DANCING IN THE RAIN

Description

Aku melihat pelangi. Disini, dihadapanku. Sedang menari mengikuti irama musik pengamen jalanan.

 

Simple Story - BTS MEMBER ONESHOT STORY
©itsmearmy94

Foreword

 

"Jiminie.. lihat apa yang kubawa!"

Suara musik membuatnya berteriak agar di dengar. Tapi aku mengabaikannya dan melanjutkan latihanku.

"Jiminie.. istirahatlah sebentar. Aku bawa camilan."

Masih kuabaikan dan melihatnya duduk di sofa lalu menyimpan barang-barangnya di atas meja dari bayangan cermin di depanku.

"Yah! Jimini-ah!" teriaknya lebih keras.

Akhirnya aku menyudahi latihanku. Aku bisa melihat raut wajahnya yang kesal dari cermin karena tidak diperhatikan.

"Arasseo, arasseo. Lihat siapa yang datang?" Aku berjalan menghampiri sambil merentangkan kedua tanganku berniat untuk memeluknya.

Tapi Saera tiba-tiba mengacungkan satu tangannya kedepan, menahanku agar tidak mendekat.

"Wae?" tanyaku. Ia melihatku dari kepala hingga kaki.

"Kau basah."

"Ini hanya keringat!"

"Apa kau mandi pagi ini?"

"Jadi apa yang kau bawa?" kataku mengalihkan pembicaraan.

"Ck, tidak menjawab."

"Yah! Bukan berarti aku tidak mandi karena tidak menjawab, aku hanya.. penasaran dengan apa yang kau bawa."

"Nae.., nae.." katanya menyerah, membuatku tersenyum. Aku menang.

Ia menggeser posisinya bermaksud memberikanku tempat duduk. Kemudian membukakan kotak makan berisi buah-buahan potong.

"Kau tahu jelas aku tidak suka mangga."

"Sisihkan saja, nanti akan kumakan. Kau pikir aku membawakannya untuk kau makan sendiri?" jawabnya sambil mencari sesuati dari dalam tasnya.

"Mungkin."

Aku mengambil satu potongan buah dan memakannya.

"Lihat kemari."

Ia lalu menyeka keringat di wajah dan leherku dengan tisu saat aku menoleh padanya. Aku tersenyum dengan mulut mengunyah.

"Wae?"

"Ani," kataku menggeleng.

"Sebagai gantinya kau harus suapi aku."

Aku hanya mengangguk-angguk.

"Nah, sudah."

Ia lalu pergi membuang bekas tisu ke tempat sampah di pojok ruangan dan berjalan untuk duduk kembali.

"Angkat tanganmu," pintanya sebelum duduk.

"Wae?" tanyaku heran. Tapi kemudian aku mengangkat tanganku.

Saera lalu duduk dan menyimpan kepalanya di pangkuanku. Setengah kakinya menggantung dipinggir sofa karena tidak cukup. Aku menunduk menatapnya.

"Hehehe," ia menyeringai. Membuatku tergelak melihat tingkahnya.    

    

 

"Kau ini. Buka mulutmu!" kataku menyuapinya sepotongan buah.

"Hm, gomawo.."

Kemudian sunyi sejenak. Hanya terdengar suara rintik hujan yang mulai deras dari luar sana.

Aku masih memakan buah yang Saera bawakan sambil sesekali menyuapinya, dan ia sibuk memainkan ponsel sambil tidur di pangkuanku.

Aku memperhatikannya. Kurapikan poni rambutnya dengan jari-jariku.

"Jadi, bagaimana dengan latihanmu? Ada kemajuan?" tanyanya memecah hening. Ia menyingkirkan ponsel dari depan wajahnya dan menatapku.

"Hm, lumayan," kataku mengalihkan pandangan.

"Hei, ada apa dengan wajahmu itu?"

"Aku hanya tidak yakin. Aku takut membuat mereka kecewa. Aaa..." Aku memintanya membuka mulut untuk kusuapi.

"Pihak agensimu pasti tau kau sudah melakukan yang terbaik. Kau hanya harus berusaha lebih keras lagi," katanya sebelum memakan potongan mangga yang aku acungkan.

"Hmm."

Saera lalu bangkit. Ia duduk dan menghadap kearahku.

"Apa kau punya payung?"

"Ada. Kau mau keluar?"

"Ayo kita keluar!"

"Kita? Diluar masih hujan."

"Ck, itulah alasan kenapa aku bertanya," sambil memutar bola matanya.

"Ayolah.." rengeknya.

"Kau mau kemana? Lagi pula aku hanya punya satu payung."

"Tidak apa. Ayo kita beli kopi. Sepertinya enak."

"Kita bisa membuatnya sendiri. Persediaan kopi di dapur masih banyak. Mau kubuatkan?"

Bibirnya merengut lagi. Terlihat imut, membuatku akhirnya tertawa.

"Hahaha, wae ire? Kenapa tiba-tiba kau ingin keluar?"

"Ada cafe baru di dekat sini, dan kabarnya kopi buatannya enak sekali. Dan juga ini."

Saera mengacungkan layar ponselnya padaku. Memperlihatkan foto dua orang yang sedang tersenyum sambil minum kopi.

"Aku belum bertemu dengan Hyejin sejak ia pulang liburan dari Dubai kemarin. Ayolah.. lagi pula disana ada Taehyung."

"Hah, baiklah, mau bagaimana lagi," kataku menyerah.

"Gomawo!!!" teriak Saera, tiba-tiba memelukku.

"Aku tidak bau?" tanyaku meledek.

"Tidak. Hahaha. Ayo! Dimana payungnya?"

"Aish.. jjinja."

 

 

Kami berjalan bersebelahan menuju cafe yang Saera maksud. Ternyata tidak seperti yang aku kira, hujannya tidak terlalu deras.

Payung ini terlalu kecil untuk dua orang di bawahnya. Jadi aku merelakan sebelah pundakku basah agar tubuh Saera tetap terlindung dari hujan.

Kugenggam sebelah tangannya,aku tahu ia kedinginan. Saera hanya memandangku sambil tersenyum.

Saera hanya memandangku sambil tersenyum

 

"Jimin-ah."

"Hm?"

Aku menatapnya dan ia tersenyum. Kemudian ia mengarahkan lagi pandangannya kedepan.

"Kau tahu, kau tidak perlu menjadi hebat untuk memulai sesuatu. Lakukanlah apa yang ingin kau lakukan, jangan kau tunda. Karena mungkin kesempatan tidak akan datang dua kali. Jangan pedulikan apa hasilnya nanti. Dan seperti yang kubilang tadi, kau hanya harus berlatih lebih keras dan melakukan yang terbaik di setiap kesempatan yang kau punya."

Saera melirikku sambil tersenyum lagi, lalu melihat kesekeliling dan pandangannya berhenti.

"Em.. misalnya payung ini." Ia menunjuk payung yang sedang kupegang dengan sebelah tangannya.

"Anggap saja payung ini sebagai rasa percaya dirimu atau kekuatanmu, dan hujan adalah masalah yang bisa datang kapan saja. Saat hujan, payungmu tidak dapat menghentikannya, tapi ia dapat melindungimu dari hujan. Walaupun kekuatanmu tidak memberimu keberhasilan, tapi ia memberimu keberanian untuk menghadapi masalah yang datang."

"Dan saat tidak ada awan di langit dan hanya ada matahari yang cerah, ingatlah hujan, karena itu adalah waktu yang tepat untuk memperbaiki payungmu."

"Proses tidak akan mengkhianati hasil. Kau bahkan dapat melihat pelangi nantinya. Dan juga kau pasti tidak akan kecewa nantinya karena sudah melakukan yang terbaik yang kau bisa. Bagaimana pun hasilnya, pasti banyak pelajaran dibalik itu."

Ia melihat padaku lagi, tapi kali ini ia menyeringai.

"Wah.. siapa ini? Aku tidak ingat punya pacar sepintar ini. Darimana kau bisa bicara seperti itu? Bahkan aku tidak pernah melihatmu memegang buku."

"Ishhh.. kau meledekku?"

"Hahaha, aku hanya bercanda," kataku melepas genggamanku, lalu kurangkul Saera dan mengelus rambunya pelan.

"Gomawo, kau menyadarkanku banyak hal."

"Aku tidak perlu menyentuh buku karena aku punya kamus berjalanku sendiri," katanya tiba-tiba.

Aku yang mendengarnya hanya mengangkat alis karena bingung. Tapi Saera tidak langsung menjawab. Pandangannya larut pada sekumpulan pengamen jalanan yang sedang memainkan alat musiknya di trotoar seberang.

"Namjoon oppa?"

Dan aku tergelak saat ia mengatakannya.

"Hahaha, kau bisa dimarahi kalau ia tahu."

"Ah, satu lagi!"

"Mwo?"

"Kita tidak dapat menghindari hujan, tapi kita bisa menari, melalui genangan-genangan airnya, memutar-mutar satu-satunya payung yang kita butuhkan. Atau kalau kau benar-benar ingin merasakan hidup, tutup payungmu, dan sentuhlah secara langsung!"

Saera melepaskan rangkulanku dan berjalan menjauh, mendekati sekumpulan pengamen jalanan yang baru saja kami lewati. Membuat dirinya basah dengan air hujan. Ia mencoba menyentuh hidupnya secara langsung.

Ia memutar-mutar tubuhnya sambil melompat-lompat, menari mengikuti irama musik yang didengarnya.

"Yah! Kemarilah! Kau bisa terkena flu nanti!" panggilku.

Tapi tidak didengarnya. Ia terus saja menari dibawah hujan. Membuatnya tampak lebih cantik. Dan membuat jantungku berdetak lebih cepat.

Aku melihat pelangi. Disini, dihadapanku.

Aku bahkan tidak perlu menunggu hujan berhenti untuk melihatnya.

"Jimin-ah, kemari!" ajaknya melambai-lambaikan tangan.

Kututup payung yang sedang kupakai. Beberapa pejalan kaki mulai berhenti karena melihatnya menari ditengah hujan.

Saera merentangkan sebelah tangannya, mengajakku ikut menari, dan aku pun begitu. Lalu ia menggapai sebelah tanganku. Diangkatnya lenganku, kemudian ia berputar beberapa kali dibawahnya. Tapi dengan cepat kutarik dirinya hingga tubuh kami bertubrukan.

Ia menatapku, wajahnya tampak bingung dan terkejut saat kusentuh bibirnya dengan milikku.

Lembut. Kurasakan darah mengalir cepat di dalam tubuhku hingga aku dapat mendengar detak jantungku sendiri, ditengah suara orang-orang yang berseru di sekeliling kami, ditengah suara hujan, dan musik yang masih mengalun. Tapi aku tidak peduli.

Tapi aku tidak peduli

 

 

 

You always try to be a rainbow in someone's cloud.

You know, sometimes rainbows appear before the rain stops.

And you've been a rainbow for my cloud.

Yea, you're my rainbow.    

    

 

 

EPILOG

 

Tok, tok.

Langsung kubuka pintu kamar Saera tanpa menunggu jawabannya.

Saera masih terbaring di atas ranjang. Tidak bertenaga, wajahnya pucat, matanya lesu dan hidungnya merah.

Aku berjalan menghampirinya sambil membawa nampan berisi segelas air bening, semangkuk bubur dan juga obat. Suhu tubuhnya belum juga turun saat aku menyentuh keningnya dan memeriksa termometer.

Suhu tubuhnya belum juga turun saat aku menyentuh keningnya dan memeriksa termometer

"Cepat makan buburnya, setelah itu kau bisa minum obatmu," kataku. Kemudian aku duduk dipinggir ranjangnya.

"Hatchooo!!"

"Sudah kuperingatkan tapi kau tidak mau dengar."

"Kupikir tidak akan separah ini." Suaranya terdengar lucu karena flu.

"Tenggorokanku sakit..." keluhnya.

"Mau kusuapi?" Dan Saera mengangguk dengan senyum lebar.

"Ck, kau ini."

Kuambil mangkuk berisi bubur itu dan mulai menyuapinya.

"Enak?"

"Aku tidak bisa merasakan apapun. Lidahku pahit."

Tapi nyatanya, ia makan cukup lahap.

"Yah!" serunya setelah hening beberapa saat.

"Wae?" jawabku sambil terus menyuapinya.

"Jangan kau lakukan lagi."

"Mwo?"

"Jangan kau lakukan lagi seperti kemarin! Di depan umum? Ish... jjinja."

"Aku bermaksud melindungimu," kataku tidak dapat menahan senyum.

"Aku tidak mengerti."

"Jangan salahkan aku. Lagi pula kau yang menggodaku."

"Menggoda? Apa maksudmu?!"

Aku mengacungkan empat jari tangan kananku. Lalu kulipat satu per satu.

"Kemeja putih. Hujan. Transparan. Dan biru tua."

.     .     .

"MWO?! Byuntae!!"

 

***

itsmearmy94
Terima kasih banyak sudah baca ceritaku. Akan jauh lebih senang jika kalian bisa memberi tanggapan dan saran tentang cerita ini.
Sekali lagi terima kasih ^^

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet