Chapter 39
Never Let Me Go [Indonesian]Jongin dan aku akhirnya mencapai atap hotel yang terbuka. Aku harus menahan diri untuk tidak menganga sementara kami melangkah ke dalam acara—itu benar-benar membuatku menahan napas. Lampu-lampu kecil tergantung di kabel yang hampir tak terlihat di bagian atas dan meja-meja yang telah tersebar di sekitarnya. Ada beberapa lentera kertas berdiri di lantai ubin. Butuh beberapa saat bagiku untuk menyadari sebenarnya ada kolam renang di tengah-tengahnya. Sebuah lantai kaca atau semacamnya ditempatkan di atas kolam renang, dan itu disediakan sebagai lantai dansa untuk para tamu. Itu tampak begitu indah dengan cahaya yang bersinar di bawahnya.
Aku menyerahkan tas tanganku kepada portir yang berdiri di samping pintu dan kemudian Jongin memberiku minum saat aku melihat ke sekeliling lagi. Para tamu sibuk mengobrol dengan satu sama lain, seluruh tempat bergema dengan tawa dan obrolan. Semua tamu tampak elegan dan sopan dan aku merasa sangat beruntung karena aku mendengarkan Jin Hee untuk mengenakan gaun ini. Aku menarik napas dalam-dalam dan samar-samar mencengkeram tangan Jongin, ia berbalik dan tersenyum lembut padaku.
Berbicara tentang Jin Hee, kami bertemu dengannya setelah beberapa saat. Ia tampak menakjubkan dengan gaunnya dan ia bersama seorang pria, yang jelas-jelas menyukainya, tapi Jin Hee mengatakan mereka hanya berteman. Ketika kami melihat sekeliling untuk menemukan orang tua Jongin, ia mengatakan padaku bahwa kami harus tetap bersama-sama sampai orang tuanya merasa cukup untuk melihatnya dan kemudian kami berdua menyelinap keluar. Kedengarannya seperti rencana yang baik jadi aku mengangguk setuju.
Kami akhirnya melihat orang tuanya dan berjalan ke arah mereka. Mrs. Kim tampak begitu indah dan lembut—ia mengenakan gaun malam hitam panjang, rambutnya di tata dengan model France twist. Mr. Kim, di sisi lain, sama tampannya seperti Jongin. Ia tampak tajam dan menawan dengan tuksedonya. Mereka berdua tersenyum padaku segera setelah mereka melihatku dan Jongin menuju tempat mereka. Mr. dan Mrs. Kim mengungkapkan betapa senangnya mereka bertemu denganku lagi dan aku membalas mereka dengan rasa hormat.
"Biar kutebak, kau pacar Jongin?" Seorang wanita yang beberapa saat lalu bicara dengan orang tua Jongin berkata. Ia menatapku sambil tersenyum.
"Ya, dia cantik, bukan?" Kata Mrs. Kim, tersenyum sambil melirik padaku. Aku benar-benar tidak tahu harus berkata apa jadi aku hanya memberinya senyum canggung.
"Oh, kurasa anakku akan patah hati jika ia mengetahuinya." Kata wanita itu lagi, tertawa. "Dia selalu menyukai anakmu."
Jongin bergeser di kakinya dengan canggung dan melirik sepatunya. Aku meremas tangannya dengan nyaman.
"Hana cukup istimewa." kata Mrs. Kim sambil melirikku dengan senyuman. "Jongin sudah menghadiri acara ini sejak dia berumur 13 tahun. Sudah saatnya ia membawa teman kencan."
"Ibu, beri dia waktu." Jongin berkata, mengendurkan bahunya dan membuat orangtuanya tertawa dalam proses.
Aku bergerak sedikit di belakang Jongin untuk menyembunyikan pipiku yang terbakar. Kedua orang tuanya memberiku senyum ramah dan mengatakan padaku untuk merasa nyaman yang akan banyak membantu karena aku sudah merasa sedikit terpengaruh oleh kehadiran mereka yang telah datang. Dan hanya ketika Jongin dan aku sedang menuju ke meja prasmanan untuk mendapatkan sesuatu untuk dimakan, Mrs. Kim memanggilnya untuk bertemu dengan beberapa mitra bisnis mereka. Jongin menatapku ragu-ragu dan aku tahu ia tidak ingin pergi dan meninggalkanku sendirian.
"Pergilah." Kataku setelah meremas tangannya yang lain dan menganggukkan kepalaku semangat padanya. "Aku tidak apa-apa. Aku akan tinggal di mana kau bisa melihatku."
Jongin berpikir sejenak dan sebelum kami berpisah, ia berlama-lama menatapku.
Aku pergi ke meja minuman dan menahan diri dengan minum sirup, berharap itu tidak bercampur. Aku melihat sekeliling, ada tamu di bawah umur juga jadi kupikir, karena acara ini diselenggarakan oleh orang dewasa, mereka akan lebih berhati-hati dengan minuman dan makanan yang disajikan. Aku minum seteguk dan merasa lega ketika sirup itu terasa seperti seharusnya. Aku tidak bisa menahan senyum, ketika tiba-tiba teringat kejadian sirup saat itu antara Jongin dan aku di rumah Yixing beberapa bulan yang lalu. Aku begitu bodoh saat itu. Aku juga pergi ke meja prasmanan dan mengambil sepotong cupcake tapi itu tampak berharga, itu sangat memalukan karena mereka harus dimakan. Aku meletakkannya dan memilih brownies sebagai gantinya.
Mataku menangkap gadis-gadis ini, kemungkinan besar seusiaku, menatapku dengan hidung mereka terangkat melalui seberang ruangan. Aku pura-pura tidak melihat mereka, aku sangat tahu untuk apa tatapan itu.
Seperti yang kujanjikan pada Jongin menit sebelum meninggalkannya beberapa waktu lalu, aku tinggal di dekat tempat ia berbicara dengan beberapa tamu sehingga aku bisa melihatnya. Tidak heran mengapa gadis-gadis itu tidak bisa menahan untuk memberiku tatapan tajam, Jongin tampak sangat menarik. Ia tampak seperti model yang datang langsung dari majalah. Tapi sejenak, ia tampak seperti anak kecil saat ia berbicara kepada para tamu, jauh dari seriangaian andalannya dan imej semacam aku-akan-menari-sampai -jantungmu-melompat-dari-dalam-dada ketika ia sedang tampil. Aku mulai bertanya-tanya bisa-bisanya aku punya pacar seperti Jongin. Ini 100 hari jadi kami dan aku masih tidak bisa membayangkan bagaimana orang sepertinya akan tertarik padaku. Aku ingat aku begitu terkejut ketika ia menembakku. Canggung. Bukan karena aku mencela diri sendiri atau apa, aku hanya berpikir logis. Aku agak unik dan yeah, mari kita hadapi, aku tidak banyak memiliki sesuatu untuk di tawarkan ketika ia datang untuk mencari. Tapi ia masih menyukaiku. Seolah-olah ia menyadari, Jongin menoleh kearahku. Ia memberiku senyum dan aku tersenyum ke arahnya dan juga melambaikan tangan. Lalu, ibunya mulai memperkenalkannya lagi kepada tamu baru.
Sudah beberapa menit dan kakiku mulai merasa sakit. Aku suka memakai sepatu hak tinggi tapi aku benci bagaimana itu menjadi menjengkelkan ketika kau memakainya untuk waktu yang cukup lama. Kemudian, beberapa tamu mulai berbicara padaku, sebagian besar dari mereka adalah mahasiswa. Mereka tampak baik jadi kupikir memiliki percakapan dengan mereka tidak akan buruk. Aku agak takut-takut pada awalnya, tapi aku bisa mengalir seiring berjalannya waktu. Aku benar-benar menemukan diriku menikmati pembicaraan dengan mereka terutama ketika aku menemukan seorang gadis yang berbicara padaku adalah seorang mahasiswa di Han Bi College. Aku juga cukup terserap dengan percakapan kami, terutama ketika ia mulai mengatakan bahwa ia bisa membantuku untuk mendaftar ke Han Bi. Setelah kami berbicara, aku melirik ke tempat Jongin berdiri dan berbicara dengan seseorang beberapa waktu lalu tapi ia sudah pergi. Aku memandang ke sekeliling dan tidak menemukannya di manapun. Aku menangkap tatapan seram dari para gadis di seberang ruangan dan tiba-tiba aku merasa sedikit sadar diri. Aku berjalan ke sekitar, mencari Jongin ketika seorang lelaki tiba-tiba mendatangiku.
"Hai," katanya, dengan senyum di wajahnya. "Aku melihat kau seorang diri."
Comments