Idiot Couple

Description

Hahh... Aku benci pagi. Apa kau tahu alasan ku membenci pagi hari? Ohh tunggu. Bodoh. Sial! Aku atau kau yang bodoh? Tidak. Pasti kau tidak tahu alasanku membenci pagi dan yah! Aku yang bodoh bukan kau. Oh tidak.Ya Tuhan apa ini? Kau membuat ku benar-benar terlihat bodoh. Baiklah aku akan mengakhiri kebodohan ku dan aku akan menjelaskan alasan gila itu.

Kau pasti tahu jika pagi adalah waktu dimana kau harus bangun dari mimpi indah mu dan berjalan menyusuri realita hidup yang berada dalam genggaman tangan mu dan aku membenci pagi karena jelas semua realita hidup belum tentu akan semanis bunga tidur. Tuhan.. Jika boleh aku ingin setiap waktu adalah gelap malam dengan rembulan dan bintang agar aku bisa terus tidur dan bermimpi indah.

Namun tidak semua pagi yang aku benci. Karena terkadang aku terbangun dari mimpi ku dan menemui realita pangeran tampan negeri dongeng hadir dihadapan ku. Pangeran negeri dongeng yang membuat ku terbangun pagi dengan tangan yang melinggkar erat diperutku atau saat suara bassnya menyentuh lembut telingaku dengan sapaan manisnya seperti,

"apa kau tidak ingin membuka mata mu dan melihat mimpi nyata ini sayang?" jika sudah seperti itu bagaimana aku bisa menolak untuk bangun? Disisi lain inilah hal yang aku suka.

Yahhh... Setidaknya itu tidak terlalu mengecewakan saat melihat pangeran negeri dongeng terbias dalam mimpi nyata ku berupa lelaki jangkung bertelinga lebar yang dengan setia dan sabar menghadapi kebiasaan buruk ku yang akan bangun lebih siang darinya. Istri macam apa aku? Entahlah. Ia tak pernah

menyinggung hal itu pada ku. Dia hanya akan diam melihat tingkah kekanakan ku. Dan aku mungkin memang masih terlalu muda untuknya. Usianya 7 tahun diatas usia ku yang masih 20 tahun. Dan itu ideal menurut ku.

Yah. Aku sudah menikah. Kau heran? Aku baru saja menikah 6 bulan yang lalu tepatnya pada musim semi kemarin. Kami menikah karena perjodohan konyol teman-teman kami. Dan perencana ulung perjodohan ini adalah sepupu ku Oh SeHoon. Aku tak habis pikir bagaimanan bocah idiot itu bisa berhasil menjodohkan orang-orang disekitarnya sedangkan dirinya sendiri kekasih pun tak punya. Dan parahnya ia malah belum pernah memiliki kekasih tetapi ia malah menjodohkan teman-temannya. Dasar idiot. Tapi setidaknya aku harus mengucapkan banyak terima kasih juga pada bocah idiot itu.

Karena keidiotannya itu aku bisa memiliki lelaki jangkung itu. Lelaki yang sempurna menutup kekurangan ku.

Aku tersenyum manis ketika memandang layar ponsel ku didepan sebuah cafe dekat kampus ku.

Apa yang sedang kau lakukan?

Me : Membaca pesan mu.

Kenapa kau membaca pesan ku?

Me : Agar aku dapat membalasnya.

Kenapa kau harus membalasnya?

Me : Karena aku merindukan mu.

Kau yakin sedang merindukan ku?

Me : Tentu saja. Kau tidak merindukan ku? Kau jahat Park. Aku membenci mu.

Hei.. Aku hanya bercanda sayang. Jangan marah dan hentikan membuat ekspresi konyol di wajahmu.

Me : Kau tahu?

Tentu saja. Lihatlah wajah mu mengerikan.

Semua orang memperhatikan mu.

Me : Berhenti menggoda ku Park. Aku benar-benar marah pada mu.

Kau yakin marah pada ku?

Me : Aku membencimu Park.

Dengan wajah kusut aku melangkah pergi dari bangku depan cafe itu dan berniat kembali ke kampus. Aku benar-benar marah pada lelaki tak waras itu. Apa-apaan itu? Dia tak merindukan ku dan bahkan tak percaya bahwa aku merindukannya. Dasar lelaki idiot. Dan kau harus tahu, dia suami ku Park Chanyeol lelaki 25 tahun itu jauh lebih idiot ketimbang bocah bernama Oh SeHoon.

Dan aku mencintainya...

Ya. Seidiot apapun sifat jahilnya itu, aku tetap mencintainya. Benar-benar mencintainya.

"Hei Park! Ada apa dengan wajah mu?"

"Apa urusan mu Kim?"

"Hei kau marah? Jangan seperti ini Park! Kau tahu wajah mu mengerikan."

"Kau bersekongkol dengan Yeollie oppa?"

"Apa maksudmu bodoh?! Kau terlihat menyedihkan. Kau bermasalah dengannya?"

"Kau melihat Kyungsoo tidak?"

"Tidak. Jangan merubah topik Park!"

"Baiklah. Aku harus mencarinya lebih dulu. Sampai jumpa di kelas Kim. Aku harus mencari Kyungsoo dulu."

"Hei Park! Kau belum menjawab pertanyaan ku!"

Aku tak mau lagi mendengar ocehan dari lelaki berkulit tan itu. Lebih baik aku menemui Kyungsoo dan memintanya mengajariku tentang kalkulus dari dosen tua itu.

Mataku terus menyisir taman belakang kampus yang biasa ditempati oleh makhluk astral bernama Kyungsoo itu. Dimana dia? Apa dia tidak masuk hari ini? Sial jika ia memang tidak masuk jari ini. Aku harus meminta bantuan siapa untuk mengerjakan kalkulus-kalkulus menyebalkan itu? Apa aku harus meminta bantuan lelaki jangkung idiot itu? Tapi kami sedang bertengkar, dan aku yang memulai pertengkaran konyol ini. Akan sangat memalukan jika aku datang ke kantornya dan memintanya untuk membantuku menyelesaikan kalkulus-kalkulus ini. Ya Tuhan. Ini sulit. Apa aku harus meminta bantuan Jong In? Jika iya, ya Tuhan ini akan semakin sulit lagi jika aku meminta bantuan pada seorang Kim Jong In aku tak yakin akan selamat dari rasa penasarannya yang akan selalu menuntut jawaban sampai ia benar-benar puas. Ah!

Kalkulus-kalkulus ini memuakkan!!

Dan....

Hei kenapa tidak meminta bantuan dari dosen muda itu. Kim Joon Myeon. Ya. Dia pasti akan membantuku. Dan dia tidak akan mungkin menolak untuk membantu wanita cantik seperti ku ini. Hahahaa...

Kau harus tahu. Aku adalah salah satu dari yeoja paling cantik dan terkenal dalam kampus ini. Percaya diri ku hari ini benar-benar baik.

*******

Hari ini cukup melelahkan. Aku baru saja pulang dari kampus jam 5 sore dan sekarang aku harus memasak makan malam untuk jangkung idiot yang tampan itu. Sebenarnya aku sangat lelah karena tugas-tugas menyebalkan dari kampus. Tapi mau bagaimana lagi? Jika aku hanya memasak ramen saja aku tidak akan yakin idiot itu akan tidur sepanjang malam tanpa terbangun karena kelaparan.

Aku mengeluarkan sekotak kecil kimci dari eomma untuk aku hangatkan dan menemani semangkuk nasi lelaki jangkung itu. Setidaknya kimci dan semangkuk nasi cukup untuk mengembalikan tenaganya yang terkuras dikursi kekuasaannya di perusahaan milik ayahnya -ayah mertuaku. Ia memang bekerja diperusahaan ayahnya, dan dia akan menjadi pewarisnya.

"Aku pulang..."

Suara bass itu mulai mendengung diruang tamu apartemen sederhana ini. Dan tanpa sadar aku tersenyum manis saat mendengar suaranya. Ku dengar sayup derap kakinya dibelakang ku. Aku tahu ia akan segera menempel pada ku seperti seekor bayi kanguru dalam kantong induknya.

"Kau masih marah?"

Dia masih mengingat kejadian tadi. Apa dia tidak lelah? Kenapa ia malah menanyakan masalah konyol itu? Ya Tuhan. Dia benar-benar merasa bersalah padaku. Pelukannya dari arah belakang samakin mengerat dan ia mulai menaruh kepalanya di bahuku.

"Mandilah dulu oppa."

Bukannya menuruti perkataan ku ia malah semakin mengeratkan pelukannya, dan itu cukup membuat ku merasa sesak. Apa dia semenyesal itu?

Aku mematikan kompor dan segera berbalik menatap mata lelahnya, wajahnya benar-benar sayu. Apa yang terjadi padanya? Apa dia sakit? Tubuhnya sedikit hangat.

"Kenapa dengan mu oppa? Kau sakit?"

Ku tatap lagi mata lelahnya bibirnya mengurai senyum tipis. Ia tersenyum tak seperti biasanya.

"Kau kenapa oppa? Badan mu sedikit panas." aku mengusap sayang pipi lelaki itu. "Mandilah dan segera makan. Aku akan melihat persediaan obat dikotak obat." lanjut ku dengan wajah khawatir dan penasaran yang benar-benar tak bisa tertahan.

"Jangan khawatir sayang.. Aku baik-baik saja. Siapkan saja makan malamnya dan aku akan mandi kemudian kita makan."

Aku melepaskan pelukannya dan mencoba bersikap baik-baik saja. Seperti biasanya.

"Terserah... Aku akan menyiapkan makan malam."

Aku berbalik kearah meja makan untuk menyiapkan makan malam dan menata piring serta kawan-kawannya. Ku lihat dengan ujung mata ku ia masih berdiri di ujung dapur memperhatikan apa yang aku lakukan. Apa dia tidak tahu kalau aku malu diperhatikan seperti itu?

"Chagi-ya..."

Suaranya yang lirih dari arah belakang membuat ku mau tak mau harus menoleh kearahnya. Dan entah dari mana dia sudah berada ditepat di belakang ku.

Chup...

Bibir kami bertemu. Dan kurasa ia memang berniat melakukannya. Mataku masih terbuka kaget. Dan tangannya sudah berada di tengkuk ku menahan ku agar tak menolak ciumannya. Dan akhirnya aku hanya bisa memejamkan mata dan kedua tangan ku menggenggam erat kemeja kantornya. Aku mencoba untuk menghalanginya memeluku erat dan menciumku lebih dalam lagi. Aku benar-benar takut dengannya. Aku bukan tipe wanita yang akan dengan mudah menerima lelaki. Dan kau harus tahu, suami ku adalah kekasih pertama ku dan dia adalah lelaki pertama yang juga merebut semua hal pertama ku. Dia ciuman pertama ku tepat saat selesai pemberkatan pernikahan kami.

Perlahan ia mulai melepas ciumannya dan memberi celah pada ku untuk bernapas. Mataku mulai terbuka perlahan, napas ku terengah. Ku lihat wajahnya memerah seperti sedang menahan amarah. Ada apa dengannya malam ini?

"Night kiss..." ucapnya dengan senyum tipis menutup kegundahan diwajahnya. Dia menyembunyikan sesuatu dari ku. Aku tak berani lagi menatap matanya, mata lelaki itu benar-benar menjadi suatu kelemahan untuk ku. Dia adalah satu-satunya lelaki yang aku takuti setelah ayah dan kakak ku.

"Jangan malu sayang. Kau malu pada ku? Kau malu pada suami mu sendiri?"

Aku hanya diam, memandang arah kakinya dengan wajah memerah malu dan aku merasakan tawanya akan segera pacah detik ini juga. Dan aku sangat yakin jika wajah ku sudah semerah udang rebus sekarang. Ahhh...

Aku benar-benar malu. Ya Tuhan... Park kau membuat ku benar-benar malu malam ini.

"Hentikan godaan mu dan cepat mandi oppa! Makan malamnya akan selesai saat kau selesai mandi."

Aku mendorong tubuh jangkungnya kearah kamar mandi tubuhnya terhuyung-huyung kedepan dengan wajah polos menipunya. Ia sudah siap menertawakan ku detik ini juga. Dan benar saja sesaat setelah ia menyadari bahwa aku malu, tawanya benar-benar meledak saat itu juga.

"Hei.. Wajah mu memerah. Kau malu? Benarkah kau malu? Hahahaha.. Ternyata benar kata OhSe kau benar-benar seorang gadis... Ah tidak kau bukan seorang gadis lagi sekarang, maksud ku kau wanita yang pemalu."

Dia terus saja mengoceh sampai aku mendorongnya masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya.

"Cepat mandi dan jangan bicara lagi Park!"

teriak ku didepan pintu kamar mandi. Dan aku biasa mendengar ia sedang tertawa licik karena berhasil menggoda ku untuk kesekian

kalinya.

"Berhenti tertawa Park! atau kau tak mendapat jatah makan malam dan tidur bersama vampir-

vampir kecil itu!"

Setelah ucapan terakhir ku ia berhenti tertawa. Dia memang selalu takut jika aku mengancamnya seperti itu. Karena aku memang pernah menghukumnya sedemikian itu selama satu minggu penuh. Yah... setidaknya idiot tampan itu masih takut terhadap ku, jadi dia tidak bisa seenaknya memperlakukan ku.

Kami makan dalam diam dan sesekali saling melirik satu sama lain. Terkadang ia tersenyum jahil kearah ku. Dia benar-benar mencurigakan hari ini. Apa yang sedang ia rencanakan? Aku harap ia tidak akan merencanakan hal gila seperti 2 bulan lalu saat ulang tahu ku yang ke 20. Waktu itu saat SeHoon menelpon bahwa ia mengalami kecelakaan dan saat itu pikiran ku penuh dengan rasa takut dan tidak bisa berpikir jernih.

Aku dengan langkah seribu pergi meninggalkan kelas disaat uijian akan berlangsung. Aku benar-benar kacau saat itu. Aku segera menyuruh Jong In mengantar ku ke rumah sakit untuk melihat keadaannya. Sampai disana, aku berlari ke Unit Gawat Darurat dan sampai diruangan serba putih dan penuh tali-temali medis. Diranjang berwarna senada itu terbaring seorang pria dengan tubuh yang terbalut kasa medis yang panjangnya bermeter-meter dan mungkin tebalnya juga bersenti-senti.

'Ya Tuhan jangan ambil lelaki itu... aku tak sanggup kehilangannya.' batinku, air mata ku sudah menganak sungai membasahi kedua pipiku. Mata ku telah memerah sempurna. Disana aku juga melihat SeHoon sedang memasang wajah gusar. Sedangkan Jong In, ia berkali-kali mengusap punggung ku perlahan dan lembut mencoba memberi ku semangat dan menyalurkan sedikit kekuatannya agar aku tak benar-benar terpuruk.

Saat aku sudah benar-benar kalut melihat keadaannya. Ku dengar seseorang membuka pintu. Aku tak peduli dengan siapa orang tersebut, prioritasku sekarang adalah pria jangkung yang tengah terbaring dihadapan ku.

"Apa yang kau lakukan disini? Kau menjenguk selingkuhan mu?"

Deg! Suara itu?!

Aku menoleh kearah suara itu dan...

Itu lelaki idiot jangkung...

"Astaga! Ya Tuhan! KAU?!!" pekik ku.

"Saengil chukkae uri Soo Na.. Saengil chukkae uri Soo Na..." suara gemuruh nyanyian selamat ulang tahun itu menggema dalam ruangan UGD ini...

"Selamat ulang tahun yang ke 20 sayang.." lelaki jangkung itu mengeluarkan kalimat itu setelah megambil alih kue tart dari tangan Luhan --sekretaris pribadi kantor Chanyeol yang juga dekat dengan kami--.

Aku hanya diam. Aku tak mampu berkata-kata lagi. Antara senang, bahagia, kesal, marah, dan semua perasaan yang tidak bisa aku gambarkan lagi.

"Buat permintaan dan tiup lilin 20 ini chagi..." seru lelaki itu dengan wajah berbinar dan penuh harap.

Aku masih tetap diam memandang tidak percaya bahwa aku telah dibodohi oleh suami ku dan juga sahabat-sahabat ku. Air mata ku yang sempat mengering kini kembali jatuh.

Plakk...

Entah kekuatan darimana yang membuat tangan ku kesetanan dan dengan ringannya terayun kepipi tirus suami ku. Dan akhirnya membekap wajah ku sendiri.

Hening. Suasana UGD yang tadinya sempat ramai dengan tatapan bahagia dan senyum manis yang terus mengembang, kini benar-benar sunyi senyap. Terganti oleh ramainya tatapan tak percaya semua orang.

"Cha..chagi..ya..." lelaki itu terbata-bata dalam ucapannya.

"Aku benar-benar membenci mu Chanyeol! Kau tahu aku harus berlari meninggalkan ujian saat aku mendengar mu kecelakaan. Dan aku merasa hampir mati ketika aku melihat seseorang seperti mu tengah terbaring dengan selang-selang sialan itu. INI BUKAN LELUCON YANG PANTAS DITERTAWAKAN PARK CHANYEOL!!"

Dada ku benar-benar penuh dan sesak. Rasa sakitnya benar-benar menusuk dan menembus hingga kebelakang tubuh ku. Ini pertama kalinya dalam hidup ku, tersakiti oleh seorang lelaki yang aku cintai.

"Kau merencanakan sesuatu? Atau kau sedang menyembunyikan sesuatu dari ku?"

"Aku tidak sedang merencanakan maupun menyembunyikan sesuatu dari mu."

"Kau aneh." ucap ku sarkatis padanya, sambil berlalu meninggalkan Chanyeol menuju ruang tengah. Bersiap untuk melihat drama terbaru dari oppa tercintaku. Jung Il Woo.

"Kau marah karena aku aneh malam ini?"

Aku diam. Tak menjawab apa yang ia tanyakan. Rasaya terlalu malas untuk menanggapi pertanyaannya. Aku lebih memilih terfokus dengan serial drama yang diperankan oleh Il Woo oppa.

"Kau benar-benar marah pada ku?"

"Berhenti bertanya Park! Aku ingin istirahat. Aku lelah."

Jawaban macam apa itu. Hei! Maafkan aku Park. Aku benar-benar tidak bermaksud memperpanjang masalah.

"Baiklah jika kau masih marah. Jujur saja aku merindukan mu sekarang."

Sejenak aku diam mencoba untuk mencerna perkataannya.

"Maafkan aku oppa. Sungguh aku tidak bermaksud berkata seperti itu. Maafkan aku oppa."

Aku memeluk lelaki itu erat. Entah apa yang membuat ku seperti ini. Mood ku sering kali berubah-ubah. Sejenak kemudian aku mulai terisak dalam pelukannya.

Ya Tuhan..

Maafkan aku.

"Hei.. Jangan menangis. Aku tidak berniat untuk membuat mu menangis."

Aku tak menghiraukan ucapannya. Tetap menangis sesenggukwn. Hingga tanpa sadar aku tertidur dalam pelukannya.

*******

Pagi ini adalah hari dimana aku menyandang gelar sarjana setelah bekutik dengan kalkulus-kalkulus gila itu selama hampir 3 tahun terakhir.

"Hei.. Jung! Kau lihat Sehoon disana?"

Ucapan seorang teman ku. Lee Hye Mi.

"Ya. Aku melihatnya. Kenapa? Apa ada yang salah?"

"Dia sepupu mu kan?"

"Ya. Ada yang salah?"

"Apa dia seorang 'normal'?"

"Apa maksud mu bodoh?! Tentu saja dia normal. Kau pikir dia seorang yang mengalami keterbelakangan mental?"

"Ah. Tidak. Aku hanya heran kenapa ia malah datang dengan pengusaha muda itu?Kau yakin ia 'normal'?"

Aku menolehkan kepala ku kearah Sehoon.

Dan, hey. Bukankah itu si idiot jangkung?

Sedang apa ia disana?

Ku tajamkan lagi mata ku untuk memastikan lelaki jangkung di depan Sehoon. Dia...

"PARK CHANYEOL!!" pekik ku.

"Kau mengenal pengusaha muda itu?!"

Hye Mi memasang wajah super polos nya. Ah! Kau akan tahu betapa menggemaskannya wajah polos milik gadis muda berusia sama didepan ku ini.

"Tentu saja aku mengenalnya Lee Hye Mi! Kau lupa? Dia SUAMI KU!!"

Terang ku dengan penekanan di 2 kata terakhir.

"Jinjja? Dia suami mu? Sejak kapan?"

"Ya Tuhan. Aku lupa. Maafkan aku Hye Mi-ya. Aku belum sempat memberi tahu mu. Waktu itu kami memang menikah secara diam-diam hanya Jong In dan Sehoon saja yang tahu tentang pernikahan ku."

"Gwaenchanna Soo Na-ya. Aku mengerti." sejenak Hye Mi mengambil napas dalam. "Tapi apa kau yakin, jika mereka sama-sama 'normal'? Mereka bahkan terlihat mesra."

Aku mencerna kembali apa yang telah diucapkan oleh Hye Mi tadi. Aku mengingat-ingat bagaimana Sehoon dan Chanyeol bisa seakrab itu.

Dan hey! Mereka memang bersahabat sejak kecil meski mereka berbeda 3 tahun. Tapi...

Kenapa Chanyeol benar-benar, terlihat lebih mesra dengan Sehoon daripada dengan ku?

Kenapa ia lebih dulu menghampiri Sehoon dari pada menghampiri ku?!

"Hei... Jung Soo Na." Hye Mi melambai-lambai kan tangannya di depan wajah ku. "Kau

kenapa?" lanjutnya.

"Ah.. Ehh.. Eihh.. Tid.. Tidak ada apa-apa. Aku harus pergi dulu Hye Mi-ya. Sampai jumpa."

Aku berlari meninggalkan Hye Mi kearah dimana Sehoon dan jangkung idiot itu berada.

Diujung sana aku melihat mereka tampak mesra. Hei sebenarnya siapa istri Chanyeol?

Aku atau Sehoon?! Ya Tuhan! Bunuh aku sekarang!

Ku langkahkan kaki ku perlahan. Dan samar-samar aku mendengar teman-teman seangkatan ku berbisik tentang kedua idiot itu.

Dan yang pasti beberapa orang mahasiswa yang tahu bahwa kedua lelaki jangkung itu berhubungan dengan ku. Mereka semua manyangkut pautkan aku dengan mereka.

"Apakah mereka sedang menjalin hubungan dibelakang Soo Na? Yang aku ingat Park Chanyeol si pengusaha muda itu adalah suami Jung Soo Na adik Il Woo oppa."

"Ya Tuhan! Apa suami dan sepupu Jung Soo Na adalah sepasang gay?! Ya Tuhan tidak bisa membayangkan jika memang seperti itu kenyataannya."

"Apa ipar dari seorang bintang Hallyu seperti Jung Il Woo adalah gay?"

Hah! Kau tahu dua komentar terakhir terdengar sangat menyakitkan. Dan aku sendiri tidak habis pikir tentang mereka berdua. Kenapa mereka harus terlihat mesra didepan semua mahasiswa ini.

Oh Tuhan! Aku benar-benar tidak mengerti tentang mereka. Rasanya aku benar-benar malu. Ini benar-benar keterlaluan. Akan ku bunuh kau Oh Sehoon! Park Chanyeol! Kalian telah membuatku malu didepan teman-teman ku di hari paling bersejarah untuk ku.

"Apa yang kalian lakukan disini?! Kalian membuat ku malu! Apa-apaan kalian?!!" aku menghela napas panjang. Rasanya sangat berat untuk menanyakan segalanya.

"Kalian telah mempermalukan ku didepan semua mahasiswa ini. Dan kau Park Chanyeol. Siapa istri mu yang sebenarnya?! Aku atau Sehoon?!!"

Mereka hanya diam memandang bingung dengan apa yang aku ucapkan.

"Kalian 'normal' bukan?! Aku yakin kalian 'normal' dan aku tahu kalian adalah orang-orang yang berpikir rasional." aku sejenak mengambil napas untuk mulai bertanya yang sebenarnya. Dan air mata ku sudah mulai turun.

"Sekarang jujur pada ku. Apa kalian..." ku hentikan sejenak ucapanku rasanya berat. "Apa ka.. Ka.... kalian Gay?"

Air mataku turun semakin deras. Pikiran ku berkecamuk. Pikiran ku berperang antara hawa positif dan negatif tentang mereka berdua. Aku benar-benar tidak siap dengan apa yang aku dengar dari mulut mereka. Aku harap bukan kenyataan pahit yang harus ku terima. Aku tidak ingin calon anak ku memiliki ayah seorang gay. Aku tidak ingin memperburuk nasib ku. Aku juga tidak ingin melukai perasaan ayah dan Il Woo oppa. Dan semua rasa tidak ingin itu masih terus beranak pinak dalam hati ku.

"Aku ingin kalian katakan yang sebenarnya pada ku. Aku tidak ingin semuanya terlanjut lebih jauh lagi. Chanyeol-ah... Sehoon-ah... Jeball. Marhaebwa!"

Aku masih memandangi lantai aula super mewah yang sedang ku injak sekarang. Aku tak berani menatap wajah mereka. Dilantai aula itu, berputar bagaimana tawa kami -aku dan Chanyeol- dalam suasana putihnya pernikahan kami 2 tahun yang lalu. Tawa dengan tingkah konyol Chanyeol ketika kami memasak bersama untuk membuat bibimbab pertama kami, tangis ku dalam dekapnya ketika aku merasa sepi, pelukan hangat Chanyeol saat aku merasa kedinginan. Dan semua tingkah polos lelaki jangkung itu.

Aku yakin...

Kami pasti bersama, membesarkan anak kami sebagai orang tua yang utuh penuh kehangatan, penuh keceriaan. Sebuah keluarga kecil dengan malaikat mungil yang akan segera melengkapinya. Keluarga kecil yang harmonis. Lengkap dengan ayah serta ibu kandung. Bukan ayah atau ibu tiri. Aku ingin melaluinya bersama Chanyeol. Aku ingin menyandingkan nama ku dengan marga Park didepannya, begitu pula dengan anak ku. Aku ingin ia menyanding marga Park di depan namanya. Ya Tuhan! Ku mohon kali ini saja kabulkan apa yang menjadi harap, dan ingin ku. Aku mencintai Park Chanyeol. Demi Tuhan. Aku mencintainya.

Aku terus saja menunduk. Takut.

"Gay?! Kami?!! Kau gila! Meskipun aku tak punya kekasih aku masih normal bodoh!" suara Sehoon membelah kebingungan ku. Dan itu membuat ku tangsung mengangkat kepala ku dari tundukan ku. Entahlah rasanya jutaan kupu-kupu terbang sari perut ku.

"Hahaha... Apa kau dari tadi terus menangis karena kami terlihat mesra?! Ya Tuhan. Maafkan kami sayang. Kami hanya bercanda. Dan bocah tengil ini memaksa ku untuk mempraktekkan Bagaimana manjanya dirimu beberapa minggu ini."

Setelah mendengar penjelasan Chanyeol aku langsung memelukknya erat. Tawa mereka sayup berbisik di telinga ku. Ku pikir tentang siapa yang bodoh, aku atau mereka? Ya Tuhan! Apa ini bawaan dari Park kecil?

"Maafkan aku oppa. Sungguh aku juva tidak mengerti tentang diriku selama beberapa minggu ini. Aku merasa... Huwe.." belum sempat aku memberi tahu tentang kabar bahagia ku. Rasa mual menghampiri ku. Dan membuat pasangan idiot itu khawatir.

"Hei. Kau tidak Apa-apa?! Kau sakit?" wajah Sehoon yang biasanya dingin bweubah menjadi raut wajah khawatir yang berlebihan.

"Aku tidak apa-apa OhSe. Kau tenang saja. Mungkin ini hanya..." lagi-lagi belum sempat aku mengucapkan berita mengejutkan itu semua ucapan ku di libas habis oleh kedatangan Il Woo oppa.

"Hya! Chagi-ya?! Apa benar kalau kau..." Il Woo oppa langsung memelukku erat. Entah kenapa. Dan bisa aku lihat banyal sekali wanita-wanita mudah itu melihat kearah kami. Bagaimana tidak? Kau tahu? Il Woo oppa mengenakan seperangkat pakaian bergaya cassual. Dengan kaca mata hitam membingkai mata dan menutup setengah dari pipinya. Juga masker hitam menutup bagian bibirnya.

"Hentikan oppa. Kau menyakitinya. Di masih dibawah umur. Kau menyakitinya." gerutuku kesal dan mendorong gemas Il Woo oppa.

"Apa? Menyakiti siapa? Dan siapa yang masih dibawah umur dan disakiti oleh Il Woo hyeong? Apa ku memacari gadis dibawah umur hyeong?! Aigo... Aku tidak menyangka kau pedofil hyeong." Sehoon dan dan Chanyeol kompak memasang wajah aneh dengan gaya sok imut.

Kedua tangam yang menutup mulut mereka.

Pletak!

Sebuah pukulan berhasil mendarat kepala orang aneh itu.

"Bodoh! Kenapa kau menuduh ku sebagai pedofil?! Dasar gila! Dan apa kau tidak tahu kau akan menjadi ayah?"

Sedetik kemudian wajah Chanyeol berubah pucat pasi. Ia benar-benar terlihat linglung.

"Kau belum tahu?!" tanya Il Woo oppa kepada chanyeol.

"Apa kau serius hyeong? Apa aku akan menjadin seorang ayah?"

"Dasar! Kau kemana saja selama sebulan ini? Bahkan istri mu sudah hamil 3 bulanm suami macam apa kau? Aku bahkan sudah tahu sejak awal. Tapi karena aku masih sibuk shooting di Kanada, jadi aku belum sempat menemuinya."

"Benarkah itu chagi?! Kenapa kau menutupinya dari ku?!" Chanyeol menedekat dan memeluk mu. Dan dia mulai terisak. Apa aku menyakitinya?

"Maafkan aku oppa. Sungguh aku tak berniat menutupi ini dari mu. Awalnya aku ingin bercerita tapi melihat mu selalu pulang dengan wajah lelah itu membuat ku tak tega. Dan alasan utamanya adalah karena kau selalu bermesraan dengan Sehoon. Dan aku jadi tidak yakin untuk mencwritakannya pada mu. Jadi aku lebih memilih bercerita pada Il Woo oppa."

"Dasar! Kalian bertiga adalah hubungan teraneh yang pernah aku temukan." ucap Il Woo oppa menginterupsi kediaman kami.

"Baiklah. Aku harus pergi bersama dongsaeng tercantik ini ke rumah appa dan eomma. Ku harap kalian berdua tidak meneruskan hubungan gila kalia.. Dasar! Pasangan idiot... Hah... Aku tidak habis pikir bagaimana dongsaeng paling cantik ini mendapatkan pasangan idiot seperti kalian."

Aku dan Il Woo oppa melangkah menuju halaman parkir. Dan aku sayup mendengar seseorang berteriak.

"Hyeong! Dia istri ku. Kenapa kau yang membawanya?!!"

Hahha... Seorang Park Chanyeol memang sangat polos. Bahkan saking polosnya ia baru menyadari bahwa aku dibawa pergi oleh Il Woo oppa.

"Kau tahu Soo Na-ya. Aku harap little Park tidak akan seidiot ayahnya atau OhSe... HahaHaha.."

Tawa kami pecah setelah adegan demi adegsn drama idiot ini aku lakukan. Yaa... Semoga saja. Little Park memang tidak seidiot ayahnya atau segila OhSe.

FIN

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet