BIRTHDAY

Description

Mata terpejam, rambut yang diikat asal, juga aroma vanila.
Ia sedang berendam di bathtub kamar mandiku.

 

 

Simple Story - BTS MEMBER ONESHOT STORY
©itsmearmy94

Foreword

Nit, nit. Jeglek.

Pintu terbuka. Dan yang pertama kali kulihat adalah sepasang sepatu, tidak, highheels hitam dengan sebelah pasangnya terjatuh tergeletak di lantai, membuat kedua sudut bibirku terangkat. Rasa lelah setelah bekerja seharian ini tiba-tiba berkurang.

Aku meninggalkannya, sengaja tidak kurapikan.

Kulihat setiap sudut ruangan apartemenku terlihat rapi dari biasanya saat aku selesai menggantungkan taxedoku.

Pandanganku kemudian berhenti di meja makan. Aku berjalan menghampiri sambil meregangkan dasi juga membuka dua kancing atas dari kemeja yang kupakai. Sangat menyesakkan.

Ada satu botol wine tahun 1989 lengkap dengan ember wine dan potongan tube ice di dalamnya, menjaga wine agar tetap dingin. Tidak lupa dua buah gelas wine, dan satu lagi, kue redvelvet dengan bertuliskan "Happy Birthday Jungkook" dengan tiga lilin di atasnya memenuhi meja makanku.

Kuarahkan sekali lagi pandanganku ke sekeliling. Kulihat tas wanita, merk Guess, ada diatas sofaku. Aku tahu jelas karena aku yang membelinya tahun lalu sebagai hadiah ulang tahun. Juga ada sebuah koper dan paperbag disebelah sofa.

Apartemen ini terlalu sepi untuk dua orang yang ada di dalamnya. Jadi aku mulai mencari.

"Hall.." panggilku pelan.

Hanya ada aku dan Halla disini. Aku yakin suaraku terdengar keseluruh ruangan. Tapi tidak ada jawaban.

"Lee Halla?" Kubuka pintu kamarku.

Aku melangkah kedalam mencarinya. Kamarku begitu rapi, membuatku lagi-lagi tersenyum. Tapi Halla tidak ada. Jadi aku berjalan keluar kamar.

Kemudian mataku tertuju pada pintu kamar mandi yang sedikit terbuka. Seumur hidupku, aku tidak pernah meninggalkan pintu kamar mandi terbuka, jadi aku masuk untuk memastikannya.

Dan benar saja, matanya terpejam, wajahnya yang teduh dan damai telihat kabur karena uap. Rambutnya digulung tinggi dan berantakan, juga aroma vanila yang langsung menyeruak saat kubuka pintu. Tubuhnya tertutup air berwarna putih keruh.

Ia sedang berendam di bathtub kamar mandiku.

"Tidak dikunci?" aku berjalan pelan menghampiri.

"Untuk apa?" jawabnya santai, masih dengan mata terpejam.

"Bagaimana kalau bukan aku?"

"Bahkan orang tuamu tidak tahu password apartemenmu."

"Kenapa tidak menjawab?"

"Ah, kau memanggilku? Aku kira halusinasiku. Mian."

"Like always." Halla hanya tersenyum.

Aku terduduk di lantai, di sebelah bathtub yang hanya setinggi pundakku dan membuat kepalaku dapat bersandar nyaman di bibirnya, menghadap lurus pintu kamar mandi, membelakangi Halla yang sedang berendam.

"Tidak berubah. Kau, terlalu dingin," kataku bersandar pada bathtub dan memejamkan mata.

"Lalu kau?"

Aku tersenyum tipis. Menikmati aroma vanila yang memenuhi ruangan.

"Kau tidak tahu betapa rindunya aku selama empat tahun ini?"

"Apa video call yang kulakukan seminggu sekali tidak cukup mengobati rasa rindumu itu?"

"Rasanya berbeda dibanding kau ada di sini, di sebelahku. Apalagi dengan perbedaan waktu membuatku jengkel."

"Itu sudah pasti. Aku juga tahu. Pabo." Suaranya mengecil dibagian akhir kalimatnya.

"Aku mendengarnya."

"Hehehe."

Kurasakan tangannya mengelus pelan kepalaku. Ia memainkan rambutku. Membuatku merasa nyaman sampai mengantuk. Kemudian berhenti. Halla lalu mengecup keningku.

"I miss you more," bisiknya ditelingaku. Kemudian ia memainkan rambutku lagi.

Kubalikan tubuhku agar menghadap padanya. Kusimpan kedua lenganku di bibir bathtub untuk menopang dagu. Halla menatapku sambil membetulkan posisinya.

"Wajah inikah yang kurindukan?"

"Ck," Halla memutar bola matanya sambil tersenyum tipis.

"Kapan kau datang?"

"Sore tadi. Ehm.. sekitar pukul lima?"

"Bagaimana London?"

"Daebak! Disana ramai, tapi juga sunyi."

"Bagaimana kabarmu?"

"Aku lelah." Ia menyandarkan lehernya lagi pada bathtub dengan raut muka lelah yang dibuat-buat.

"Kau tidak pulang ke rumah orang tuamu dulu?"

"Tidak. Aku sibuk."

"Ah, benar. Sepertinya rencana kejutanmu gagal."

"Aku tahu."

Kedua alisku terangkat mendengar jawaban singkat darinya.

Itu saja? Tidak ada alasan?

Tapi kemudian Halla mulai menjelaskan.

"Kau tahu? Saat sampai bandara aku harus menyeret-nyeret koperku untuk membeli kue dan wine yang kau suka, sangat merepotkan. Lalu aku juga harus membeli bahan-bahan untuk membuat sup rumput laut-"

"Kau membuatkanku sup rumput laut?" tanyaku menyela.

"Tentu saja, nanti akan kuhangatkan" jawabnya cepat sambil mengagguk yakin.

"Lalu saat aku sampai di apartemenmu, astaga, aku penasaran apa telah terjadi perang sebelumnya disini? Berantakan sekali! Jadi aku membersihkannya. Dan aku tidak mungkin bertemu denganmu setelah sekian lama dengan keringatku yang bercucuran, bukan? Jadi aku membersihkan diri. Dan ternyata tempat ini terlalu nyaman. Membuatku sulit beranjak."

Aku mengangguk-angguk sambil menatapnya. Senyumku tidak lepas saat Halla menjelaskan panjang lebar alasannya. Ribut sekali, tapi juga lucu.

"Jadi, mau sampai kapan kau disini?"

"Ten minute, please. Tunggu aku diluar sepuluh menit lagi, oke?" Halla menyeringai.

Aku berdiri dan hanya diam menatapnya.

"Yah! Bisakah kau biarkan aku menikmati city view dibawah sana sebentar saja? Aku bahkan baru berendam selama lima belas menit sebelum kau datang," protes Halla padaku.

"Yah?" keningku mengerut.

"Ahaha, mian. Geurae, oppa. Sepuluh menit, oke?" ia menyeringai lagi.

"Geurae, sepuluh menit."

Aku berjalan meninggalkannya, berencana menonton tv untuk membunuh waktu. Sepuluh menit untuk seorang wanita yang sedang berendam itu artinya setengah jam.

Tapi tidak, ternyata Halla menepatinya. Ia keluar hanya dengan menggunakan handuk yang melilit tubuhnya dengan rambutnya yang masih tergulung berantakan. Ia kemudian menarik kopernya dari dekat sofa dan membawanya ke dalam kamarku.

Pemandangan yang terlalu biasa untukku. Aku bahkan sudah menjelajahi setiap inci lekuk tubuhnya. Tiga kali? Empat kali? Aku tidak ingat. Lupakan, terlalu erotis.

Tidak lama ia keluar kamar dengan sudah mengenakan kaos putih oversize dan short jeans berwarna hitam, lalu berjalan menuju dapur.

"Itu milikku?"

Halla menunduk, melihat apa yang kulihat. Ia merentangkankan tangannya, memperlihatkan kaos yang dipakainya.

"Hm, kupikir aku tidak dapat menemukan baju yang nyaman di koperku. Jadi aku mencari di lemari bajumu," jawabnya sambil mengangguk-angguk.

"Bersihkan dirimu! Akan kusiapkan sup rumput lautnya."

Seperti anak kecil yang patuh pada ibunya. Aku mematikan tv dan berjalan menuju kamar mandi. Aroma vanila masih tertinggal saat aku masuk.

Tidak heran mengapa Halla suka berada disini. Ruangan yang luas, bathtub yang nyaman, full city view, dan kuakui apartemen ini memang cukup mewah.

Aku baru sadar, aku punya cukup uang untuk menyewanya. Dan sesaat, aku merasa bangga dengan diriku.

Layaknya aku, bagi Halla ini pemandangan biasa

Layaknya aku, bagi Halla ini pemandangan biasa. Aku berjalan menuju kamar hanya dengan mengenakan sehelai handuk setelah selesai membersihkan diri. Kuamati isi lemari, dan akhirnya kuputuskan mengenakan kaos putih oversize sama seperti yang Halla kenakan dan celana jeans hitam. Jangan heran, aku punya 45 kemeja dan kaos putih di dalam lemariku. Untukku kaos ini sudah kebesaran saat kukenakan, bayangkan saja Halla yang memakainya.

Tok, tok, tok.

"Jungkook-ah, supnya sudah siap," panggilnya sambil mengetuk.

Halla masih di balik pintu saat kubuka. Ia melihatku dari kepala sampai kaki.

"Oh, haha, couple!" sambil melihat pakaianku dan miliknya bergantian.

Sungguh aku merindukan tingkahnya yang seperti ini. Lalu aku merangkul pinggangnya dan memeluknya, menyimpan daguku pada pundaknya yang lebih rendah dariku, membuat dirinya diam mematung sejenak karena terkejut.

Lalu aku merangkul pinggangnya dan memeluknya, menyimpan daguku pada pundaknya yang lebih rendah dariku, membuat dirinya diam mematung sejenak karena terkejut

Aku juga merindukan pelukan ini.

"Wae ire?" tanyanya pelan.

"Neo gwenchanha?"

Aku mengeratkan pelukanku. Menumpahkan semua rinduku.

"Ani. Geunyang, bogoshipoyeo. Neomu bogoshipoyeo."

Halla merangkulkan tangannya pada tubuhku, membalas pelukanku.

"Sebentar saja. Tetap seperti ini sebentar saja."

Kupejamkan mataku. Aroma vanila lagi, juga wangi samponya yang tidak berubah.

Masih tidak percaya sekarang Halla ada di sini. Empat tahun yang kulalui tanpanya kemarin menjadi tidak berarti.

Halla menepuk dan mengusap punggungku. Aku dapat merasakan panas tubuhnya mengalir kepadaku.

Kemudian ia mendorongku pelan, mengakhiri pelukannya.

Tapi lalu kedua tangannya berpindah merangkul leherku, dan ia mengecup bibirku.    

"Ayo, tiup lilinnya," ajaknya. Membuatku tersenyum.

Her behavior is always unreadable.

Ia menarik tanganku. Menuntunku ke meja makan dan memintaku untuk duduk.

Dengan hati-hati Halla menyalakan tiga batang lilin di atas kue yang dibelinya. Kemudian menyanyikan lagu selamat ulang tahun.

"Saengil chukhahamnida, saengil chukhahamnida, saranghaneun uri Jungkook, saengil chukhahamnida.."

"Ayo tiup lilinnya, jangan lupa berdoa dulu," tambahnya.

Aku memejamkan mata dan berdoa.

"1, 2, 3!" Halla memberi aba-aba, lalu aku meniupnya.

"Chukhahae!!" Serunya sambil berepuk tangan.

"Cicipi dulu sup rumput lautnya."

Tidak ada yang istimewa dari sup rumput laut yang Halla buat. Tapi rasanya enak.

"Bagaimana?" tanyanya sambil menyiapkan potongan kue

"Tidak seenak buatan ibuku."

"Ya, ya, terserah saja," katanya, menuangkan wine kedalam gelasku.

"Kau hanya menyiapkan ini? Red velvet dan wine, ya, itu cocok. Tapi sup rumput laut?"

"Jadi kau tidak akan mengucapkan terima kasih?"

"Arasseo, gomawo.."

"Sup rumput laut itu 'kan tradisi. Aku tidak mungkin melewatkannya. Dan aku memang tidak berniat membuat makan malam. Aku pikir kue ini juga sudah cukup mengenyangkan untuk kita berdua," jelasnya.

"Kau yakin?"

"Arasseo, kalau memang kurang, setelah ini kita pergi makan di luar."

"Hahaha, kau serius sekali."

"Nae.. nae.."

 

Dan malam itu kami menghabiskan waktu bersama. Saling berbagi cerita selama empat tahun kebelakang. Menikmati wine dan makan kue sampai habis. Tapi akhirnya kami memesan pizza karena dirasa tidak cukup mengenyangkan perut.

Kami juga membuat popcorn untuk menonton DVD yang sempat Halla beli saat menuju kemari.

Dan paper bag yang kulihat di sebelah sofa tadi ternyata berisi hadiah yang dibelinya untukku. Sepasang sepatu Timberland edisi terbaru. Sudah ia siapkan sejak bulan lalu, katanya.
 

 

 

But the most beautiful gift of my birthday is you,

here, with me.

here, with me

 

EPILOG

"Jungkook-ah," panggil Halla ketika kami sedang menonton DVD yang dibawanya.

"Hmm?" jawabku tanpa melihatnya.

"Bagaimana kalau aku melanjutkan studiku?"

"Hmm, ituw bawgus!" sambil mengunyah pop corn.

"Ke Australia?"

Mendengarnya membuatku langsung mengalihkan pandangan dari televisi.

"Andwe!! Hajima!"

 

***

itsmearmy94
Terima kasih banyak sudah baca ceritaku. Akan jauh lebih senang jika kalian bisa memberi tanggapan dan saran tentang cerita ini.
Sekali lagi terima kasih ^^

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet