Hyung... See You Again

Hyung... See You Again

Saat itu sudah lewat tengah malam. Kyungsoo mencoba untuk menahan kantuk yang benar-benar sudah kelewatan menyerangnya. Beberapa kali ia menguap. Dan tak jarang ia tertidur namun kemudian kembali terjaga saat seseorang yang berada disampingnya terus mengusiknya.

“Hyung, kau mengantuk?”

Kyungsoo kembali menguap. Lalu mengangguk singkat. Matanya sudah setengah tertutup. Dan separuh nyawanya telah berada di awang-awang.

“Hyung...bangunlah! Aku kesepian kalau kau diam terus”

“Ne...” Kyungsoo bergumam pelan. Kemudian ia menggosok matanya yang telah merah.

“Hyung, kau tahu apa mimpi terbesarku?”

Seseorang disampingya tiba-tiba saja bertanya. Matanya yang tajam menatap Kyungsoo dengan fokus. Seolah-olah mencari tahu jawaban Kyungsoo  dari wajah pemuda tampan itu.

“Hmmmm menjadi seorang penari,” jawab Kyungsoo singkat.

Pemuda yang berada disamping Kyungsoo pun tersenyum. Senyum yang indah. Senyum kemenangan yang menyiratkan kalau Kyungsoo tahu segala tentangnya.

“Hyung, seandainya itu kau, apa yang akan kau lakukan untuk menggapai mimpimu itu?”

Kyungsoo menguap. Rasa kantuknya kembali datang. Dengan setengah sadar dan mata yang setengah terbuka pula ia pun berusaha menjawab.

“Aku akan mewujudkannya.”

“Meskipun itu sulit?” Jongin bertanya.

“Meskipun itu sulit.” Kyungsoo menjawab.

“Meskipun kau harus mengejarnya jauh ke ujung dunia?” Jongin kembali bertanya.

“Meskipun ke ujung dunia.” Kyungsoo pun kembali menjawab.

“Meskipun itu artinya kau harus meninggalkan orang yang paling berharga di hidupmu?” Jongin bertanya untuk yang terakhir.

“Meskipun aku harus meninggalkannya.” Kyungsoo pun menjawabnya untuk pertanyaan yang terakhir itu

Jongin tersenyum.

“Ada apa? Kenapa kau menanyakan itu kepadaku?” Kyungsoo menatap Jongin penuh rasa penasaran. Seseorang di sampingnya kini sungguh aneh malam ini. tiba-tiba mengetuk pintu rumahnya dan mengajaknya ke atap sebuah rumah susun tua di tepian kota. Tempat favorit mereka.

Jongin menghela napas dalam. Lantas menghembuskannya pelan. Uap air tampak sangat jelas keluar dari mulutnya. “Hyung...aku ingin menjadi seorang penari.” Jongin terdiam sesaat. Masih menatap Kyungsoo dengan lamat. “Apakah itu artinya aku harus mewujudkannya? Meskipun itu sulit? Meskipun aku harus mengejarnya ke ujung dunia? Meskipun itu artinya aku harus meninggalkan orang yang paling berharga di hidupku? Meskipun itu artinya aku harus meninggalkanmu...hyung”

Kyungsoo terdiam. Bukan sesaat. Namun lama. Mencoba kembali mencerna kata-kata Jongin. Mematut dirinya. Pemuda itu. Berusaha tenggelam dalam tatapan mata yang tajam itu. Meskipun Kyungsoo tahu bahwa suatu saat nanti ini pasti akan terjadi. Orang-orang akan pergi. Lalu seseorang yang baru akan datang. Orang-orang akan pergi. Lalu seseorang yang baru akan datang.

Jongin akan pergi.

Kyungsoo tersenyum. Bukan. Hanya berusaha untuk tersenyum. Menarik sedikit sudut bibirnya agar terlihat seperti tersenyum. Walau sebenarnya tidak.

Lalu dengan sangat susah payah Kyungsoo membalas. “Ne..” Pemuda itu berucap dengan pelan. Sangat pelan.

“Hyung...kau sedih? Apa kau takut? Apa kau menyesal?”

Kyungsoo memutar kepalanya. Menatap salah satu puncak gedung yang bersinar dengan lampu berwarna merah.

“Ani” Kyungsoo menggeleng lantas menghembuskan napas. Puncak hidungnya telah merah karena suhu yang begitu dingin.

-~-

Saat itu sudah lewat tengah malam. Kyungsoo mencoba untuk menahan kantuk yang benar-benar sudah kelewatan menyerangnya. Beberapa kali ia menguap. Dan tak jarang ia tertidur namun kemudian kembali terjaga saat seseorang yang berada disampingnya terus mengusiknya.

“Hyung..sebenarnya jam berapa kau biasa tidur?” Jongin bersuara. Berusaha membuat seseorang disampingnya tetap terjaga. Mengisi relung yang sebentar lagi akan tertinggal. Mengisinya hingga penuh sampai saat itu tiba.

“Jam sembilan” Kyungsoo menjawab dengan mata tertutup. Bukan. Sebenarnya ia telah setengah tertidur. Namun setengah nyawanya masih berada di bumi yang membuatnya dapat menjawab pertanyaan namja di sebelahnya.

Jongin mendengus. Lantas ia menyeringai. “Kau serius? Kau bahkan kalah dengan sepupuku yang seorang yeoja. Hyung apakah sebenarnya kau seorang yeoja? Iya kah? Apa aku harus memeriksanya?” Sedikit lucu. Benar-benar lucu. Jongin menggerayangi tubuh Kyungsoo yang tengah duduk disampingnya. Membuat pemuda itu membuka mata dan berusaha menjauhkan sentuhan Kai yang membuat tubuhnya geli.

“Ya! Hentikan Kim Jongin. Itu geli.”

“Tidak. Aku harus memastikannya”

Jongin terus menggoda Kyungsoo.

“Ya! Hentikan. Jongin. Hentikan. Aku ini seorang namja. Kau tahu. Aku seperti ini karena ada alasannya.”

Jongin menghentikan aktivitasnya. Pemuda itu menarik tangannya dan menatap Kyungsoo yang telah terbaring di lantai atap rumah susun tua itu.

“Mwoya?”

Kyungsoo bangkit. Ia duduk dan memeluk lututnya. Mengeratkan jaketnya yang telah tersingkap. Membuat dinginnya malam menusuk tepat di paru-parunya. Sedikit membuat pemuda itu mual.

“Aku tidak bisa terkena udara malam.” Kyungsoo berujar.

“Mwoya?” Seolah mengulang, Jongin kembali meminta penjelasan lebih dari Kyungsoo yang kini tampak kedinginan.

“Aku sakit.”

-~-

“Hyung... aku akan pergi lusa.”

Musim panas pertama. Jongin mengajak Kyungsoo ke rumahnya. Bukan apa-apa. Hanya mengisi liburan dengan bermain PS.

Kyungsoo menarik tatapannya dari layar datar dihadapannya. Menatap Jongin dengan mata bulat miliknya.

“Benarkah? Apa kau sudah mempersiapkan segalanya?” Kyungsoo bertanya. Hanya berusaha bertanya. Hanya untuk mengisi jeda diantara permainan mereka. Meskipun sejatinya, Kyungsoo tidak rela. Membiarkan seseorang disampingnya pergi ke negeri sana. Tempat para pemuja panggung dan cahaya. Hollywood. Negeri para bintang.

Pengkhianat. Benar. Kyungsoo memang seorang pengkhianat sejati. Pengkhianat ulung. Rajanya para pengkhianat. Semua yang dikatakannya berbeda dengan apa yang ada dihatinya.

“Hmmmm sudah. Tapi masih ada satu sepertinya yang belum beres?”

Kyungsoo kembali ke layar. Berusaha membuat percakapan mereka terasa seperti biasa. Tidak diwarnai kata-kata haru perpisahan. Ia berusaha sedikit meredakan hatinya dengan memacu adrenalinnya bermain balap mobil di alam digital.

“Mwo?”

“Hatiku” Jongin berkata singkat.

Seperti sebuah permaian, saat ini Kyungsoo berada pada mode pause. Masih menunggu seseorang untuk merubahnya menjadi mode play. Setidaknya oleh satu-satunya manusia yang berada disini. Selain dirinya.

“Hyung...”

Jongin mengaktifkan mode playnya.

“N..ne” Kyungsoo menjawab dengan ragu. Kali ini permainannya benar-beanar buruk. Mobil di layar itu ia biarkan menabrak pembatas jalan. Menimbulkan bunyi berdecit yang membuat gigi ngilu dari speaker raksasa milik Jongin. Ia membiarkan mobil-mobil lain menyusulnya. Membiarkannya. Kyungsoo hanya sedang tidak berada disini sebenarnya.

“Apa keputusanku ini benar? Apa aku harus pergi meninggalkanmu, Hyung?” Jongin bertanya. Meminta kembali pendapat untuk meyakinkan kembali dan memantapkan kembali jalan yang akan ditempuhnya.

“Jongin-ah bagaimana rasanya saat kau sedang menari?” Kyungsoo bertanya. Jauh dari topik pembicaraan mereka sebelumnya. Entahlah. Entah ia benar-benar ingin mengetahui jawabannya. Atau hanya mengalihkan pembicaraan.

Jongin menghembuskan napas. Lantas bersandar kepada sisi ranjangnya.

“Rasanya seperti...kau terbang. Kelangit ke tujuh dengan kecepatan turbo. Kemudian kau dijatuhkan dengan kecepatan cahaya menuju kesebuah trompolin raksasa yang nanti akan memantulkanmu kembali ke langit.”

Kyungsoo mengernyit. Membayangkannya membuat perutnya naik. “ Pengandaianmu membuatku mual.”

Jongin terkekeh. “Hahaha... Hyung, kau membayangkannya?”

“Tentu saja” Merasa dipermainkan, Kyungsoo mengerucutkan mulutnya. Lucu sekali.

“Ani..ani...” Jongin menggeleng. Entah apa maksudnya. “Rasanya seperti... kau rela mati saat kau sedang menari. Kau mengerti maksudku kan, Hyung”

Kyungsoo mengangguk. Hanya mengangguk. Sebenarnya ia tidak tahu rasanya seperti apa. Pengandaian Jongin terlalu sulit untuk ia pahami. Hanya Jongin yang tahu.

“Ya Kim Jongin, setelah semua mimpimu terwujud, apa mimpi terakhirmu?”

Jogin mengerutkan kening. Sedikit merasa aneh dengan pertanyaan Kyungsoo.

“Kenapa harus ada mimpi terakir?”

Kyungsoo terdiam sejenak. “... bukankah semuanya akan berakhir?”

Seolah terhipnotis akan tatapan Kyungsoo, Jongin ikut terdiam sejenak.

“Aku...aku ingin mati saat aku menari”

-~-

Lagi.

Saat itu sudah lewat tengah malam. Kyungsoo mencoba untuk menahan kantuk yang benar-benar sudah kelewatan menyerangnya. Beberapa kali ia menguap. Dan tak jarang ia tertidur namun kemudian kembali terjaga saat seseorang yang berada disampingnya terus mengusiknya.

“Hyung, besok aku akan berangkat, kau pergi kan? Maksudku kau pergi mengantarku kan?”

“Neee...” Kyungsoo bergumam.

Dingin sekali malam ini. Seperti biasa, tubuh mungilnya terbalut jaket tebal. Memproteksi angin malam yang akan menerjangnya. Memeluk kedua lututnya. Dan menenggelamkan separuh wajahnya di sela dada dan lulutnya yang menciptakan ruang yang cukup untuk menghangatkan wajahnya. Dan seperti biasa, puncak hidungnya merah melawan dingin.

“Hyung apa kau tidak bahagia aku berhasil mendapatkan beasiswa itu?”

“Aku bahagia Kim Jongin. Tapi saat ini waktunya kurang tepat. Aku mengantuk dan angin malam bukan temanku. Jadi aku tidak bisa mengekspresikan kesenanganku. Aku sedang sekarat.”

Cukup lama Jongin menatap tubuh mungil Kyungsoo setelah akhirnya memutuskan untuk memeluk pemuda itu.

“Aku akan menghangatkanmu...Hyung”

Kyungsoo tidak menolak. Ia membiarkan. Membiarkan suhu hangat dari tubuh itu ikut menghangatkannya. Tidak membuatnya sekarat lagi.

“Hyung...suatu saat nanti saat semuanya sudah selesai, aku ingin menari dan kau yang menyanyi.”

Jongin melirik pemuda didalam pelukannya. Sudah tertidur rupanya.

-~-

“Kau yakin tidak ada lagi yang tertinggal?”

Jongin menggeleng.

“Pasportmu, tiketmu, ponselmu, dompetmu”

Jongin kembali menggeleng. Dan Kyungsoo kemudian mengangguk.

“Hyung...kirimkan surat untukku saat aku sampai disana nanti. Ini alamatnya.”

Jongin memberian sebuah note kecil kepada Kyungsoo. Pemuda itu hanya mengangguk dan menyimpannya didalam saku celananya.

“Baiklah! Aku pergi Hyung..”

Jongin bangkit dari duduknya. Menarik sebuah koper berukuran sedang menuju antrian panjang.

Kyugsoo kembali mengangguk. Ayolah Kyungsoo. Kenapa pemuda itu sedari tadi tidak menampakkan ekspresi bahagianya? Ayolah.Ayolah. Jongin akan pergi dengan tenang kalau dirinya bahagia melepas pemuda itu.

“Hyung...”

Tiba-tiba Jongin menghentikan langkahnya. Membuat Kyugsoo yang berada dibelakangnya ikut terhenti. Jongin membalikkan tubuhnya dan menetap Kyungsoo lama. Sangat lama. Bukan apa-apa, hanya memuaskan diri. Sebelum semuanya pergi.

Kyungsoo pun begitu. Mengisi penuh tangkinya. Dengan berkubik-kubik semua tentang Jongin.

“Hyung...tolong panggil namaku”

Jongin melanjutkan ucapannya.

Kyungsoo mengernyit. Sedikit heran dengan permintaan Jongin. Namun ia hanya mampu menurutinya.

“Kim Jongin”

“Lagi”

“Jongin”

“Sekali lagi”

“Jongin-ah”

Kai tersenyum. Puas akan panggilan itu.

“Kim Jongin...Jongin...jongin...jongin-ah”

Tanpa diperintah Kyungsoo kembali meneriakkan nama itu lantang. Hanya memastikan nama itu masih terpahat dilidahnya. Tidak. Hanya takut ia akan melupakannya. Meskipun itu tidak akan pernah terjadi.

Jongin kembali tersenyum. Sangat indah. Lalu pemuda itu kembali melangkah. Meninggalkan Kyungsoo yang berdiri didekat pagar pembatas.

“Jo..jongin-ah...ka...kau akan kembali...kan?”

Jongin hanya tersenyum. Tidak menjawab. Hanya tersenyum. Sangat indah.

“Hyung...sampai jumpa lagi”

Dan kali ini ia benar-benar menghilang dari pandangan Kyungsoo.

-~-

Saat itu sudah lewat tengah malam. Kyungsoo mencoba untuk menahan kantuk yang benar-benar sudah kelewatan menyerangnya. Beberapa kali ia menguap. Dan tak jarang ia tertidur namun kali ini tidak ada yang mengusiknya.

Dingin sekali malam ini. Seperti biasa, tubuh mungilnya terbalut jaket tebal. Memproteksi angin malam yang akan menerjangnya. Memeluk kedua lututnya. Ia menenggelamkan separuh wajahnya di sela dada dan lulutnya yang menciptakan ruang yang cukup untuk menghangatkan wajahnya. Dan seperti biasa, puncak hidungnya merah melawan dingin. Namun kali ini tidak ada yang menghangatkannya.

“Hyung..apa kau mengantuk?”

“Hyung...sebenarnya jam berapa kau biasa tidur?”

“Hyung, besok aku akan berangkat, kau pergi kan? Maksudku kau pergi mengantarku kan?”

Kyungsoo tenggelam dalam kenangan. Setahun sudah semua berlalu. Dan barulah saat ini ia berani kembali menginjakkan kaki di atap rumah susun tua yang penuh kenangan tentang seseorang yang saat ini sedang dirindukannya.

Kim Jongin.

Beberapa hari yang lalu ia telah mengirim surat kepada Jongin tentang hari kelulusan yang sebentar lagi akan tiba. Ia akan lulus dari sekolah menengah atas. Sebuah fase yang penuh cerita. Namun seperti surat-surat sebelumnya, bahkan seperti surat yang pertama kali dikirimkannya kepada Jongin. Tak satupun dari surat itu dibalas oleh pemuda yang berada diseberang lautan sana. Apa yang terjadi sebenarnya? Entahlah.

“Kyungsoo...”

Pemuda itu menoleh. Mendapati seorang namja jangkung yang berdiri terengah-engah menatapnya dengan raut wajah cemas.

“Disini kau rupanya...”

Namanya Park Chanyeol. Ia adalah seorang teman baru yang beberapa bulan lalu hadir dalam kehidupan Kyungsoo. Namja itu mengaku berasal dari Busan. Ia pindah ke Seoul karena pekerjaan Ayahnya. Ia adalah seorang teman yang periang. Tak jarang Kyungsoo dibuat sakit perut karena kekonyolan dan candaan yang dibuatnya. Ya... ia adalah seseorang yang baru. Seseorang yang membuat hidup Kyungsoo sedikit lepas dari nama Kim Jongin.

“Kau tahu... Eommamu terus meneleponku. Dia menanyakanmu dan menyuruhku untuk mencarimu. Dia sangat cemas kepadamu. Dia bilang kau meninggalkan obatmu. Apa yang kau lakukan disini?” Chanyeol berciloteh panjang.

Namja itu terdiam cukup lama saat mendapati tidak ada reaksi dari Kyungsoo. Dengan cemas ia berjalan dan merangkul Kyungsoo yang sedang duduk memeluk lututnya.

“Gwenchana..?”

Kyungsoo mengangguk.

“Ayo kita pulang”

Chanyeol berdiri. Melepas rangkulannya dari Kyungsoo.

Kyungsoo menurut. Ia berdiri dan melangkah dibelakang Chanyeol yang telah berjalan terlebih dahulu. Namun baru beberapa langkah pemuda itu berjalan, tiba-tiba ia berhenti.

Jangan sekarang. Dirinya memohon jangan sekarang. Kyungsoo membeku. Napasnya tercekat. Paru-parunya serasa di ikat. Dan perlahan pandangannya memburam. Ia mencengkram dadanya kuat. Hingga kukunya tertancap yang menyebabkan rasa perih dikulitnya.

“Chan..chanyeol”

Kyungsoo berujar. Memanggil Chanyeol yang tidak mengetahui apa yang sedang terjadi dibelakangnya. Pemuda itu menoleh. Lantas matanya membulat.

“KYUNGSOO..”

Kyungsoo berusaha untuk membuka suara, namun rasa sakit yang sangat menyerang dadanya membuat mulutnya terkunci. Paru-parunya. Dan sesaat kemudian semuanya gelap.

BRUKKKK

Kyungsoo ambruk seketika. Masih memegangi dadanya yang lemah itu.

“SHIIITT....”

Chanyeol mengumpat. Lantas menghamburi Kyungsoo dan membawa tubuh mungil itu pulang.

-~-

“Hyung...tolong panggil namaku”

“Kim Jongin”

“Lagi”

“Jongin”

“Sekali lagi”

“Jongin-ah”

Kai tersenyum. Puas akan panggilan itu.

“Kim Jongin...Jongin...jongin...jongin-ah”

“Jongin”

Kyungsoo sadar. Matanya mengerjap-ngerjap menetralkan pandangannya. Ia mengumpulkan nyawa. Setelah semua nyawanya terkumpul pemuda itu bernapas lega. Ia masih hidup. Syukurlah.

Kyungsoo melirik sebuah jam digital disamping tempat tidurnya. 03:33. Pagi sekali ia terbangun. Dan...tiba-tiba sebuah nama muncul dikepalanya. Kim Jongin. Apakah tadi ia bermimpi tentang Jongin? Apa ia merindukan pemuda itu?

Kyungsoo kembali melirik ke samping tempat tidurnya.

“Eomma...”

Ia berujar. Sangat pelan. Paru-parunya masih terasa ngilu.

-~-

“Kim Jongin? Siapa itu?”

Saat itu musim panas pertama tanpa Jongin. Chanyeol sedang bermalas-malasan disebuah kursi di ruang keluarga dirumah Kyungsoo.

Kyungsoo dengan cepat berpaling ke arah Chanyeol. Namja itu tampak kaget.

“Siapa yang menyuruhmu mengutak-atik ponselku!”

Kyungsoo tampak kesal. Ia merampas ponselnya dan menyembunyikannya di saku.

“Bukan salahku. Kau yang membiarkannya tergeletak dimeja. Sementara kau sibuk menonton film kartun yang tidak masuk akal itu. Aku bosan dan aku memainkan ponselmu. Dimana letak kesalahanku?”

“Kau memakai barang seseorang tanpa meminta izin terlebih dahulu. Itu kesalahanmu Park Chanyeol”

“Haaahh...baiklah-baiklah. Tapi siapa itu Kim Jongin? Kenapa ada begitu banyak fotomu bersamanya di ponselmu? Apa kalian sepasang kekasih?”

“YA! PARK CHANYEOL”

-~-

“Oh...haksaeng, kau datang lagi?”

“Ne Ahjussi”

Siang itu Kyungsoo datang ke kantor pos. Lagi. Ia mengirimkan surat untuk seseorang disana. Yang bernama Kim Jongin. Meskipun ia tahu nasib suratnya kali ini mengkin tidak jauh beda dengan surat-surat sebelumnya. Tapi apa salahnya terus berusaha.

“Kau mengirimkan surat lagi?”

“Ne..” Kyungsoo mengangguk.

Petugas pos itu terdiam sejenak. Memandang Kyungsoo cukup lama. “Apa orang yang kau kirimi surat itu sudah membalas suratmu yang terdahulu?”

Kyungsoo tampak muram. Lalu ia menggeleng dan menunduk.

“Ya...Haksaeng, ikutlah dengan ku sebentar. Ada yang ingin kutunjukan.”

Petugas pos itu mengajak Kyungsoo ke sebuah ruangan yang dipenuhi oleh rak-rak tinggi. Semuanya surat. Tumpukan surat yang menjulang tinggi. Petugas pos itu berhenti disalah satu sisi rak yang tinggi itu. Ia mengambil sebuah keranjang persegi yang tidak terlalu besar. Didalamnya ada banyak tumpukan surat.

Kyungsoo memicingkan mata. Memfokuskan penglihatannya kepada benda itu. Ia mengenalinya. Ya itu surat-surat yang pernah ia kirimkan untuk Jongin.

“Ini semua surat yang kau kirimkan”

Ahjussi itu meletakkan keranjang itu diatas meja.

Kyungsoo hanya terdiam. Tidak mengerti dengan situasi yang tengah terjadi saat ini.

“Sebenarnya, sejak pertama kali kau mengirimkan surat, kami tidak pernah mengirimkan suratnya.”

Kyungsoo terlonjak kaget. Tubuhnya terasa melayang. Dan..oh jangan lagi. Kenapa paru-parunya terasa sesak?

“Alamat yang kau tulis, tidak ada dalam daftar pengiriman kami. Maksudku, alamatnya tidak ada. Alamat yang tertera disuratmu itu sebenarnya tidak ada di kota yang kau tuju.”

“A..apa?”

Petugas pos itu hanya mengedikkan bahu.

“Ta..tapi?”

Ini mustahil. Bukankah Jongin sendiri yang memberikannya? Kenapa tidak ada. Apakah ia salah menuliskannya? Tidak ia selalu mengeceknya. Dan itu benar. Ada apa ini sebenarnya?

“Ya...haksaeng, maafkan aku sebelumnya. Kenapa kau lebih tertarik mengirimkan surat. Maksudku kenapa kau tidak menelopon orang yang kau tuju itu. Sekarang zaman sudah sangat canggih. Kenapa kau masih memilih surat?”

Kyungsoo hanya bisa terpaku menatap tumpukan surat-suratnya. Sebenarnya ada alasan dibalik semua itu. Kenapa ia memilih mengirimkan surat.

-~-

“Ini”

“Ini apa?”

“Tiket menonton teater”

“Untuk apa?”

“Ya untuk melihat teater”

Kyungsoo mengernyit. Kembali memandangi sebuah tiket ditangannya. Chanyeol yang duduk disebelahnya tampak antusias dengan tiket itu.

“Aku tidak mau”

Chanyeol menoleh cepat. Matanya membulat menatap Kyungsoo yang mengembalikan tiket itu ketangannya.

“Kau bercanda. Bukankah kau suka menonton teater? Kenapa menolak?”

Kyungsoo berdecak, lantas mengambil segelas air di meja. Kemudian ia meneguk sebuah obat. Penyambung nyawanya.

“Ahhhhhh... Aku sekarat.” Kyungsoo berujar sambil meletakkan gelasnya.

“Ayolah Kyungsoo... aku telah susah payah mendapatkan tiket ini. sayang sekali kalau tidak terpakai.”

“Kau bisa mengajak Baekhyun kan? Kenapa harus aku?”

Chanyeol menghela napas panjang. “Masalahnya saat ini adalah aku dan baekhyun sedang bertengkar. Dan aku tidak mau duluan meminta maaf.”

“Kalau begitu biar aku yang meneleponnya.”Kyungsoo mengeluarkan ponselnya. Sibuk mencar-cari kontak Baekhyun di ponselnya.

“Ya...ya... Kyungsoo tidak usah. Kau ini apa-apan sih.”

“Sudahlah... biar aku yang menjela...”

“...oh annyong baekhyun-ah”

“..ani, Aku hanya ingin meyampaikan pesan seseorang”

Chanyeol yang berada di samping Kyungsoo melotot ke arah namja itu. ingin rasanya menelan namja mungil itu mentah-mentah.

“Chanyeol mengajakmu menonton teater bersama malam ini.”

“...oh, begitu? Tapi dia benar-benar mengharapkanmu. Ia mengaku kalau ia bersalah.”

“YA! Kyungsoo” Chanyeol akhirnya meledak di tempatnya. Apa-apaan Kyungsoo ini.

“...Benarkah? baiklah kalau..” tiba-tiba hubungan terputus.

“Wae?”

“Aisshh baterai ponselku habis”

Kyungsoo menatap sedih ponselnya yang saat ini telah mati total.

“Tapi tenang saja. Baekhyun menerima ajakanmu” ucap Kyungsoo penuh senyum. Lantas mengedip ke arah Chanyeol.

“Aisshhh... dasar!”

Chanyeol membatin sendiri.

-~-

“KYUNGSOO...YA KYUNGSOO... KYUNGSOO-YA. Aigoo... anak itu”

“...Chanyeol-ah cakkamannyo, ahjumma akan membangunkan Kyungsoo dulu”

Wanita paruh baya itu berjalan menuju tangga ke lantai dua. Langkahnya terasa agak terburu-buru. Bukan apa-apa. Hanya saja wanita itu merasa sedikit cemas dengan panggilannya yang tidak disahuti oleh anaknya tadi. Tidak seperti biasanya.

“Aigoo..sudah sesiang ini kau masih tidur?”

Wanita itu berujar sambil berjalan menuju ranjang Kyungsoo. Tidak tampak reaksi dari seseorang yang berada diatasnya. Pemuda itu tampaknya masih kukuh bergelung didalam selimut yang menutup seluruh tubuhnya.

“Kyungsoo-ya, iroena... Chanyeol meneleponmu?”

Wanita itu menyingkap selimut Kyungsoo. Membuat seseorang yang berada dibaliknya menggeliat kecil. Kedinginan.

Iroena...palli... apa kau tidak sekolah hari ini?”

Wanita itu terus saja berusaha membangunkan anak sematawayangnya. Ia menepuk-nepuk pantat Kyungsoo sedikit keras.

“Ahh...eomma...appoo...aisshhhh

Kyungsoo akhirnya bersuara. Ia menggosok-gosok pantatnya yang terasa panas. Lantas kemudian duduk di atas ranjang dengan mata masih setengah tertutup.

“Aigooo...ada apa dengamu? Jam 11 baru bangun. Kemana kau semalaman ha! Kau kira eomma tidak cemas membiarkanmu berkeliaran malam-malam dengan kondisi seperti ini. Aisshhh.. anak ini membuatku pusing saja.”

Wanita itu membatin sendiri melihat tingkah anaknya.

“Eomma..berhentilah memarahiku seperti itu setiap hari. Aku bosan”

Kyungsoo membalas. Dengan segap ia kembali menarik selimutnya dan kembali bergelung seperti kucing kedinginan.

“Aigoo...kau ini benar-benar. Palli ireona! Apa kau tidak sekolah hari ini?”

Kyungsoo menggelengkan kepalanya.

“Ck..cepatlah bangun, Chanyeol meneleponmu. Katanya ada hal penting yang ingin dibicarakannya.”

Ucapan eommanya barusan membuat mata Kyungsoo kembali terjaga. Wanita itu hanya menatap anaknya lamat-lamat. Hanya memastikan kondisinya baik-baik saja.

“Benarkah?”

Wanita itu mengangguk.

“Kenapa dia tidak menelepon langsung ke ponselku?”

“Dia bilang ponselmu tidak aktif”

Kyungsoo bergegas memeriksa keadaan ponselnya. Dan benar saja. Ponselnya masih dalam keadaan mati. Ah! Sialan. Ia lupa mencasnya setelah menelepon Baekhyun kemarin sore.

-~-

Kyungsoo menghidupkan kembali ponselnya. Pada awalnya memang tidak terjadi apa-apa, namun beberapa saat kemudian ponselnya seola-olah seperti diserang rudal tanpa henti. Benda itu tidak henti-hentinya berbunyi. Banyak sekali pesan singkat dan panggilan yang tidak terjawam masuk ke ponselnya. Dan hal itu membuat pemuda bermarga Do itu sedikit heran. Karena tak kunjung berhenti, Kyungsoo membiarkan ponselnya berdering sendiri dan memutuskan membersihkan diri terlebih dahulu.

-~-

35 pesan masuk dan 54 panggilan tak terjawab.

Ini rekor terbaik sepanjang pemakaian ponselnya. Kyungsoo sedikit terkesima saat menyadari dirinya sebegitu penting bagi orang lain. Karena begitu banyak pesan dan panggilan yang masuk. Pemuda itu tidak menyadari apa yang sebenarnya terjadi dibalik pesan dan panggilan itu.

Kyungsoo melihat ada banyak panggilan yang tak terjawab. Pertama dari Chanyeol, kemudian Baekhyun dan satu lagi nomor yang tidak dikenalinya.

Kamudian Kyungsoo beralih kepada pesan masuk yang diterimanya. Dan sama saja, ada pesan dari Chanyeol, Baekhyun dan... nomor baru yang sama seperti di panggilan tak terjawabnya.

Kyungsoo menegedikkan bahu. Tidak terlalu begitu tertarik dengan nomor baru itu. Ia lantas membuka pesan dari chanyeol.

‘Kyungsoo, kau dimana? Eommamu mencarimu’

Kyungsoo ingat, semalaman ia kembali pergi ke atap rumah susun di pinggiran kota. Entah kenapa ia tiba-tiba merindukan Jongin. Dan ia tertidur dan baru kembali saat fajar mulai menyonsong.

‘Aku ada di taman dekat kota bersama Baekhyun.’

‘Kenapa tidak mengangkat teleponku?’

‘Kau dimana?’

‘YA! DO KYUNGSOO KAU DIMANA. ANGKAT TELEPONKU’

Kemudian Kyungsoo menemukan nama Baekhyun di bawah pesan Chanyeol.

‘Ya, Do Kyungsoo, kau dimana? Chanyeol sudah gila karena eommamu terus meneleponnya.’

‘Kyungsoo angkat teleponmu’

‘YA! KYUNGSOOOOO KAU DIMANAAAAA’

Itu pesan terakhir dari Baekhyun.

Kyungsoo sedikit menaikkan alisnya heran. Setelah beberapa pesan yang dibacanya, tampaknya ada sedikit keanehan yang ditangkapnya. Entahlah. Ia tidak begitu yakin. Ia hanya merasa ada suatu hal penting yang terlewatkan olehnya.

Kyungsoo kembali membuka pesan selanjutnya kali ini dari nomor baru yang masuk ke ponselnya.

‘Hyung...ini aku KIM JONGIN aku kembali’

Kyungsoo tersentak. Ia tidak percaya. Lantas kembali membaca pesan itu. Kalau-kalau ada huruf yang terlewatkan olehnya. Dan itu benar. Jongin. Jongin menghubunginya. Tidak dapat dipungkiri, hati Kyungsoo sangat lega sekarang. Lantas ia melanjutkan membaca pesan dari nomor yang sama.

‘Hyung datanglah ke taman dekat kota. Aku akan ada disana’

Jongin akan ada disana? Apa mungkin Jongin... Aisshhh sial kenapa ia menolak ajakan Chanyeol itu.

‘Hyung kenapa tidak mengangkat teleponku?’

‘Hyung kau dimana?’

‘Hyung angkatlah teleponmu’

‘Hyung apa kau baik-baik saja?’

‘Hyung apa kau sudah datang di taman kota?’

‘Hyung aku tidak melihatmu dimanapun’

‘Hyung angkat teleponmu’

Kyungsoo kembali mengambil napas. Ia berhenti sejenak. Ia harus menenangkan paru-parunya yang mulai terasa memberontak. Jongin. Benarkah itu Jongin. Berarti ia disini tadi malam? Benarkah itu? Kyungsoo yang benar-benar penasaran kembali melanjutkan membaca pesan yang masih tersisa. Namun kali ini dari chanyeol.

‘Kyungsoo kau tidak akan percaya ini. Penari utama itu mengatakan kalau namanya Jongin. Apa itu adalah orang yang sama dengan yang kulihat di ponselmu?’

Kyungsoo mengangguk. Seolah Chanyeol benar-benar sedang berbicara dengannya saat ini.

‘Kyungsoo, kau dimana? Pemuda yang bernama Jongin itu meneriakkan namamu di panggung’

‘Kyungsoo apa kau datang ke taman kota?’

Kembali Kyungsoo menemukan nomor Jongin dibawah nama Chanyeol dan ia bergegas membukanya.

‘Hyung aku memanggilmu di atas panggung.’

‘Hyung naiklah ke atas panggung bersamaku’

‘Hyung angkatlah teleponmu’

‘Hyung ada apa denganmu?’

‘Hyung kau dimana?’

‘Hyung apa kau masih mengingatku?’

‘Hyung mianheyo...

‘Hyung...’

‘Hyung aku merindukanmu’

‘Hyung sampai jumpa lagi’

Dan itu pesan terakhir. Lalu nama Chanyeol tertera dibawahnya. Kyungsoo yang masih penasaran dengan lanjutan kisah ini kemudian bergegas membukanya.

‘Kyungsoo..’

‘Kyungsoo kau pasti tidak akan percaya dengan apa yang terjadi’

Pemuda itu, Kyungsoo mulai merasa curiga. Sejenak tubuhnya disergap rasa khawatir yang sangat. Akan kah ini berakhir tidak seperti yang diharapkannya? Dengan sedikit tangan yang gemetar dan air mata yang dari tadi sudah menghiasi pipinya, Kyungsoo membuka pesan itu. pesan yang seolah-olah seperti malaikat pencabut nyawanya.

‘Kyungsoo, maafkan aku. Tapi..entah kenapa panggungnya tiba-tiba saja roboh dan Kim Jongin menjadi korban tunggal dalam insiden itu.’

‘Kim jongin tewas saat ia menari’

Seperti malaikat maut mencabut nyawanya dengan sangat kasar. Kyungsoo terhenyak dilantai kamarnya. Ia terduduk. Tak sanggup menahan berat badannya. Dirinya jatuh terkulai begitu saja. Tubuhnya membeku seperti baru berenang di antartika. Napasnya terengah-engah seperti orang meregang nyawa. Dan paru-parunya terasa remuk seketika.

Benarkah? Apa ini lelucon? Apa ini hanya sebuah permainan yang dibuat oleh Kim Jongin dan Chanyeol. Apakah mereka bersekongkol untuk membuat jantungnya sedikit bereaksi?

Tidak. Ini kenyataan. Ini kenyataan pahit yang benar-benar terjadi. Tidak ada rekayasa. Tidak ada permainan. Ini murni takdir dengan akhir yang sadis.

Tapi haruskah, haruskah seperti ini akhirnya?

Dengan tenaga yang masih tersisa, Kyungsoo bangkit. Ia berlari sebisanya menuju sebuah tempat. Milik dirinya dan Jongin.

Kyungsoo terus berlari. Tidak sedikitpun ia mengindahkan seruan eommanya yang bertanya hendak kemana dirinnya? Apa ia sudah membawa obatnya?

Kyungsoo benar-benar mengabaikan semuanya. Tujuannya saat ini adalah ke sebuah atap rumah susun tua di tepian kota.

Pemuda itu terus berlari. Dibiarkannya paru-paru yang sebagai lakon utama dalam tubuhnya menjerit-jerit meminta si pemilik tubuh untuk berhenti. Berhenti melangkah dan kembali pulang lalu meminum obat dan tidur. Bukan. Itu bukanlah jalan cerita yang diinginkan Kyungsoo. Ia hanya ingin menjalani jalan cerita yang telah dikarangnya sendiri. Sedikit memaksa. Iya. Jangan salahkan dirinya karena keadaanlah yang mamaksanya.

Perhatian Kyungsoo sedikit teralihkan dengan sesuatu yang dilihatnya di taman dekat kota. Jadi disinikah Jongin semalam. Menunggunya. Menariakkan namanya. Bodoh! Benar-benar bodoh. Kenapa ia tidak menerima ajakan Chanyeol dari awal.Kenapa harus..?

Kyungsoo kembali berlari. Tidak sanggup melihat lebih lama lagi.

“KIM JONGIN MAAFKAN AKU”

Kyungsoo berteriak semampunya saat ia berhasil mencapai atap. Dengan sisa tenaga yang ia punya ia mencoba memanggil nama yang tidak mungkin lagi akan kembali.

“JONGIN...JONGIN-AH MAAFKAN AKU”

“Ma..afkan...a..ak..ak..aku”

Kyungsoo sekarat. Paru-parunya berteriak menyerah. Sudah tidak sanggup dengan tuan yang keras kepala ini.

“Ki..kim...jong..jongin”

Kyungsoo dengan tersendat-sendat terus melafalkan nama itu. nama seseorang yang sangat berharga didalam hidupnya. Meskipun ia tahu, tubuhnya sudah tidak berkoordinasi dengan baik lagi. Pemuda itu telah tertunduk sambil memegangi dadanya yang terasa terbakar. Oksigen yang terasa dipompa dengan paksa keluar dari sana. Dan oksigen terakhir yang menentukan akhir ceritanya.

“J..jo..jongin-ah...sa..sam..sampai..ju..jumpa..la...lag..”

Semua kenangan pun diputar kembali.

“Hyung, kau tahu apa mimpi terbesarku?”

“....menjadi seorang penari,”

“Jongin-ah bagaimana rasanya saat kau sedang menari?”

“Rasanya seperti... kau rela mati saat kau sedang menari. Kau mengerti maksudku kan, Hyung”

“Ya Kim Jongin,..apa mimpi terakhirmu?”

“Kenapa harus ada mimpi terakir?”

“... bukankah semuanya akan berakhir?”

“Aku...aku ingin mati saat aku menari”

“Hyung...tolong panggil namaku”

“Kim Jongin...Jongin...jongin...jongin-ah”

“Jo..jongin-ah...ka...kau akan kembali...kan?”

‘Hyung...ini aku KIM JONGIN aku kembali’

‘Hyung datanglah ke taman dekat kota. Aku akan ada disana’

‘Hyung apa kau baik-baik saja?’

‘Hyung apa kau sudah datang di taman kota?’

‘Hyung aku tidak melihatmu dimanapun’

‘Hyung angkat teleponmu’

‘Hyung aku memanggilmu di atas panggung.’

‘Hyung naiklah ke atas panggung bersamaku’

‘Hyung kau dimana?’

‘Hyung apa kau masih mengingatku?’

‘Hyung mianheyo...’

‘Hyung...’

‘Hyung aku merindukanmu’

‘Hyung sampai jumpa lagi’

-END-

 

salam kenal !

saya author baru disini hehehe

ff pertama semoga banyak yang suka, maaf kalau kai saya bikin mati disini, ga apa apa ya hahaha

saya masih belajar maka dari itu mohon masukannya

makasih :)

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet