Lima

Our Little Sister

Sudah seminggu sejak Raekyo memaksa kakak-kakaknya agar ia diijinkan meinggalkan rumah sakit. Sifat keras kepala dengan dibumbui sedikit air mata darinya akhirnya mampu meluluhkan hati kakak-kakaknya. Gadis itu benci suasana rumah sakit, ia berpikir bahwa akan lebih cepat sembuh bila ia tidur di kamarnya sendiri. Kini, adalah hari pertamanya masuk kembali ke sekolah, dan Raekyo merasa sangat bersemangat. Pasalnya diam di rumah juga sudah mulai membosankan.

            Sejak pagi semua kakaknya dibuatnya pusing dengan tingkahnya yang tidak bisa diam karena sudah tidak sabar ingin bertemu semua teman sekolahnya. Maka, sekarang begitu Kibum memarkir mobil mereka, Raekyolah yang pertama keluar dari mobil.

            “Rae, oppa antar ke kelas ya.” Ryeowook menawarkan diri.

            “Shireo! Apa kata teman-teman sekelasku nanti? Nanti aku dibilang gadis manja.”

            “Kau kan memang manja.” Kyuhyun meledek adiknya.

            “Enak saja! Kyu oppa lebih manja dari pada aku. Iya kan, Bum oppa?” Kibum hanya tertawa sambil mengangguk. Toh memang kenyataanya seperti itu.

            “Kibum hyung kok ga bela aku sih? Wookie hyung, aku atau Raekyo yang lebih manja?” Kyuhyun mengerucutkan bibirnya tidak setuju.

            “Nah, nah, nah. Hanya orang manja yang sering manyun seperti ini.” Raekyo menunjuk-nunjuk bibir Kyuhyun dengan jarinya bersamaan dengan Ryeowook yang menunjuk ke arah Kyuhyun memberikan jawaban.

            “Yak! Singkirkan tangan kotormu dari bibirku Cho Raekyo!”

            “Sudah, sudah. Ayo masuk ke kelas. Kita semua bisa terlambat.” Kibum melerai kedua maknaenya yang kini mulai berantem. Raekyo pun berjalan ke arah kelasnya sambil dadah-dadah pada Ryoewook dan Kibum sedang Kyuhyun hanya mendapat juluran lidah darinya.

            Baru saja menaiki tangga, tiba-tiba sebuket besar bunga baby breath berwarna putih disodorkan ke depan muka Raekyo. Refleks, gadis itu mundur selangkah sambil bengong. Terdengar suara tawa dari balik buket bunga tersebut.

            “Selamat masuk sekolah kembali Cho Raekyo. Akhirnya kamu masuk sekolah lagi, Rae. Sekolah jadi membosankan karena tidak ada kamu.” Woobin tersenyum manis sambil menyodorkan buket bunga yang ukurannya sangat besar pada Raekyo. Melihat Woobin membuat Raekyo teringat pada semua kakaknya. Setelah kejadian di gunung kemarin, Kyuhyun berkata bahwa ia curiga Woobin yang mendorongnya ke sungai walaupun keraguan masih disuarakan oleh Leeteuk karena memang tidak ada bukti. Tapi Raekyo sendiri juga tidak yakin, sebab suara pemuda yang mendorongnya tidak sama dengan suara yang sekarang ia dengar. “Rae? Kok ngelamun? Kamu tidak suka bunga ini ya?”

            “Eh? Oh.. eng, terima kasih oppa. Dari mana oppa tahu aku menyukai bunga baby breath?” Raekyo tersenyum menerima buket bunga yang disodorkan padanya. Karena terlalu besar, Raekyo memeluknya dengan kedua tangan.

            “Hahaha. Tentu saja aku tahu. Apa sih yang aku tidak tahu tentang kamu. Ayo, kuantar kamu ke kelas.” Woobin memegang lengan Raekyo dan membimbing gadis itu maju.

            “eh, tidak usah repot-repot oppa. Aku bisa sendiri. Oppa ke kelas oppa sendiri saja. Sekali lagi terima kasih ya bunganya.” Raekyo berusaha mengelak namun Woobin malah menggeleng dan merangkul gadis itu ke kelasnya. Sepanjang jalan beberapa hakseng melihat iringan keduanya dengan terkejut campur penasaran. Kim Woobin, hakseng yang baru beberapa minggu masuk ke sekolah sudah berhasil menggandeng Cho Raekyo, gadis tercantik yang sulit didekati. Ini baru berita besar. Para hakseng namja memandang iri sambil bertanya-tanya bagaimana cara Woobin mengambil hati Raekyo dan mendapatkan ijin dari kesebelas oppa-nya yang super protetif itu? Sementara itu Raekyo hanya bisa tersenyum pasrah, Woobin oppa sudah dengan baik hati menyambutnya bahkan sampai membawakan bunga, tidak sopan bukan menolak ajakannya, toh hanya mengantarnya ke kelas. Namun mau tidak mau ia merasa was-was, semoga saja tidak ada yang melaporkan pada oppa-nya atau yang lebih parah mereka berpapasan dengan oppa-nya. Bisa habis dirinya.

            Begitu sampai di depan kelas Raekyo, bel pun berbunyi. Woobin pamit pada Raekyo sambil mengacak pelan rambut gadis di hadapannya. Ia pun segera berpaling untuk kembali ke kelasnya sementara Raekyo masuk ke dalam kelas disambut pekikan sahabt-sahabatnya yang tentu saja bukan menanyakan kesehatannya namun kejadian yang baru saja membuat satu sekolah gempar. Raekyo menghela nafasnya mencoba mencari penjelasan yang bisa langsung diterima sahabatnya tanpa menimbulkan lebih banyak keributan.

 

* * *

 

            Jam istirahat akhirnya datang juga. Kyuhyun sedang asik tiduran di atas bukit di belakang sekolahnya bersama Changmin dan Minho. Jonghyun entah sedang melakukan apa sebab begitu bel anak itu langsung keluar kelas tanpa pamit. Changmin asik mengunyah bekalnya tanpa berniat berbagi dengan kedua temannya.

            “Hyung, sepertinya yang mendorong Raekyo itu bukan Wobin-ssi deh. Ada temanku sesama anggota club melihat Woobin-ssi di dalam tenda mengobrol dengan temannya saat kejadian itu terjadi.” Minho melirik Kyuhyun yang masih tiduran di sampingnya. Lengan pemuda itu menutupi matanya.

            “Hm.. Raekyo juga bilang bukan. Suaranya pelaku dan Wobin-ssi berbeda.”

            “Tuh kan, sudah kubilang jangan asal menuduh dahulu. Untung kita tidak langsung mencercanya. Bisa-bisa kita malu sendiri.” Changmin berkata berapi-api, Minho mengernyit jijik melihat beberapa makanan terlempar dari mulut hyung tiang listrik itu.

            “Hyung, bukannya kau mau mengajak dia bergabung dengan kita? Ke mana dia sekarang?”

            “Dia itu siapa Minho-ya?” Changmin bertanya.

            “Kim Woobin. Kyu-hyung mau mengajak dia bergabung sama kita biar gampang mengawasinya. Kyu-hyung kayanya curiga banget sama Woobin-ssi.”

            “Iya, tapi dia berkata tidak bisa, dia sudah terlanjur janji sama orang lain. Tapi besok dia berjanji akan gabung sama kita. Tidak ada salahnya kan curiga, lebih baik berjaga-jaga daripada kecolongan.” Kyuhyun menjelaskan masih sambil dalam posisinya semula. Nampaknya hari ini ia sedang malas.

            “Kyu! Kau kok tenang-tenang saja sih?! Kau tidak lihat handphone mu ya?” Jonghyun tiba-tiba muncul sambil berlari-lari kecil. Ia membawa beberapa buku di tangannya, nampaknya ia baru saja dari perpustakaan.

            “Memangnya ada apa Jonghyun Hyung?” Minho bertanya bingung. Kyuhyun juga nampak tertarik pada perkataan Jonghyun, ia mengeluarkan handphone yang memang dari pagi ia simpan di saku. Changmin mendekat pada Kyuhyun untuk melihat sebenarnya ada apa. Awalnya mereka nampak tidak menemukan apa-apa walaupun chat group sekolah mereka nampak ramai.

            “Ini chatnya banyak sekali. Memang siapa yang jadian? Heboh sekali.”

            “Coba kalian cek foto yang ada di group. Mereka ramai mengomentari foto itu. Aduh, kalian ini bagaimana sih. Makanya kalau punya handphone jangan cuma jadi pengganjel di kantong!” Kyuhyun nampak mencari foto yang dimaksud. Saat sudah ketemu, mereka bertiga terbelaklak kaget terutama Kyuhyun yang langsung loncat berdiri.

            “Mwo?? Apa-apaan ini?!!” Kyuhyun mencoba nge-zoom foto tersebut. Foto siapa lagi kalau bukan foto adiknya tadi pagi. Dalam foto itu nampak Woobin tersenyum sambil merangkul Raekyo yang memeluk sebuket besar bunga berwarna putih. Wajah gadis itu tidak terlihat terlalu jelas namun Kyuhyun tidak akan salah mengenali adiknya itu.

            “Itu.. foto itu Raekyo bukan, Kyu? Kenapa dia bisa mesra-mesraan sama Wobin-ssi?” Changmin bertanya bingung namun tidak ada yang menjawab. Jonghyun sedang fokus memperhatikan Kyuhyun yang sedang menelepon sesorang yang ia yakin adalah adiknya dengan raut muka marah.

            “Hyung..” Minho mencoba memanggil ketiga sahabatnya.

            “Aishh, ke mana anak itu, teleponku tidak diangkat.” Kyuhyun berkata kesal sambil terus men-dial telepon adiknya.

            “Hyung.. Kyu hyung!”

            “Minho-ya, bisa tidak sih kamu diam dulu sebentar? Kyuhyun sedang menelepon Raekyo.” Jonghyun berkata memandang Minho.

            “Bukan begitu, hyung. Tapi aku sedang melihat ke arah Raekyo sekarang.” Sontak mereka bertiga melihat Minho yang sedang memandang ke arah kanan. Mengikuti pandangan Minho, benar saja terlihat Raekyo yang tangannya sedang ditarik Woobin ke arah kolam ikan. Woobin terlihat sedang senang, dirinya berbicara sambil sesekali menunjuk ke dalam kolam ikan. Raekyo di sisi lain lebih terlihat kalem bahkan bosan, dengan enggan gadis itu mencoba mengintip ke dalam kolam ikan, melihat apa yang sebenarnya pemuda di hadapannya itu ingin tunjukkan. Saat Raekyo menjulurkan badannya lebih jauh ke arah kolam, di belakangnya terlihat Woobin berdiri sambil mengangkat tangannya ke arah punggung Raekyo. Melihat itu, Kyuhyun dan ketiga sahabatnya panik, mereka mengira Woobin akan mendorong gadis itu ke dalam kolam. Belum sempat bereaksi, tubuh Raekyo oleng duluan, bukan Raekyo namanya bila ia berhati-hati, dengan sigap Woobin menangkap bahu gadis itu mencoba menyeimbangkan kembali tubuh Raekyo. Kyuhyun lega Woobin bukan mau mencelakakan adiknya tapi menolongnya, namun entah kenapa pemandangan di depannya membuat ia lebih marah daripada sebelumnya.

            “CHO RAEKYO!! KAU PIKIR KAU SEDANG APA HAH??!!” Kyuhyun berlari ke arah Raekyo. Raekyo terkejut bukan main melihat oppa evilnya sedang berlari dengan raut muka marah. Ia sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, maka Raekyo pun berlari, berniat melarikan diri. Ia meninggalkan begitu saja Woobin yang masih bengong menatap Kyuhyun dan gengnya. “YAK!! JANGAN LARI KAU CHO RAEKYO!! JANGAN PIKIR KAU BISA KABUR DARIKU!!”

            Kyuhyun kesal bukan main. Adiknya itu malah melarikan diri darinya. Ia berniat akan menangkap gadis itu untuk meminta penjelasan. Saat tiba di hadapan Woobin, Kyuhyun berhenti sejenak sambil memberikan tatapan membunuhnya, baru kemudian kembali berlari namun ketiga sahabatnya tidak lagi mengikuti. Nafas mereka ngos-ngosan, mereka lebih memilih bertanya pada Woobin secara langsung daripada mengikuti Kyuhyun dan terlibat pada pertengkaran keduanya yang sudah pasti akan terjadi.

            Sementara itu Raekyo terus saja berlari dengan kecepatan penuh. Ia tahu Kyuhyun pasti marah besar. Ini semua gara-gara seseorang telah memotret dirinya tadi pagi dan memasukkannya ke group chat sekolah. Mana di foto itu mereka nampak mesra, padahal Raekyo merasa biasa saja. Terdengar teriakan-teriakan kakaknya makin mendekat, maka Raekyo berusaha lebih fokus dan mempercepat larinya sambil tentu saja berdoa usahanya melarikan diri tidak malah membuatnya kambuh.

            Raekyo bingung ia harus lari ke mana. Tanpa dirasa, ia sampai ke lapangan basket, terlihat beberapa mahasiswa sedang bermain di sana. Satu sosok mencuri perhatian Raekyo. Tersenyum senang, ia berlari ke sosok yang nampak sedang fokus mendrible bola basket menghindari dua pemuda yang mencoba menghalanginya.

            “Donghae oppa!!” tanpa menghiraukan sekitarnya, Raekyo segera menghampiri Donghae yang terkejut hingga lawannya dengan mudah mengambil bola dari tangannya.

            “Raekyo? Sedang apa kamu di sini? Bukannya jam istirahat sebentar lagi berakhir? Kenapa kamu lari-lari begitu?” Donghae menatap bingung adik bungsunya yang kini tengah sibuk mengatur nafasnya masih sambil memeluk lengan kanannya.

            “Oppa, cepet ikut aku. Ne? ne?” Merasa nafasnya lebih stabil, Raekyo kini menarik-narik Donghae ke pinggir lapangan. “Oppa pokonya janji harus membelaku. Janji? Oppa-deul, aku pinjam Donghae oppa dulu ya!” Semua yang ada di lapangan hanya mengangguk-angguk mengijinkan Raekyo meminjam kakaknya. Toh mereka juga tidak bisa menolak gadis itu.

            “Kenapa kamu lari-lari begitu? Kalau kamu kambuh bagaimana,eoh?” belum sempat Raekyo menjawab, terdengar teriakan bak rocker mendekati mereka.

            “YAK! CHO RAEKYO!!” Kyuhyun dengan kecepatan penuh menghampiri keduanya. Raekyo pun menarik Donghae ke hadapan tubuhnya, menjadikan oppa ikannya itu sebagai tameng. Kyuhyun akhirnya berhenti di hadapan Donghae, namun matanya tertuju tepat ke adiknya.

            “Kyu? Kalian ini sedang apa sih? Memang umur kalian itu berapa hah masih bermain kejar-kejaran?” Donghae menatap bergantian pada duo maknaenya.

            “Tau tuh oppa. Kyu oppa yang memulai duluan.” Raekyo menjawab yang makin membuat Kyuhyun melotot.

            “Bilang sekali lagi aku yang mulai duluan! Kau itu apa-apan hah?!” Kyuhyun berkata emosi. Raekyo kembali menyumput di balik punggung Donghae.

            “Kyu! Jangan teriak-teriak. Sebenarnya ada apa sih? Kalian kenapa lagi? Raekyo, kamu juga, ada apa, coba sini jangan nyumput di belakang oppa seperti ini.” Donghae menarik pelan Raekyo ke depan hingga mereka bertiga berhadapan.

            “Ini, hyung. Coba hyung lihat foto ini.” Kyuhyun menyerahkan handphonenya pada Donghae. Belum sempat Donghae mengambil, Raekyo merebutnya duluan.

            “Oppa saranghae! Dadah Hae oppa!” Raekyo mencium pipi Kyuhyun lalu segera berlari menuju ke kelasnya membawa serta handphone Kyuhyun. Kebetulan bel masuk memang sudah berbunyi. Kyuhyun dan Donghae tertegun karena terkejut, hingga Kyuhyun sadar apa yang sedang terjadi. Ia meneriakkan nama adiknya itu namun sia-sia, Raekyo sudah pergi jauh.

            Malam harinya, suasana makan malam di rumah keluarga Cho nampak berbeda. Semua nampak asik sendiri-sendiri, tidak ada canda gurau seperti yang biasanya mereka lakukan. Para maid yang melihat hal itu pun merasa khawatir, sesuatu telah terjadi diantara kedua belas kakak beradik itu. Raekyo memandang ke semua kakak-kakaknya yang makan sambil diam. Awalnya ia mencoba mengajak ngobrol, bercanda ataupun basa-basi hanya untuk mencairkan suasana, namun berakhir dengan tidak ada yang menggubrisnya. Maka iapun berhenti mencoba dan kembali memakan makan malamnya. Kyuhyun terlihat menjejalkan semua makanan ke dalam mulutnya, menghabiskan makan malamnya dalam sekejap, kemudian tanpa pamit ia masuk ke dalam kamarnya. Jangan lupakan bantingan pintu sebagai bonus di akhir. Melihat hal itu Leeteuk memandang ke arah kamar Kyuhyun dengan pandangan menegur namun toh hanya sebatas itu, setelahnya si sulung tidak mengatakan apa-apa dan kembali memakan makan malamnya. Raekyo tidak tahan lagi.

            “Baiklah. Cukup. Katakan saja apa yang ingin kalian katakan padaku.” Gadis itu menaruh sumpitnya dengan keras, mengalihkan sepuluh pasang mata yang akhirnya menatap pada dirinya.

            “Rae…” Siwon mencoba memecahkan keheningan karena tidak ada yang mau angkat bicara, namun Raekyo memotong.

            “Sudah, aku saja yang jelaskan. Oppa dengarkan saja, oke? Dan jangan menyela saat aku belum selesai.” Akhirnya Raekyo menjelaskan semuanya, kejadian tadi pagi, insiden foto, dan saat istirahat. “Aku tidak tertarik padanya oppa. Lagipula memang aku belum mau pacaran. Dan bukan dia yang mendorongku ke sungai waktu itu, ada saksi mata yang bersaksi melihat ia ada di tendanya, dan juga suaranya berbeda. Oppa tidak usah berlebihan deh.”

            “Benar seperti itu, Rae?” Leeteuk memandang si bungsu. Raekyo mengangguk mantap. Terdengar desahan lega di sekeliling meja.

            “Baiklah, kami mengerti. Maafkan kami ya, Rae-ah. Kami hanya terkejut begitu diberitahu oleh Kyuhyun. Dia nampaknya marah sekali. Lagipula kami hanya mengkhawatirkan kamu, Rae. Kami takut kamu terluka oleh pemuda yang belum jelas asal-usulnya. Apalagi pemuda itu, siapa tadi namanya? Ah iya Kim Wobin, tadinya kan tersangka utama kejadian di gunung kemarin.” Sungmin tersenyum manis.

            “Aduh, oppa itu ya. Mau sampai kapan kalian begini coba.” Raekyo geleng-geleng kepala namun gadis itu sudah bisa sedikit tersenyum.

            “Habis kami masih menganggap kamu bayi kecil. Kami tidak percaya kamu sudah sebesar ini, baru kemarin rasanya aku membantu eomma membuatkanmu susu botol.” Yesung menghampiri Raekyo, mengelus pelan kepala gadis itu.

            “Iya benar itu, Rae. Mau bagaimanapun kamu masih baby kecil kami. Kami janji mulai sekarang untuk lebih percaya sama kamu, Rae-ah.” Eunhyuk menimpali.

            “Benar? Oppa-deul janji ya.”

            “Tapi… Tetap saja kalau urusan namja kamu harus ijin sama oppa dulu. Ingat ya! Awas kalau engga.” Heechul berkata membuat bibir Raekyo manyun seketika. Kalau begini apanya yang berubah.

            “Rae, kamu sudah ngembaliin handphone Kyuhyun belum? Sana kembalikan dulu sambil ajak bicara dia.” Donghae mengintruksikan Raekyo untuk segera ke kamar oppa evilnya. Raekyo pun menurut, hatinya tidak tenang bila oppanya itu masih marah kepadanya.

 

KYUHYUN’S ROOM

            Raekyo berdiri bimbang di ambang pintu kamar Kyuhyun, sebelah tangannya menimang-nimang handphone milik oppanya yang ia ambil paksa siang tadi. Sejujurnya ia bukan takut akan dimarahi, namun ia lebih kepada bingung harus memulai pembicaraan seperti apa. Tangannya terulur memegang kenop pintu namun Raekyo tarik lagi, begitu seterusnya. Akhirnya, memberanikan diri, Raekyo membuka perlahan pintu kamar Kyuhyun, untung saja tidak dikunci.

            Kamar Kyuhyun terlihat rapi, hanya tas sekolahnya yang nampak terbengkalai di pojok ruangan diduga dilempar asal-asalan oleh sang pempunya. Raekyo melihat oppa-nya sedang tidur terlentang di atas kasurnya, sebelah tangannya ditekuk menutupi kedua matanya. Perlahan Raekyo mengitari kasur dan duduk di pinggir kasur Kyuhyun.

            “Oppa… Ini handphonemu kukembalikan. Kutaruh di atas meja ya.” Raekyo menaruh handphone milik Kyuhyun di meja sebelah kasur. Kyuhyun masih bergeming, bahkan melihat ke arah adiknya pun tidak. “Oppa… masih marah?”

            Raekyo menoel-noel tangan Kyuhyun. Namun pemuda itu masih saja diam. Dalam hati Raekyo merasa kesal. Oppa satunya ini kadang-kadang terlalu terbawa perasaan, seperti yeoja saja. Raekyo berpikir keras, bila ia sengaja menarik tangan Kyuhyun, bisa-bisa pemuda itu akan lebih marah, tapi bagaimana caranya supaya oppanya itu mau melihat padanya? Sebersit ide muncul di kepalanya. Raekyo pun bersiap-siap.

            “Oppa… hiks.. jangan marah.. hiks..” Raekyo mengeluarkan jurus andalannya. Tangisan. Biasanya cara ini akan mempan kepada semua oppa-nya. Raekyo semakin menekan-nekan ujung matanya, membiarkan air matanya mengalir deras. Satu menit, dua menit, Raekyo menunggu dengan air mata dan isakan namun Kyuhyun masih tetap diam. Saat Raekyo menyangka rencananya sudah gagal, akhirnya Kyuhyun menyingkirkan tangannya dan matanya menatap adiknya. Pemuda itu mengubah posisinya menjadi duduk hingga matanya sejajar dengan Raekyo. “Oppa… Mianhe… hiks”

            “Hapus air mata buayamu. Kamu tuh ga bisa akting , Rae.” Kyuhyun menghela nafasnya. Mendengar itu isakan dan air mata Raekyo sontak berhenti. Gadis itu kini berekspresi seperti maling yang ketangkap basah tengah mencuri. Melihat itu justru Kyuhyun tertawa pelan.

            “Bagaimana oppa bisa tahu aku hanya pura-pura?”

            “Ya! Selama ini juga semua oppa tahu kalau kamu sedang pura-pura nangis. Tapi kami ga tega untuk ngasih tahu kalau akting nangis kamu tuh jelek. Jadi mulai sekarang ga usah ngeluarin air mata buayamu itu, Rae-ah. Terutama padaku, ga akan mempan.”

            “Aisshh, oppa semua memang kejam! Berarti selama ini aku jadi bahan tertawaan kalian ya?” Raekyo memegang pipinya yang mulai memerah karena malu.

            “Tentu saja! Lumayan, untuk hiburan.” Kyuhyun mengeluarkan senyum evilnya.

            “Iissh, oppa jahat!” Raekyo menyilangkan tangannya di dada sambil mentap kesal Kyuhyun.

            “Yak! Yang lagi marah kan aku, kenapa kamu jadi ikutan marah?” Kyuhyun ikutan menyilangkan tangan di depan dadanya. Melihat itu, Raekyo menghela nafasnya sambil menurunkan tangannya, memang butuh kesabaran ekstra menghadapi oppanya yang satu ini.

            “Oppa, mianhe. Aku benar-benar tidak ada hubungan apa-apa sama Woobin oppa. Oppa percaya padaku kan? Lagipula mana berani aku sembunyi-sembunyi dari oppa-deul.”

            “Benar? Tapi….”

            “Benar oppa! Kenapa ga percaya gitu sih? Beneran deh. Suer.” Raekyo mengangkat kedua jarinya ke depan muka Kyuhyun. Kyuhyun pun tersenyum sambil dengan lembut menurunkan tangan adiknya dari depan wajahnya.

            “Arasso. Oppa percaya deh. Tapi ingat ya, jangan diulangin, tadi oppa hampir jantungan lihat kalian berduaan kaya gitu. Kalau kamu di apa-apain gimana? Kalau kamu mau berduaan gitu sama siapapun namja harus ajak oppa, mengerti?”

            “Hya! Gimana kalau nanti aku nikah, oppa mau jadi orang ketiga?”

            “Mwo? Siapa yang mau nikah? Kamu? Tidak boleh! Kamu tuh masih kecil Raekyo.” Kyuhyun mencubit pipi adiknya gemas.

            “Ya bukan sekarang juga Cho Kyuhyun.” Raekyo berkata balik dengan gemas, “Tapi suatu saat kan aku pasti menikah. Memang oppa dan oppa-deul tidak akan menikah? Memang dipikir kita vampir apa yang ga akan menua. Eomma dan appa juga pasti pengen punya cucu kan? Auw! Auw! Appo…. Kenapa oppa malah menjitakku sih? Dua kali pula, kalau aku jadi pabo gimana?”

            “Satu karena tidak memanggilku oppa, dua untuk imajinasimu yang terlalu kedepan. Masih lama waktu itu tau, jalanin dulu saja yang ada hari ini. Pabo!” memang yang dikatakan Raekyo benar adanya, suatu saat adiknya itu akan menemukan seorang namja yang akan mencintai dan melindunginya dan membuat adiknya itu tidak membutuhkan perlindungan lagi dari mereka selaku kakak-kakaknya, namun Kyuhyun merasa belum sanggup membayangkan Raekyo menikah dan meninggalkan mereka semua. Ia usir bayangan itu jauh-jauh berharap waktu itu tidak segera datang.

            “Oppa aneh deh. Ya sudah, oppa sekarang temani aku ke bawah ya. Tadi aku belum selesai makan malam. Mau ya, ne?” Raekyo menarik-narik tangan oppa termudanya itu agar mau berdiri. Agak ogah-ogahan Kyuhyun menuruti keinginan adiknya itu. “Ke bawahnya gendong ya oppa.”

            Dengan seenaknya Raekyo menyuruh Kyuhyun untuk berjongkok lalu segera naik ke punggung oppanya itu. Kyuhyun hanya bisa menggeleng-geleng pasrah.

            “Kamu makin gendut ya, Rae? Kok berat banget sih. Auw! Sakit, sakit! Lepaskan!” Raekyo menjewer telinga Kyuhyun dengan sebal. Oppanya itu memang tidak mengerti wanita deh, malah ngomongin berat badan.

            “Sudah jangan bawel oppa. Ayo jalan! Satu, dua, satu, dua.” Kyuhyun pun mulai berjalan sambil dikomandoi Raekyo bak pasukan baris berbaris. Perjalanan keluar kamar terasa mudah, justru tantangannya ada pada saat menuruni tangga. Perlahan-lahan Kyuhyun menuruni tangga satu per satu sambil berpegangan pada pegangan tangga sementara Raekyo masih mengomandoi dengan semangat. Sampai di anak tangga paling bawah, kaki Kyuhyun tiba-tiba oleng, mereka berdua pun jatuh ke depan dengan tidak anggun. Seketika semua oang di meja makan terbelaklak kaget melihat Kyuhyun dan Raekyo terjungkal. Namun beberapa saat kemudian Raekyo dan Kyuhyun tertawa terbahak-bahak sambil guling-guling di lantai. Semua orang menghela nafas lega sambil geleng-geleng kepala, setidaknya mereka berdua tidak terluka dan yang lebih penting sudah tidak marahan lagi.

 

* * *

 

DI SEBUAH APARTEMENT

            “Kerjamu bagus, saeng. Rencana kita sudah mulai berjalan. Tinggal rencana selanjutnya.” Seorang wanita berparas cantik berbicara sambil menatap pemuda di hadapannya yang tidak lain adalah adiknya. Pemuda di hadapannya tertawa senang, sudah lama noona-nya itu tidak tersenyum terutama sejak insiden itu.

            “Hahaha. Aku juga tidak menyangka akan semudah ini. Mereka begitu lemah, bukan begitu, noona?”

            “Ye. Nah sekarang kita lanjutkan rencana yang telah kau usulkan itu, namun aku juga mau menjelaskan beberapa detail tambahan untuk mendramatisir suasana. Dengarkan baik-baik.” Wanita itu menjelaskan pada adiknya dengan berapi-api. Nampak kilau semangat di matanya juga tangannya yang bergerak-gerak lincah mendukung semua perkataan yang keluar dari bibirnya. Mendekati akhir cerita, sang adik sudah tidak seantusias awal mula malah keningnya mulai berkerut tanda tidak setuju. “Nah, bagaimana?”

            “Apa memang harus sejauh itu, noona?” Ada nada khawatir dalam suara berat milik pemuda itu. Sang noona menatap tajam.

            “Kita memang sudah sejauh ini, tidak ada jalan mundur. Kau tahu itu. Kenapa? Kau merasa bersalah? Kasihan? Atau kau sudah mulai terbawa perasaan dengan peran yang kau mainkan?” Nada bicara wanita itu tajam menusuk membuat sang adik mundur perlahan.

            “Tidak noona, bukan begitu. Tapi…”

            PLAK!! Sebuah tamparan mendarat di pipi kanan pemuda itu. Mata sang noona berkilat marah.

            “Kau lupa apa yang telah mereka perbuat pada keluarga kita, hah??! Kalau bukan karena mereka, appa tidak akan dipenjara dan eomma pasti masih hidup! Kalau bukan karena mereka kita pasti hidup mewah bukannya serba kekurangan seperti sekarang!! Apa kau lupa semua itu?! Sadarlah!!” Pemuda itu memegang pipinya yang terasa sedikit perih sambil menunduk. Ia tahu membantah sang noona akan membuatnya lebih mengamuk.

            Pemuda itu memang tahu keadaan yang ia dan sang kakak alami sekarang terjadi sejak ayahnya dimasukkan ke dalam penjara. Tidak lama kemudian eomma-nya yang memang sakit-sakitan kambuh dan tidak bisa dibawa ke dokter karena tidak ada uang hingga sang eomma meninggal di pelukan sang noona. Awalnya ia setuju menjalankan semua ini sebagai ajang balas dendam. Namun mendengar rencana puncaknya, hati kecilnya menyuarakan ketidaksetujuan. Ia dan sang kakak selalu menghujat keluarga itu dengan sebutan monster tidak berperasaan, sekarang bila rencana itu jadi dilaksanakan apa bedanya mereka berdua dengan keluarga itu?

            “Ingat Woobin-ah, mata ganti mata, gigi ganti gigi. Nyawa harus diganti dengan nyawa juga, bukankah begitu?”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
putripdian #1
Chapter 10: Please update
Taeyeon_ssJH
#2
Daebak!!!!!♡♡♡♡♡