Chapter 53

Never Let Me Go [Indonesian]
Please Subscribe to read the full chapter

Aku punya perasaan lucu di dalam kepalaku saat berikutnya ketika membuka mata. Walau begitu, aku merasa jauh lebih baik sekarang daripada terakhir kali. Aku melirik ke sisi tempat tidur, dan ke sekitar ruangan. Aku bermimpi aneh lagi tadi malam. Mungkin tidak sepenuhnya aneh. Mimpi tentang Jongin berada di sini terasa begitu nyata, aku ingin percaya itu benar-benar terjadi karena hal itu membuatku merasa lebih baik.

Pintu tiba-tiba terbuka dan aku mengenali dokterku datang dengan Bibi Sora tepat di belakangnya. Aku duduk di tempat tidur. Ia menanyakan beberapa pertanyaan, melakukan pekerjaan rutin bersama dengan perawatnya yang datang beberapa waktu lalu membawa obat. Bersama-sama, mereka melakukan pemeriksaan terhadapku dengan Bibi Sora yang menetap di samping tempat tidurku. Sebelum pergi, dokter mengingatkan bibiku tentang membuat pertemuan untuk terapi fisik pada kakiku. Ketika dokter dan perawat pergi, aku meyakinkan bibiku untuk membiarkanku menemui ibu.

Bibi Sora menghela napas dan mengintip ke mataku. "Baiklah, baiklah." Katanya, "Kita akan pergi dan mengunjunginya nanti sore setelah aku pulang kerja. Tidak apa-apa, kan?"

Aku tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih, Bibi." Kataku. "Juga, tentang ibu..."

"Jangan bicara tentang itu hari ini, kau perlu—"

"Aku baik-baik saja." Aku menyatakan dengan jujur​​. "Aku ingin bicara dengan bibi tentang hal itu. Please? Bibi bisa pergi setelah menanyaiku pertanyaan dan aku akan menjawab dengan jujur​​."

Bibi Sora tampak ragu-ragu sesaat dan kemudian ia akhirnya menyerah dan duduk di tepi tempat tidur yang berdecit. "Aku pikir kau sudah tahu apa yang ingin kutanyakan." Katanya dengan jelas saat ia menatap mataku.

"Aku benar-benar minta maaf karena tidak memberitahumu." Kataku setulus hati. "Aku tidak melakukannya karena aku ingin membuatmu kesal atau apa. Aku hanya—" Aku berhenti sebentar untuk menyeka air mataku. "Karena aku merasa jika aku melakukannya, maka aku akan menjadi seperti ayah yang ... yang menyerah pada kami dengan begitu saja."

Bibi Sora mengerutkan bibirnya. "Hana, kau harus berjanji dan jangan pernah berpikir kalau kau seperti ayahmu." Katanya tegas. "Bahkan tak pernah sedetik pun. Apa kau mengerti?" Aku menelan ludah dan mengangguk. "Aku marah, ya," Bibi Sora mengakui. "Ketika Young Soo meneleponku dan mengatakan padaku bahwa ibunya berlumuran darah dan kakaknya panik saat mengantarnya ke rumah sakit. Aku tidak mengerti, Hana. Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, yang aku tahu adalah aku harus segera pulang." Dia berhenti sejenak dan meraih tanganku ke dalam genggamannya. Ia menatapku serius, "Hana, aku ingin membawamu dan Young Soo karena aku peduli pada kau dan ibumu, kau tahu itu—aku pernah mengatakannya, bukan?" Aku mengangguk bersalah. "Itu niatku, bukan karena aku ingin menghukum ibumu."

"Aku tahu," aku bersuara sambil terisak. "Ma-maafkan aku."

Bibi Sora menarikku ke dalam pelukannya kemudian. "Aku menerima permintaan maafmu." Gumamnya di telingaku dan aku balas memeluknya. "Yang penting sekarang adalah kau dan ibumu sudah aman." Katanya setelah kami menarik diri. Lalu telepon mulai berdengung. "Aku harus pergi ke toko selama beberapa jam dan aku akan kembali, oke?" Katanya padaku setelah menutup teleponnya. "Atau mungkin aku akan menetap saja. Ini hari Senin, Min Jee tidak akan di—"

"Tidak apa-apa, Bibi." Aku meyakinkannya. "Aku akan baik-baik saja di sini. Pergilah."

Bibi Sora menatapku seolah ingin membicarakan sesuatu lagi tapi ia tidak melakukannya. Ia memberiku pelukan cepat dan mencium puncak kepalaku lalu meninggalkan kamarku.

Sore itu, ketika Bibi Sora kembali setelah bekerja, kami pergi dan mengunjungi ibuku di kamarnya. Aku berada di kursi roda yang terasa agak aneh. Ketika aku masih kecil, aku sering berpikir kursi roda itu menyenangkan tapi sekarang saat aku menggunakannya dengan kaki digips, itu sama sekali tidak terasa seperti yang kupikir.

Aku ingin melompat dari kursi roda begitu aku melihat ibuku terbaring di tempat tidurnya. Ia sedang tidur dan ia tampak begitu pucat dan rapuh. Aku hanya berhasil memegang tangannya dan menahan kembali air mataku ketika aku melihat perban melilit pergelangan tangannya. Aku mulai bercerita pada Bibi Sora bagaimana dengan cepat ibu menyesali apa yang telah ia perbuat pada dirinya sendiri, bahwa dia tidak ingin pergi. Dia ingin tinggal bersama kami. Bibi Sora berjalan ke arahku dan mengusap bahuku meyakinkan. "Kau tidak menyerah padanya, Hana. Dan jujur ​​saja karena ia akhirnya menemukan dirinya lagi." Dia melirikku dengan senyuman hangat.

Aku tinggal di sana selama beberapa saat kemudian, berharap ibu akan bangun tapi dia tidur lelap. Bibi Sora kembali beberapa saat dan membawaku kembali ke kamar. Ketika kami dalam perjalanan kembali ke kamar, aku menangkap anak laki-laki berkacak pinggang di luar ruangan dokter dan sosok Jongin bermunculan dalam kepalaku.

"Bibi?" Aku memanggil, melirik ke arahnya. "Kapan menurutmu aku bisa pulang?" Aku bertanya.

"Aku baru berbicara dengan doktermu beberapa waktu lalu." Katanya, "Dia bilang kau pulih cukup cepat jadi kalau itu terus berlanjut, kau bisa pulang dalam satu atau dua minggu ini."

Aku hanya mengangguk walaupun aku berharap aku bisa pulang sekarang. Aku ingin bicara dengan Jongin. Aku akhirnya ingat, hanya beberapa detik sebelum van putih itu menabrak taksi, wajahnya berkedip-kedip di dalam kepalaku dan aku membisikkan doa agar diberi kesempatan kedua. Kesempatan lain untuk meminta maaf padanya, untuk semua yang telah ia lalui karena ekspresinya ketika aku melepaskannya—tatapan menyedihkan di matanya—masih terlihat dengan jelas di pikiranku.

Ini adalah kesempatan keduaku, aku merenung, aku tidak akan menyia-nyiakan itu.

Ketika kami kembali ke kamar, Min Jee ada di sana bersama dengan Yixing, Sehun, Baekhyun dan Kyungsoo. Mungkin kedengarannya klise tapi aku merasa sangat senang melihat mereka semua.

Mereka membawa beberapa makanan untuk dimakan bersama, sebagian besar makanannya dibuat oleh Kyungsoo. Tapi ada satu kotak yang tampak akrab di atas meja di samping tempat tidur. Itu dari toko cupcake favoritku. Baekhyun memberikannya padaku dan mengatakan kalau itu dari Jongin. Dia mengatakan Jongin membelinya sendiri dan meminta mereka untuk memberikannya padaku. Aku tidak yakin apa yang harus kukatakan atau bagaimana harus bereaksi, aku hanya menatap Baekhyun dengan bingung dan terkejut. Dia pasti menyadarinya karena ia mengatakan padaku bahwa Jongin seharusnya datang dengan mereka tetapi sesuatu terjadi sehingga ia tidak bisa datang.

Aku senyum terpaksa dan mengatakan tidak apa-apa meskipun hatiku mendengking kecewa, yang mana kupikir itu tidak adil mengingat apa yang terjadi di antara kami. Kalau begitu, ia benar-benar baik karena telah mengirimiku cupcake ini. Aku meyakinkan diriku bahwa akan lebih baik dia tidak di sini karena aku sadar aku tidak ingin ia melihatku dalam keadaan seperti ini.

Aku berbagi makanan dengan mereka dan menikmati kehadiran mereka bahkan hanya untuk satu jam. Aku memutuskan untuk tinggal di kursi roda selama kunjungan mereka. Kehadiran mereka benar-benar membantu meringankan suasana hatiku. Untuk beberapa saat, aku lupa semua tentang ibu, tentang kakiku, aku lupa bahwa aku benar-benar terbatas di ruangan monokrom ini. Ketika Min Jee mendekatiku, aku mengatakan padanya (agak ragu-ragu pada awalnya) mimpiku tentang Jongin.

Setelah aku selesai, Min Jee tersenyum lebar. "Mungkin kau tidak bermimpi sama sekali." Katanya tersadar.

Aku mengerutkan kening padanya. "Apa maksudmu?"

"Jongin berkunjung semalam." Kata Min Jee sederhana. "Dia datang ke sini."

Aku menatap kosong pada Min Jee untuk sesaat dan kemudian tertawa canggung. "Tidak, itu­—itu tidak mungkin." Kataku, menggelengkan kepala. "Setelah apa yang terjadi di antara kami, itu hanya... tidak mungkin."

"Hana, aku serius." Ujar Min Jee. Aku mengamati ekspresinya selama satu menit dan ia tampak benar-benar serius. "Jongin ke sini tadi malam. Ternyata dia tidak tahu apa yang terjadi padamu karena dia sed

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
suthchie #1
Chapter 55: Akhirnya selesai juga...

Wahhh ngak nyangka lho kalo ceritanya bakal publish selama itu...
Bersyukur aku dapat rekomendasi ff ini udah selesai... Bahakan aku cuma butuh waktu beberapa hari buat bacanya...
Soalnya aku tuh tipe orang yang ngak berhenti untuk penasaran sama cerita kalo belum selesai...
Pokoknya terima kasih banyak buat temenku yang udah merekomendasikan ff ini...

Secara keseluruhan aku suka cara menyampaikan ceritanya, ngak terburu buru tapi juga ngak ngebosenin...
Apalagi cast nya si jongin...

Pokoknya terimakasih buat authornya
yang udah bikin cerita yang hebat
suthchie #2
Chapter 54: Akhirnya balikan juga...
Jongin orang baik. Hana sangat beruntung memilikinya
suthchie #3
Chapter 53: Kuanggap itu sebagai tanda balikan...
Semoga
suthchie #4
Chapter 52: Cobaan hana terlalu berat...
suthchie #5
Chapter 51: Semoga ibu hana benar2 menjadi baik
suthchie #6
Chapter 49: Minjee trtaplah berada di sisi hana...
suthchie #7
Chapter 50: Untunglah hana punya sahabat baik seperti minjee...
suthchie #8
Chapter 48: Kenapa kau mengambil keputusan iyu hana...
Aku yakin, jongin sangat hancur...
suthchie #9
Chapter 47: Yang aku kawatirkan akhirnya trrjadi...
Pasti daehyun memberi tau hal buruk pada jongin
suthchie #10
Chapter 46: Itu hal baik hana... Semoga