VIXX - Ken : [Song-Fict] Don't Wanna Be An Idol "Ken' Ex. Girlfriend Version"

ken-goon

Author :: Pikenkio

Sudah di post pada : sixserendipity.wordpress.com

Genre :: Song-fict, sad, romance, Ken's fact-life 

Rating :: T

Cast :: 

Ken / Lee Jaehwan | His Ex. Girlfriend 

Soundtrack :: VIXX - Don't Wanna Be An Idol [composed by : Ken]

Terinspirasi setelah tau kalo yang ciptain lagu DWBAI ini si Ken sendiri, dan ditambah arti liriknya yang membuat hati terlinu - linu :D 

But, this story is mine! VIXX & Ken are theirs

Leave what your feeling about my story, no leave what you think :D 

Typo everywhere, but Typo is art *LoL*

Siders, WAKE - UP! Plagiarism, OUT!

Happy fiction! Byong ~~~~

**VIXX**

Because of the endless schedule, it’s not easy to see your face

Me inside the TV, you watching me on TV. That’s how we date

  Bip bip

Satu pesan masuk membuatku kembali mengangkat kepalaku yang sudah menyentuh bantal untuk bergegas membayar rasa kantuk ini.

“Sudah tidur? Aku sedang berada di dekat rumahmu.”

Belum habis aku membaca seluruh pesan itu, aku langsung beranjak dari tempat tidur. Membuka lemari, menarik asal satu cardigan yang akan kupakai, tidak lupa menata sedikit rambutku dan menguncirnya rapi.

“Jaehwan –ah..”

Sosok yang kupanggil itu berbalik dengan topi jaket menutupi kepalanya. Dia berjalan menghampiriku yang baru masuk ke pintu taman bermain yang terletak tidak jauh dari  kediamanku. Akhirnya, hari ini aku bisa bertemu dengannya lagi. Setelah sebulan lebih hanya bisa melihatnya dari layar TV. Lee Jaehwan, laki – laki yang memintaku untuk menjadi kekasihnya 3 tahun lalu. Tapi, bisa dikatakan 1 tahun terakhir ini, hubungan kami sedikit krisis akan komunikasi.

Bukan karena ponselnya yang rusak atau hilang, bukan pula karena ponselku yang bermasalah, tapi  karena Jaehwanku sedang fokus pada suatu hal yang telah dia impi – impikan sejak lama. Menjadi seseorang yang berperan penting dalam dunia musik. Ya, Jaehwan sangat ingin menjadi seorang penyanyi, dan orang akan menyukai suaranya yang bagus itu.

“Maaf, mengajakmu bertemu selarut ini.”
Jemari – jemari tangannya mengusap rambutku, menyisir poniku yang berantakan akibat terburu – buru berlari kemari.

Aku menggeleng cepat, “aku juga belum mengantuk. Chukkae, akhirnya kau terpilih.” Aku bertepuk tangan,  mengacungkan kedua jempolku di hadapan Jaehwan.
Hari ini adalah satu hari yang masuk pada ratusan hari bersejarah baginya. Jaehwan terpilih menjadi salah satu trainee yang akan didebutkan oleh sebuah agensi, beberapa waktu mendatang.

“Kau menontonnya tadi sore?” tanyanya dengan sedikit menunduk karena postur tubuhku yang lebih pendek darinya. Aku mengangguk, tanpa mengurangi guratan kebahagiaan di wajah kantukku.

"Tentu. Aku sangat merindukan hidung ini, bagaimana mungkin aku melewatkan acara MyDol begitu saja?” Aku menyentuh hidung mancung Jaehwan dengan telunjukku. Dia tersenyum, tidak, tapi Jaehwan tertawa kecil. Dia menarik tanganku,  membawaku jalan bersamanya.

**VIXX**

Should I quit? when I think about you, I keep getting weak

Ayunan bertempat duduk kayu, menjadi pilihan kami untuk berhenti di taman bermain. Jaehwan duduk pada ayunan di sebelahku, dan aku di sebelahnya. Sambil menganyunkan kaki dengan pelan, dapat kulihat dari sudut mataku bahwa Jaehwan berkali – kali memandangku dan menatap lurus ke depan secara bergantian.Ya, kusadari jika tingkah Jaehwan malam ini sedikit lebih aneh dari biasanya.

“Ada yang ingin kau katakan?”

Suaraku membuatnya terlonjak kecil, “ye? ah, tidak. Apa hanya kau saja yang boleh merindukanku? Aku juga.”

Perkataannya membuat pipiku memerah dalam seketika. Itu adalah saat – saat yang paling kurindukan dari keberadaan Jaehwan di sisiku.

“Tapi, kenapa kau bisa pergi kemari? Teman – temanmu di dorm mengizinkanmu untuk keluar?” saking merindukan Pinokio ini, hampir tidak terpikirkan olehku bagaimana bisa dia keluar selarut ini setelah menjadi seorang trainee. Dia mengulum senyumannya. Tidak, senyuman & garis matanya terlihat berbeda. Jaehwan pasti menyembunyikan sesuatu. Pernahkah kalian mendengar tentang bagaimana cara mendeteksi wajah seseorang yang sedang berbohong? Bibirnya tersenyum, tadi tidak matanya. Itulah yang kulihat dari Jaehwan saat ini.

“Kami akan memulai tahap eliminasi esok hari. Jadi hari ini, aku masih bisa pulang ke rumah.”

Meski tidak yakin dengan alasannya, aku memutuskan untuk mengiyakannya saja.  Jaehwan tiba – tiba beranjak dari ayunannya, dan berjongkok di hadapanku. Dia memang sering bersikap manis seperti ini, tapi sekali lagi, aku tidak merasakan sosok Jaehwan yang seperti biasa kulihat.

Jaehwan menarik perlahan kedua tanganku, dan memegangnya erat.

“Ketika aku baru datang kesana, pemilik agensi bertanya, apa aku punya pacar?”
Wajahku mendadak berubah tegang ketika mendengar Jaehwan mengatakan kalimat itu.

“Lalu?” aku memberi respon berpura – pura tenang.

Dia mengangguk tersenyum, “punya.”

Ada rasa lega saat bibir merah muda pucat milik Jaehwan bergerak dengan satu kata yang kutunggu.

“Tapi,”

Tapi?  Jantungku kembali berdetak cepat, menanti lanjutan kalimat Jaehwan.

“Tapi jika semuanya akan berubah sulit dari hari ke hari, apa kau bisa memahaminya?”

Jujur, aku tidak begitu mengerti dengan pertanyaannya. Kenapa aku berpikir bahwa ini seperti sebuah permohonan perpisahan yang terencana?

“Tentu.” Aku mengangguk cepat. Tidak ada alasan bagiku untuk berpikir lama. Karena aku & Jaehwan telah melewati semuanya tidak dalam hitungan hari, atau minggu, bahkan bulan. Jaehwan menangkup kedua tanganku, dan melihat tangan kami yang masih bertaut satu sama lain.

“Mungkin, setelah hari ini aku akan sulit menggenggam tanganmu. Itu juga tidak apa – apakan?”

Jaehwan sungguh tidak sedang merencanakan sebuah perpisahan kan? Perasaanku menjadi takut setengah mati. Kutarik cepat tangannya yang mulai melepas genggamannya, “sesulit apapun itu, ayo kita lewati bersama.”

Jaehwan hanya memberiku satu senyuman lagi. Tidak tahu pasti apa arti senyuman itu. Apakah itu senyuman mewakili sebuah kelegaan, atau …

**VIXX**

Because I’m an idol, because I’m a celebrity, I can’t hold your hand when we walk but When I become more famous, when I become more confident, I will give you all the love I couldn’t give you now

 Acara musik baru saja selesai. Aku bergegas keluar dari kerumunan fans yang masih berada di sana demi menyaksikan idolanya yang lain. Kulihat langit mulai mendung, dan sialnya aku tidak membawa benda apapun yang bisa melindungiku jika hujan turun. Aku merogoh ponsel dari dalam backpack, siapa tahu saja ayah bisa menjemputku kemari. Dengan begitu aku bisa menghemat uang jajan, tanpa perlu membayar taksi.

Tapi, sebuah pemandangan menginterupsi aktifitasku. Aku sedikit menggeser posisiku dari depan sebuah pintu karena kulihat beberapa orang di sana juga sedang menuju kemari. Oh! Bagaimana tidak, rupanya aku berdiri di depan sebuah pintu yang bertuliskan ‘V.I.X.X mini-fanmeeting.’

Aku sempat mengintip ke dalam ruangan tersebut,  banyak fangirls yang sudah duduk manis dengan banner kecil di tangan mereka masing – masing. Kedua kakiku semakin terasa berat untuk melangkah pada saat aku hendak pergi dari sana.

“Nona, silahkan masuk lebih dulu. Kau tidak boleh berdiri di sini.”

Seseorang berpakaian safari menegurku.

“Ah b-bukan.” Aku berubah gugup, karena 6 orang ber-dress code serba putih berada beberapa langkah di belakang pria yang sedang menegurku ini. Jaehwan juga berada di sana. Ya, Jaehwan melihatku. Pria petugas keamanan ini mengira bahwa aku adalah salah satu dari fans yang telah berkumpul di dalam.

“M-maaf, aku pikir ini pintu keluar.” Dustaku dengan wajah gugup setengah mati.

Pria itu menunjuk arah yang berlawanan dengan Jaehwan & teman – temannya, “bukankah di sana ada tulisan pintu keluar? Silahkan lewat sini, nona.”

Aku tidak tahu lagi bagaimana harus merespon pria di hadapanku itu, kedua kakiku semakin sulit untuk bergerak ketika beberapa orang yang juga ikut bersama Jaehwan & teman – temannya juga melihat ke arahku. Mungkin itu yang disebut manajer.

“Kau Hair-dresser kan?”

Apalagi ini?! Salah satu teman Jaehwan berbicara padaku. Membuat Petugas keamanan dan dua manajer di sana menoleh padanya.

“Nona ini bukan anggota fans yang menghadiri fanmeeting. Dia Hair-dresser dari ruang sebelah sana. Aku lupa ruang siapa.”

Apa laki – laki yang berkulit lebih gelap dari Jaehwan & teman – temannya yang lain itu sedang mencoba menyelamatkanku? Dia mengenalku? Jaehwan menceritakan tentangku padanya? Entahlah, siapapun & bagaimanapun dia bisa berbuat seperti ini  terhadapku, aku sangat berterimakasih padanya.

“Maafkan saya nona, saya pikir –“

“Sungguh tidak – apa. Aku belum bisa menghafal tempat ini. Sangat maaf.”

Aku lebih dulu membungkuk sopan pada petugas keamanan itu dan berbalik pergi. Jaehwan & teman – temannya juga kembali melangkah ke arah yang berlawanan denganku. Ingin sekali rasanya aku menatap Jaehwan dari dekat, tapi rasa gugupku menghancurkan semua itu.

Aku dapat melihat jelas bahwa Jaehwan berjalan paling belakang dengan satu temannya. Dari situ, jantungku kembali berdetak tidak beraturan.

Astaga! Aku merasakan sesuatu menyentuh tanganku. Kulihat cepat arah tanganku, dan itu adalah tangan Jaehwan. Dia sekilas mengenggam tanganku lalu melepaskannya ketika kami berpapasan. Haru, terkejut, bahagia, mengaduk – aduk perasaanku saat ini.

Jaehwan masih berpikir untuk meraih tanganku dalam kerumunan orang, meski detik berikutnya dia harus melepasnya, meski dia sama sekali tidak menoleh untuk melihatku. Kupandangi punggungnya hingga mereka semua masuk ke ruang fan-meeting. Disusul oleh teriakan fans yang mulai mememuhi ruangan.

Jaehwan benar,  kami harus mulai membiasakan diri untuk hari – hari yang baru. Hari – hari di mana  akan sulit untuk menikmati Hot Bar di musim hujan, menyantap Mi dingin musim panas, menyaksikan festival bunga musim semi, dan  membuat manusia salju raksasa pada musim salju.

***

*Di MyDOL -nya VIXX, itu ada bagian  VIXX ngadain mini-fanmeet setelah debut pertama mereka*

**VIXX**

I want to go out and go to the movies, I want to stick close to you and walk all day Things that everyone else does, things that are normal, those things are difficult for us

“Ini pesanan anda. Selamat menikmati.”

“Terima kasih.”

Setelah membeli sepasang teman setia untuk menonton film, aku melangkah menuju ruang bioskop. Wow!  Suasana bioskop terhitung sangat sepi. Wajar saja, karena ini juga hampir larut malam. Tapi  ini adalah cara menikmati malam dengan sekotak popcorn ekstra mentega,  sebotol limun dingin, layar TV raksasa, cahaya lampu remang – remang, sungguh keren!

“Jaehwan hyung, mana pepsiku?” Tunggu! Barusan aku mendengar sebuah nama. Apakah pemilik nama itu seseorang yang kukenal pernah berusaha untuk diet mati - matian? Aku berbalik cepat ke belakangku.  Semakin tidak mengerti apa yang sedang Dewi Fortuna lakukan padaku. Jaehwan juga berada di sana dengan beberapa orang temannya.

Ya, Lee Jaehwan. Laki – laki yang masih berstatus sebagai kekasihku, namun dalam tanpa kutip ‘ketidakpastian.’
Dia juga menyadari keberadaanku, tapi karena di sana ada teman – temannya & beberapa orang di sekitar kami, aku memilih untuk langsung duduk karena film  juga akan segera dimulai.

Aku mulai melahap popcornku, menatap layar bioskop dengan pikiran yang tidak fokus. Jaehwan di belakangku. Tepat di belakangku. Apa dia sedang memandang punggungku saat ini? Atau sedang mencoba berdiskusi dengan temannya agar dia bisa pindah duduk ke depan? Oh, ayolah. Ini membuatku seperti orang bodoh.

Setengah jam berlalu. Aku sudah melupakan keberadaan Jaehwan karena mulai tersihir oleh aksi layar lebar Andrew Garfield & friends.  Sesekali aku mendengar Jaehwan & teman – temannya berbicara.  Tanpa sengaja aku menoleh ke samping kiriku, di mana ada dua pasang kekasih yang juga datang untuk menonton bersama.

Entah itu hanya perasaanku saja, atau percaya diriku yang sedang melejit tinggi, dapat kupastikan Jaehwan sedang memandang lurus ke depan. Bukan sedang menonton, tapi melihat padaku.

Dddrrrrttt …

Getar ponsel membuatku terkejut. Mungkinkah ayah melupakan kebiasaanku yang suka pergi ke bioskop sampai larut malam?

“Apa yang kaulihat dari mereka? Kita juga sedang menonton bersama.”

Haruskah aku memuntahkan kembali limun dingin yang baru saja kuseruput? Pesan singkat ini benar – benar membuatku hampir tersedak.

Ternyata aku tidak sedang berandai – andai. Jaehwan memang memperhatikanku sejak tadi. Oh ini menyebalkan! Aku kembali tidak fokus. Di tambah satu getaran lagi yang menyusul.

“Mianhae.”

Kenapa Pinokio ini membuat mood-ku menurun drastis? Oh, ya Tuhan. Setelah aku berharap film Spiderman akan segera tayang, lalu kini aku berharap filmnya cepat selesai? Dewi Fortuna, kasihanilah aku...

***

*Pada salah satu episode MTV VIXX Diary, Ken & members pergi ke bioskop untuk menonton film Spiderman

**VIXX**

“Aku tidak mau! Aku tidak mau! Kenapa kau jahat sekali!”

“Ayo katakan sesuatu! Kubilang katakan sesuatu! Hiks...”

Kukecilkan sedikit volume TV karena suara berisik yang berasal dari teras depan rumah.

Aku melihat  dari balik gorden jendela, oh.. ternyata itu kakak.

“Sedang apa kau disitu?”

Sebuah suara ketus membuatku terlonjak dari sana.

Oppa..” kulihat kakak sudah muncul dari balik pintu. Dia menarik kasar masker yang semula menutupi wajahnya. Jika sudah seperti ini, aku jadi enggan untuk bertanya apa yang terjadi barusan antara dia & pacarnya itu.

“Sebentar lagi Jaehwan juga akan berbuat hal yang sama padamu. Putuskan dia, atau dia yang akan memutuskanmu!”

Omo – omo. Kenapa dia malah menunjuk – nunjuk padaku?

Oppa, kau kenapa?”

Aku mengernyit heran padanya. Apa dia terlalu lelah menjadi seorang trainee?  Kalau seperti itu kenapa mau jadi trainee? Tidak waras.

“Aku tidak akan pergi dari sini sebelum kau menarik kata – katamu!”

Aku kembali terkena heart-attack karena suara  dari arah luar. Suara yang lebih mirip menangis sambil berteriak.

“Itu ... “ aku menunjuk arah pintu seraya memandang takut kakakku. Kakak hanya memandang sekilas arah telunjukku, kemudian dia langsung naik ke lantai dua tanpa mengatakan apapun. Aku jadi berpikir, kenapa dengan Jaehwan? Kenapa tiba – tiba kakak menyinggung Jaehwan?

Tidak! Jaehwan tidak akan melakukan hal itu. Apa yang dikatakan barusan oleh kakak, itu tidak akan Jaehwan lakukan padaku.

**VIXX**

I wondered if we should break up a few times but I love you too much

Mini drama sore tadi yang dilakoni oleh kakak  & kekasihnya, membuat pikiranku mulai tercemar akan Jaehwan. Benarkah kesibukan bisa membuatnya mengatakan kata ‘putus’ kelak?

Suara dering ponsel membuat lamunanku terberai. Kuraih cepat benda berwarna silver tersebut. Benar, orang yang tadinya baru saja memenuhi lamunanku kini muncul menelefon.

Ne.. “ jawabku tenang.

“Sudah tidur?”

“Belum. Kau di mana sekarang?”

“Di dorm. Kami baru saja pulang latihan.”

“Ahh, untuk comeback ya?”

“Hmm.”

“Kau capek? Suaramu tidak bersemangat.”

Ani, ani. Kau sehatkan? Maaf, baru menghubungimu.”

Maaf. Satu kata yang mungkin jika berbentuk sebuah benda, sudah memenuhi satu gudang rumahku.

“Sehat. Kenapa? Kau sakit?”

Ani, ani. Aku juga sehat.”

“O.”

Bibirku membentuk huruf O untuk kesekian kalinya karena respon Jaehwan yang itu – itu saja.

Sesaat hening …

“Jaehwan –ah?”

Ne?”

Suaranya seperti sedang berpikir akan sesuatu, lalu terkejut karena merasa namanya terpanggil.

“Kau mengantuk? Tidurlah.”

Ani, sebentar lagi.”

“Kau kenapa? Terjadi sesuatu? Ayo ceritakan saja.”

Rasa penasaranku terkalahkan.

“Aku tidak yakin.”

Aku memilih diam, sepertinya ada kalimat sambungan setelah ini.

“Ah, kita akan pergi kemana di hari ulang tahunmu?”

Bukan. Bukan itu kalimat sambungan yang sebenarnya. Itu lebih terdengar seperti sedang berusaha untuk mengalihkan pembicaraan. Entah kenapa, hal – hal negatif sangat mendukungku malam ini.

“Tapi itu juga hari kalian comeback, kan? Sudah, tidak apa – apa. Kalau memang sempat bertemu, kita bertemu. Kalau tidak, masih ada hari lain.”

Aku berkata seperti itu agar tidak terlalu membebaninya karena hari ulang tahunku yang pertama kali setelah Jaehwan menjadi seorang idol.

“Kita bertemu di taman bermain dekat dormku saja, kau maukan?”

"Oke.” Satu kata yang mencoba menutupi letupan kebahagiaan yang saat ini sedang beterbangan di dalam hatiku.
“Bawakan aku roti yang banyak.”

Dia masih suka roti.

“Tenang saja. Aku akan mengambil semua roti yang enak di tempat ayah.”

Tawa renyah Jaehwan terdengar pada saat aku mengatakan hal itu.

“Yasudah, ayo tidur.”

“Jaehwannie jaljaa ~ “

Saranghae neo – mu ~”

Bip. Aku reflek menekan papan layar  mengakhiri panggilan setelah mendengar kalimat terakhir Jaehwan. Kini teriakan kakak tadi sore lenyap sudah dari pikiranku.

‘Sa – rang – hae neo – mu’

Selama Jaehwan masih mengakhiri percakapan kami ditelfon dengan kalimat manis itu, apa yang harus kutakutkan?

*Pada salah satu MTV VIXX Diary juga, ada part di mana Hyuk  & brothers main di satu taman bermain yang berdekatan dengan Dorm VIXX*

**VIXX**

As much as I love you, music is so important to me too so I can’t help it After some time passes, after I become a bit more famous, I will reveal you to the world

I love you

Sudah pukul 8, belum ada tanda – tanda sebuah Van berhenti di depan sebuah apartemen yang tak jauh dari tempat aku berpijak saat ini. Mungkin Jaehwan masih dalam perjalanan menuju dorm.

Ini seperti pertama kali kami merayakan 100 hari bersama, beberapa waktu lalu. Aku menunggu Jaehwan di toko roti ayah, lalu membawa pulang banyak roti gratis bersama – sama. Itu salah satu hari manis dari banyak hari yang pernah kami lewati bersama.

Sekarang sudah pukul 9, Jaehwan juga belum terlihat. Dia lupa? Tentu tidak. Dia baru saja mengirimkanku sebuah pesan singkat 5 menit yang lalu.

“Aku masih di agensi. 20 menit lagi pasti sampai.”

Oke, 20 menit. Untuk sedikit mengurangi rasa bosan, aku membuka  internet yang beberapa hari tidak terjamah karena kesibukan menghadapi ujian akhir semester. Aku sering tersenyum kecil, jika sedang melihat  berita hiburan akhir – akhir ini. Sering kutemukan nama Jaehwan & teman – temannya disebut  di sana.

Maklum saja, mereka adalah rookie yang baru saja didebutkan. Tapi sesuatu dari barisan judul berita seputar dunia musik begitu menarik perhatian, sekaligus memupuskan senyumanku.

“V.I.X.X akan berkolaborasi dalam special stage Trouble Maker bersama –“

Aku tidak habis membaca judul berita tersebut, dan langsung mencari apakah nama Jaehwan juga termasuk di sana. Baiklah. Ini hanya sebuah batu loncatan agar musik mereka semakin dikenal oleh orang banyak. Cemburu? Sedikit. Kecewa karena tidak diberitahu? Tidak juga. Bisa saja Jaehwan ingin mengatakannya padaku secara langsung saat dia kemari. Bisa saja.  Tanpa berharap lebih tentunya.

Pukul 10. Sebentar lagi kawanan jangkrik yang ada di sini juga akan pergi, lalu aku benar – benar tinggal sendirian. Kutaruh bungkusan roti yang sejak tadi berada dipangkuanku pada sisi samping kursi taman yang menjadi tempatku menunggu kedatangan Jaehwan. Apa aku pulang saja ya? Tapi Jaehwan juga tidak memberi kabar apapun. Oke, bersabarlah.

Ddddrrrrttt …

Aku tahu kesabaran selalu berbuah manis. Yap, pesan masuk dari Jaehwan.

"Aku tidak bisa kembali sekarang, maaf sekali. Jangan menungguku, segeralah pulang. Gunakan taksi karena ini sudah malam. Kabari aku jika kau sudah tiba dirumah ya? Aku akan segera menghubungimu setelah ini. Kau tidak apa – apakan?”

Berbuah manis, berujung sedikit getir. Apa boleh buat, ini adalah konsekuensi. Mungkin orang yang mengetahui keberadaanku sebagai gadis yang sedang bersama seseorang bernama panggung ‘Ken’ menganggapku bodoh, atau dalam hal positifnya ‘tahan banting.’

Lalu apa yang bisa kulakukan jika bukan dengan bersikap seperti itu? Selama semuanya masih berjalan dengan usaha, aku tidak akan mempemasalahkannya. Aku masih bisa merasakan bagaimana Jaehwan berusaha untuk melihat keberadaanku.

Wah, apa yang terjadi padaku malam ini? Mataku tidak sedang dihinggapi oleh serangga atau pasir yang tertiup oleh angin. Tapi kenapa terasa kabur?

Sudah jauh aku berjalan. Tidak ada satupun taksi yang melintas di sepanjang jalan ini. Sebuah halte memberiku secercah harapan. Tanpa taksi, masih ada bis.

Drrrrttt … drrtttt …

Tanpa menunggu lama, aku segera mengangkat panggilan itu.

“Kau di mana? Sudah pulang?”

Suara itu terdengar setengah khawatir.

“Sudah.”

“Maaf,”

“Tidak apa – apa.”

Ya, aku sama sekali tidak berbohong. Aku sungguh tidak  apa – apa, tapi haruskah aku memberitahunya jika aku menjawabnya lebih dari itu, maka hari ini adalah hari pertama aku menangis karenanya?

“Selamat ulang tahun. Aku memiliki –“

“Oh Jaehwan –ah, sudah dulu ya? Taksinya sudah datang. Annyeong!”

Bip. Aku menutup cepat  ponselku tanpa menunggu jawaban akhir darinya. Dia kembali menghubungiku. Aku memilih untuk mengabaikannya.

Aku marah? Tidak. Setelah dia berusaha mati – matian untuk bertemu denganku disela – sela kesibukannya, lalu aku tidak terima & berbalik marah padanya? Apa aku bisa disebut manusia? Aku sama sekali tidak memiliki niat untuk mencercanya dengan kalimat – kalimat amarah. Juga tidak merasa kecewa karena tidak bisa merayakan hari ulang tahunku.

Ini hanya karena aku terbawa suasana. Ya, suasana malam yang identik dengan perasaan melankolis.

Keesokan harinya …

Jadi ini alasan kenapa kami tidak jadi bertemu tadi malam? Karena sibuk berlatih untuk kolaborasi spesial itu, Jaehwan tidak bisa mengambil roti yang dia inginkan.

“Eh, kenapa dimatikan?”

Aku tidak jadi menekan tombol pada remote TV karena ada  tangan yang merampasnya dariku.

“Woah, Trouble Maker !

Aku menatap malas laki – laki yang kupanggil dengan sebutan kakak itu. Dia menghempaskan tubuhnya di sofa yang sama denganku, dan begitu menikmati tayangan yang sedang berlangsung.

“Penyanyi tidak akan bisa disebut aktor jika belum melakukan adegan ciuman.”

Bicara apa orang gila ini? Dia selalu ingin mengomporiku dengan pengalaman – pengalaman yang dia lihat pada agensi tempat di mana dia diterima sebagai seorang trainee. Menyebalkan!

“Kau dan Jaehwan bertengkar? Dia menghubungiku tadi pagi, tapi karena aku masih mengantuk, aku tidak menjawabnya.”

Dia bilang apa barusan? Jaehwan menghubunginya? Ini karangan bebas lagi? Aku segera melesat menuju kamarku, mencari keberadaan ponselku yang sejak tadi malam tersimpan manis di dalam mini-backpack yang kupakai tadi malam.

19 panggilan tak terjawab.

3 pesan masuk.

Semuanya dari kontak ‘Jaehwannie’

“Kau marah?”

“Ayo angkat telfonku.”

“Maaf, sangat maaf.”

Aku kembali mencampakkan ponselku ke atas ranjang. Rasanya tidak pantas jika Jaehwan yang menghubungiku seperti ini. Seharusnya aku bersyukur dia masih berusaha menghubungiku. Tapi aku bukanlah Geum Jan Di yang tetap bertahan di sekolah Shinwa meski dilempar puluhan telur & kiloan tepung. Bukan Katnis Everdeen yang bisa bertahan hingga memenangkan Hunger Game demi kemakmuran rakyat distrik 12. Atau bahasa klise-nya, aku bukanlah malaikat yang tetap berusaha untuk terbang meski sayapku patah.

Tidak masalah jika kolaborasi itu berlangsung sepanjang tahun. Sungguh aku tidak mempermasalahkan siapa saja yang akan beradegan skin-ship dengannya kelak. Hanya saja …

Siang kembali berganti malam

Seharian aku hanya menghabiskan waktu liburku dengan berguling ke sana kemari di ranjang empuk ini. Langit – langit kamar yang berhiaskan stiker lucu yang aku beli pada festival musim semi tahun lalu, sedikit mengobati rasa pengapku hari ini. Menyadari bahwa aku masih memiliki kamar yang super nyaman, mengembalikan mood-ku yang semula tidak stabil.

Dering ponsel membuatku segera bergerak dari posisiku yang semula terlentang, segera kuraih benda yang berdering itu tanpa melihat nama si pemanggil.

“Kau mengangkatnya.”

Aku melupakan jika Jaehwan juga seorang manusia yang tentu memiliki waktu senggang setelah menjalani kesibukan.

“Halo?”

“Halo? Kau bisa mendengarku?”

“Halo…”

Aku sengaja tidak bersuara, dan hanya meletakkan ponselku di atas tempat tidur dalam keadaan tersambung.

“Jangan seperti ini, ayo bicaralah.”

Aku tidak mau. Aku tidak mau berbicara karena itu hanya akan menambah rasa bersalahnya. Selama kami bersama, Jaehwan tidak pernah sekalipun membuatku menangis. Dan kali ini, aku tidak akan membiarkannya mendengarku menangis. Tidak boleh, Jaehwan sudah melakukan hal yang seharusnya dia lakukan.

Saranghae, neomu. Jangan menangis lagi di belakangku."

Bip.

Dia masih mengucapkan kalimat itu sebelum memutuskan sambungan telefon, tapi entah mengapa kali ini terasa berbeda. Bukan suaranya, tapi perasaanku.

Dan satu lagi, dari mana dia bisa tahu jika aku menangis malam itu?

***

*Itulohhhh special stage-nya Trouble Maker VIXX ft. Girls Day di Music Bank*

**VIXX**

Because of all the cameras, because of my manager I kept pushing back our dates

Ini sudah genap 1 bulan aku & Jaehwan tidak berkomunikasi satu sama lain ‘sama sekali.’ Tidak ada telfon darinya, juga tidak ada obrolan pada pesan masuk. Begitu pula denganku, tidak ada acara musik yang kulihat, tidak ada acara TV yang kutonton selama Jaehwan & teman – temannya belum melakukan good-bye stage. Segalanya berubah renggang, tanpa kepastian.

Tapi semua itu kembali sedikit membaik pada saat …

“Itu acara apa?”

“V.I.X.X sedang menggelar Fan-signing.”

“Oh…”

Aku hanya membulatkan bibirku setelah rasa penasaranku terbayar oleh pelayan kasir memberitahuku acara apa yang sedang berlangsung saat itu di salah satu pusat perbelanjaan. Aku sama sekali tidak lagi mengikuti perkembangan Jaehwan & teman – temannya.

Saat ini aku lebih memperhatikan sederet jadwal kampusku yang mulai padat. Menjelang akhir – akhir semester, semuanya berubah mengerikan. Tugas, & segala aktifitas kampus membuatku sedikit demi sedikit mulai terbiasa tanpa suara dering telfon ataupun getar pesan masuk.

Aku melangkah turun melalui eskalator, iseng – iseng melihat ke arah acara Fan-signing di bawah sana. Tidak tahu apakah ini lagi – lagi hal yang direncakanan oleh Tuhan.  Salah satu dari 6 pria yang duduk di sana, juga menatapku. Kami melakukan eye-contact selama beberapa detik.

Hingga pada saat dia hendak menarik nafas  seperti ingin berteriak seraya mengangkat tangannya yang memegang sebuah bolpoin ke arahku, seseorang yang duduk bersebelahan dengannya menepuk pelan pundaknya, membuatnya menyadari dia sedang menjadi siapa saat ini.

Lee Jaehwan, sebodoh itukah kau tidak menyadari blitz kamera & manajer yang berada di sekitarmu?

**VIXX**

When my music succeeds, when everything goes well I will give you all the love I couldn’t give you now

I’ll do everything for you, I’ll give you everything

This song is for you – I love you

Sabtu malam yang membosankan. Ketika semua orang sedang berkencan, atau menghabiskan malam panjang ini dengan melakukan semua hal yang tidak dapat mereka lakukan di hari – hari lain, aku justru masih berkutat dengan segala tugas akhir semester. Dari  pintu pustaka baru dibuka hingga akan ditutup, aku masih berada di sana.Lalu melanjutkannya lagi setiba aku pulang ke rumah.

Ini gila, tapi akan lebih terasa gila jika aku menghabiskan malam ini hanya untuk melamun dan berujung pada bayangan wajah seorang Lee Jaehwan. Bisa dikatakan, aku adalah salah satu orang yang tidak dipatahkan hatinya tapi sedang merasakan patah hati.

Drrrrttttt….

Aku nyaris memuntahkan Marshmallow yang sedang kukunyah karena suara getar ponsel yang begitu mengejutkan. Aku meraih malas ponsel yang semula kuletakkan di atas meja komputer.

Omo – omo – omo. Jantungku berdetak begitu cepat setelah melihat pada layar ponsel. Nama kontak ‘Jaehwannie’ yang tidak pernah lagi terlihat kini berkedap – kedip menghiasi layar ponselku. Haruskah aku menjawabnya? Atau tidak menjawabnya? Lalu setelah aku menjawabnya,  kira – kira hal apa yang akan dia katakan? Dan jika aku tidak menjawabnya,  kira – kira dia akan terus berusaha hingga aku mengangkatnya atau tidak?

Bip.

Perasaan & perbuatan selalu bertentangan.

“Ha – “

Belum sempat aku memperdengarkan akting suaraku...

“Aku di depan rumahmu."

Tanpa menjawab atau memutuskan sambungan telefon, aku mencampakkan ponselku asal dan berlarian menuju pintu.

Annyeong !”

Jaehwan sudah berdiri di sana dengan sesuatu di tangannya, serta  masker & topi yang nyaris menutupi seluruh wajahnya.

Lama keheningan menyapu atmosfir di antara kami, setelah sekian lama tidak saling bertatap muka. Ini adalah kali keduanya Jaehwan menapakkan kaki di kawasan rumahku, tentunya setelah dia terpilih menjadi trainee.

“Kau mau minum?”

Baru saja aku bergerak dari posisi dudukku, tangan Jaehwan sudah lebih dulu menarik tanganku.

“Di mana ayah & kakakmu?”

Kedua mata Jaehwan mengintai setiap sudut rumahku.

Oppa di kamarnya, dan ayah sedang pergi bersama ibu.” Jelasku singkat.

Dia menganggukkan kepalanya pelan, dengan bibirnya yang  dia bentuk sesuka hatinya.

“Ini kado ulang tahunmu.”

Suasana yang amat sangat  canggung. Kami tidak terlihat seperti orang yang telah berhubungan selama bertahun – tahun, ini justru terlihat seperti kencan buta, di mana masing – masing dari kami baru pertama kali bertemu.

Hari - hari yang dulunya selalu diisi dengan gelak tawa & teriakan kebahagiaan, aku 'benar - benar' tidak merasakannya lagi. Padahal, orang yang bersamaku saat ini, adalah mood-booster yang sama di hari kemarin.

Gomawo.

Aku menerima kado itu. Kado yang membuatku menjadi teman satu malam dari para jangkrik di hari ulang tahunku.

“Kau harus mendengarnya malam ini, karena besok akan di dengar oleh orang banyak.”

Jaehwan menunjuk kotak kado yang berada di pangkuanku. Aku bahkan masih sulit berpikir, bagaimana caranya Pinokio ini bisa muncul secara tiba – tiba & datang ke rumahku? Apa dia sekarang berteman dengan Doraemon hingga bisa menggunakan pintu kemana saja? Tidakkah manajer atau agensi mencarinya?

“Apa?” aku mendorong pelan wajahnya yang terus mencoba menatapku. Jaehwan  justru tersenyum.

“Tidak mau membuka – oh, sebentar.”

Dering ponsel dari balik saku jaketnya membuat suaranya tercekat.

Ne, hyung.”

Aku mendengar percakapan sesaat itu. “Manajermu ya?” tanyaku santai.

Jaehwan enggan menjawabnya. Sepersekian detik kemudian, dia mendekat ke sisi wajahku dengan satu kecupan yang dia daratkan pada pipi kiriku.

Saranghae neomu.” Bisiknya tepat pada telingaku.

Segelintir rasa haru bercampur segenap perasaan melankolis nan menyebalkan kembali bergumul. Tanpa kusadari, air mata yang selama ini susah payah kutahan di hadapan Jaehwan, akhirnya dia melihatnya hari ini.

“Ssstt.. jangan menangis.” Bisiknya lagi, sembari menghapus air mataku.

Kenapa dia harus memperlakukanku seperti ini? Lalu sekarang aku harus kembali lagi dari awal untukmembiasakan diri tanpa keberadaannya? Seharusnya Jaehwan hanya cukup mengatakan melalui telefon ataupun pesan singkat, “ayo, berpisah.” Kurasa itu lebih baik, daripada harus menyisihkan waktunya datang kemari, untuk membuatku tersentuh dengan pengorbanannya.

“Jaehwan –ah.”

Suaraku menahan langkahnya yang sudah beranjak dari kursi, menuju pintu.

“Mari untuk tidak bertemu satu sama lain setelah hari ini.”

Akhirnya, akulah yang mengucapkan kalimat itu. Penyesalan, rasa takut, keduanya melebur menjadi satu. Aku sudah terlanjur mengatakannya.

Jaehwan masih berdiri di depanku. Dalam hitungan detik, dia menoleh perlahan.  Suara & tatapannya meredup. Oh ya tuhan, apa aku akan menyesal seumur hidupku setelah ini?

“Ayo saling menentukan jalan masing – masing.” Tegasku lagi, tanpa mengurangi usaha untuk menahan air mataku.

Dia menarik cepat kedua tanganku.

“Ayo berpisah.” Ucapku dengan suara yang berubah parau, sebelum dia memiliki hal yang hendak dia katakan.

Akhirnya, aku sendiri yang mengucapkan kalimat yang kunantikan dari mulut Jaehwan selama ini. Dia tersenyum. Ya, dia tersenyum setelah aku mengatakan hal itu.

Jaehwan menghela nafasnya sesaat, “ya, kau benar. Ayo berpisah.”

Itu memang kalimat yang seharusnya sudah jauh – jauh hari kami ucapkan kepada satu sama lain. Hanya saja rasa takut karena telah bersama sejak lama, dan enggan untuk memulai dari awal bersama orang lain membuat kami seakan seperti sedang memperjuangkan.

“Kau harus selalu mengingat, siapa orang yang selalu berada di dalam musik yang kuciptakan."

Aku tidak bisa mencerna   ucapannya yang terakhir. Yang terpenting saat ini, aku ingin dia cepat – cepat enyah dari hadapanku, dan aku bisa meraung keras setelah hari ini berlalu.

**VIXX**

Wajah sembabku terpaku menatap layar TV. Tidak tahu apa yang sedang kutonton saat ini, tapi paling tidak aku masih bisa merasakan kehidupan dari pada terus berada di kamarku yang penuh dengan  lukisan karya 'mantan kekasihku' Lee Jaehwan.

Hingga, aku kembali melihatnya saat ini. Dia sedang bernyanyi bersama ke 5 temannya.

“. . . Nan aidoriraseo tto yeonyeiniraseo Ni soneul japgo georeul sun eobtjiman. . .”

Kenapa -

Kenapa setiap penggalan lirik lagu itu seperti sedang menertawakanku? Apa perusahaan musik itu juga sedang merasakan hal yang sama sepertiku? Menggelikan.

Tapi, sebentar!

“Kau harus mendengarnya malam ini, karena besok akan di dengar oleh orang banyak.”

Aku menoleh pada kotak kado berwarna merah ceri yang masih berada di atas meja ruang TV rumahku.  Aku  tidak membawanya masuk ke kamar tadi malam. Perlahan kubuka kotak itu, dengan sekeping DVD di dalamnya.

**VIXX**

".  . .Nae eumagi jaldwaeseo nae modeun ge jaldwaesseul ttae Jigeum motdahan sarang modu jul geoya. . . "

"neoreul saranghae . . . "

Jadi ini yang kaumaksud dengan ‘saranghae neomu’ yang selalu kau katakan  setiap ingin menutup telfonmu?

Lalu ini juga yang kaumaksud dengan hadiah ulang tahun untukku? Lagu ini,  lagu ini sepenuhnya adalah kita.

Penggalan lirik yang kautulis ini membuatku mengerti,  kau tidak bisa memilih antara cinta dan mimpi. Meninggalkan salah satunya juga bisa dikatakan seperti sedang melakukan aksi bunuh diri sedikit demi sedikit. Namun, bertahan juga akan membuatmu sakit.

Tapi percayalah. Percayalah mimpi itu tidak akan membunuhmu jika kau meninggalkanku.

Hmm ya. Setelah musikmu dikenal oleh orang banyak, setelah semuanya berjalan dengan sangat baik, mari kembali bertemu di waktu yang akan datang.

"Na – do saranghae, Lee Jaehwan..." 

_FIN_

CAU (Catatan Author Unyu) *eaaaaa ditendang Hyuk* 

Need a sequel? Let's see! Kalo banyak yang senang dengan si mantan version, Ken version -nya juga bakal rilis ekekekekek. 

Jangan lupa komentarnya ya! *kecup* 

 

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet