Old Flame

Marquee Reflection
Please Subscribe to read the full chapter

“The first to apologize is always the bravest. The first to forgive is the strongest. The first to forget is the happiest.”

Mataku sudah bisa menyesuaikan diri dengan cahaya terang yang menerobos masuk melalui jendela kaca sehingga bisa melihat bentuk-bentuk buram yang dipantulkan sinar matahari di mataku yang terlalu lama terpejam. Sudah hari kelima aku hanya tergeletak di tempat tidur−sofa panjang yang kujadikan sebagai ranjang dan merasa tak berdaya.

Selepas berakhirnya hubunganku dengan Sehun−aku tersenyum getir, menyadari namanya terdengar begitu pahit sekarang−pikiran dan tubuhku kembali berfungsi dengan normal, bukan berarti sebelumnya tidak normal, tapi apakah dengan tidak makan dan tidak memikirkan kesehatanku sendiri bisa dikatakan normal? Karena itulah tubuhku seperti berontak dan berujung menjadi tak berdaya. Yoomi masih menemaniku seperti biasa, membantuku melakukan banyak hal−hampir semua hal, merawatku dan aku meyakinkan ia untuk tidak membawaku ke rumah sakit atau aku akan semakin terlihat lemah setelah meninggalkan Sehun, walau aku tak bisa memungkiri kelemahan yang memang seperti itu adanya.

Mimpi burukku tidak berhenti meskipun hubunganku dengan Sehun telah berakhir. Setiap malam aku terus berharap untuk mengenyahkan Sehun dari mimpi-mimpi yang membuatku tidak semakin membaik, tapi aku tak bisa. Kecuali ketika Jongin menemaniku beberapa malam yang lalu untuk bergantian dengan Yoomi mengawasiku, mimpi yang muncul tidak begitu parah, dan aku tak tahu kenapa bisa begitu. Akan lebih parah kalau aku tidur di ranjang, yang membuatku terus bermimpi buruk, aku meyakini.

Yoomi akan mengecekku setiap pagi dan sore, mengetahui suhu tubuhku yang masih saja tidak beranjak dari angka tiga puluh sembilan derajat celsius, membuatku setengah tersadar dan setengah terlelap. Kyungsoo menemani Yoomi sesekali saat sedang break ataupun setelah pulang kerja. Tapi pagi ini pengecualian, karena ia sedang bebas kerja dan memutuskan untuk menemani Yoomi di apartemenku, sambil menonton TV, film atau semacamnya. Aku bisa melihat apa yang mereka lakukan meskipun mataku masih terus tertutup, enggan membukanya karena cahaya terang membuat kepalaku semakin pusing, terlebih karena aku baru saja meminum obatku seusai sarapan pagi. Membuat kantuk melahapku pelan-pelan. Semakin lama suara yang menggantung di ruangan terdengar sayup-sayup, menghilang, muncul, menghilang, muncul membuatku bingung. Pikiranku berkelana saat aku menunggu diriku tertidur.

“Bagaimana keadaannya?” kudengar Kyungsoo berbisik dari seberang sofa, tidak yakin betul tentang siapa yang ia maksud.

“Tidak lebih membaik, tapi kuharap hari ini tidak seburuk hari-hari sebelumnya. Aku tak sanggup melihatnya seperti itu. Sangat menyakitkan.” Yoomi mengeluarkan suara yang terdengar sangat merana.

“Eunjoo akan baik-baik saja, dia akan sembuh secepatnya. Kita harus yakin.” Dengan begitu, Kyungsoo telah mengkonfirmasi bahwa yang sedang mereka bicarakan adalah diriku. Napasku terasa berat saat menyadari aku hanya membuat mereka kerepotan karena ketidakberdayaan yang melandaku.

Aku tak mendengar jawaban berikutnya dari Yoomi, jadi mungkin ia hanya mengangguk atau tak menjawab ucapan Kyungsoo.

Pikiranku berputar-putar, memikirkan kenapa aku masih mengalami keadaan ini, tidak biasanya aku tak berdaya sebegitu lamanya, atau ada kelainan yang menimpaku? Kenapa aku tak kunjung sembuh? Sementara kekebalan tubuhku sebenarnya tidak terlalu parah, kan? Mungkin aku menghancurkan diriku sendiri, atau karena aku tak ingin sembuh? Selain menikmati kesakitan di hati ini, haruskah aku juga menikmati kesakitan yang menimpaku secara fisik? Karena nyatanya, aku tak berusaha memiliki keinginan untuk sembuh.

“Bagaimana dengan Jongin?” Kyungsoo kembali berbisik.

“Dia ke sini beberapa hari lalu.” Kudengar Yoomi menghela napas berat.

“Kau tidak keberatan dia dengan Eunjoo?” tanya Kyungsoo langsung.

Ada jeda sebelum Yoomi menjawab, “Entahlah.”

Sejenak suasana sunyi.

“Kurasa kau perlu tahu sesuatu.” Ucap Kyungsoo dengan nada serius.

“Tentang apa?”

“Tentang yang terjadi di antara Sehun dan Jongin beberapa minggu yang lalu, kurasa kau perlu mengetahuinya. Karena aku tak yakin aku bisa menyembunyikannya lebih lama darimu, Yoomi.” Bisikkannya semakin menghilang.

“Jelaskan padaku.” Gumam Yoomi.

“Aku tidak tahu persis dengan apa yang terjadi dengan mereka bertiga, sepanjang yang kutahu yaitu apa yang kau ceritakan padaku dan yang kuketahui secara langsung dari mereka bertiga. Mungkin kau lebih tahu bagaimana Eunjoo mengakhirinya dengan Sehun kemarin, tapi aku juga punya asumsi lain.” Kyungsoo berhenti, kucoba menajamkan telingaku yang rasanya tidak berfungsi dengan baik. “Aku tidak bermaksud menguping atau apa, tapi karena suara mereka tak bisa diabaikan untuk tidak didengar, apa boleh buat aku tetap mendengarnya.

Di hari Eunjoo mengakhirinya dengan Sehun, kau pasti tahu apa saja yang Sehun katakan dan bagaimana sikapnya.” Ia berhenti sejenak, terdengar derit sofa yang menandakan ia sedang bergerak. Lalu aku teringat dengan kelengkapan cerita yang telah kumuntahkan pada Yoomi, semuanya. Yang terjadi antara aku dengan Sehun untuk terakhir kalinya, termasuk perubahan sikapnya saat itu yang membuatku begitu sakit karena ia tak menginginkanku lagi. “Aku ingin kau tahu kenapa ia bersikap begitu terhadap Eunjoo. Itu karena ia telah bertemu dengan Jongin sebelumnya, jauh sebelum kejadian itu terjadi. Lebih tepatnya, Jongin yang mendatangi Sehun, awalnya ia bicara baik-baik tapi seiring berjalannya pembicaraan yang semakin memanas, Sehun menyerang Jongin karena beberapa alasan yang tak bisa Sehun terima−akupun tak bisa menerimanya. Singkatnya, Jongin memohon-mohon pada Sehun untuk melepaskan Eunjoo, membiarkan Jongin terus mencintainya dan membahagiakannya.

Sehun menolak pada awalnya, karena ia tak ingin Eunjoo kesakitan lagi karena Jongin, setelah ia membuat luka yang lain di diri Eunjoo. Tapi dengan seluruh usaha yang Jongin lakukan, Sehun akhirnya membiarkan Jongin kembali pada Eunjoo, dan saat itu juga Sehun memberitahu Jongin bahwa ia telah berakhir dengan Eunjoo, membuat Jongin tenggelam dalam harapan yang mungkin bisa ia dapatkan. Mereka lalu membuat kesepakatan.” Kyungsoo melanjutkan tanpa henti, membuat kepalaku terus berdenyut-denyut nyeri. “Aku tak bisa membayangkan apa yang Jongin rasakan saat melihat Eunjoo dalam keadaan seperti itu di dalam kamar Sehun beberapa hari lalu. Ia pasti merasa terhianati karena Sehun melanggar kesepakatan mereka.”

Yoomi menghela napas keras-keras. “Aku tak akan menyangkal kalau Eunjoo memang benar-benar bodoh.” Gumamnya. Di dalam hati aku bertanya-tanya kesepakatan macam apa yang telah Sehun dan Jongin sepakati, aku tak bisa menerkanya sama sekali. Tidakkan Yoomi ingin tahu dan menanyakannya pada Kyungsoo? Atau karena ia telah tahu? Lalu apa itu?

“Kau tak boleh meninggalkannya, Yoomi. Kau harus menolongnya, kita harus menolongnya.” Bisiknya dengan nada lunak.

“Bagaimana?” Yoomi menanggapi, hampir terdengar putus asa. “Aku tak bisa menyangkal dan melarangnya menyukai orang yang ia sukai. Dia lebih suka keadaannya seperti ini, dan, walaupun kadang-kadang itu membuatku gila, tapi aku lebih suka dia bahagia. Dia telah berubah dan kau tahu seberapa besar perubahannya.” Ia mengerang, membuatku membayangkan seperti apa ekspresi wajahnya.

“Dia bisa berubah lebih baik dari sekarang.” Kyungsoo meyakinkan.

“Kuharap begitu.” Yoomi menyetujui.

“Seberapa besar kesempatan mereka berdua?”

Yoomi tidak langsung menjawab Kyungsoo, membuatku menebak siapa ‘mereka berdua’. Aku mempersiapkan diri untuk mengantisipasi mendengarkan siapa yang sedang mereka maksud. “Aku tidak begitu yakin, tapi kurasa dia masih mencintai Jongin.”

Dengan ucapan itu terlontar dari bibir Yoomi, kepalaku menjadi semakin pusing dan kegelapan menyelimutiku saat aku justru ingin membuka mata, menyangkal mereka, meluruskan bahwa aku tidak mencintai Jongin. Meskipun begitu, rasanya salah untuk memungkiri kenyataan yang mereka berdua tuturkan. Tiba-tiba saja aku ingin segera sembuh agar tidak ada kesalahpahaman lagi di antara kami semua.

“Ya, tapi dia tidak menyadarinya.” Tidak, tidak, tidak. Aku sadar, aku tidak mencintai Jongin.

“Aku tidak bisa mengatakan kau benar, tapi sepertinya aku setuju.”

‘Aku harus menyembuhkan hati dan tubuhku sendiri,’ adalah hal terakhir yang kukatakan di dalam hati sebelum kegelapan benar-benar menelanku.

-

Yoomi mengepak barang-barangnya kembali ke dalam koper pagi ini setelah mengetahui aku telah baik-baik saja dan siap ditinggalkan olehnya−melakukan banyak hal sendiri lagi.

Aku tak bisa mengakui aku tak mendengar apa yang Yoomi dan Kyungsoo bicarakan hari kemarin, meskipun aku tak yakin itu hanya halusinasi ataupun mimpi belaka, tapi aku yakin pembicaraan itu sedikit banyak memang nyata, karena kalau mimpi, itu terlalu indah untuk dikatakan sebagai mimpi dalam tidurku−yang notabenenya lebih sering bermimpi buruk.

Seberapapun banyaknya obat yang kukonsumsi, tak akan berpengaruh jika aku tak ingin sembuh, itu hanya akan memperburuk keadaanku. Aku hanya perlu yakin untuk bisa kembali hidup dengan normal dan tanpa menyusahkan orang-orang di sekitarku, menyembuhkan perasaanku sendiri.

“Terima kasih untuk semuanya, kau selalu yang terbaik.” Aku memeluknya erat yang ia balas tak kalah eratnya, seolah kami akan berpisah untuk waktu yang lama.

“Tak ada yang lebih baik setelah melihatmu sehat kembali, Eunjoo.”

“Biar kuantar.” Kataku melepaskan pelukan kami dan berjalan bersama ke parkiran. Kami mengucapkan selamat tinggal dan kesunyian kembali bercengkerama di dalam ruanganku, tidak terasa asing, tapi juga tidak terasa familiar.

Terjebak dalam ruangan ini sepertinya bukan ide yang bagus, aku harus melakukan sesuatu karena sudah terlalu lama berdiam diri di dalam rumah. Saat kulihat jam di atas meja menunjukkan pukul sepuluh siang, aku berencana untuk menghirup udara segar di luar dan pergi ke toko. Dengan hati-hati aku tidak memandang ke ranjang saat berganti pakaian dan berusaha seminimal mungkin untuk melakukan kontak mata dengan ranjang. Mungkin itu kedengarannya aneh, tapi daripada itu membuatku teringat hal yang tidak ingin kuingat, lebih baik aku melakukannya.

Ponselku berdering saat sedang berjalan ke halte bus, kulihat si pemanggil dan dengan enggan aku mengangkatnya.

“Halo.”

“Eunjoo! Kau sedang apa? Yoomi sudah pulang?” tanya Jongin dengan riang. Aku memutar bola mataku, suara riangnya sudah terbiasa kudengar dan itu tak lagi menggangguku.

“Berjalan. Sudah, beberapa menit yang lalu. Kenapa?” aku mengambil duduk di bangku kosong di halte, menunggu bus segera datang beberapa menit lagi.

“Hanya bertanya,” ia memberi jeda, “Kau bilang tadi kau sedang jalan? Kau sedang di luar? Kau mau kemana?” Tidak bisakah Jongin berhenti ingin tahu?

“Aku mau ke toko.” Aku menoleh ke samping, mendengar kerumunan yang berdiri satu per satu saat bus datang dari kejauhan, menandakan penantianku sudah berakhir. “Sudah ya Jongin, busnya telah tiba.” Kataku dengan ramah.

“Baiklah, hati-hati di jalan.”

“Thanks.” Kututup panggilannya dan melangkah masuk ke dalam bus setelah mengantri di depan pintu.

Perjalananku terasa panjang, mungkin karena sudah terlalu lama aku tidak naik bus dan berkunjung ke toko, membuatku menikmati pemandangan kota yang di lewati oleh bus sesekali.

Setelah sampai di halte tujuanku, aku disambut dengan meriah oleh Jimin dan Hyoeun, juga beberapa staf lainnya yang sedang bekerja begitu masuk ke dalam toko. Mereka tidak memperkirakan kedatanganku dan itu membuat mereka terkejut. Aku pergi ke meja kerjaku setelahnya, melihat berkas-berkas yang selama ini kutinggalkan dan hanya sebentar bertahan di sana.

Aku keluar ruangan karena aku harus melakukan sesuatu, agar tubuhku kembali terbiasa dengan melakukan pekerjaan. Aku meminta Jimin untuk memberiku pekerjaan dan ia menyarankan untuk memberes

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
marumero
My current on going story; Second Third. Luhan and OC in action, pls give me your support guys :)

Comments

You must be logged in to comment
irnacho #1
Chapter 20: yaelaaah si eunjoo knp ga bunuh diri sekali aja ya. harusnya dia sadar, secintanya sehun sama dia, tapi cintanya sehun ke dia ga lebih besar dari rasa cintanya ke junhee. buktinya sehun ga sedikit pun ngehalangin niat eunjoo pas dia mutusin buat mengakhiri hub mereka. sehun langsung bilang iya tanpa mikir lagi. gila, nyesek meeeeen waktu sehun bilang "baiklah, jika itu yg kamu mau." ih aku klo jd eunjoo udah nangis darah. dan udah fix ga mau ngarepin dia lagi. duh eunjoo nyakitin diri sendiri aja sih. dia mah pusing di buat sendiri.
irnacho #2
Chapter 18: dan sekali lagi aku harus bilang, eunjoo bodoh bgt klo dia masih mau pertahanin sehun setelah apa yg dia tahu dari mulutnya junhee. trus sukaaaa banget pas bagian moment eunjoo-jongin. duhduhduhduh pokoknya sukalah
irnacho #3
Chapter 17: yailah jongin, sepele bener ya alesannya wkwk
tapi mungkin itu jadi batas kekecewaannya dia kali ya, udah mah bete sama sikap eunjoo trus di tambah dia ga inget sama ulang tahunnya. iya sih pasti bakal kesel, sedih, marah, kecewa dan sebagainya. kayaknya jongin bener2 udah ke apus ya dari hatinya eunjoo? atau jangan2 selama ini yg eunjoo rasain ke sehun itu cuma sekedar pelarian. karena kan pas sehun dateng eunjoo blm bener2 bisa ngelupain jongin. bisa jadi bisa jadi. aku harap sih gitu ya. makanya eunjoo susah ngelepasin sehun karena ya emang sehun yg bikin dia nyaman setelah dua tahun itu dia berkutat dgn keterpurukannya. tapi ya tetep aja caranya salah.
irnacho #4
Chapter 15: aku mau komen tapi ga tau harus mau komen aku. terlalu gemes sama semua tokohnya aaarrrgh
irnacho #5
Chapter 12: Aaaarrrgh knp eunjoo oon bgt siiiih
Heuuuu gemes bgt deh pengen nyakar dia
irnacho #6
Chapter 11: Aduuuh baru ini aku baca ff dan ga suka sama tokoh utamanya. Eunjoo tuh ya, trlalu bodoh. Sangking bodohnya pengen bgt unyeng2 rambutnya dia heuheu
irnacho #7
Chapter 10: Eunjoo bikin penyakit doang. Nyakitin diri sendiri aja, udah tau salah masih di terusin ckck
irnacho #8
Chapter 9: Trus sehun jawab : "ga bisa, karena aku udah mau nikah sama junhee." Jederrrr
Knp eunjoo ga cb berpikir ke masa lalu ya? Dia kan prnh di selingkuhin, harusnya dia bs lbh bijaksana. Karena dia pasti tahu gmn sakitnya di selingkuhin. Sekarang dia yg jd selingkuhannya dan ibaratnya dia mau ngerebut sehun dari pacarnya yg udh kenal sehun jauh lbh lama dr dia. Jd keliatan egois.
irnacho #9
Chapter 8: Aduuuuh knp eunjoo jd bodoh bgt ya. Dulu dia bs ninggalin jongin yg udh pacaran lama, knp sama sehun yg baru kenal, istilahnya deketlah, beberapa bulan susah bgt buat ngelepasin?
irnacho #10
Chapter 7: Sehun kacaaaauuu
Dan entah knp aku malah pengen eunjoo balik sama jongin. Rada sebel aja gitu pas dia tau klo slama ini dia jd selingkuhan sehun tp si eunjoo bukannya marah malah nyium sehun. Ya Apa pun alasan sehun, apa yg dia lakuin tetep salah. Klo di terusin justru itu semakin bikin eunjoo sakit sendiri. Jd mending udahin aja. Msh ada jongin, ya walau pun dia jg prnh ngelakuin hal yg sama tp senggaknya jongin sekarang nyesel sama perbuatannya dan yg pasti dia cinta sama eunjoo. Di banding sehun yg nganggep eunjoo ga lbh dr cewe yg cuma di datengin klo lg butuh doang. Berasa kayak tempat sampah.