Late

Description

Ia tidak pernah merasa benci terhadap Himchan atas apa yang pernah Himchan lakukan padanya. Bomi tetap menyukainya sama seperti saat pertama kali ia melihat Himchan. Bodoh? Ya, mungkin terlihat bodoh. Namun mungkin itulah cinta.

Foreword

-

"Boleh aku duduk disini?" tanya Bomi pada seorang lelaki. Hari ini adalah hari pertama diadakannya Masa Orientasi Siswa. Seseorang mengetuk pintu kelas, lalu masuk dan memilih untuk duduk di kursi paling belakang. Bomi tidak dapat mengalihkan pandangannya dari orang itu. "Halo." seseorang berdiri dihadapan Bomi. "Ah halo. Siapa namamu?" tanya Bomi. "Sebut saja Chorong." jelasnya. "Baiklah. Senang mengenalmu." Bomi tersenyum. Tidak lama kemudian pandangannya kembali tertuju pada orang itu, ya lelaki itu. "Chorong, apakah kau mengenal orang itu?" Bomi menunjuk seseorang yang sedang duduk di bangku paling belakang. "Himchan? Kami berteman sejak kecil. Kenapa? Kau menyukainya? hahaha." Chorong tertawa. "Tidak." jawab Bomi. Chorong segera berlari menghampiri lelaki itu. "Apa yang akan kau lakukan!?" Bomi berteriak namun Chorong tidak menghiraukannya sama sekali. Tidak lama kemudian Chorong kembali dan memberikan secarik kertas. "Kau sedang beruntung." Chorong tertawa. "Nomor siapa ini? Apa Himchan? Tapi aku tidak memintanya." Bomi memberikan kertas itu pada Chorong. "Bukankah seharusnya kau senang? Ya! Berterima kasihlah padaku!" Chorong memasukkan kertas itu kedalam kotak pensil milik Bomi. "Terima kasih." jawab Bomi.

 

Sesampainya dirumah, Bomi merebahkan badannya di tempat tidur. Dia mengambil tas lalu mengeluarkan Handphone dan secarik kertas yang ia dapatkan dari Chorong. "Ah, mungkin lain kali." gumamnya.

 

-

"Kau kah Bomi?" seseorang menepuk bahu Bomi. "Ah ya. Kau Himchan, benar?" jawab Bomi. "Ya haha. Senang mengenalmu. Apa sepulang sekolah kau ada acara?" Himchan tersenyum. "Tidak. Ada apa?" tanya Bomi. "Mungkin kita bisa berjalan ke suatu tempat." jawabnya.

 

Sepulang sekolah, mereka berdua segera menaiki mobil milik Himchan. "Kau suka warna merah?" tanya Bomi saat melihat mobil Himchan. "Ya, bisa dibilang." jawabnya. "Aku pun menyukainya." Bomi tersenyum. "Adakah tempat yang ingin kau kunjungi?" tanya Himchan. "Aku ingin makan ramen saat ini." ia memegang perutnya. "Hahaha, baiklah." Himchan tertawa

 

"Dari mana kau mengenalku?" tanya Bomi yang sedang minum segelas air. "Chorong sedikit bercerita tentangmu." jawabnya.

 

-

Jam weker berbunyi. Waktu menunjukan pukul 5 dini hari. "2 pesan?" gumam Bomi.

 

"Bomi? Apa kau sudah tidur? Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan."

"Ah sepertinya kau sudah tidur. Baiklah, selamat malam. Tidurlah dengan nyenyak."

 

Bomi segera pergi berlari menuju kamar mandi.

 

-

"Himchan!" teriak Bomi. "Sssssttt. Pelankan suaramu. Ada apa?" Himchan tersenyum. "Semalam apa yang akan kau tanyakan padaku?" tanya Bomi. "Ah itu... Tidak hehe." jawab Himchan. "Hey! Katakan padaku." Bomi menghalangi langkah kaki Himchan yang hendak pergi. "Haruskah aku mengatakannya? Ini benar-benar tidak penting." Himchan menyentuh hidung Bomi dengan telunjuknya. "Tapi mungkin saja itu penting bagiku." kata Bomi. "Apa kau belum pernah memiliki kekasih sebelumnya?.” tanya Himchan. "Ahh, siapa bilang. Aku akan pergi ke kelas sekarang." Bomi segera berlari meninggalkan Himchan. "Ada apa dengannya? Dasar." gumam Himchan.

 

"Mengapa ayahnya tahu ayahku? Bagaimana jika ia mengetahuinya? Ah sudahlah"

 

-

Sudah 4 bulan sejak mereka saling mengenal. Mereka pun tampak sangat dekat sekarang. Bomi tidak pernah melewatkan satu hari pun untuk menghubungi Himchan. Lelaki berhati hangat itu membuat Bomi merasa tertarik dan nyaman. Mereka saling menceritakan kehidupan masing-masing. Hingga Bomi pun jatuh cinta pada lelaki itu. "Sepulang sekolah mari kita pergi ke kedai ramen! Kali ini kau harus mentraktirku." ajak Bomi. "Karena kau sangat 

bersemangat, jadi akan kulakukan haha." jawab Himchan.

 

"Permisi! Tolong dua ramen!" teriak Himchan. "Wajahmu pucat, apa kau sakit?" tanya Himchan. "Ah,  tidak. Aku hanya merasa pusing." Bomi tersenyum. "Benarkah? Tanganmu pun sangat dingin." Himchan menggenggam tangan Bomi. "Ah, tidak apa-apa. Mungkin karena aku belum sarapan." jelas Bomi. Himchan mendekatkan wajahnya pada wajah Bomi hingga tanpa disengaja hidung mereka bersentuhan. "Lain kali kau harus makan sebelum berangkat ke sekolah. Kau mengerti?" kata Himchan. "Ah, ne ne." Bomi memalingkan wajahnya sambil menarik nafas panjang.

 

-

"Sampai jumpa besok!" teriak Chorong. "Sampai jumpa." jawab Bomi dan Himchan. Tidak lama kemudian handphone Himchan berdering. "Apa!? Dimana?" jawab Himchan dengan nada yang agak tinggi. "Baiklah. Aku akan segera kesana." Himchan segera menutup telepon. "Apa yang terjadi?" tanya Bomi. "Ayahku baru dilarikan ke rumah sakit. Kurasa aku tidak bisa mengantarmu pulang. Maaf." jelas Himchan. "Ah tidak apa-apa. Kalau begitu, aku ikut denganmu." jawab Bomi

 

[Rumah Sakit]

"Ayah! Ada apa dengan ayah?" tanya Himchan. "Tidak apa-apa. Ah, apa kau Bomi?" tanya Ayah Himchan. "Ne. Annyeonghaseyo." Bomi membungkukan badannya. "Apa dia kekasihmu?" tanya Ayahnya. "Ah bukan begitu ayah..." kalimat Himchan terputus oleh perkataan ayahnya. "Kalau begitu jaga dia. Kalian boleh pulang sekarang. Bomi, kau dapat menunggunya diluar? Kami harus bicara berdua." jelas Ayah. "Ah ne, silahkan." jawab Bomi.

 

"Ayah!!!" Terdengar suara teriakan Himchan dari dalam kamar. Bomi segera berlari menghampirinya. Dokter dan suster pun segera berdatangan.

 

"Maaf, tapi kami tidak dapat menolongnya." jelas Dokter. Himchan tidak dapat berkata-kata. Yang ia lakukan hanyalah menangis.

 

-

[Bandara]

"Aku akan berangkat sekarang." Himchan mengusap rambut Bomi. "Ah baiklah. Jangan lupa bawakan aku sesuatu, hihi. Berapa lama 

kau tinggal disana?" tanya Bomi. "Mungkin 1 Minggu. "Sesampainya di Busan, aku pasti akan menghubungimu." Himchan memeluk tubuh Bomi dengan erat. "Aku akan merindukanmu." lanjutnya. "Maka dari itu cepat lah pergi, dan cepatlah kembali. Hihihi." Bomi tersenyum. "Haha, sampai jumpa."

 

Handphone Bomi berdering. Ia segera mengangkat telepon itu.

"Himchan! Kau sudah sampai?"

"Ne. Bomi, sekarang aku mulai merindukanmu."

"Benarkah? Hahaha aku pun merindukanmu."

"Bomi, bagaimana jika aku menyukaimu?"

"Ah, jangan bercanda. Kau membuatku tersipu"

"Tapi, arghhh..........Tuut Tuut Tuut"

 

"Mungkinkah disana tidak ada sinyal?." gumam Bomi. Ia pun segera pergi mandi tanpa menghiraukan apa yang dikatakan Himchan.

 

-

Sejak hari itu Himchan tidak pernah membalas pesan ataupun mention 

twitter dari Bomi. Bomi pun mencoba untuk kembali memberikan sebuah 

pesan pada Himchan.

 

[Pesan]

"Ada apa denganmu? Kau tidak membalas satupun pesan dariku. 

Apa aku melakukan kesalahan? Jika iya, katakanlah."

 

"Ada apa dengannya? Apa aku melakukan sesuatu yang salah?" itulah yang selalu dipikirkan Bomi. "Bomi, dapatkah aku meminjam Handphone-mu?" tanya Chorong. "Tentu." Bomi tersenyum. "Ya ampun! Dia mengutarakan perasaannya padamu!?" teriak Chorong. "Ia hanya bertanya" jawab Bomi. "Ah, jadi ini penyebabnya." Chorong terlihat berfikir. "Apa?" tanya Bomi. "Mungkin inilah sebabnya Himchan menjadi bersikap dingin padamu. Mungkin dia merasa pengakuan tentang perasaannya padamu tidak kau dengar." jelas Chorong. "Apa kau berfikir itu benar-benar serius?" tanya Bomi. "Ahhhh kau ini benar-benar keras kepala." Chorong menggelengkan kepalanya.

 

Bomi pun  terdiam. Dia merasa bingung dengan apa yang dia rasakan. Antara senang dan sedih bercampur aduk didalam pikirannya. Disatu sisi ia senang karena  Himchan mengatakan hal seperti itu. Namun disisi lain ia sadar bahwa ia  terlambat untuk menyadari itu.

 

Bomi pun memutuskan untuk berjalan menuju perpustakaan. Ia akan meminjam beberapa  buku musik disana. Saat Bomi sedang memilih buku, tanpa disengaja ia  mendengar orang-orang yang disampingnya berbicara. "Hey, apa kau tahu?  Himchan berpacaran dengan Sojin." "Benarkah? Sejak kapan?" "Aku  dengar kemarin." Bomi hanya terdiam. Ia berjalan keluar dengan pandangan  yang kosong. Langkah kakinya tiba-tiba berhenti. Ia berhadapan dengan  Himchan yang sedang menggenggam tangan Sojin. Keduanya berjalan  semakin dekat menuju ke arah Bomi. Himchan melihat Bomi yang sedang  memperhatikan mereka, namun ia segera mengalihkan pandangannya kembali  pada Sojin dan berjalan melewatinya. "Ini terlalu menyakitkan." Bomi  memukul-mukul dadanya sambil menahan tangis. "Tidak. Aku tidak akan  membencinya. Ini semua salahku karena telah mengabaikan pernyataannya."  batin Bomi.

 

-

Sudah 6 bulan Bomi tidak menghubungi Himchan. Bomi mendengar kabar burung bahwa Himchan memutuskan  untuk mengakhiri hubungannya dengan Sojin beberapa hari yang lalu.  "Bomi." seseorang menepuk bahu Bomi. "Ah, Himchan. Ada apa?" "Apa  kau ada waktu pulang sekolah?" "Ya. Kenapa?" "Dapatkah kamu menemaniku  untuk mencari beberapa buku?" "Ya." "Sebelumnya, maaf atas kejadian waktu itu." Bomi hanya membalas dengan senyuman.

 

Sepulang sekolah Himchan membawa Bomi ke sebuah Mall, lalu masuk ke sebuah toko buku. "Kau boleh mengambil satu buku yang kau suka. Biar aku yang bayar." Himchan melirik ke arah Bomi "Ah, tidak perlu." jawabnya. Setelah selesai memilih buku, mereka memutuskan untuk makan. Saat makan, Bomi merasakan sakit yang amat luar biasa di kepalanya. Itu membuat pandangannya menjadi buyar. "Ahh." Bomi memejamkan matanya. "Ada apa denganmu?" tanya Himchan panik. "Ahh tidak apa-apa. Aku hanya merasa pusing." jawabnya. "Benarkah?" Himchan mencoba memastikan "Ya." jawab Bomi. "Aku tahu kau..." Himchan berhenti bicara. "Tahu apa?" tanya Bomi. "Ah, tidak. Hari ini sikapmu benar-benar dingin padaku. Apa kau marah?" tanya Himchan. "Tidak." jawab Bomi tersenyum.

 

-

"Bomi." terdengar suara Himchan memanggil namanya pelan. Saat Bomi melihat kearahnya, ia melihat seorang gadis di samping Himchan. "Siapa dia?" tanya Bomi. "Maafkan aku, Bomi." kata Himchan. "Ah kekasihmu? Selamat" Bomi tersenyum. "Tapi Bomi, aku belum bisa..." kata-kata Himchan terpotong karena Bomi langsung berlari keluar kelas. Bomi menangis di kamar mandi. Lalu tiba-tiba kepalanya kembali terasa sakit. Dengan pandangan yang agak buyar, ia mencoba mengeluarkan sebuah pil dan secarik kertas dari saku  jaketnya. Ia mengabil satu butir pil, lalu keluar dari kamar mandi. "Chorong, bolehkah aku minta sedikit air minum milikmu?" tanya Bomi yang kebetulan melihat Chorong. "Ah ya, tentu. Obat apa yang kau makan? Kau terlihat pucat." tanya Chorong. "Aku tidak apa-apa. Ini hanya Vitamin hihi." Bomi tersenyum.

 

"Aku belum siap untuk kau tinggalkan Bomi." batin Himchan.

 

Setelah hari itu, Bomi tidak masuk ke sekolah selama seminggu. Lalu saat ia masuk kembali, Chorong bercerita padanya bahwa Himchan kembali putus dengan kekasihnya, dan memiliki kekasih baru namun hanya bertahan tiga  hari. Chorong tahu betapa Bomi menyayangi Himchan. Ya, Himchan adalah cinta pertamanya. Sebelumnya ia tidak pernah boleh memiliki kekasih,  maupun menyukai seorang lelaki oleh ayahnya. Namun ia tidak bisa membohongi perasaannya saat ini. Bomi pun tetap sering berjalan-jalan bersama Himchan. Ia tidak pernah merasa benci terhadap Himchan atas apa yang pernah Himchan lakukan padanya. Bomi tetap menyukainya sama seperti saat pertama kali ia melihat Himchan. Bodoh? Ya, mungkin terlihat bodoh. Namun mungkin itulah cinta.

 

Sepulang sekolah, Himchan menghampiri Bomi untuk mengajaknya makan malam bersama, di tempat yang biasa mereka kunjungi berdua. Himchan berencana untuk menyatakan perasaannya malam itu pada Bomi. Ia membawa sebatang coklat, setangkai mawar merah, dan sebuah cincin juga kalung yang sangat indah. Himchan menunggu di depan apartemen Bomi tinggal. Setelah sekitar satu jam ia menunggu, Bomi tidak kunjung datang. Himchan berfikir mungkin Bomi lupa pada janjinya. Himchan memutuskan untuk masuk ke Apartemen milik Bomi. "Bomi? Bomi buka pintunya." Himchan berteriak sambil mengetuk pintu apartemen Bomi. Akhirnya Himchan memutuskan untuk masuk, karena ia mengetahui kode pintu milik Bomi. Saat masuk, keadaan didalam apartemen itu sangat sunyi. "Apa Bomi tidak disini?" batin Himchan. Ia mencoba mencari di seluruh ruangan namun tidak menemukan Bomi. Dengan rasa penasaran, ia masuk ke ka kamar Bomi. Dilantai terdapat air, pecahan gelas, dan pil-pil yang berserakan. "BOMI!!!" Himchan berteriak saat  melihat Bomi tergeletak di lantai dengan menggunakan gaun malam berwarna merah yang sangat cantik. Ia pun segera membawa Bomi ke rumah sakit.

 

"Maaf. Kami rasa, ia telah meninggal sekitar 2 jam yang lalu karena tumor ganas pada otaknya." jelas Dokter. "Mengapa harus sekarang?" batinnya. Himchan kembali meneteskan air matanya.

 

Kejadian tadi malam masih menghantui pikiran Himchan. Ia tidak mau berbicara dengan siapa pun. "Kau tidak datang ke pemakaman Bomi?" tanya Chorong sambil mengelap airmatanya. "Ia pernah bercerita padaku. Dia tidak ingin kau mengetahui tentang penyakitnya. Karena dia pikir, kau tidak akan memperdulikannya. Dan ia juga takut kau akan menjauhinya, lalu mencari gadis lain. Bacalah." Chorong memberikan sebuah amplop berwarna merah. "Kemarin pagi Bomi menitipkan surat ini padaku." lanjutnya. Chorong pun  segera pergi meninggalkan kelas. Himchan membuka amplop itu dengan perlahan.

 

"Himchan!^^ Hari ini aku tidak akan datang ke sekolah. Aku akan melakukan operasi pengankatan tumor pada otakku. Menurut dokter, perkiraan keberhasilan operasi ini hanya 5%. Namun kau tidak perlu khawatir, aku akan baik-baik saja^^ Kalaupun operasi ini tidak berhasil, aku harap kau akan baik-baik saja. Kau orang yang kuat bukan?^^ hihi. Aku akan menemuimu di sekolah nanti. Maafkan aku karena terlambat untuk memberitahumu tentang hal ini, Himchan. Ingatlah untuk tidak menghawatirkanku! Aku menyayangimu<3"

 

Himchan segera berlari keluar kelas. Tanpa pikir panjang ia langsung menaiki mobilnya untuk pergi menuju pemakaman. Ia menangis sepanjang  jalan. Sesampainya di tempat pemakaman, ia melihat keluarga Bomi yang menangis melepas kepergian Bomi. Ia pun mendekat kearah makam Bomi. Dengan tangan yang bergetar, ia menyimpan setangkai mawar merah, cincin  dan secarik kertas di atas makam Bomi.

 

"Mengapa kau meninggalkan aku secepat ini? Kau bahkan tidak mengucapkan kata-kata perpisahan. Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku terlanjur hancur karena kehilanganmu... Aku tahu aku salah karena pernah  menyia-nyiakanmu, Bomi. Namun aku benar-benar mencintaimu. Aku menyayangimu... Ayahku berpesan untuk menjagamu. Namun kau pergi begitu cepat. Kini aku hanya bisa mengingatmu. Senyumanmu, candamu, tawamu, semuanya seakan-akan lenyap seketika dari hadapanku. Selamat tinggal, berbahagialah disana. Maafkan karena aku terlambat untuk menyatakan ini semua. Aku mencintaimu... Kau milikku selamanya... Kini, yang  perlu kau lakukan hanya satu. Tunggu aku. Aku akan menyusulmu."

 

-END-

Comments

You must be logged in to comment
sunlight_ #1
Dh habis ke? By the way, it's nice story. Hwaiting ✌
dyochen
#2
Waaaawwwww sangat mengharukan ;A; aku suka alurnya... sayang banget himchan gak bisa memenuhi pesan ayahnya.. nice story^^