Chapter 48

Never Let Me Go [Indonesian]
Please Subscribe to read the full chapter

Aku tinggal di kafe selama beberapa menit lebih setelah Jongin pergi. Terutama karena aku tak bisa benar-benar bergerak. Butuh waktu beberapa detik sebelum menyadari kalau si pelayan sedang berbicara padaku. Ia menanyaiku apakah itu salahnya kalau pacarku jadi marah dan keluar dari kafe. Ia terlihat sangat khawatir yang sangat berbeda jauh dengan ekspresinya saat membawakan es krim. Kupikir ia masih baru. Ia bertanya apa ia membawakan es krim yang salah. Aku memberitahunya itu bukan salahnya sama sekali. Setelah mengoceh dengan gugup, ia akhirnya percaya apa yang kukatakan dan pergi.

Dan di sanalah aku, duduk sendirian tanpa apapun kecuali es krim yang sekarang mencair dan kebisingan lirih di kafe yang menemaniku. Aku terus menatap es krim ketika mencoba untuk memproses apa yang baru saja terjadi. Kami pernah berargumen sebelumnya tapi yang satu ini benar-benar berbeda. Aku belum pernah melihat Jongin tampak begitu marah dan itu semua karenaku. Otakku terancam seperti akan berputar dalam kekuatan penuh lagi. Aku meletakkan siku di atas meja; aku menekan jari-jariku pada pelipis dan menutup mataku rapat-rapat.

Mengambil napas dengan gemetar, aku bangun dari kursi, menyampirkan ransel ke bahu. Aku disambut angin dingin sore hari saat aku melangkah keluar dari kafe. Aku menarik sweaterku lebih dekat ke tubuh. Setelah beberapa menit, aku pergi ke Spines untuk menjemput Young Soo. Toko buku itu agak ramai. Aku memberi Ha Joon senyum tertahan ketika ia menyapaku. Aku melihat Young Soo di bagian anak-anak, seperti biasa. Aku menunggunya di dekat pintu, membawa tas, sementara ia pergi untuk menggunakan kamar mandi sejenak.

Sementara aku berusaha untuk menghindari pikiranku tentang Jongin, seorang pelanggan membuka pintu toko buku itu menyebabkan angin dingin menyapu ke dalam sehingga rambutku terkibas ke seluruh wajahku. Tanganku mengusap kepalaku, aku ingat memakai beanie hari ini tapi aku tidak memakainya lagi. Aku memeriksa ransel dan kantongku tapi itu tidak ada. Aku mengerang frustrasi ketika menyadari aku pasti melupakannya di kafe. Aku memutuskan untuk kembali saja besok, itu adalah salah satu beanie favoritku.

Setelah beberapa saat, Young Soo kembali dan kami meninggalkan toko setelah itu.

-----------

Jongin mengabaikanku keesokan harinya. Tentu saja, ia akan melakukannya. Ia benar-benar marah padaku. Malam sebelumnya, aku menghabiskan waktu menatap ponsel sebelum tidur. Aku ingin menghubunginya tapi kemudian aku sadar kalau aku tidak benar-benar tahu apa yang akan kukatakan padanya jadi aku hanya membiarkannya.

Tapi aku tak bisa menahannya lagi.

Saat makan siang, aku mencoba menangkap tatapannya tapi ia sengaja menghindariku. Aku mulai berdebat sendiri jika akhirnya harus bercerita tentang ibu dan menjelaskan padanya mengapa aku tidak ingin ia bertemu dengannya. Karena jelas, ia pikir itu tentang hal lainnya dan aku tidak ingin ia berpikir seperti itu karena gadis manapun akan bangga untuk memperkenalkannya pada orang tua mereka.

Tapi bagaimana kalau Jongin tidak akan bisa mengerti? Aku bertanya pada diri sendiri ketika guru sedang sibuk menulis sesuatu di papan tulis. Bagaimana kalau ia berubah pikiran tentangku? Bagaimana kalau ... bagaimana kalau ia mengubah perasaannya terhadapku setelah aku bercerita tentang ibu?

Pertanyaan-pertanyaan ini terus menggangguku di seluruh kelas soreku. Aku menuju ke kelas berikutnya ketika aku melihatnya berdiri di lokernya, meraba-raba sesuatu di dalam. Aku mendorong keraguan lagi di bagian belakang kepala dan bergegas ke arahnya.

Dengan cepat aku mencapainya dan memegang tangannya saat ia hendak menutup loker. Terkejut, Jongin melirik tangannya yang kupegang dan kemudian ia menatapku.

"Maafkan aku." Kataku sungguh-sungguh saat aku mengintip ke matanya. "Aku sangat menyesal tentang semalam. Bisakah kita bicara tentang hal itu?"

Jongin menatapku dan untuk satu saat yang menyedihkan, kupikir ia akan pergi karena aku tidak bisa membaca ekspresinya. Ia menghela napas dan dengan lembut meremas tanganku. Ia membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, tapi kemudian suaranya tenggelam oleh bel yang berdering di sepanjang lorong, tanda untuk memulai kelas berikutnya.

"Bisakah kita bicara nanti? Setelah sekolah?" Ia bertanya ketika bel berhenti.

Aku mengangguk, merasa hanya sedikit lebih lega dari sebelumnya. Jongin, meremas tanganku lagi sebelum melangkahkan kaki dan menuju ke kelas berikutnya.

Setelah periode terakhir, aku membuat perjalanan singkat ke kamar mandi. Sementara aku sedang mencuci tangan di wastafel, aku merasa seseorang mengawasiku dari belakang. Aku berbalik dan melihat Eun Hee berdiri di salah satu bilik, ekspresinya tak terbaca saat ia menatapku. Aku mendesah dan berpaling darinya. Aku sangat tidak mood berurusan dengan dia.

"Hei, Hana. Apa kabar?" Aku mendengar Eun Hee berkata setelah beberapa saat.

Setelah aku mematikan keran, aku menuju ke pintu tapi ia sudah berdiri di sana, memblokir jalan dengan memperlihatkan yang disebut senyum mengejek. Kadang-kadang, aku merasa seperti itulah ia  selalu tersenyum kepada semua orang. Kemudian lagi, ia juga membuatku merasa kalau senyum itu khusus hanya untukku. Aku menatapnya sejenak, aku belum melihatnya lagi untuk waktu yang cukup lama (bukan berarti aku mengeluh). Ia masih menakjubkan dan tampak sempurna. Aku hanya berharap bagian dalam dirinya juga sama.

"Biasa saja." Aku menjawab datar.

"Bagaimana kabarmu dan Jongin?" Tanyanya lagi.

Aku berpaling darinya. Aku berkata "Baik."

"Kudengar kalian jadi kuat—"

"Apa maumu, Eun Hee?" Aku memotongnya ketus, membalas tatapannya. "Aku tahu kau menginginkan sesuatu dariku kalau tidak, kau tidak akan repot-repot bicara padaku."

Eun Hee menatapku sejenak dan mengerutkan bibirnya. "Kau tahu apa yang kuinginkan, Hana." Katanya. Ia menyilangkan tangan di dada dan menatapku dengan tatapan mencelanya. "Dan aku tahu tentang ibumu."

Sensasi dingin menyelimuti pembuluh darahku sekaligus, menjalar ke paha, membuat mereka mati rasa. Aku balas menatap Eun Hee kuharap dengan wajah yang datar. "Kurasa Daehyun yang memberitahumu."

"Kau tahu, aku tak percaya betapa egoisnya dirimu." Eun Hee memakiku. Ia menatapku dan ia memberiku kesan kalau ia sangat ingin menceritakan ini. "Kau tidak peduli dengan ambisi Jongin—"

"Whoa, berhenti di sana!" Aku membentaknya. "Kau tidak tahu apa yang kau bicarakan."

"Aku tidak tahu?" Eun Hee bergema kemudian ia mendengus. Ia melangkah sedikit lebih dekat padaku dan mendesis. "Kau tahu Jongin ingin menjadi seorang artis dan itu memerlukan orang yang memperhatikan ia dan bakatnya. Apa kau sempat berpikir bagaimana orang akan bereaksi kalau mereka tahu bahwa dia terlibat dengan seorang—" ia melarikan matanya dari kepala sampai kaki dengan ekspresi jijik seolah aku barang percobaan yang mengerikan atau semacamnya,"—gadis yang lebih dari hasil rumah tangga yang hancur dan bukan hanya itu, dengan ibu yang mengalami depresi berat yang senang berkeliaran di sekitar kota saat malam hari, mabuk dan pesta setiap malam. Kalau kau belum menyadarinya, itu benar-benar memalukan."

Aku ingin berteriak padanya bahwa aku telah memberitahu diriku sendiri selama lima tahun terakhir, sebaliknya aku menjaga sikapku yang tertahan dan mendelik padanya setajam yang kubisa. "Beberapa orang akan mengerti. Keluarga hancur bukan berita baru lagi—"

Eun Hee memotong kata-kat

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
suthchie #1
Chapter 55: Akhirnya selesai juga...

Wahhh ngak nyangka lho kalo ceritanya bakal publish selama itu...
Bersyukur aku dapat rekomendasi ff ini udah selesai... Bahakan aku cuma butuh waktu beberapa hari buat bacanya...
Soalnya aku tuh tipe orang yang ngak berhenti untuk penasaran sama cerita kalo belum selesai...
Pokoknya terima kasih banyak buat temenku yang udah merekomendasikan ff ini...

Secara keseluruhan aku suka cara menyampaikan ceritanya, ngak terburu buru tapi juga ngak ngebosenin...
Apalagi cast nya si jongin...

Pokoknya terimakasih buat authornya
yang udah bikin cerita yang hebat
suthchie #2
Chapter 54: Akhirnya balikan juga...
Jongin orang baik. Hana sangat beruntung memilikinya
suthchie #3
Chapter 53: Kuanggap itu sebagai tanda balikan...
Semoga
suthchie #4
Chapter 52: Cobaan hana terlalu berat...
suthchie #5
Chapter 51: Semoga ibu hana benar2 menjadi baik
suthchie #6
Chapter 49: Minjee trtaplah berada di sisi hana...
suthchie #7
Chapter 50: Untunglah hana punya sahabat baik seperti minjee...
suthchie #8
Chapter 48: Kenapa kau mengambil keputusan iyu hana...
Aku yakin, jongin sangat hancur...
suthchie #9
Chapter 47: Yang aku kawatirkan akhirnya trrjadi...
Pasti daehyun memberi tau hal buruk pada jongin
suthchie #10
Chapter 46: Itu hal baik hana... Semoga