Satu

Lies

Pagi ini matahari nampaknya enggan untuk bersinar. Awan-awan gelap seolah bersengkongkol untuk menggeser sang surya dari singgasananya. Dari jauh terdengar suara petir bersahut-sahutan menambah kesuraman pagi ini. Namun semua keadaan ini nampak tidak bisa mengembalikan kesadaran seorang gadis dari bunga tidurnya. Kamar bernuansa biru itu nampak temaram, jendela kamarnya yang terbuka semalaman mempersilahkan dengan mudahnya angin dingin untuk masuk dan mengibarkan kain penutup jendela. Sedikit menggigil, gadis itu menarik selimut yang masih terlipat rapi di kakinya menutupi seluruh tubuhnya yang membeku.

            Seorang pria nampak masuk ke dalam kamar sang gadis perlahan-lahan. Pandangan matanya menyapu ke seluruh ruangan sebelum terhenti ke arah jendela kamar. Sambil menghela nafas, pria itu berjalan ke arah jendela lalu menutupnya. Memblokir angin dingin yang masih memaksa masuk dari luar. Kini mata teduhnya beralih ke sosok yang kini tertutup selimut seutuhnya. Ia mendekat, menyingkapkan selimut berwarna biru muda itu lalu memandang sosok gadis dihadapannya yang kini bergelung seperti janin. Tangannya memegang lengan gadis yang mulai merasa tidurnya terusik.

Dingin sekali. Pemuda itu mengernyitkan keningnya merasakan suhu tubuh gadis di hadapannya. Pasti sudah tidak menutup jendela, gadis itu tidak memakai selembar selimutpun semalaman.

            “Rae, bangun. Rae…” Pemuda itu mengguncang tubuh mungil adiknya perlahan. Tidak lama kemudian mata gadis itu membuka, berusaha mengenali sosok pengganggu tidurnya.

            “Heemm.. Teuki oppa?” Raekyo mengucek matanya malas, “ini masih subuh.”

            “Subuh bagaimana? Ini memang langitnya mendung, Rae. Cepat bangun, kau tidak mau telat di hari pertama masuk sekolah baru kan?” Leeteuk, si sulung kembali mengguncang tubuh adiknya saat tahu gadis itu sudah mulai kembali tertidur. Merasa tidak mendapat respon seperti yang ia inginkan, Leeteuk setengah menarik Raekyo hingga gadis itu terduduk. Mau tidak mau Raekyo membuka matanya kembali.

            “Oppa….!” Raekyo mengerang kesal. Dirinya benci bangun pagi apalagi bangun pagi di hari Senin apalagi bangun pagi di hari Senin di hari pertamanya masuk ke sekolah baru. Leeteuk hanya terkekeh mendengar protesan maknaenya.

            “Sana cepat mandi. Yang lain sudah menunggu di bawah untuk sarapan. Dan satu lagi, kau membiarkan jendela kamar terbuka semalaman. Lagi. Mau sampai kapan…” Perkataan Leeteuk menggantung di udara saat ia melihat tangan kiri Raekyo refleks meraba bekas luka di pergelangan tangan kanannya. Nampaknya Raekyo melakukannya tanpa gadis itu sendiri sadari. Raekyo menatap Leeteuk menunggu kelanjutan kalimat kakak sulungnya itu. Namun semua omelannya hilang sudah, Leeteuk lagi-lagi menghela nafas, “Besok-besok kalau kau tidak mau menutup jendela, setidaknya pakai baju yang hangat dan pakai selimutmu. Sudah sana siap-siap. Kau tidak semangat ini hari pertama masuk sekolah baru?”

            “Ne, ne, oppa bawel sekali. Sudah sana oppa, tugasmu belum selesai kan? Oppa masih harus membangunkan setan dari neraka.” Raekyo bangkit dari kasurnya dan beranjak menuju ke kamar mandi. Sementara itu Leeteuk menatap Raekyo dengan pandangan menegur walau bibirnya menyunggingkan senyum atas panggilan tidak sopan gadis itu pada adiknya yang lain. Adiknya yang bermulut tajam dan susah sekali bangun pagi. Leeteuk pun keluar dari kamar maknaenya dan berdiri di hadapan pintu kamar sebelah. Ia menarik nafas panjang.

            “Cho Kyuhyun!!!!!!! Banguuuuuuunnnnnnnnnnnn!!!!!!!!”

###

            Suasana sarapan di meja makan keluarga Cho nampak cukup sibuk. Leeteuk, si sulung setelah berhasil membangunkan ‘setan dari neraka’, duduk di kepala meja dengan setelan jasnya sambil sibuk membuka-buka dokumen-dokumen penting di tangannya. Dokumen yang sedikit banyak mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga mereka. Hari ini ia ada rapat penting dan gagal bukan pilihan. Sementara itu di kanan kirinya duduk dua adiknya yang lain, Donghae dan Kibum. Pemuda dengan wajah kekanakan, Cho Donghae sibuk mengolesi lembaran roti keduanya dengan selai sementara mulutnya bersenandung ringan. Di seberangnya duduk pemuda berwajah stoic, Cho Kibum yang juga sedang sibuk membaca buku sambil sesekali menggigit rotinya.

            “Aigoo, non Raekyo, tersenyumlah sedikit. Pagi-pagi sudah muram begitu bagaimana non bisa dapat pacar di sekolah baru nanti? Cowok-cowok ganteng pada kabur loh non.” Perkataan Shin Ahjumma, asisten rumah tangga di keluarga ini sontak membuat ketiga pasang mata menatap ke arah yang sama. Raekyo, gadis itu baru saja turun dari tangga dan sedang melenggang ke arah meja makan menggunakan seragam barunya. Raut wajahnya memang nampak tidak bersemangat.

            “Apa sih, ahjumma.” Raekyo memutar bola matanya malas. Gadis itu mengambil tempat duduk di sebelah Donghae.

            “Eh, bener loh non. Non satu sekolah dengan tuan muda Kibum dan Kyuhyun kan? Sekolah itu isinya orang-orang ganteng semua non. Perawakannya itu loh, duh, sudah macam anggota boyband. Ahjumma juga mau kalau disuruh sekolah lagi di sana. Kebayang deh non pasti bakal punya banyak penggemar, non kan cantik, nanti mereka saling berantem memperbutkan non kaya di film-film itu loh. Pokonya non harus inget jangan jutek-jutek, pasang muka senyum. Terus….”

            “Ahjumaaaaa…” Celotehan bernada riang itu berhenti. Dirinya kini sadar dipandangi dengan tatapan tajam empat pasang mata, loh kok empat? Aah rupanya Kyuhyun diam-diam sudah ikut bergabung di meja makan.

            “Aigoo tuan muda. Kalian itu terlalu over protektif. Kasian kan non Raekyo. Kapan dia bisa punya pacar? Bisa-bisa semua lelaki kabur ketakutan.”  Raekyo yang merasa perkataan Shin Ahjumma kali ini membelanya tersenyum senang dan mengacungkan jempol ke arah wanita paruh baya yang sudah merawatnya dari kecil.

            ‘”Ahjummaa…” protesan Donghae kembali terdengar. Acuh, Shin ahjumma memutuskan kembali ke dapur namun sebelum itu ia sempat mengedipkan sebelah matanya pada Raekyo. Membuat gadis itu tertawa. “Rae, ingat ya kamu sekolah buat belajar bukan buat cari pacar. Arasso?”

            “Hae oppa berlebihan.” Raekyo geleng-geleng kepala melihat keempat kakaknya begitu serius menanggapi ucapan Shin Ahjumma. “Oppa, kenapa sih aku harus pindah ke sekolah yang sama dengan mereka?” Raekyo menunjuk Kibum dan Kyuhyun.

            “Kita sudah pernah membahas masalah ini kan, Rae. Ini keputusan yang appa buat. Kamu sudah setuju kenapa sekarang kembali mempermasalahkan?” Leeteuk menjawab namun pandangan matanya masih tetap tertuju pada kertas-kertasnya.

            “Bukan begitu,” Gadis itu cemberut, “Tapi semester ini sudah berjalan setengahnya, pasti semua sudah punya teman dekat, aku bagaimana? Padahal di sekolah yang lama aku sudah susah payah mendapatkan teman.”

            “Kamu harus belajar bergaul, Rae. Kamu dan Kibum sama saja, susah bergaul.”

            “Donghae benar, kamu harus belajar lebih terbuka. Oh iya, kamu ingat pesan appa kan?” Leeteuk kini memandang wajah Raekyo. Gadis itu mengangguk.

            “Jangan terlalu lelah di sekolah, jangan ikut kegiatan ekstrakurikuler yang berbau olahraga, jangan memaksakan diri.” Raekyo mengulangi nasihat appanya yang sudah sangat ia hafal di luar kepala. “Oppa, aku berangkat ya.”

            “Yak! Rae! Kau mau ke mana? Pergi denganku dan Changmin saja.” Kyuhyun memanggil Raekyo saat dilihatnya gadis itu sudah beranjak keluar rumah.

            “Atau mau denganku?” Kibum menawarkan diri.

            “Shireo! Di sekolah nanti aku tidak mau semua wanita mendekatiku agar bisa dekat dengan kalian berdua. Aku naik bus saja. Annyeong oppa!” Raekyo segera berlalu sebelum kedua oppanya sempat protes lagi. Ia tahu jelas kedua oppanya itu sangat populer di sekolah, maka dari itu ia tidak mau mencari perhatian. Ini hari pertamanya masuk sekolah dan ia ingin temannya nanti benar-benar yang punya niat tulus untuk berteman dengannya, bukan karena ingin mendekati oppanya.

            “Dasar gadis itu. Kenapa dia malah tidak bangga punya oppa tampan dan populer seperti kita ya, hyung?” Kyuhyun geleng-geleng kepala selepas perginya Raekyo. Kibum hanya mengendikkan bahu tanda tidak perduli sementara Leeteuk tersenyum simpul.

            “Hyung, eomma bilang ia akan ke Korea akhir bulan ini. Eomma tidak meneleponmu hyung?” Perkataan Donghae membuat senyum di wajah Leeteuk menghilang. Bahkan wajah pemuda itu sedikit memucat. Namun beruntung baginya tidak ada yang menyadarinya. Perhatian kedua adiknya tertuju penuh pada Donghae. Apalagi Kyuhyun, bocah itu sudah berjingkrak kegirangan menghampiri Donghae. Mata bulatnya berbinar senang.

            “Benarkah, hyung? Benar? Kok eomma hanya bilang padamu? Kenapa tidak padaku?” Kyuhyun memajukan bibirnya, “Akhirnya setelah sepuluh tahun eomma akan pulang juga. Aku tidak sabar hyung! Eomma akan menginap di rumah kan?”

            “Salahmu sendiri kemarin eomma menelepon namun katanya handphonemu mati. Sepertinya eomma akan menginap di hotel, kau tahu kan perjanjiannya dengan appa?”

            Orangtua mereka memang sudah bercerai sepuluh tahun lalu. Hak asuh keempat anak mereka jatuh ke tangan Cho Younghwan, ayah mereka. Sang eomma memilih untuk tinggal di Jepang dan berkarir di sana. Sejak perceraian itu kedua orangtua mereka jarang menunjukkan diri pada anak-anaknya, terutama Lee Hana, sang eomma yang memilih hanya menelepon mereka tanpa pernah berjunjung. Apalagi perjanjian yang Cho Younghwan terapkan pada mantan istrinya itu. Lee Hana harus meminta ijin pada sang appa bila ingin bertemu dengan anak-anaknya dan ia dilarang menginjakkan kaki lagi di rumah ini. Peraturan yang diprotes keras oleh Donghae dan Kyuhyun yang memang sangat dekat dengan eomma mereka.

            “Apa appa tahu?”

            “Aku tidak bertanya hal itu, Kibum-ah. Tapi seharusnya appa tahu. Atau kita pura-pura tidak tahu saja? Jadi kejutan untuk appa juga. Kurasa appa juga kangen eomma, appa sering menanyakan keberadaan eomma padaku. Mungkin mereka bisa rujuk kembali? Eotte hyung?” Donghae terlihat bahagia dengan renacananya.

            “Appa harus tahu. Aku harus bertemu appa.” Leeteuk dengan buru-buru membereskan kertas-kertasnya yang berserakan di atas meja. Gerakannya sedikit terburu-buru hingga tangannya menyenggol gelas yang dengan suksesnya terjungkal menumpahkan isinya ke atas meja dan mengenai sebagian kertas pentingnya. Leeteuk mengumpat panjang pendek namun tidak memperlambat gerakannya. Selesai, ia berjalan tergesa-gesa keluar rumah.

            “Teuki hyung kenapa?” Kyuhyun menyuarakan kebingungannya yang ditanggapi gelengan oleh Donghae. “Sayang Raekyo sudah berangkat duluan jadi tidak tahu kabar tentang eomma ini. Nanti di sekolah akan kuberitahu.”

            “Jangan!” Kibum refleks berteriak. Melihat kerutan di kening Kyuhyun dan Donghae, Kibum berdeham, “Em, maksudku jangan dulu, Kyu. Biar ini jadi kejutan untuk Raekyo saja, bagaimana?”

            “Kau membuatku kaget, Kibum. Aku kira ada apa. Tapi itu ide bagus. Sudah sana kalian berangkat ke sekolah. Aku juga ada kuliah pagi.” Donghae beranjak dari kursinya diikuti Kyuhyun yang dengan cerianya masih berceloteh tentang rencana kepulangan eomma mereka. Sementara Kibum menatap kepergian mereka berdua dalam diam. Pikirannya berkelana hingga pandangan matanya tertuju pada foto keluarga mereka yang terpajang besar di ruang keluarga. DI foto itu Lee Hana duduk dengan anggun, Kyuhyun dan Kibum nampak berdiri di sebelah kanan dan kiri sang eomma sambil tangan mungil mereka tergenggam di pangkuan Lee Hana, di sebelah Kyuhyun Donghae berdiri sambil merangkul adiknya, senyum kekanakkannya terkembang sempurna, di sebelah Lee Hana, sang appa berdiri dengan gagahnya, senyum bijak menghiasi wajahnya, tangan besarnya memegang pundak Leeteuk yang berdiri di depannya, sementara Raekyo, gadis itu berdiri di samping sang appa, kedua tangannya memeluk kaki kanan Cho Younghwan dengan erat, menyembunyikan separuh wajahnya, mata besarnya menatap kamera tanpa ekspresi. Hanya gadis itu yang tidak tersenyum di foto.

            Memiliki perasaan yang peka dan kebiasaan memperhatikan sekitarnya membuat Kibum mengerti ada sesuatu yang salah pada keluarganya. Perceraian kedua orangtuanya yang tiba-tiba tanpa alasan yang jelas setelah Leeteuk, Donghae dan dirinya pulang berlibur dari rumah paman mereka di Busan, peraturan yang sang appa buat untuk eommanya, perilaku sang eomma yang tidak pernah menelepon hyung tertuanya, sepertinya Lee Hana hanya berhubungan dengan Donghae, Kyuhyun dan Kibum, untuk Raekyo, jujur Kibum tidak pernah tahu sebab gadis itu selalu nampak menghindar bila nama sang eomma disebut, trauma Raekyo pada ruangan tertutup, belum lagi sikap Leeteuk yang selalu berubah aneh bila mendengar kabar dari eomma mereka, semua kepingan-kepingan itu terus berputar di benak Kibum bagai potongan puzzle yang belum lengkap.

            Entah mengapa Kibum merasa bahwa apapun yang akan diketahuinya nanti, tidak akan berefek baik untuk keluarganya terutama dirinya. Namun rasa penasaran itu selalu menghantuinya. Kibum bertekad, ia akan membongkar semuanya. Ia berhak tahu apa yang telah dan sedang terjadi pada keluarganya. Menghela nafas, Kibum bangkit berdiri dan berlari, sepertinya ia terancam terlambat ke sekolah hari ini.

 

* * *

 

            Jam istirahat yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Raekyo kini sedang menyantap makan siangnya di kantin sekolah, gadis itu makan dalam diam dan sendirian. Ia tidak terlalu memperhatikan dan peduli pada sekitarnya, tidak juga pada gadis-gadis yang makan semeja dengannya, yang dari tadi begitu ribut membicarakan cowok dan masalah remaja lainnya. Satu-satunya siswa yang berhasil menjadi temannya sedang dipanggil ke ruang guru jadi disinilah ia sekarang.

            “….. Hei itu Cho Kibum kan? Tumben dia ke kantin.”

            “Kau benar! Lihat adiknya pun ke kantin. Itu Cho Kyuhyun dan gengnya, keberuntungan macam apa ini mereka berada di kantin dalam waktu bersamaan!”

            “Aigoo, ini hari apa sih? Kenapa mereka yang sebelumnya tidak pernah mau ke kantin kini dua-duanya ke sini. Apa mereka sedang mencari pacar? Jangan-jangan mereka mencariku.”

            “Yak! Jangan terlalu pede! Tentu saja mereka mencariku! Aku yang kapten cheerleader sekolah tentu saja yang paling cocok dengan mereka. Kalian jangan terlalu berharap!”

            Raekyo memutar bola matanya malas. Bisa ia bayangkan reaksi Kyuhyun oppanya yang memang narsis bila tahu pembicaraan cewek-cewek itu. Raekyo melihat Kibum duduk bersama temannya di ujung kantin, sebuah buku terbuka lebar di hadapannya, kakaknya yang dingin itu tampak tidak terlibat percakapan dengan teman-temannya, matanya sibuk membaca buku walau sesekali Raekyo sadar Kibum memperhatikannya. Berbeda dengan Kibum, Kyuhyun justru sengaja mengambil tempat duduk di tengah-tengah kantin, sukses menyorot semua perhatian ke arah ia dan Kyuline-nya. Walau Kyuhyun sibuk bersenda gurau dengan gengnya, namun ia juga dengan terang-terangan memperhatikan Raekyo.

            “Hei, Na, kurasa kau benar, lihat mereka berdua terus menerus melihat ke arah meja kita. Sepertinya mereka tertarik padamu.” Nana, yeoja yang mengaku sebagai kapten cheerleader itu tersenyum senang mendengar penuturan temannya.

            “Dia melihat ke arahmu, atau ke arah dia?” Yeoja lainnya yang duduk di sebelah Nana memberi arahan dengan dagunya ke arah Raekyo.

            “Dia?” Nana menunjuk Raekyo terang-terangan, “Hei aku belum pernah melihatmu sebelumnya, kau anak baru ya? Kenalkan aku Kim Nana, kapten cheerleader di sekolah ini dan ini kedua teman-temanku. Melihat posturmu, kau mau bergabung dengan tim kami?”

            “Aku Cho Raekyo, sunbaenim. Ah, maaf aku sudah mendaftar di klub lain.” Raekyo menolak halus. Appanya bisa ngomel bila tahu ia ikut klub cheerleader, lagipula bergaul bersama orang-orang seperti mereka bukan gayanya.

            “Hem. Kamu tahu aku kapten cheerleader di sekolah ini kan?” Raekyo mengangguk, “Kamu tahu bahwa aku populer di sekolah ini kan? Jangan sekali-kali mencoba mendekati dua kakak beradik Cho Kibum dan Cho Kyuhyun, mereka milikku. Mengerti?”

            “Tentu saja aku akan dekat dengan mereka, aku adiknya.” Raekyo merasa geli dengan pernyataan Nana.

            “Mwo? Semua di sekolah ini juga tahu Cho Kyuhyun itu anak bungsu di keluarganya. Kalau mau berbohong pikir dahulu, bocah! Baru pertama masuk sekolah sudah berani ngaku-ngaku adik mereka berdua. Apa tidak keterlaluan? Ya kan, Na?” Teman Nana mencibir Raekyo sementara gadis itu mematung.

            “Ne. Kalau hal ini sudah kupastikan sendiri. Tahun lalu saat eomma mereka berdua datang ke sekolah. Saat itu ahjumma baik sekali padaku dan kami mengobrol dengan akrab. Namun saat akan kupanggilkan mereka berdua, ahjumma menolak dan buru-buru pergi. Ah, sepertinya ahjumma melihatku seperti menantu idamannya.” Ujar Nana bangga. Gadis itu mengoprek sebentar hangphonenya lalu memperlihatkan foto dirinya bersama dengan Lee Hana, kedua temannya berteriak antusias. Sementara Raekyo memucat. Tahun lalu eommanya datang ke sekolah ini? Bagaimana mungkin? Setahunya sang eomma masih di Jepang dan belum pernah kembali ke Korea dalam waktu sepuluh tahun.

            “Jadi perhatikan kata-katamu! Adik? Kalau berkhayal jangan ketinggian! Tapi lebih baik dia berkhayal jadi adik daripada jadi kekasih mereka. Lebih mustahil! Hahaha…” Raekyo sudah tidak mendengarkan lagi ocehan di sekitarnya, tanpa sadar ia menyentuh bekas luka di pergelangan tangannya, ada sedikit rasa nyeri di hatinya.

            Raekyo menatap Kyuhyun dan Kibum bergantian, bila satu sekolah sudah tersebar bahwa Kyuhyun anak bungsu, apakah itu berarti kedua oppanya juga sudah mendengar rumor yang tersebar? Kenapa mereka membiarkannya? Apa  kedua oppanya juga terlalu malu mengakui dirinya? Untuk apa eomma datang ke sekolah ini dan bagaimana bisa? Apa jangan-jangan hanya dirinya yang tidak tahu mengenai hal ini? Apakah…..

            “Hei cantik, boleh kenalan?” Raekyo sibuk dengan pikirannya sendiri hingga tidak menyadari Kyuhyun sudah berdiri di hadapannya. Pemuda itu tersenyum lebar sambil menyodorkan tangannya pada Raekyo, binar jahil terpancar dari matanya. Di belakang pemuda itu, ketiga teman baik Kyuhyun terlihat tertawa melihat kelakuan ajaib ketua geng mereka. “Yak! Kau melamun! Ayo gabung saja denganku! Daripada kau sendirian di sini.”

            Raekyo masih tertegun di tempat duduknya. Ia tahu Kyuhyun menjahilinya dengan berpura-pura mengajak kenalan tapi mengapa rasanya menyesakkan? Mengapa rasanya seolah-olah Kyuhyun memang tidak mau mengakui bahwa ia adiknya? Raekyo sadar ia butuh menghirup udara segar, tanpa berkata apa-apa gadis itu berbalik lalu berjalan menjauh meninggalkan Kyuhyun yang kebingungan, Nana yang wajahnya memerah menahan marah dan seisi kantin yang heboh melihat pangeran sekolah mereka ditolak mentah-mentah oleh murid baru.

            “Kyuhyun-ah…”

            “Kyu, dia kenapa?” Perkataan Nana dipotong langsung oleh Changmin, sahabat Kyuhyun itu meghampiri Kyuhyun yang masih kebingungan. Kyuhyun memutar tubuhnya, mencari sosok hyung esnya di meja yang tadi ditempati Kibum, namun Kibum sudah tidak ada di mejanya. Apa Kibum sudah ke kelas duluan? Apa Kibum melihat apa yang terjadi dan sedang mengejar Raekyo? Ada apa dengan adiknya itu? Semua pertanyaan di benak Kyuhyun hanya dijawab deringan bel tanda istirahat telah berakhir. Dengan terpaksa Kyuhyun menyeret langkahnya menuju ke kelasnya, menunda segudang pertanyaan pada Raekyo sesampainya di rumah nanti.

 

* * *

            Kyuhyun duduk di sofa panjang dekat televisi sambil bergumam kesal. Remote di tangannya menjadi saksi kekesalannya yang tiap jam kini semakin memuncak. Ia terus mengganti channel televisi di hadapannya tanpa menunjukkan minat sedikitpun. Kekasihnya dibiarkan teronggok di sebelahnya tanpa ada niat untuk menyentuhnya. Hari sudah menjelang malam dan adiknya belum juga pulang dari sekolah. Pesan singkat yang ia terima dari Raekyo hanya menyatakan bahwa gadis itu akan pulang telat karena mau mengerjakan tugas di rumah temannya. Hanya sebatas itu, pesan-pesan lainnya tidak dibalas bahkan teleponnya pun tidak diangkat.

            “Teuki hyung dan Hae hyung belum pulang?” Suara Kibum terdengar dari arah tangga, raut wajahnya nampak mengantuk tanda ia baru saja bangun dari tidur siang. Pemuda itu segera menuju ke meja makan, menuangkan air putih ke dalam gelas lalu menegaknya sampai habis.

            “Raekyo belum pulang.”

            “Bukan Raekyo yang aku tanyakan.” Kibum mengernyitkan keningnya mendengar jawaban Kyuhyun yang tidak nyambung, “Kalau Rae sih aku juga tahu, dia sedang ke rumah temannya.”

            “Hyung.” Kyuhyun berbalik menghadap Kibum, raut wajahnya terlihat sangat serius, “Apa yang harus dilakukan kalau ada yeoja yang marah pada kita?”

            “Mwo? Memang siapa yang marah padamu? Kecenganmu?” Kibum tersenyum geli. Ia mendudukan dirinya di sebelah Kyuhyun. “Memang apa yang sudah kau lakukan padanya?”

            “Entah, justru itu aku tidak tahu apa salahku.” Kyuhyun menggembungkan pipi bulatnya, tidak menyadari sikapnya yang tidak sesuai dengan umurnya.

            “Siapa yeoja itu? Kau tidak pernah bilang pada kami. Diam-diam kau sudah dewasa ya. Kalian sudah pacaran?”

            “Oh, memang aku boleh pacaran dengan Raekyo? Bukannya itu dosa, hyung? Aku memang sudah dewasa, kalian saja yang tidak pernah mengakuinya. Aw! Appoooo! Kenapa hyung memukulku?!” Kyuhyun mengelus-elus belakang kepalanya yang sukses dijitak Kibum.

            “Dasar bocah!” Kibum memilih beranjak dari sana dan mengerjakan tugas di kamarnya daripada meladeni ucapan adiknya yang lama-lama bisa membuatnya kekanakkan juga.

            “Yak! Hyung! Aku serius…. Raekyo kayanya marah padaku. Hyung!” Kyuhyun kembali menggerutu panjang pendek karena Kibum tidak menganggap serius ucapannya. Suara pintu rumah yang terbuka membuat Kyuhyun berpaling. Ia melihat Raekyo berjalan dengan santai masuk ke dalam rumah. Gadis itu hanya melirik Kyuhyun sebentar kemudian melanjutkan langkahnya menuju ke kamarnya. Tanpa berpikir panjang, Kyuhyun menyusul gadis itu. Ia membuka pintu kamar adiknya lalu berhenti tepat di hadapan Raekyo.

            “Kau marah padaku.” Tuduhnya langsung.

            “Tidak.” Raekyo membantah. Gerakannya sempat berhenti, namun kemudian gadis itu melanjutkan berjalan ke arah jendela dan membukanya lebar-lebar, membiarkan angin menerpa wajahnya.

            “Ya, kau marah. Kenapa?”

            “Tidak. Aku tidak marah.”

            “Ya!”

            “Kenapa aku harus marah?”

            “Karena,” Kyuhyun berpikir sejenak, “oppa menjahilimu dengan berpura-pura mengajakmu kenalan di kantin tadi siang?”

            “Apa karena itu aku harusnya marah?”

            “Lalu?”

            “Lalu apa?”

            “Jangan balik bertanya padaku.” Kyuhyun memajukan bibirnya, “Kenapa kau seperti menghindariku seharian ini?” Raekyo menghela nafas.

            “Kenapa oppa tidak pernah membantah rumor di sekolah kalau oppa anak bungsu?”

            “Mwo? Memang ada rumor seperti itu?” Raekyo mengangguk, “Siapa yang menyebarkan pertama kali?”

            “Eom-eomma?” Raekyo ragu-ragu sejenak. Rasanya sudah sangat lama ia tidak pernah menyebut kata eomma.

            “Mwo?? Eomma?? Hahaha… Bilang pada temanmu kalau mengarang yang masuk akal.” Kyuhyun mengelus kepala adiknya dengan gemas. “Lagipula sudah sepuluh tahun eomma ada di Jepang bagaimana bisa eomma tiba-tba di sekolah, hm?”

            Raekyo menatap mata oppanya dan menemukan kejujuran di sana. Berarti memang Kyuhyun tidak tahu apa-apa. Ada sedikit rasa lega di sana. Kedua oppanya memang tidak tahu apa-apa mengenai rumor di sekolah. Namun mengenai foto yang Nana perlihatkan padanya, berarti memang benar eommanya pernah datang ke sekolah. Tapi untuk apa?

            “Jadi kau marah karena tidak dianggap adikku di sekolah? Baiklah kalau itu maumu, Rae, besok oppa akan menyebarluaskan bahwa kamu benar adik oppa dan Bum Hyung. Oke?”

            “Jangan!” Raekyo menggelengkan kepalanya kuat-kuat, “Awas oppa kalau berani bilang-bilang. Aku tidak mau dijadikan sasaran supaya cewek-cewek centil itu bisa dekat dengan oppa.”

            “Iya, iya, baiklaah. Kalau begitu di sekolah kita pura-pura tidak kenal saja?”

            “Tidak mau! Oppa jahat tidak mau mengakui aku sebagai adikmu.” Raekyo cemberut.

            “Terus kamu maunya apa, Rae?” Kyuhyun menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

            “Terserah.”

            “Eoh?”

            “Terserah. Sudah sana oppa keluar! Aku mau ganti baju!” Raekyo mendorong oppa evilnya keluar kamar dan menutup pintu tepat di muka Kyuhyun.

            “Iiisshh! Kenapa sih cewek itu susah dimengerti?!” Omelan-omelan Kyuhyun dibalik pintu membuat Raekyo tersenyum kecil. Setidaknya perasaannya sudah lebih baik.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Awaefkyu1311 #1
Chapter 7: please buat kyuhyun tau secepatnya.... hihiiii
Awaefkyu1311 #2
Chapter 5: ff mu yg ni jg baguussss.... aku suka... please cepet di update...