Chapter 31

Never Let Me Go [Indonesian]
Please Subscribe to read the full chapter

Sebanyak apapun aku tidak ingin mengakuinya, aku yakin ibu sedang bersama ayah.

Young Soo menerangkan tentang orang itu sejelas seperti apa rupa ayah. Ia mengatakan mereka telah bertemu ayah selama beberapa minggu ini, kadang-kadang setelah ibu menjemputnya di Spines. Aku mulai merasa diriku marah sehingga aku mengatakan padanya kami harus makan malam. Ibu tiba beberapa menit kemudian, tampak ceria dan bersinar seperti beberapa minggu terakhir.

Tentu saja, aku ingin melihat ibu bahagia—aku peduli padanya. Tapi ini ... hal yang bersangkutan dengan ayah. Ini salah. Salah saja. Aku begitu marah padanya sampai-sampai aku tidak bisa melihat matanya ketika ia bergabung denganku dan Young Soo saat makan malam.

"Apa ada sesuatu yang mengganggumu, Sayang?" Ibu menanyaiku ketika kami berdua membersihkan ruang makan. Young Soo sudah naik ke kamar tidurnya.

Aku hampir senang ia melihatku mengangkat bahu dingin.

"Apa yang terjadi, Sayang?" Desaknya. "Bicaralah padaku."

"Apa ibu menemui ayah?" Desisku padanya, mencengkeram piring di tanganku.

Rahang ibu hampir jatuh karena pertanyaanku. Aku sudah mendapat jawabannya ketika ia mengalihkan tatapannya dariku.

"Ya Tuhan!" Aku berseru frustrasi. Aku tahu aku tidak seharusnya melakukan itu karena Young Soo ada dilantai atas tapi aku sudah tidak bisa menahan diri sejak Young Soo menceritakan semuanya padaku. Aku membalikkan tubuhku padanya dan berjalan menuju wastafel dapur.

"Hana, tolong—"

"Sudah berapa lama—" Aku menghentikan diriku sendiri karena suaraku mulai meninggi. Aku menghela napas dan melanjutkan. "Berapa lama ibu telah bertemu dengannya?" Aku bertanya pelan namun tegas.

"Selama beberapa minggu ini." Kata ibu, hampir ragu-ragu.

"Dan ibu tidak berencana untuk memberitahuku?" Aku bertanya dengan marah. Aku mengalihkan tatapanku darinya karena aku tidak tahan melihatnya saat ini. Aku meletakkan piring di wastafel dan menggeleng tak percaya. Ini tidak terjadi, pikirku marah.

"Ibu bisa menjelaskannya, Hana." Ia berpendapat. "Tolong, dengarkan ibu."

"Baik!" Kataku, melihatnya kembali dan mengabaikan tanganku yang gemetar karena amarah. "Berikan alasan terbaik ibu."

Ibu menghela napas berat. "Ibu bertemu dengan ayah karena ternyata bos ibu saat ini entah bagaimana mengenalnya dan ibu bersumpah demi Tuhan ibu tidak tahu tentang hal itu bahkan sebelum ibu melamar kerja disana." Tambahnya ketika aku menatapnya. "Kemudian kami mulai mengobrol, seperti… mengobrol tentangmu. Dia mulai menanyaiku tentangmu, bagaimana kabarmu—"

"Mengapa aku sulit mempercayainya?" Kataku getir.

"Dia benar-benar ingin tahu bagaimana kabarmu." Kata ibu tabah padaku. "Dia tahu kau gadis yang cerdas itu sebabnya dia sudah berniat mempertahankan biaya pendidikanmu."

Aku tidak peduli dengan uangnya, aku ingin berteriak, tapi sebaliknya, aku mencengkeram sisi wastafel.

"Apakah ibu berkencan dengannya?" Aku bertanya, memandang lurus ke matanya. "Ibu? Apa betul?"

Ibu menjilat bibirnya, matanya tertuju padaku, berpikir. "Ayahmu dan tunangannya telah ... mereka sedang mengalami masalah ..."

Aku memejamkan mata, berpaling darinya lagi dan tidak mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Ayahmu membutuhkan seseorang dan ibu berada di sana untuknya." Kata ibu lirih seolah-olah ia sedang berbicara dengan dirinya sendiri. Suaranya terdengar jelas juga dan aku tahu ia hampir mengeluarkan air mata. "Dan aku ibumu, Hana. Kau putriku satu-satunya jadi kau tak boleh mengatakannya!" Tambahnya sengit.

Aku kembali menatapnya tak percaya. "Aku tidak mengatakan semua ini?" Aku mengulangi dengan marah dan suaraku meninggi. "Apa ibu—"

"Tidak, tidak, tidak! Berhenti bicara!" Ibu memotong. "Dan kau tidak pernah menaikkan suaramu padaku, wanita muda!" Dia menatapku liar, air mata mengalir di pipinya. "Ibu akan menemui ayahmu semau ibu dan kau tidak perlu mengatakan itu!" Dengan itu ia berjalan keluar dari dapur dan aku mendengar pintu kamarnya dibanting menutup dengan bunyi keras.

Keesokan paginya, ibu dan aku tidak berbicara sama sekali. Untungnya, Young Soo tidak mengetahui apapun. Sementara ibu sedang menyiapkan sarapan, aku pergi dan memandikan Young Soo di kamar mandi.

"Youngie, bisa aku menanyakan sesuatu?" Kataku, saat aku mengeringkan rambutnya kembali di kamar. Adikku mengangkat alisnya. "Tadi malam, apa kau sungguhan ketika kau bilang kau tidak suka Jongin bersamaku?"

Young Soo cemberut untuk sesaat, seolah-olah berpikir. "Aku tidak suka siapa pun bersamamu." Katanya.

"Kenapa tidak?"

"Karena ... aku tidak ingin melihatmu menangis lagi." Ujarnya muram dan aku mengangkat alisku terkejut. "Aku telah m

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
suthchie #1
Chapter 55: Akhirnya selesai juga...

Wahhh ngak nyangka lho kalo ceritanya bakal publish selama itu...
Bersyukur aku dapat rekomendasi ff ini udah selesai... Bahakan aku cuma butuh waktu beberapa hari buat bacanya...
Soalnya aku tuh tipe orang yang ngak berhenti untuk penasaran sama cerita kalo belum selesai...
Pokoknya terima kasih banyak buat temenku yang udah merekomendasikan ff ini...

Secara keseluruhan aku suka cara menyampaikan ceritanya, ngak terburu buru tapi juga ngak ngebosenin...
Apalagi cast nya si jongin...

Pokoknya terimakasih buat authornya
yang udah bikin cerita yang hebat
suthchie #2
Chapter 54: Akhirnya balikan juga...
Jongin orang baik. Hana sangat beruntung memilikinya
suthchie #3
Chapter 53: Kuanggap itu sebagai tanda balikan...
Semoga
suthchie #4
Chapter 52: Cobaan hana terlalu berat...
suthchie #5
Chapter 51: Semoga ibu hana benar2 menjadi baik
suthchie #6
Chapter 49: Minjee trtaplah berada di sisi hana...
suthchie #7
Chapter 50: Untunglah hana punya sahabat baik seperti minjee...
suthchie #8
Chapter 48: Kenapa kau mengambil keputusan iyu hana...
Aku yakin, jongin sangat hancur...
suthchie #9
Chapter 47: Yang aku kawatirkan akhirnya trrjadi...
Pasti daehyun memberi tau hal buruk pada jongin
suthchie #10
Chapter 46: Itu hal baik hana... Semoga