter 6: maaf kak baru komen padahal udah baca dari part awal :((
next kak ceritanya keren ^^
aku sampe baper banget sama luhan xD
AinunJariyaaah #2
Chapter 5: Udh nyium bau2 konflik deh kkkkk
Luhan ih kok imut banget sih!?!?! Tapi mesum juga sialan,tapi sukaaaa ;A;
Haru sm jia ada hubungan apa dimasa lalu? Dan nanti gimana hubungan kedepannya luhanxharu? Mereka bakal jadi ciuman kah? im curious tbh wkwk anyway happy new year ka! Lol telat udh lama lewat haha
Keep writing jangan sampe wb menyerang mu kaa ditunggu chapter selanjutnyaaa :))))
Fighting author-nim!
AinunJariyaaah #3
Chapter 4: Ditunggu kelanjutan ceritanya kaaaa ><
AinunJariyaaah #4
Chapter 3: Bakalan terjebak cinta segitiga kah? wkwk lol
AinunJariyaaah #5
Chapter 2: Luhan ert asdfghjkl ><
AinunJariyaaah #6
Chapter 1: Ijin baca ya kak :)))
choco_honey #7
Chapter 4: aaahhh.....koq kya pendek ya chapter nya, apa karena saya terlalu menikmati?? hahaaa
unni_fanna #8
kak..cepetan dilanjutnya hehehe... gue yakin bakal keren
jijipark16 #9
Chapter 2: Chap 2 udah mulai kerasa deg degan
jijipark16 #10
Chapter 1: aku fans nya author marumero. Semangar thor. chap 1 masih manis2 dan belum ada yg menegangkan. Jangan lama2 diupdate ya